Masalah perempuan bekerja, cuti melahirkan, menikah, resign setelah menikah/melahirkan selalu dibenturkan dgn pemilik usaha. Padahal masalahnya bukan di situ menurut saya.
Perempuan itu bisa haid, hamil, melahirkan, nifas, menyusui. Hal-hal yang tentu tidak bisa dilakukan pria. Memang berbeda tapi tetap punya hak yang sama dalam berkarir, mengekspresikan diri, dll. Utk keadilan, ya menurut saya harus ada aturan khusus krn hal2 di atas.
Muncullah kemudian cuti melahirkan yang lebih panjang, ruang laktasi, child care terjangkau, hingga kuota khusus utk kandidat perempuan.
Di sisi lain, sebuah perusahaan sebagai 'binatang ekonomi' tentu berupaya memaksimalisasi profit dgn modal sedikit. Ketidakstabilan dalam usaha yg dipicu keluar masuk pekerja (kalau gak salah istilahnya churn rate) tentu bikin kesal pengusaha.
Pengusaha yg pada titik kesal tinggi, pasti akan mengeluarkan kalimat, ya udah kalau aturan cuti makin panjang, harus siapkan ruang laktasi padahal tempat usaha sempit, dll, kita ganti semua pekerja perempuan dgn pria.
Ada juga yg gaya2 motivator. Rasanya gak perlu cuti melahirkan sampai 6 bulan. Sebulan saja cukup. Saya bisa dulu.
Yg ngomong eksekutif perusahaan yg mungkin lahir dgn derasnya privilege dari keluarga dgn gaji belasan bahkan ratusan kali UMR 😀
Ada juga yg dgn 'tega' mengatai sesama perempuan yg mengalami kram/sakit saat haid awal sebagai perempuan yg kurang sehat, kurang olahraga, kurang menjaga nutrisi dll. Padahal fisik masing2 orang berbeda.
Alhasil berbenturanlah kepentingan utk memberikan keadilan atas kodrat perempuan dgn kepentingan perusahaan. Perusahaan memikirkan bagaimana bisnis berjalan, sementara banyak yg memandang pengusaha kok jahat banget sama perempuan.
Jadi pengusaha berat loh. 80-90% usaha, mati di tahun pertama. Pada tahun kedua, dari sedikit yg tersisa 70-80% mati. Yang kuat bertahan di tahun ketiga. Setelah itu mulai stabil namun tantangan akan makin berat. Pengusaha pasti berpikir kelangsungan usaha.
Jadi kepentingan utk tempat dan aturan kerja yang layak bagi perempuan akan selalu berbenturan dgn pengusaha. Ya ada juga pengusaha yg mikir kebijakan bagus utk perempuan, tapi mungkin tdk banyak, cmiiw
Menurut saya, pemerintah pusat dan daerah seharusnya menyerap sebagian beban pengusaha terkait pekerja perempuan. Agar tdk semua dibebankan kepada pengusaha.
Terutama utk usaha padat karya dan UMKM. Terkhusus UMK (usaha mikro dan kecil), pekerja informal (pasar tradisional, dll)
Beberapa fasilitas penting yg bisa dikerjakan pemerintah/pemda antara lain: 1. Ruang laktasi bersama dan child care gratis/terjangkau. Pemerintah membangun fasilitas khusus dekat tempat usaha utk fasilitas ini.
Pengusaha kecil tentu senang jika pemerintah support hal ini.
Pekerja perempuan juga senang krn bisa menyusui anak yg dititipkan tidak jauh dari tempat kerja.
2. Fasilitas gratis pengiriman ASI ke rumah. Ini bisa dilakukan utk pekerja yang rumahnya relatif jauh dan tdk ada penitipan anak.
3. Insentif utk pengusaha yg memberikan cuti melahirkan lebih panjang (syukur2 diberlakukan setelah revisi UU 13/2003. Umpamane... 😀), Mewajibkan cuti haid, memberikan kuota khusus utk perempuan menduduki jabatan tertentu.
4. Kartu pekerja (ini sih utk semua gender) utk gratis naik kendaraan umum pulang dan pergi. Mengurangi biaya transportasi juga insentif yg baik utk pekerja maupun pengusaha.
5. Kartu/fasilitas khusus ibu tunggal yang memiliki anak, bekerja informal/UMR. Kartu ini menjamin ibu dan anak2nya mendapat KIS, KIP, PKH dan akses prioritas terhadap bantuan pemerintah.
Yg akan mendapatkan manfaat dari kepedulian thd pekerja perempuan menurut saya yg paling besar adalah negara.
Perempuan yg memberikan ASI eksklusif 6 bulan, anaknya lebih sehat dan kuat. Biaya kesehatan anak berpotensi turun. Yg diuntungkan tentu negara karena biaya kesehatan utk anak bisa turun dan generasi penerus bangsa lebih sehat + kuat.
TPAK perempuan di Indonesia cukup tinggi. Jika digantikan pria semua dgn alasan pekerja perempuan 'merepotkan' secara nasional tdk akan cukup. Belum kalau pekerja perempuannya punya talenta yg bagus. Nyari pengganti sulit.
Jika ruang bekerja utk perempuan cukup adil dan ramah, perempuan akan tetap bekerja. Output ekonomi terjaga, pendapatan bersama (suamk istri) bisa mencukupi keluarga dgn layak. Negara tentu dpt manfaat juga.
Kebijakan negara tentu dipengaruhi kepentingan politik. Well, sekarang kita tahu sumber keruwetan ini di mana 😀
Demikian.
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Investasi apa yang paling bagus? Sebelum ingin investasi, pastikan dulu mengenal benar-benar dirimu. Selain memastikan uangnya ada.
Semua 'pakar' investasi akan bicara sesuai 'kepakarannya'
Saham paling bagus
Reksadana layak dipilih
Obligasi dong
Beli rumah
Emas
Tanah
Dll
Bagus semua ya kalau masing-masing pakar yang bicara.
Jauh sebelum memutuskan investasi, pahami dulu risiko. Jgn merasa bahwa untungnya besar, kita masukkan duit. Apalagi bekalnya cuma percaya 'tembung jare' (katanya ini, katanya itu).
Karena kemarin sudah selesai wawancara dgn panelis di konvensi PSI, saya akan mulai posting visi, misi dan program.
Hari ini akan saya mulai dgn Visi.
Ya benar, ini sebuah utas. Yang tentu saja tidak berhubungan dgn kekalahan MU 😀
Visi saya utk Tangsel adalah: Terbangunnya kota modern yang berlandaskan pada perbaikan kualitas hidup masyarakat, inklusif, maju, disiplin dan berorientasi masa depan.
Dasar visi yang saya buat ini adalah rangkuman hidup saya sejak 2003 (sejak Tangsel belum terbentuk), fenomena yang saya lihat, data berikut informasi yang saya baca, serta diskusi dengan beberapa pihak.
6 hal kodrati perempuan: Haid, hamil, melahirkan, nifas, menyusui, keguguran. Memberikan hak mereka utk bekerja dan berekspresi tanpa memahami hal2 tersebut adalah omong kosong.
Wahai perempuan, kalian tak sendiri berjuang utk ini. Banyak pria yg peduli.
Perempuan kuat. Sangat kuat. Dalam tekanan budaya, dunia kerja, keluarga. Tetap senyum utk suami dan anaknya. Menerima semua beban dan menjalaninya. Luar biasa.
Perempuan kuat. Sangat kuat. Menghadapi kekejian yg susah dibayangkan. Diam saat dipukul krn mengkhawatirkan masa depan anak jika bercerai. Belum menghadapi pandangan sekitar saat menjanda.
Melawanlah jika memang perlu dilawan. Kini banyak aliansi menemanimu. #IWD2019
Di masa lalu saya dgn tanpa rasa bersalah bikin joke tentang janda. Juga tentang budaya patrineal yg apa2, kalau kamu jantan hadapi, kalau gak berani pake rok saja.
Yes, this is a thread
Sampai kemudian saya sadar teman dan sahabat saya menjanda. Krn pilihan juga krn ditinggal mati suami. Ibu saya juga janda sejak 2005. Saya sungguh menyesal tanpa rasa bersalah membuat joke terus menerus tentang janda.
Ketika bertemu warga, saya banyak bertemu janda2 warga senior (lansia) yg ditinggal mati suami hingga ditinggalkan begitu saja. Memilih tak menikah lagi dan fokus mencari nafkah utk kelanjutan hidup dan pendidikan anak2nya.