SCIENCE :

Sering dibanggakan sebagai metode yang sangat objektif & akurat, serta terbukti berhasil membawa peradaban manusia ke kemajuan yang tak terbayangkan.

Nyatanya, science tak lepas dari subjectivity, anthropomorphism, dan selalu berjarak dengan “kebenaran”.

Kok bisa?
Scientific method itu tidak intuitif bagi otak kita. Manusia baru temukan dan gunakan sekitar 400 tahun yang lalu.

Sepanjang sejarah sebelumnya, kita mengandalkan mitos untuk jelaskan hampir segala hal, yang dikukuhkan otoritas.

Science menawarkan solusi menarik.
1. Tidak ada seorang pun yang tau segalanya dan bisa dijadikan sumber kebenaran.

2. Karena itu, kita harus coba menebak (membuat hipotesis).

3. Satu-satunya cara memvalidasi, supaya objektif, adalah bertanya ke Nature (observasi / eksperimen).

4. Dari situ, tarik kesimpulan.
5. Metode validasi harus bisa dilakukan oleh siapapun supaya bisa terjadi mekanisme koreksi.

6. Bahkan setelah lakukan ini, kesimpulan bisa salah. Maka selalu buka kemungkinan koreksi.

7. Gunakan hasil kesimpulan untuk menjelaskan dan memprediksi.
Secara praktis, point no 7 adalah hadiah terbesar science bagi perabadan manusia.

Tanpa kemampuan prediksi yang akurat, gedung pencakar langit seperti Burj Khalifa tidak akan sukses dibangun di percobaan pertama.

Proses coba2 yang costly bisa diatasi oleh coret2an perhitungan.
Hampir tak ada yang ragukan kemampuan prediksi science.

Namun point subjektivitas akan selalu ada pada point 2 (membuat hipotesis) dan point 4 (interpretasi dana dan penarikan kesimpulan).

Sebagai konteks, kita coba ajak Aristoteles, Newton, dan Einstein diskusikan gravitasi.
Fenomena 👉🏻 apel jatuh ke bawah

Aristoteles : itu karena apel memang kodratnya jatuh ke bawah

Newton : apel ditarik gravitasi karena massa Bumi jauh lebih besar

Einstein : apel ditarik gravitasi yang disebabkan lengkungan spacetime akibat massa Bumi
Ketiganya sama-sama bisa menjelaskan fenomena sederhana apel jatuh ke bawah.

Tapi penjelasan Einstein dianggap lebih menjelaskan banyak fenomena gerak benda langit.

Padahal sebelum itu, penjelasan Newton sudah cukup memadai.
Kita uji fenomena lain, kali ini imajiner.

Fenomena 👉🏻 matahari mendadak kita hilangkan.

Newton : Bumi seketika akan lepas dari orbitnya

Einstein : Bumi lepas dari orbit setelah 8 menit, karena gravitation wave bergerak pada kecepatan cahaya, tidak sekejap
Mayoritas Physicist pasti gunakan penjelasan Einstein.

Tapi bagaimana kita tahu? Bukankah secara empiris belum pernah sungguhan coba hilangkan matahari?

Dugaan ini dianggap scientific karena :
1. Teori Einsten terbukti di fenomena lain; maka
2. Bisa digunakan memprediksi
Kenapa untuk penjelasan ini kita berani “ekstrapolasi” prediksi pakai teori Einstein, bukan Newton?

Karena prediksi Newton terbukti patah pada kondisi ektrim.

Loh tapi bukankah teori Einstein juga patah di kondisi yang lebih ekstrim lagi, singularitas Black Hole misalnya?
Ya, itu benar.

Kita bisa posisikan teori Einstein sebagai berikut :
1. Ia bisa jelaskan dan prediksi lebih akurat dari Newton, dan
2. Karena ia patah di kondisi ektrim seperti singularitas, kemungkinan ada teori yang lebih fundamental lagi.

Tapi ada satu pertanyaan besar.
Saat hanya punya penjelasan Newton, kita anggap itu “kebenaran”. Setelah tau penjelasan Einstein, worldview berubah: penjelasan Newton lebih ke “pendekatan”.

Lalu bagaimana kita tau penjelasan Einstein “kebenaran”, bukan “pendekatan”, saat nanti ada penjelasan lebih fundamental?
Bahasa kerennya :

Apakah General Relativity itu ada secara ontologis (sungguhan ada fabric spacetime), atau epistemologis (gatau lah beneran ada apa enggak, yang penting bisa menjelasakan & memprediksi fenomena)?

Dimana posisi science?
Dilema posisi “ontologis” vs “epistemologis” ini sungguhan terjadi dalam menjelasakan wave funtion di quantum mechanics.

Apakah wave function “sungguhan ada”, atau lebih ke “interpretasi atas hasil observasi”?

Prediksinya akurat, tapi interpretasinya terbelah sampai sekarang.
Phycisist juga punya bias hipotesis :
1. Kenapa kita harus percaya bahwa ada “theory of everyting”?
2. Kenapa kita harus percaya “theory of everything” itu harus simple & elegant?

Sebagai hipotesis tentu sah & punya basis ilmiah. Tapi jelas ada tendensi & pre existing belief.
Bias tendensi hipotesis ini akan menyebabkan bias eksperimen apa yang perlu dilakukan untuk mendukung pre existing belief, serta cara interpretasi data

Newton & Kepler itu religius loh, justru mereka “percaya” hukum alam teratur & bisa diformulasi karena latar kepercayaannya itu
IMO, posisi scientist yang anggap kesimpulan scientific sebagai kebenaran “ontologis” dan “epistemologis” berpengaruh ke worldview nya.

Dawkins dan “Preacher of Science” sejenis kelihatannya lebih ke “ontologis”. Pada posisi ini, science jadi terlihat & terdengar pongah.
Di posisi “epistemologis”, science akan terkesan lebih pragmatis dan peragu.

Entah contohnya ini benar atau tidak (CMIIW), tapi Neils Bohr dan Copenhagen Interpretation nya mungkin ada di posisi ini.

Just shut up and calculate. We don’t know how, but it works.
Sampai disini, saya akan sampaikan bias saya. Ini posisi filosofis pribadi.

Saya lebih suka memposisikan kesimpulan scientific secara “epistemologis”, karena lebih mungkin untuk setia dengan fallibilism (saya tau ini hampir pasti benar, tapi selalu ada kemungkinan salah).
Science berprogres karena berhasil hancurkan otoritas kebenaran.

Tak ada seorang pun punya otoritas kebenaran, not even mereka yg justru merasa jadi “Preacher of Science”, yg biasanya ada di posisi “ontologis”.

Tergoda kebenaran mutlak “scientific”, mudah jatuh ke dogma baru.
Scientific method mungkin takkan pernah membawa kita ke “kebenaran mutlak” (itupun kalau ada), tapi kemampuan penjelasan & prediksinya akan terus menerus membaik.

Secara pragmatis, bukankah itu yang kita perlukan sebagai peradaban? Better knowledge, more advance engineering.
Kita bisa jadi berbeda, dan tidak apa-apa (lebih tepatnya tak terpungkiri) selama masih dipersatukan keinginan untuk meningkatkan pengetahuan dan akurasi prediksi.

Jadi apa posisi filosofismu atas science? 😉
Baru sadar kayaknya lumayan banyak typo.

Misalnya “Neils Bohr” 👉🏻 harusnya “Niels Bohr”

Mohon bisa dimaklumi ya, lagian kalau dipikir-pikir iseng juga malam minggu malah nge tweet begian 😌
Sepertinya ada beberapa tanggapan yang salah paham saya sedang turunkan value science.

Padahal niatnya sebaliknya: ada subjektivitas di science tak relevan untuk bantah “superioritasnya”. Science, dengan limitasinya, IMO tetap metode terbaik untuk “mendekati” kebenaran objektif.

• • •

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh
 

Keep Current with Adrian Danar W

Adrian Danar W Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

PDF

Twitter may remove this content at anytime! Save it as PDF for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video
  1. Follow @ThreadReaderApp to mention us!

  2. From a Twitter thread mention us with a keyword "unroll"
@threadreaderapp unroll

Practice here first or read more on our help page!

More from @adriandanarw

19 Jan
Berhubung lagi nge trend menghubungkan bencana alam dengan dosa manusia, apa ada ya riset serius untuk buktikan korelasinya?

Klaim ini sebenarnya falsifiable dan bisa dibuktikan secara empiris loh. Datanya juga rasanya cukup tersedia.
Misalnya :

Analisis hubungan antara persebaran penduduk berdarkan “agama mayoritas” dan “moral masyarakat” (apapun definisinya) di suatu wilayah dengan frekuensi dan keparahan :
a) tsunami
b) gempa bumi
c) tornado
d) gunung meletus
e) etc
Nanti bisa dilihat, misalnya untuk daerah yang lebih sering gempa, mana korelasi yang terbukti kuat. Apakah :

1. Kedekatan dengan gunung aktif
2. Kedekatan dengan patahan (major / minor)
3. Kepercayaan mayoritas masyarakatnya
4. Angka kriminalitas penduduknya
5. Etc
Read 11 tweets
12 Jan
Pertanyaan penting :

Kenapa baru setelah Harun Yahya terkena masalah hukum berlapis & konyol, baru kebanyakan orang bisa akui bahwa tulisan dan video nya tidak benar?

Jawabannya sederhana :

Karena kebanyakan orang tidak memahami perbedaan BENAR (secara scientific) dengan BAIK
Newton itu religius dalam konteks konvensional, sementara Einstein tidak (setidaknya di masa tuanya).

Tapi preferensi religiusitas (apabila itu dipadankan sebagai KEBAIKAN) antara keduanya sama sekali tidak berpengaruh terhadap nilai KEBENARAN ILMIAH atas teori yg mereka ajukan.
Ini yang penting dipahami :

Harun Yahya SALAH bukan karena dia ketahuan sebagai seseorang yang TIDAK BAIK akibat terjerat masalah hukum yang konyol,

tetapi karena sejak awal tulisan dan videonya itu PSEUDOSCIENCE, tak ada KEBENARAN ILMIAH di dalamnya.
Read 8 tweets
11 Sep 20
((COVID-19 FOR F*CKING DUMMIES))

Kita bisa tertular COVID-19 melalui,

1. Droplet kecil : ada di sirkulasi udara tertutup

2. Droplet besar : bersin / batuk, tidak jaga jarak, tidak pakai masker

3. Sentuhan langsung / tak langsung : pegang benda sembarang, tidak cuci tangan
Atas 3 poin tersebut, maka saya BODOH SEKALI kalau tak ingin tertular tapi melakukan hal berikut :

1. Ada di ruang tertutup dengan orang banyak dalam waktu lama (kantor, public transport, sekolah, apapun)

2. Tidak pakai masker (termasuk buka masker saat kumpul makan-makan)
3. Tidak rajin cuci tangan, apalagi habis sembarang pegang barang (uang misalnya) ngelap hidung, ngupil, ngucek mata, dan perbuatan ceroboh lain yang beri akses VIP untuk virus masuk ke tubuh

4. Kumpul-kumpul, tidak pakai masker, tidak jaga jarak, dan paket kebodohan lainnya
Read 14 tweets
16 Aug 20
Logical Fallacy

Part I : Appeal to the Mind Image
1. Appeal to Authority

Anggap sesuatu benar hanya karena disampaikan oleh pihak dengan gelar / otoritas tertentu, walau belum tentu qualified / reputable

“Obat COVID-19 ini sudah ditemukan oleh seorang Doktor yang sudah mengajar lebih dari 10 tahun” —> taunya Doktor Pertanian
2. Appeal to Anonymous Authority

Mengutip informasi dari “sumber terpercaya” tanpa identitas yang dapat dipertanggungjawabkan, dan dianggap benar.

“Saya pernah dengar dari akun anonim twitter yang vokal bahwa ada konspirasi terselubung untuk menghancurkan kelompok kita!”
Read 69 tweets
6 Aug 20
Philosophical Razor

Bagaimana cara untuk selalu konsisten berpikir kritis dan mencegah terjatuh ke logical fallacy?
1. Hitchen’s Razor

”What can be asserted without evidence can be dismissed without evidence”

Kalau ada yg klaim di rumahnya ada makhluk bersayap yg tak bisa dibuktikan eksistensinya dengan cara apapun, klaimnya bisa dibantah tanpa bukti.

Beban pembuktian ada di pembuat klaim.
2. Occam’s Razor

”Simpler explanations are more likely to be correct; avoid unnecessary or improbable assumptions”

Kalau ada orang habis mabuk mengklaim dirinya diculik alien, penjelasan “sederhana” bahwa ia berhalusinasi saat mabuk lebih mungkin benar daripada benar ada alien.
Read 19 tweets
16 Apr 19
((SEXY KILLERS & COAL-FIRE POWER PLANT))

Film dokumenter Sexy Killers memantik diskusi menarik tentang PLTU Batubara.

Terlepas dari persoalan kepentingan politik praktis, bagaimana sebenarnya pembangunan PLTU Batubara dipandang dari ilmu perencanaan pembangkit listrik?
Disclaimer :
1. Walau saya berusaha sederhanakan sedemikian rupa, sampai titik tertentu penjelasan teknokratis akan tetap butuh konsentrasi untuk bisa dipahami
2. Penjelasan ini tidak menyinggung politik praktis, tapi lebih untuk insight policy di sektor ketenagalistrikan
1. Film Sexy Killers mendokumentasikan dampak buruk PLTU Batubara ke sosial dan lingkungan. Sama seperti sektor-sektor lain, tanpa standar dan kontrol yang memadai, tentu hal ini benar.

Lalu kenapa kita masih membangun PLTU Batubara?
Read 37 tweets

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3/month or $30/year) and get exclusive features!

Become Premium

Too expensive? Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal Become our Patreon

Thank you for your support!

Follow Us on Twitter!