Kemarin remake konten Paradise dari Trans7 rame banget diomongin. Ini termasuk viral, sesuai definisinya :
Viral content is material, such as an article, an image or a video that spreads rapidly online through website links and social sharing.
Kenapa sebuah konten bisa viral? Menurut buku Digital and Social Media Marketing, A Results-Driven Approach, konten yang viral itu :
– Relevan sekali dengan audiensnya.
– Menimbulkan emosi yang kuat (surprised, happiness, sadness, fear, anger, disgust.)
Selain dari buku ini, Jonah Berger lewat buku Contagious memperkenalkan STEPPS framework dari tahun 2013. Konten yang menyebar mengandung 1 atau lebih unsur ini:
Social Currency
Trigger
Emotions
Public
Practical Value
Stories
Kita bahas satu per satu ya.
Yang pertama, social currency. Dari setiap konten yang kita posting / share, ada dampaknya buat image kita. Tampak lebih indie, alim, update, cerdas, open-minded, dst.
Sebagai content creator, kita coba bayangkan, konten seperti apa yang ingin dishare orang, dan efeknya gimana.
Misalnya, kita akun bank. Selain posting produk dan promo, kita bisa share tentang tips memilih investasi di masa pandemi. Orang akan tertarik untuk baca dan share, biar dianggap melek finansial sambil bilang "bagus nih".
Yang kedua adalah trigger. Kita cari materi yang relevan dan gampang ketrigger buat diomongin sehari-hari.
Contohnya : lagu 11 Januari pasti rame setahun sekali atau kalau kita ngomong "kerja keras", ada reflek kita nyanyi "kerja keras bagai kuda" ala iklan Ramayana.
Yang ketiga adalah emotion. Konten kita kalau datar2 aja, boro2 shareable, dapat comment atau like juga dikit.
Emotion ini bisa bentuknya video yang unsur emosinya kuat (kocak, serem, bikin marah seperti yang sudah dibahas diatas), atau sekedar teks dengan kata sifat.
Contoh yang mahal adalah konten-konten webseries yang sudah dibuat berbagai brand besar.
Sore, Janji, Mengakhiri Cinta Dalam 3 Episode, Transit, ini semua unsur emosinya kuat banget dan bikin orang menikmati kontennya, terua share ke temen-temennya.
Contoh simple memasukkan unsur emosi di copywriting, tambahkan aja kata sifat.
Sebelum : 5 tools buat bikin konten socmed.
Sesudah : 5 tools ajaib yang gampang banget buat bikin konten socmed.
Sebelum : Tips menabung.
Sesudah : Nabung setahun dapat Rp 10 Juta, kamu juga bisa.
Next, yang keempat adalah Public. Ada 2 sudut pandang. Kita bisa berangkat dari yang sudah umum, atau bikin sesuatu yang baru yang bakal dipopulerkan secara umum juga.
Kalau di buku sih, contohnya adalah Apple yang pakai warna putih buat earphone, yang akhirnya jadi populer.
Kalau dalam konteks bikin konten yang menyebar, kita bisa bikin tren "catchphrase" sendiri.
Misalnya dulu banget ada "hari ini nggak punya handphone", sekarang "ngghokey" atau "aww malu bgt" adalah sesuatu yang private jadi public.
Kelima adalah practical values.
Ini yang paling aku suka. Konten kita harus informatif, bisa dipraktekan dengan mudah, nggak terlalu tinggi atau utopis.
Contoh yang paling bagus adalah IG Bapak2ID. Mereka bikin konten seperti ini yang practical banget.
Yang terakhir adalah stories. Kemas jadi cerita. Kalau bisa ada tokohnya, masalahnya, solusinya.
Cerita menggugah orang untuk share konten kita. Ubah dari informasi deskriptif yang membosankan jadi narasi yang menarik.
Contoh :
Deskripsi : Kartu Jenius bisa dipakai di MRT & supermarket di Singapore
Narasi: (dengan efek suara melengkung2) Jalan-jalan ke Singapore check. Jadi guys, aku cuma pakai satu kartu nih buat naik MRT sama bayar belanjaan di toko. Nggak perlu beli kartu ez link lagi.
Terakhir, pendapat pribadiku, viral itu bonus. Yang penting kita berbagi konten yang bermanfaat, informatif atau entertaining.
Terima kasih sudah mengikuti thread ini. Semoga bermanfaat.
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Karena kemarin sempat terlibat ngerjain deck strategi digital sebuah mobil kelas atas, jadi tahu bahwa ada segmen orang kaya dengan sebutan HNWI, Ultra HNWI dan HENRY.
Sebuah thread singkat.
HNWI : High Net Worth Individual
Punya harta diatas $ 1 Juta atau setara Rp 14 Miliar.
Jumlahnya di Indonesia ada 129.000 orang atau cuma sekitar 0,05% dari 265 juta penduduk Indonesia.
Sumber : Capgemini dalam World Wealth Report 2019.
Masih dari laporan yang sama, hanya 1,1 persen orang dewasa di Indonesia yang memiliki kekayaan di atas 100.000 dollar AS atau Rp 1,4 Miliar.
Tempat cari data & statistik pendukung untuk strategi social media & digital marketing.
(A Thread)
Setiap kali bikin strategi social media / digital marketing, kita perlu punya data untuk menguatkan strategi kita. Biasanya ada di bagian background / latar belakang.
Bisa tentang trend, demografi audiens, data industri, dan masih banyak lagi.
Baru-baru ini, BPS merilis hasil data sensus penduduk 2020. Data ini bisa langsung dipakai di deck / strategi 2021, buat menggambarkan populasi segmen yang mau kita sasar.
Menurut survey @KATADATAcoid, 82.9% UMKM kena dampak negatif dari pandemi. Semoga thread ini bisa membantu teman-teman UMKM.
Masih menurut sumber yang sama, kebanyakan teman-teman UMKM sudah memanfaatkan social media untuk jualan. Social media sendiri baru 1 bagian dari keseluruhan aspek digital marketing yang bisa dioptimalkan.
4 konsep digital marketing penting untuk dipahami dan dipraktekkan.
(A mini thread)
Zero Moment of Truth dari Google.
Sederhananya, sebelum orang-orang mengambil keputusan pembelian di toko, mereka akan memutuskan beli atau nggak berdasarkan informasi yang ada di mesin pencari.
Kita mau beli kamera atau mau jadian pasti di googling dulu kan namanya?
Berarti, untuk memenangkan ZMOT ini, kita perlu memastikan reputasi kita di mesin pencari bagus.
Semua informasinya lengkap, websitenya experiencenya bagus, review dari orang-orang juga positif.
Kalaupun ada yang negatif, harus segera dijawab / diluruskan.