Brii Profile picture
25 Feb, 99 tweets, 11 min read
Banyak cerita dalam setiap perjalanan, terlebih ketika menyusuri pekat malam. Kadang diri dipaksa berada dekat sisi batas dimensi, hampa dan takut bergerak pasti.

Malam ini, kita akan mendengar sepenggal cerita seram di jalur lintas Sumatera.

Simak di sini, di Briistory..

***
Aku Toni, bekerja sebagai supir travel penumpang di jalur lintasan pelabuhan Bakauheuni – Bandar Lampung. Sudah nyaris 20 tahun bergelut di bidang pekerjaan ini, tentu saja sudah banyak asam garam aku alami.
Aku termasuk supir yang lebih suka bekerja malam hari, lebih senang berkendara ketika sudah gelap dengan berbagai alasan tentunya.

Tentu saja berbagai kisah dan pengalaman sudah aku rasakan, banyak. Dari yang biasa saja sampai pengalaman janggal menjurus seram.
Iya, ada beberapa pengalaman sangat seram yang aku alami ketika bekerja malam hari.

Salah satunya akan aku ceritakan kali ini. Peristiwa yang terjadi pada tahun 2007.

***
“Udah Bang? cuma tiga penumpang aja?”

“Iya Ton, cuma tiga, hehe. Ya udah sana jalan, udah jam 11. Alamat antar udah di dashboard ya.”
Benar kata Bang Tobing, sudah jam sebelas malam, memang sudah waktunya jalan. Walaupun hanya berisi tiga penumpang, aku tetap harus jalan, memang selalu seperti ini.
“Aku ke toilet dulu sebentar, Bang.”

“Jangan lama-lama, kasihan penumpangnya kalo telat.”

Ya sudah, aku langsung menuju toilet.

Gak lama, mungkin hanya sekitar dua atau tiga menit, setelah selesai aku langsung menuju kendaraan.
Ini bukan musim liburan, bukan akhir pekan juga, jadinya penumpang memang sering kali sepi seperti ini. Apa lagi sudah menjelang tengah malam, semakin sepi saja orang yang turun dari kapal.
Oh iya, setelah sudah duduk di belakang kemudi, aku lalu mulai bersiap menjalankan kendaraan dan memulai perjalanan.
Memperbaiki posisi kursi agar lebih nyaman, menyiapkan air minum supaya dekat dari jangkauan, memeriksa posisi kaca spion memastikan kalau arah pantulannya sudah benar.
Biasanya, kalau sedang menyetel kaca spion ini, aku sekalian untuk memeriksa penumpang yang ada di belakang, menghitungnya, apakah sudah benar jumlahnya atau belum.

“Satu, dua, tiga, empat..”

Hah? Kok empat? Bukannya tadi Bang Tobing bilang penumpangnya cuma tiga?
Penasaran, aku lalu menoleh ke belakang. Benar, penumpang ada empat, satu orang laki-laki duduk di deretan kursi yang persis di belakangku, penumpang ketiga dan keempat, Bapak dan Ibu, duduk di deretan kursi kedua. Satu lagi seorang perempuan, duduk di kursi paling belakang.
Benar, ada empat, ya sudah, berarti tadi ketika aku ke toilet ada penumpang satu lagi yang naik.

Sudah semakin malam, jam sebelas lewat 10 menit, aku harus mulai perjalanan.
“Tooonnnn..!”

Tapi baru saja hendak lepas rem tangan, tiba-tiba aku mendengar suara teriakan. Mendengar itu aku lalu membuka jendela.

Ah, ternyata Bang Tobing.
“Ada apa Bang?” tanyaku setengah berteriak juga.

Dari kejauhan, aku melihat kalau Bang Tobing memberikan isyarat mengacungkan jari telunjuk tangan kanannya, sambil berteriak “Satu Ton..” begitu katanya.
Oh begitu, aku menangkap arti isyarat dari Bang Tobing, aku mengerti, berarti dia bilang penumpangnya bertambah satu. Ya sudah, berarti cocok.
“Ok Bang..” Jawabku masih setengah berteriak sambil mengacungkan ibu jari.

Kemudian Bang Tobing juga mengacungkan ibu jarinya, pertanda percakapan selesai dan masing-masing mengerti.
Setelah itu, aku melepas rem tangan, lalu menginjak pedal gas perlahan, perjalanan pun dimulai.
Jalur Bakauheuni – Bandar Lampung, Jalur ini merupakan rangkaian awal dari Jalan Lintas Sumatera, karena memang di mulai dari ujung pulau Sumatera paling timur, dan akan berakhir di ujung Barat, yaitu Propinsi Aceh.
Tapi ya aku gak akan sampai Aceh, hanya sampai Bandar Lampung, jarak tempuhnya sekitar 100km, kurang lebih.
Biasanya, kalau jalan malam, seluruh penumpang akan tidur di kursinya masing-masing. Begitu juga kali ini, aku memperhatikan lewat kaca spion, terlihat kalau semua penumpang memang tidur.
Eh, sebentar, kecuali penumpang perempuan yang duduk paling belakang, aku gak bisa memastikan dia tidur atau nggak, karena pandangan terhalang oleh sandaran kepala kursi.
Mobil ukuran sedang, berkapasitas maksimum 12 penumpang ini, kupacu dengan kecepatan sedang, menembus jalan gelap di jalur Lintas Sumatera.
Yang aku suka dari jalan malam, salah satunya adalah jalanan cenderung sepi, jadinya bisa lebih santai mengemudi, gak terlalu lelah, hanya harus berusaha untuk gak mengantuk dan tatap berkonsentrasi.
Waktu perjalanan juga bisa lebih cepat, kalau tadi aku berangkat jam sebelas, sekitar jam dua nanti seharusnya sudah selesai mengantar penumpang ke tujuan masing-masing, sampai pada penumpang yang terakhir.
Iya, travel tempat aku bekerja ini memang bisa antar jemput penumpang di tempat yang diminta, tetapi tergantung kondisi dan situasi, apa bila memugkinkan, atau jaraknya masih masuk akal.
Malam ini, aku melihat ada tiga alamat di daftar yang Bang Tobing letakkan di dashboard. Aku harus mengantarkan penumpang ke tiga alamat yang tercantum. Tapi kan ada empat penumpang? Iya, berarti satu penumpang akan turun di terminal atau pool.

Begitulah..
Gak terasa, sudah sekitar 45 menit perjalanan yang sudah aku tempuh.

Melirik ke layar dashboard, indikator sudah menunjukkan kalau bahan bakar sudah hampir kosong. Ya sudah, aku akan berhenti di pom bensin yang letaknya gak jauh selepas kota Kalianda.
Kebetulan, jarak pom bensin yang aku maksud jaraknya sudah dekat, hanya tinggal beberapa ratus meter saja, sehingga beberapa menit kemudian aku sudah sampai.

Setelah sudah berada persis di depan pom bensin, aku langsung membelokkan mobil untuk masuk ke dalam.
Tengah malam, sudah jam 12, tentu saja pom bensin ini sepi, hanya ada beberapa kendaraan berbagai ukuran yang terlihat sedang mengisi bahan bakar, malah ada beberpa yang sedang hanya beristirahat.
Aku memilih pompa yang paling pojok, karena memang pengisian solar tempatnya di sudut.

Setelah mobil sudah benar berhenti, aku lalu turun.
“Isi full ya..” Begitu ucapku kepada petugas yang sedang berjaga.

Setelah itu, aku menuju toilet untuk membasuh muka. Tumben, malam ini aku merasa sedikit mengantuk.

Selesai dari toilet, aku kembali ke mobil, pengisian bahan bakar sudah selesai.
Nah, ketika sedang melakukan pembayaran, aku melirik ke dalam mobil, sekalian memeriksa keadaan penumpang, apakah semuanya masih ada di tempat duduknya masing-masing atau tidak.
Ternyata lengkap, semuanya masih ada, empat penumpang, masih di posisi semula, masih kelihatan tertidur juga, kecuali penumpang perempuan yang di belakang, dia gak tidur, malah duduk tegak tanpa bersandar, menatap ke depan.
Melihat itu semua, aku langsung masuk kendaraan dan bersiap untuk melanjutkan perjalanan.
Tapi, ketika sudah duduk di belakang kemudi, aku merasa ada yang berbeda, aku mencium sesuatu.

Indera penciuman menangkap wangi parfum yang sebelumnya sama sekali gak tercium, baunya sangat menyengat.
“Ah, mungkin mbak yang duduk di belakang baru saja menyemprot parfum.” Begitu pikirku dalam hati.

Gak berpikir macam-macam, aku lalu mulai menjalankan kendaraan, kali ini aku pacu dengan kecepatan agak tinggi.
Walau awalnya agak terganggu dengan bau wangi menyengat tadi, tapi akhirnya hidungku jadi terbiasa, tapi tetap saja tercium sepanjang sisa perjalanan.

***
Singkat cerita, kami akhirnya mulai memasuki Bandar Lampung, salah satu kota besar yang ada di Sumatera.

Hampir jam satu malam, tentu saja sudah sangat sepi, hanya satu dua kendaraan yang terlihat lalu lalang menyusuri jalan.
Ada tiga alamat yang harus aku tuju untuk mengantar penumpang. Yang pertama di teuku Umar, kedua di jalan Imam Bonjol, satu lagi di daerah Kedaton Lima.
Senangnya aku melihat tiga alamat itu, karena letaknya masih di dalam kota, gak akan memakan waktu lama, setelah selesai aku bisa langsung kembali ke Kota Raja. Kota raja adalah letak di mana pool kendaraan travelku berada.
Singkat cerita lagi, akhirnya dua penumpang sudah aku antar ke alamatnya. Tersisa dua lagi, laki-laki yang duduk sendirian dan perempuan yang duduk di belakang.
Sudah jam satu lewat ketika kami akhirnya sampai di alamat terakhir, Kedaton Lima.

Di titik ini aku masih belum tahu penumpang mana yang akan turun, karena gak memparhatikan daftar alamat lagi.
Aku susuri jalan kecil perumahan menuju alamat pastinya, jalan sempit namun beraspal, kanan kiri berjejer rumah-rumah bermacam ukuran.

Keadaannya sama, sangat sepi, ditambah penerangan yang hanya mengandalkan cahaya lampu dari halaman rumah.
Melirik kaca spion, aku melihat dua penumpang dalam keadaan terjaga. Penumpang perempuan tetap duduk diam dengan tatapan menghadap ke depan, sementara penumpang laki-laki terlihat memperhatikan pemandangan di luar.

Wangi parfum masih tercium, walau gak sekuat di awal tadi.
Entah sudah berapa menit aku sudah di dalam perumahan sampai akhirnya berhenti di depan salah satu rumah besar bertingkat.

Aku perhatikan catatan yang ada di dashboard, sepertinya benar ini alamatnya.
“Mas, Mbak, ini benar alamatnya kan ya?” tanyaku kepada penumpang.

“Benar Bang. Saya turun di sini.” Akhirnya penumpang perempuan terdengar suaranya.

Ah, ternyata dia yang turun di sini.
Rumah tempat tujuan penumpang perempuan ini terlihat gelap, hanya satu lampu teras yang menyala, itu pun redup.
Sudah menjadi kebiasaan, apa bila penumpang yang turun adalah perempuan atau orang tua, aku akan ikut turun untuk menawarkan bantuan atau sekadar menunggu sampai dia masuk ke dalam rumah.

Aku lalu turun dari kendaraan.
Di luar, aku memperhatikan penumpang ini turun dari kendaraan, hanya tas kecil saja yang jadi barang bawaan.
Suasana gelap, tapi aku masih bisa melihat penampilannya.

Perempuan cantik dengan rambut sebatas bahu, wajahnya pucat, seperti kelelahan, mungkin karena baru saja menempuh perjalanan jauh.
“Terima kasih, Bang. Silakan lanjut aja, gak apa-apa kok kalo ditinggal.” Begitu katanya sambil tersenyum.

“Iya, Mba. Kalo gitu saya jalan ya.”
“Hati-hati, ya Bang. Kalo bisa, langsung ke pool aja. Gak usah anter penumpang lagi.”

“Loh, kenapa emangnya Mbak? Kan masih ada satu penumpang lagi tuh.” Jawabku, penasaran.
“Kalo bisa ke pool aja.”

Penumpang perempuan ini bersikukuh menyuruhku kembali ke pool, aneh, entah kenapa.

Setelah berpamitan, aku langsung naik kendaraan dan pergi meninggalkan tempat itu.
Satu penumpang lagi, tapi aku gak tahu harus diantar ke mana.
“Mas, mau diantar ke mana ya? Atau turun di pool aja?” tanyaku sambil melihat kaca spion.

“Branti, Bang.” Jawab penumpang itu pendek.

“Oh, ok. Tolong kasih tahu arahnya ya Mas.”
Aku lalu tancap gas, mengarahkan kendaraan menuju daerah Branti yang jaraknya sekitar 30 menit dari Kedaton.

Nah, ketika dalam perjalanan yang seharusnya gak terasa lama ini, ternyata aku masih mencium wangi parfum menyengat itu, dan kali ini baunya semakin kuat.
“Ah, ternyata Mas ini yang wangi sejak tadi, buka perempuan yang sudah turun tadi.” Begitu pikirku dalam hati.

Jalanan sepi di jalur lintas Sumatera ini aku terabas dengan kecepatan cukup tinggi, namun masih sangat berhati-hati.
Beberapa kali aku melirik spion, memperhatikan kalau ternyata penumpang terakhir ini posisinya selalu sama, duduk tegak sambil terus menatap ke luar.

Kilatan-kilatan cahaya dari lampu penerangan di luar mambantuku untuk dapat juga sesekali melihat mimik wajahnya.
Ketika sudah sendirian, dan ketika sudah semakin dekat dengan perhentiannya, penumpang laki-laki berumur sekitar 30 tahun ini terlihat selalu tersenyum.

Tapi ada sedikit aneh dengan senyumnya, dia tersenyum tapi bukan kebahagiaan yang terpancar, tapi malah kesedihan.
Pokoknya aneh, dia tersenyum tetapi mimik wajahnya datar dan tanpa ekspresi, kosong.
Tentu saja banyak pertanyaan di dalam kepalaku, ada apa dengan penumpang ini. Kok aneh..
Ya sudah, aku yang mulai merasakan ada kejanggalan semakin merasa harus cepat-cepat sampai tujuan.

Akhirnya, jarak tempuh yang seharusnya 30 menit, baru 20 menit kami sudah memasuki wilayah Branti.
“Kasih tau arahnya ya Mas, kita udah sampe di Branti nih.” Ucapku.

Tapi gak ada jawaban, penumpang diam. Aku pikir, mungkin dia ketiduran, makanya aku langsung melirik spion. Ternyata nggak, dia masih berposisi sebelumnya, menatap ke luar sambil tersenyum.
“Mas, maaf. Kita udah di Branti, alamatnya di mana ya?” tanyaku sekali lagi, kali ini lebih keras aku bersuara.

“Terus aja Bang, perumahan depan.” Akhirnya penumpang bersuara.
Aku lalu kembali menginjak pedal gas secara perlahan, sepertinya aku tahu perumahan yang dimaksud.

“Perumahan ini Mas?” tanyaku lagi ketika di depan sudah ada gapura besar.

“Iya.” jawabnya pendek.

Aku langsung membelokkan kendaraan, masuk ke dalam perumahan.
Baru kali ini aku masuk ke perumahan ini, biasanya hanya lewat melintas depan gerbangnya saja.

Bukan komplek perumahan mewah, bisa dibilang hanya kelas menengah, kira-kira seperti itu.
Setelah gapura gerbang perumahan, terlihat ada pos kecil yang sepertinya pos sekuriti yang tepat di depannya ada portal besi, dalam keadaan terbuka.
Ketika sudah persis berada di depan pos itu, aku bisa melihat ke dalamnya yang ternyata gak ada siapa-siapa, kosong. Ya sudah, aku terus masuk ke perumahan.

“Rumahnya di mana ya Mas?” Aku bertanya sekali lagi.

“Terus aja.”
Mendengar jawabannya, aku lalu terus ikuti jalan lurus yang memanjang.

Jalanan komplek tentu saja sudah sangat sepi, gak ada seorang pun yang terlihat.

Aku menjalankan mobil sangat pelan, sambil menunggu perintah selanjutnya untuk berbelok ke mana.
“Terus aja Mas?” tanyaku lagi.

“Iya.” Datar..
Kok gak belok-belok? Memang rumahnya di mana? Aku bertanya-tanya dalam hati.

Sementara jalanan terus semakin ke ujung dan semakin gelap, terus masuk ke wilayah yang sepertinya masih belum banyak ada rumah berdiri.
Aku semakin memperlambat laju ketika melihat ada tembok tinggi di depan, jaraknya hanya sekitar 50 meter lagi.

“Mas, di depan jalannya buntu. Rumahnya yang mana ya?” Lagi-lagi aku bertanya.

“Paling ujung, sebelah kiri.” Begitu jawab sang penumpang.
Aku lalu mengarahkan kendaraan ke rumah yang dimaksud, memang ada rumah yang letaknya persis di ujung jalan, sebelah kiri. Lalu aku berhenti dan parkir persis di depannya.
Rumah berpagar besi, besar bertingkat, tapi aku gak bisa melihatnya lebih jelas lagi karena dalam keadaan gelap, sama sekali gak ada lampu yang menyala, penerangan hanya mengandalkan lampu rumah tetangga.

Gelap rumahnya, seperti rumah kosong.
Setelah sebentar memperhatikan rumah itu, aku lalu bilang begini, “Sudah sampai, Mas.”
Tapi gak ada jawaban.
Tentu saja, reflek aku langsung menoleh ke belakang..

“Mas..”

Kalimatku berhenti, gak selesai, ketika melihat ternyata mobil dalam keadaan kosong, gak ada penumpangnya lagi.

Ke mana penumpang terakhir tadi?
Sudah turunkah? Ah sepertinya gak mungkin, karena aku sama sekali gak mendengar suara buka tutup pintu, dan kendaraan baru beberapa detik saja berhenti.

Penasaran, lalu aku mengarahkan pandangan ke rumah gelap di sebelah kiri, rumah penumpang terakhir tadi.
Kemudian aku mengucek-ngucek mata, karena melihat kalau tiba-tiba sudah ada orang yang sedang berdiri di dalam pagar rumah!
Dari perawakannya, aku yakin kalau itu memang penumpang tadi.

Tapi kapan dia turun dari mobil? Kok gak ada suara buka tutup pintu mobil dan suara pagar rumah juga? Kok bisa tiba-tiba dia sudah ada di dalam pagar, di halaman rumah?
Semakin penasaran, aku membuka kaca mobil yang sebelah kiri, untuk memastikan lagi.

Setelah kaca sudah terbuka lebar, aku semakin jelas melihatnya, ternyata benar, yang berdiri di balik pagar memang penumpangku tadi.
Dia menghadap kendaraan, menghadapku, berdiri dalam gelap, tapi aku masih bisa melihat wajahnya dengan jelas dalam keremangan.
Dia tersenyum, dengan muka yang masih datar dan tatapan kosong. Beberapa detik kemudian, dia seperti mengucapkan sesuatu, sangat pelan, suaranya nyaris tak terdengar, tapi dari gerakan bibir dan gesturnya aku menangkap kalau dia mengucapkan terima kasih.
Melihat itu, aku mengangguk pelan..

Kemudian dia membalikkan tubuh, lalu dalam gelap berjalan menuju pintu rumah.
Jalannya sangat pelan, langkahnya gontai, aku terus memperhatikan pergerakannya, sampai ketika ada pemandangan yang membuat jantungku seperti berhenti berdetak..
Setelah sampai depan pintu rumah, dia gak lantas berhenti melangkah untuk membuka pintu, tapi malah terus berjalan, terus berjalan menembus pintu.

Iya, tubuhnya menembus pintu, lalu menghilang masuk ke dalam rumah..
Kaget melihat itu semua, beberapa detik lamanya tubuhku kaku gak bisa bergerak, shock.

Lemas dari ujung kepala sampai ujung kaki..
Tapi beberapa saat kemudian, dari kaca spion aku melihat ada kilatan cahaya dari belakang, ada kendaraan lain datang dari arah belakang mobilku.

Aku lalu membuka kaca jendela, ternyata cahaya itu adalah lampu motor yang dikendarai oleh sekuriti perumahan.
“Lagi ngapain, Bang?” tanya Pak sekuriti, setelah dia sudah berhenti.

“Nganter penumpang Pak. Ke rumah itu,” Aku menjawab gagap, karena masih shock.
“Oh gitu. Ayok kita ke pos depan dulu.”

“Iya, Pak.”

Kemudian aku memutar mobil, lalu mengikuti motor sekuriti itu dari belakang.

***
Sesampainya di Pos sekuriti, aku turun dari mobil lalu diajak untuk duduk di kursi kayu panjang.

Aku kaget, karena melihat kalau ternyata di pos sekuriti ada dua petugas lainnya, padahal ketika masuk tadi aku gak melihat ada orang sama sekali.
“Abang ini tadi nganter penumpang ke rumah di ujung itu?” tanya salah satu sekuriti sambil memberikan aku segelas air minum.

“Iya, Pak. rumah ujung itu.” Jawabku.
“Oh, gitu. Ada kejadian aneh gak?” tanya mereka lagi.

Kemudian aku ceritakan semuanya, peristiwa aneh dan seram yang baru saja aku alami.

Setelah aku selesai, barulah mereka ganti bercerita. Cerita yang mambuat tubuhku semakin lemas setelah mendengarnya.
Jadi, penumpang terakhir yang aku antar tadi memang benar rumahnya di ujung jalan itu tadi, para sekuriti juga punya gambaran yang sama denganku tentang perawakan penumpang itu.
Penumpang tadi namanya Husairi, umurnya 30 tahunan, dia bekerja di Jakarta, setiap dua minggu sekali pulang ke rumahnya di Branti sini. Rumahnya ini diisi oleh anak istri serta mertuanya.
Tapi, sekitar enam bulan sebelumnya Pak Husairi meninggal dunia, dia menghembuskan nafas terakhirnya dalam perjalanan pulang, kendaraan yang dikendarainya mengalami kecelakaan di daerah Kalianda.
Setelah kematian Pak Husairi, kelurganya meninggalkan rumah lalu pindah ke tempat lain, sejak saat itulah rumahnya menjadi kosong.
Menurut cerita sekuriti juga, ternyata aku bukanlah supir travel pertama yang mengalami kejadian ini, sebelumnya sudah beberapa kali ada travel juga yang mengantar almarhum Pak Husairi pulang ke rumahnya.

***
Hai, balik lagi ke gw ya, Brii.
Cukup sekian cerita malam ini, semoga ada hikmah yang bisa diambil.
Sampai jumpa minggu depan dengan cerita lainnya.

Tetap jaga kesehatan supaya bisa terus merinding bareng.

Met bobok, semoga mimpi indah.

Salam,
~Brii~

• • •

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh
 

Keep Current with Brii

Brii Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

PDF

Twitter may remove this content at anytime! Save it as PDF for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video
  1. Follow @ThreadReaderApp to mention us!

  2. From a Twitter thread mention us with a keyword "unroll"
@threadreaderapp unroll

Practice here first or read more on our help page!

More from @BriiStory

11 Feb
Siapa yang gak kenal lagu Nina Bobo? semua orang sepertinya tahu lagu ini.

Malam ini kita akan membahas sedikit tentang sejarah Nina bobo, diakhiri oleh Rida yang akan berbagi pengalaman seramnya.

Simak di sini, di Briistory.
Lagu Nina Bobo merupakan salah satu lagu yang bisa dibilang merupakan lagu legendaris, lagu yang sering kali dinyanyikan oleh seorang ibu untuk anaknya saat menjelang tidur.
Lagu ini dinyanyikan bertujuan untuk membuat agar sang buah hati cepat mengantuk lalu tertidur pulas.
Read 87 tweets
4 Feb
Banyak kisah tentang pengalaman seseorang yang tanpa sengaja berjalan melintas tirai beda alam. Tentu saja ada akibat dibelakangnya.

Seperti yang pernah dialami oleh salah satu teman, dia pernah menembus “batas” dimensi. Seram..

Simak hanya di sini, di Briistory.

***
Suara itu muncul lagi, lebih jelas dari sebelumnya.

Kali ini terdengar dengungan panjang dengan frekuensi agak tinggi, aku yang sedang mengendarai motor mendadak pusing dan mual, fokus jadi bergeser gak lagi memperhatikan jalan.
Gak tahan, lalu memperlambat laju motor kemudian berhenti.

Setelah sudah benar berhenti, aku langsung melepas helm lalu menarik nafas dalam-dalam, coba mengambil oksigen banyak-banyak. Perlahan, pusing dan rasa mual mulai reda, berangsur menghilang.
Read 118 tweets
21 Jan
Bali, gak perlu dijelaskan panjang lebar lagi kalau pulau ini merupakan salah satu tempat terindah di muka bumi, eksotis di berbagai sisi.

Tempat tujuan paling diidamkan oleh banyak wisatawan, dalam dan luar negeri. Terkenal juga dengan sebutan Pulau Dewata, tempatnya para Dewa.
Tapi gak bisa dipungkiri juga kalau Bali punya banyak cerita mistisnya. Salah satunya adalah peristiwa yang dialami oleh salah satu teman kita berikut ini.

Simak di sini, di Briistory..

***
Aku Irene, tinggal dan bekerja di Jakarta, pernah mengalami peristiwa menyeramkan yang gak masuk di akal.

Pengalamanku ini berawal ketika bersama dua teman dekat berlibur ke Bali, gak menggunakan pesawat, kami memilih untuk mengendarai mobil, road trip istilahnya.
Read 71 tweets
14 Jan
Perjalanan malam seringkali membuahkan kisah seram.

Seperti yang pernah dialami oleh salah satu teman kita Rizky, ketika dia menggunakan angkot untuk kembali ke tempat kost-nya di Jatinangor pada suatu tengah malam.

Simak kisahnya di sini, di Briistory.

***
Aku Rizky, Mahasiswa angkatan 2005 salah satu kampus di Jatinangor, Jawa Barat.

Yang akan aku ceritakan kali ini adalah peristiwa yang aku alami sendiri pada tahun 2006.

Begini ceritanya..
Seperti mahasiswa lain yang berasal dari luar daerah di mana letak kampus berada, aku yang berasal dari Sukabumi harus ngekost juga.

Tempat kostku gak teralu jauh dari kampus, masih bisa dijangkau dengan jalan kaki untuk pulang pergi kuliah.
Read 71 tweets
7 Jan
Malam ini, gw akan membahas sedikit tentang satu mahluk yang bisa dibilang salah satu urban legend di Indonesia, yaitu tuyul.

Ini sekadar berbagi cerita aja, silakan diambil hikmahnya kalo ada.

Yuk simak yuk, di sini, di Briistory..

*** Image
Kayaknya udah gak ada yang gak tau tuyul, hampir semua orang di Indonesia udah tahu. Jadi gw gak perlu lagi menjelaskan apa itu tuyul ya.

Intinya, tuyul adalah mahluk ghaib yang bentuknya anak kecil, gundul, kerjaannya mencuri uang, dan sering kali memiliki tuan.
Banyak mitos mengenai tuyul, gw gak tau pasti itu beneran mitos atau malah fakta. Satu yang pasti, pendapat kebanyakan orang akan bilang kalau tuyul ada tuannya, sang tuan inilah yang memelihara si tuyul, si tuan ini juga yang memerintahkan dan menyuruh tuyul untuk mencuri uang.
Read 62 tweets
24 Dec 20
Banyak ketakutan dalam pikiran ketika sedang di kamar mandi, sering kali memaksa diri untuk lekas selesai karena merasakan ada yang aneh, padahal mungkin hanya pikiran jelek saja.
Ah, tapi bisa juga terjadi beneran kan?

Simak cerita kali ini, tentang hantu di kamar mandi.

***
Kamar mandi, satu ruangan yang selalu ada di setiap bangunan, entah itu rumah, kantor, tempat ibadah, mall, dan lain sebagainya, kamar mandi pasti ada.
Ya memang tujuan dibuat untuk memenuhi salah satu hasrat manusia, yaitu membersihkan diri alias mandi, buang air, atau kegiatan lainnya.
Read 83 tweets

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3/month or $30/year) and get exclusive features!

Become Premium

Too expensive? Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal Become our Patreon

Thank you for your support!

Follow Us on Twitter!