Khatam ngaji 10 hari, biasa bget. Tiga hari, oke aja.
Merasa dituturi gini gitu oleh ayat², ya biasa bgt, sering bgt.
Merasa kejadian ini itu, pd diri sendiri n liyan, sesuai dgn ayat ini itu, biasa bgt. Merasa tahu² diparing ilham atas maksud/makna ayat ini itu, ya biasa bgt. Auto daras/murajaah di mana², ya biasa bgt. Dst dst dst.
Tegasnya, al-Qur'an bagai sobat karib.
Seingatku, ini tlh berjalan sjk tahunan silam. Dan intensif. Siang malam. Sbb itu nyaris selalu dlm keadaan punya wudhu, walau jg gk saklek kaku. Kadang jg batal, lg mlz, walau lbh banyaknya punya wudhu. Dst dst dst.
Lantas, rumangsaku, al-Qur'an ini benar² unlimited. Nyamudrani. Tiada batas, tiada ujung. Dlm sgl halnya. Bkn hanya soal jumlah surat dan ayat, tp pembacaannya, ngajinya, pemahamannya, perenungannya, dst. Selalu ada kebaruan dlm setiap pengulangannya scr pemahaman² makna dan...
...peristiwa²nya.
Bayangkan begini:
Ayat yg sama yg bolak-balik kulewati tiba² sja di suatu masa melesak ke dlm hati n pikiran, lalu menarik permenungan, jg literatur, lalu buhul pemahaman. Terjadi begitu saja, tnp skenario.
Kok bisa?
Ya entah, diterjadikannya begitu aja.
Di lain waktu, apa yg kutangkap begitu, mendadak tersambungkan dgn keterangan² lain, jg ayat² lain, yg kadang bersifat menggeser pemahaman sblumnya, menguatkan, atau melengkapi, dst dst.
Peristiwa hermenutis ini terussss terjadi, tnpa hop. Benar² trus berdinamika.
Ringkasnya, al-Qur'an ini keajaiban teks yg sellu membawa "rohaninya", yg bersambung n nyetrum kpd keadaan, kapasitas, intensitas individu². Apa yg distrum si x, bs jadi beda warba dgn si y, dst. Ia bagaikan meresap berdasar isti'dad rohani (kesiapan batin) setiap individu.
Tdklah pas sama sekli al-Qur'an dicutat, ditarik, dipenggal ayat²nya ala searching google. Ia akan rawan kehilangan holistiknya, ruhnya; ia mestinya dipegang padu utuh sbg kesatuan komprehensif.
Satu ayat bs jd nampak kontras dgn ayat lain, dan sistem integaratif solusinya.
Ilmu munasabah mungkin tekniknya. Namun begitu, nyamudranine al-Qur'an, ingatlah, selalu tiada ujung n batas; selamilah maka penyelamannmu takkan ada akhirnya, hingga akhir hayat.
Tdklah arif berkta telah tuntas mengaji al-Qur'an. Sungguh ia tiada berbatas sama sekali.
Dlm penghapalan, muraja'ah niscaya bgt. Tanpa itu, sobek-sobeklah hapalan, walau sekuat apa pun dulunya.
Ini mengandung pesan rohani berupa pengikatan hati kpd ayat-ayatnya seyogianya berlangsung smp akhir hayat. Tdk bisa disapih. Skali disapih, amblaslah ia.
Sbb itu, walaupun tk menghapalkan, seyogianya selalu komit mengikat hati kdp al-Qur'an setiap hari. Selalu hrs ada waktu² yg didedikasikan kpd al-Qur'an setiap hari, bkn seselonya. Lalu relalah pd dedikasi² trsebut sbg hanyalah dehur² gelombang yg dideraskan samudra al-Qur'an itu
Di hadapan samudra al-Qur'an, ilmu, paham, nalar, metode, jangkauan, aplikasi, sungguh hanyalah buih².....
Wallahu a'lam bish shawab.
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Dlm mengabdi kepada Allah Swt, seyogianya dua spirit trsebut melekat beriring pd diri kita. Tdk pas untuk hanya memiliki salah satunya
Sederhanya: rasa takut kpd Allah Swt akan menghadirkan ketundukan dan rasa harap kepadaNya jg akan menghadirkan ketundukan. Keduanya memiliki arah yg sama, bersifat saling melengkapi.
Raja' bagaikan gas dan khauf bagai rem.
Allah Maha Pengampun, Penolong, jgn berputus asa dr pertolonganNya, dan sejenisnya mrpakan ruang raja' bg manusia.
Al-Hujurat ayat 3 merupakan "jalan tol" untuk mendpatkan karunia hati yg takwa langsung dr sisi Allah Swt. Bagai ilmu wiratsah, diwariskan, atau hilmun, dzauq/rohani. Jk hati tlh dicetak takwa langsung olehNya, betapa enak dan mulusnya ia.
Ada syaratnya:
"merendahkan/merundukkan suaranya di hadapan Kanjeng Rasul Saw".
Dl, asbab nuzul ayat ini terkait sahabat Tsabit bin Qais. Kini, buat kita, cara "merendahkan suara" ilustrasikan dgn "jatuh cinta".
Kpd orang yg kau cintai, pastilah kau akan mendengarkannya, menerimanya, merelakan, mengutamakan, memghormatinya. Bahkan jikapun ada hal² padanya yg "kurang ayem" di hatimu.
Tdk pantas kau bilang cinta tp menyangkal dan menolaknya.
Sing ngomel-ngomeli eiger kae sebagian besare tak bedek kurang lebihe sealiran karo cah² pegiat rushmoney dgn status saldo rugi dipotong admin bulanan bank 😁
Aku wes ngalami bolak-balik, jamake nek wong iyig ki "nol".
Di semarang, seorang anak muda dgn menggebu² bicara pdaku ttg literasi, pemberdayaan kampung², dst. Aku diem nyimak aja. Dia llu tanya "divapress di semarang mana, ya, pak?"
Sktika aku lemes. 😢
Di surabya, moderator bgt atraktif bicara panjaaanggg ttg buku, membaca, literasi, smpe bagai narasumber.
Lalu dia berkata:
"Dan Divapress sbg sebuah media online yg bs anda baca di google...."
Teks trsbt akan dikatakan dan dipahami dlm maksud trsebut.
Tidak pantas lalu dipahami sbg "ayo mandi" ataupun "jangan mandi". Yg pertama dan kedua sama² pemahaman/penyimpulan yg melampaui batas. Jadinya meleset....
Bhw lalu ada yg menakwil "makan secukupnya" dan "makan semua sajian di meja", ya silakan aja. Ini bagian dr lingkup makna teks awal tdi.
Ada yg nakwil "makan dan minum dan lehaleha", ya bisa diterima sbg lingkup pemahaman teks awal tadi.
Tp tk pantas lalu ditakwil "jangan makan" atau "makan, minum, nginep, minta uang saku".
Dsb.
Pada dasarnya, takwil² bisa diterima sbg bag dr lingkup pemahaman atas teks dgn basis logika dan rasa kepantasan. Ilmu dan roso. Nalar rasional dan nalar rohani. Burhani dan 'irfani.
Sayyidina Umar bin Khattab usul kpd Khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq supaya pejabat² yg berislam sblm Fathu Mekkah diberi 'gaji' lbh dibanding pejabat² yg berislam psca Fathu Mekkah sbg penghargaan atas perjuangan mereka dl. Jg berdasar surat al-Hadid 10.
Kokoh sekali usul beliau.
Namun Khalifah tk setuju, ttp memberlakukan gaji setara, dgn dasar apresiasi adil kpd semuanya.
Sayyidina Umar nerima saja atas putusan itu. Kelak, saat menjabat khalifah, beliau menerapkan kebijakan baru yg sesuai usulannya dl itu.
Santuy, ya. Keren dlm ikhtilaf.😍
Msh di era kekhalifahan Sayyidina Abu Bakar, Sayyidina Umar usul agar separuh harta Mu'adz bin Jabal diambil buat baitul mal. Jd harta Mu'adz banyak betul.
Khalifah Abu Bakar tk setuju krn memandang harta Mu'adz adlah harta yg sah walau banyak banget.
"Dan orang² yg mau menerima (mesti prosese mencari) hidayah, maka Allah Swt tambahkan hidayah pada mereka dan Allah Swt datangkan/membalas pd mereka ketakwaan mereka."
Menurut para mufassir, di anraranya Prof. Wahbah Zuhaili dan Prof. Quraish Shihab, ayat trsbt bagai kewajiban bg manusia tuk ikhtiar keras ngiman, ngibadah, tegese ngamal saleh.
Umar bin Abdul Aziz secara khusus mengomentari ayat ini dgn mengatakan: "Penyebab tidak bertambahnya hidayah ialah tdk diamalkannya pengetahuan² yg tkh dikaruniakan, sehingga tak bertambah pula ketakwaannya."
Ketrangan dr Abdullah bin Mas'ud, Sayyidina Ali bin Abi Thalib, jg ada