Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Salam sejahtera bagi kita semua..
Konon sihir ini merupakan peninggalan nenek moyang Bangsa India. Seseorang yang akan mewarisi sihir ular rambut, wajib melakukan sebentuk ritual pemujaan di rumah nenek moyangnya. Biasanya yang menjadi pewaris adalah keturunan yang berkelamin perempuan yang sudah bersuami.
Konon sihir sering ditumpangi atau dibantu oleh energi setan, sebagaimana yang diamalkan oleh mereka yang menguasai ilmu sihir warisan nenek moyang tempo dulu. Korban sihir dapat disembuhkan dengan ruqyah, doa, serta ramuan obat dari berjenis tumbuh-tumbuhan.
Kisah berikut ini masih ada hubungannya dengan kekuatan sihir. Karena alasan tertentu, si penutur kisah meminta agar jati dirinya disembunyikan. Berikut kisah lengkapnya.

*
Saat itu, aku telah menikah dengan seorang gadis desa dari suku Mandaliling, dan menempati sebuah rumah sebagai hadiah perkawinan dari ayah mertua. Lokasi tempat kediaman kami ini letaknya agak terpencil dari rumah tetangga.
Namun rumah yang kami tempati cukup besar, asri dan bersih serta layak huni.

Air sungai yang letaknya tak jauh dari rumah kami sangat jernih, sehingga selain untuk mandi dan mencuci pakaian, airnya cukup layak untuk diminum. Perlu kuungkapkan, bahwa desa tempat
kami berdomisili ini dikenal sebagai daerah yang sudah kondang akan keangkerannya.

Si Piso Dainang, demikian nama desa itu. Letaknya lebih kurang 20 km dari kota Sipirok. Di perkampungan ini masih banyak ditemukan fenomena yang aneh-aneh.
Bahkan hingga kini dikenal merupakan daerah terlarang bagi siapa saja yang datang atau berkunjung dengan membawa niat yang tidak baik. Jika ketentuan ini dilanggar, maka nasibnya tidak akan beruntung.

Selain itu, ada sebuah pantangan yang dipegang teguh oleh warganya.
Jangan sekali-kali berani mencoba mengambil barang orang tanpa hak, atau mencuri di kampung ini! Akibatnya cukup fatal. Bisa-bisa si pelaku akan tersesat, tidak tahu jalan pulang dan akan mengalami hal-hal yang sangat menakutkan.
Pantangan lainnnya yang perlu diketahui bagi pendatang, adalah tidak boleh bersiul pada malam hari, juga dilarang meludah di sembarang tempat, dan mengorek-ngorek kerak nasi. Yang paling pantang adalah menjemur celana dalam perempuan yang sedang haid di luar rumah, atau
dibiarkan tercampak di kamar mandi.

Demikianlah sekilas tentang berbagai pantangan di desa tempat aku dan isteriku tinggal. Walau kelihatannya main-main, namun tak seorang pun berani melanggar pantangan-pantangan tersebut.
Entah berhubungan atau tidak dengan berbagai pantangan tersebut, kisah menyeramkan ini akhirnya kualami.

Masih kuingat, hari itu bertepatan dengan Selasa Kliwon. Isteriku, sebut saja namanya Boru Lubis, baru pulang dari rumah sakit di kota Sipirok.
Wanita yang sangat kucintai ini sempat dirawat inap akibat keguguran pada kelahirannya yang ketiga. Karena masih mengalami pendarahan, dia kulihat sering keluar masuk kamar mandi yang terletak di pinggir sungai samping rumah kami.
Kamar mandi ini berdinding bilik bambu tanpa atap di atasnya.

Beberapa hari setelah kepulangan isteriku dari rumah sakit, malamnya aku mendapat giliran ronda. Aku sedang asyik ngobrol dengan beberapa petugas jaga lainnya, ketika malam itu terlihat dari arah puncak bukit
segumpal cahaya merah seukuran ikatan sapu lidi. Aku tertarik melihat penampakkan ini karena cahaya aneh itu meluncur deras ke arah rumahku. Sepertinya cahaya itu turun dan masuk ke dalam sumur.

Melihat keanehan ini, menyebabkan hatiku tidak tenang dan agak cemas.
Jantungku terdegup kencang sebab rasa khawatir menyelinap dalam dada begitu menyadari bahwa saat itu aku meninggalkan isteriku yang belum pulih kesehatannya di rumah bersama dua orang anak-anak kami yang masih kecil.
Untuk menyelidiki fenomena aneh tersebut, aku bersama dua orang petugas ronda bergegas menuju cahaya tadi menghilang. Begitu tiba di sana, alangkah kagetnya kami menyaksikan ramainya ular-ular seukuran belut sawah. Dan yang membuat kami nyaris terkencing-kencing,
ternyata gerombolan ular ini bertaut pada sepotong kepala perempuan.
Ular-ular yang panjangnya kurang lebih 70 cm itu kemudian berkeliaran di seputar sumur. Mereka saling berebut merubungi celana dalam isteriku yang siang tadi mungkin lupa dicuci akibat keletihan.
Cukup lama aku dan dua rekanku melihat keanehan ini. Kami terkesima seperti layaknya orang terkena sihir. Hawa mistis memang menyungkup suasana malam itu. Kami masih terpana ketika ular-ular itu lenyap begitu saja meninggalkan celana dalam isteriku yang penuh dengan lubang bekas
gigitan mereka.

Aku baru sadar dari ketersimaanku, ketika terdengar suara isteriku menjerit-jerit seperti orang menahan kesakitan. Bersamaan dengan itu, para tetangga menjadi terbangun dan mereka segera berhamburan menuju rumah kami.
Sesaat kulihat, isteriku pingsan. Namun yang membikin seram, pada bagian sekitar perutnya yang terbuka, tumbuh rambut-rambut aneh dan menjijikan dalam bentuk jalinan berwujud ular-ular kecil sebesar kepala lidi yang kepalanya bergerak kian kemari.
Pemandangan ini amat mirip seperti yang kulihat di dekat sumur.

Tak ayal lagi, para tetangga yang hadir tampak ketakutan menyaksikannya. Seorang demi seorang, mereka kemudian mundur meninggalkan rumah kami. Yang bertahan, hanya dua lelaki tua, namun mereka nampak
kebingungan juga menyaksikan fenomena aneh sekaligus menyeramkan ini.

Sementara itu, ular-ular rambut itu semakin banyak bermunculan, sementara isteriku terus merintih-rintih kesakitan. Ngeri aku memandangnya, dan tidak tahu harus berbuat apa.
Sayup-sayup kudengan adzan Subuh. Anehnya, bersamaan dengan itu, ular-ular mini di perut isteriku kemudian menghilang dengan meninggalkan guratan-guratan kemerahan seperti bilur. Perempuan yang sangat kucintai itu pun tertidur karena lelah menahan sakit.
Ketika matahari menampakkan wajahnya di ufuk timur, isteriku mulai tersadar. Namun, dia nampaknya seperti orang bodoh dan tidak bisa diajak bicara. Seharian perempuan yang bernama Boru Lubis ini hanya duduk termenung saja. Ketika kucoba menegurnya, dia hanya diam.
Paling-paling memandangku dengan sorot mata kosong. Entah apa yang terjadi dengannya.

Malam berikutnya, menjelang tengah malam, Boru Lubis kembali mengerang kesakitan sambil memegangi perutnya.
Kucoba menenangkannya ketika kulihat ular-ular rambut itu muncul lagi dari dalam perutnya. Dengan keberanian yang kupaksakan, nekad aku mencabut ular-ular itu seekor demi seekor. Isteriku menjerit menahan sakit, bersamaan dengan tercabutnya ular-ular itu dari perutnya.
Tetapi usaha yang nekad ini percuma. Aneh sekali! Begitu tercabut, maka ular-ular itu muncul lagi, seolah berurat di dalam perut isteriku.

Tetangga yang datang hanya melongo, tanpa mampu berbuat apa-apa. Mereka hanya merasa prihatin.
Penyakit yang dialami isteriku benar-benar aneh dan mengerikan. Datang pada malam telah larut, tapi segera menghilang ketika pagi tiba. Namun, pada siang hari isteriku tidak bisa diajak ngomong sepatah kata pun, seperti orang bisu.
Melihat keanehan ini, terbersit dalam benakku, tidak mustahil ibu dari anak-anakku ini telah terkena guna-guna atau sihir. Untuk memastikan dugaan ini, aku segera melaporkan kasus ini ke ayah mertuaku di kota Sipirok. Ayah rupanya sependapat dengan diriku, bahwa anak perempuannya
telah terserang ilmu gaib sejenis sihir. Beliau kemudian berusaha mendatangi orang pintar yang menguasai ilmu, bahkan hingga ke Tapanuli Utara. Namun, tidak seorang pun yang mampu menyembuhkan isteriku.
Sementara itu, hampir sebulan setiap malam istrinya mengerang kesakitan pada saat ular-ular itu bermunculan. Tubuhnya mulai kurus, karena sejak kejadian pertama, dia sudah tidak berselera makan dan minum.

Upaya terakhir, kuputuskan memboyongnya ke rumah sakit di kota Sipirok.
Dan hari itu aku sudah bersiap-siap berangkat mencari kendaraan, ketika pintu rumahku terdengar diketuk seseorang dari luar.
Aku bergegas membukanya. Di ambang pintu kulihat berdiri seorang lelaki tua berwajah hitam legam mengenakan jubah putih yang kontras sekali dengan rona wajah dan kulitnya.
Lelaki tua yang tidak kukenal ini sesaat mengumbar senyumnya sambil memperkenalkan dirinya. Dia mengaku seorang pengembara yang aslinya berasal dari daerah Benggali, India.
"Nama saya Mahipal Ranjit Singh!", ujarnya sembari mengulurkan tangan ke arahku, untuk mengajak bersalaman.
Dia juga mengatakan, bahwa dirinya merasa terpanggil singgah, karena mengetahui di rumah kami ada orang yang sedang sakit.

"Tahu dari mana kalau isteri saya sedang sakit, Tuan?", tanyaku sedikit curiga.
Lelaki tua yang mengaku bernama Mahipal Ranjit Singh ini hanya mengulum senyum tanpa menjawab. Namun sebagai tuan rumah yang baik, aku masih ingin bersikap santun. Aku menyilahkannya masuk dan duduk di kursi tamu.
Setelah duduk, segera saja dia bercerita tentang berbagai penyakit yang disebabkan oleh sihir. Dia juga memastikan bahwa penyakit isteriku datang dari sihir ular rambut yang ganas.

Aku hanya heran, karena tamu ini belum melihat kondisi isteriku yang masih terbaring lemah dalam
kamar tidur, namun sepertinya sudah mengetahui bagaimana keadaannya.

"Boleh saya menjenguk si sakit?", tanyanya dengan nada santun. "Kalau memungkinkan, saya ingin membantu kesembuhannya"

Melihat aku mengangguk-angguk, dia langsung berdiri dan kuantar masuk ke kamar tidur kami.
Hanya sebentar saja dia memperhatikan isteriku, kemudian mengajakku keluar kembali dan duduk di kursi tamu.

"Dugaan saya benar. Isterimu terkena sihir ular rambut yang ganas. Dan kalau tidak ditolong dengan cepat, akan menyebabkan kematian", tuturnya pula.
Untuk meyakinkan diriku, tamu yang sering kupanggil "Tuan" ini kemudian berkisah tentang sejarah keberadaan sihir ular rambut. Konon, sihir itu merupakan peninggalan nenek moyang bangsa India.
Agaknya, saudara-saudara dari negeri Hindustan yang datang ke Indonesia sempat mewariskan kepada warga setempat setelah dimodifikasi sedemikian rupa, sesuai dengan situasi dan kondisinya.

Menurutnya, sihir ular rambut yang asli dikenal sebagai pusaka keturunan keluarga.
Seseorang yang akan mewarisi sihir ular rambut, wajib melakukan sebentuk ritual pemujaan di rumah nenek moyangnya yang berusia lanjut. Biasanya yang menjadi pewaris adalah keturunan yang berkelamin perempuan yang sudah bersuami.
Rumah nenek moyang biasanya terbuat dari dinding yang dilumuri lumpur dan tanpa jendela, kecuali sebuah pintu yang tidak boleh dibuka lama-lama ketika matahari bersinar terang.
Saat itu, sebuah lampu minyak segera dinyalakan dekat pedupaan termasuk mengisi air minum dalam tempayan.

Manakala mereka yang akan mewarisi pusaka kuno ini memasuki rumah nenek moyang tersebut, maka harus merangkak menggunakan kedua lutut dan siku-siku tangan.
Tidak boleh ngomong sepatah kata pun. Semua dilakukan melalui isyarat. Begitu berada di dalamnya, mereka yang akan mewarisi sihir ular, harus melepaskan semua pakaian yang melekat di tubuhnya, lalu duduk bersila.

Setelah itu, maju ke depan sambil terus melakukan ritual pemujaan
tanpa berbicara apa pun, kecuali desah nafas belaka. Melalui pedupaan, kemudian menyeruak asap setanggi. Dan di depan mereka terletak lampu minyak yang menerangi ruangan secara samar-samar. Kemudian ritual pemujaan dilanjutkan dengan lebih khusyuk lagi sambil tegak berdiri dan
tubuh mereka yang polos tanpa busana kemudian diarahkan menghadap lampu minyak tanpa bergerak-gerak.

Entah dari mana datangnya, seorang bertelanjang dada muncul dan mengangkat pedupaan. Sosok ini kemudian menghirup asap pedupaan dan menghembuskan asap setanggi itu ke seluruh
tubuh mereka yang mengikuti ritual.

Setelah itu, mereka diperintahkan duduk kembali di depan sosok telanjang dada. Para pelaku ritual kemudian bersedekap tangan di dada masing-masing. Mata mereka konsentrasi memandang ujung jari yang didekapkan di dada tadi.
Pemujaan dengan cara bersedekap tangan ini dilakukan terus-menerus tanpa melakukan gerakan berupa apa pun. Maka tidak lama kemudian, nampak percikan api yang menimbulkan kilatan-kilatan sinar, terlontar dari lampu minyak yang menyinari tubuh-tubuh mereka.
Dan pada saat bersamaan, seluruh helai rambut di kepala mereka akan berdiri.
Rambut yang berdiri tersebut kemudian bergerak dan memilin secara otomatis sehingga membentuk wujud ular mini.

Ritual ini harus dilakukan tujuh malam berturut-turut. Dan pada malam ketujuh, pelaku ritual harus menyediakan seekor hewan ternak, biasanya yang dipilih kambing
untuk dijadikan korban sihir ular rambut. Kambing itu diikatkan di depan lampu minyak. Jarak antara kambing itu dengan pelaku yang melakukan pemujaan kira-kira 5 meter.

Tapi khusus pada pemujaan malam terakhir itu, sosok telanjang dada meniupkan nafiri ke dalam tubuh pelaku
ritual melalui lobang tubuh mereka, seperti lobang telinga, pusar, aurat dan naus. Begitu energi nafiri beraktivitas dalam diri pelaku ritual, seluruh rambut mereka berdiri dan terayun-ayun pada saat berjalin-jalin berwujud ular-ular mini.
Fenomena itu yang terjadi pada malam ketujuh. Ketika ular-ular rambut yang berasal dari jalinan rambut di kepala pelaku ritual, tiba-tiba melesat bagaikan anak panah yang terlepas dari busurnya, lalu menikam atau menusuk tubuh kambing yang sengaja dijadikan sebagai uji coba.
Kambing yang dikorbankan, yang sebelumnya nampak gelisah ingin dilepaskan dari tali yang mengikatnya, mendadak terdiam tak bergerak. Dan dalam hitungan detik, kemudian mati oleh bisa ular rambut dalam kondisi kaku.

"Demikian dahsyatnya pusaka karuhun sihir ular rambut yang
asli tersebut", kata Mahipal Ranjit Singh menutup kisahnya.

Aku yang sedari tadi menyimak cerita tamuku ini hanya diam, tidak mampu berkomentar sepatah kata pun selain manggut-manggut saja.

"Seperti saya ungkapkan tadi, bahwa sihir ular rambut yang mendatangkan penyakit pada
isterimu, bukan yang asli dari Hindustan, melainkan sudah dimodifikasi", tambah Mahipal Ranjit Singh. "Jadi masih ada harapan untuk disembuhkan. Meskipun sudah tiba pada puncak krisis", tandasnya pula.

Tanpa banyak tanya, aku segera menyiapkan apa yang dimintanya.
Baskom yang berisi air bersih diletakkan lelaki tua itu di dekat isteriku. Kudengar mulutnya melafadzkan beberapa ayat Al-Quran, kemudian dilanjutkan dengan mantera-mantera kuno yang sulit kumengerti.

Usai itu, Mahipal Ranjit Singh mengambil sesuatu dari balik jubah putihnya.
Rupanya sebentuk piring porselin kecil antik yang kemudian dicelupkannya ke dalam air di baskom.

"Sebaiknya kamu buka baju isterimu!", pintanya kemudian dengan nada sopan dan berwibawa. Meski agak ragu-ragu, aku mematuhi arahannya demi kesembuhan isteri tercinta.
Begitu pakaian istrinya tersingkap, Mahipal Ranjit Singh segera menelungkupkan piring antik tadi di dada isteriku. Apa yang terjadi?

Piring porselin ini langsung lengket ke dada isteriku. Bagaikan terhisap oleh energi magnet yang teramat kuat.
Sejurus kemudian terdengar bunyi dentingan piring bersamaan mengendurnya tarikan magnet gaib tadi.

"Kekuatan sihir ular rambut ini cukup lumayan juga. Meskipun sudah dimodifikasi oleh mereka yang mewariskannya", desah Mahipal Ranjit Singh sambil membalikkan piring itu.
Aneh, di balik piring itu nampak lengket ular-ular rambut. Puluhan ekor jumlahnya, berwarna hitam legam dan wujudnya mirip cacing-cacing tanah. Sementara besarnya tak lebih dari kepala lidi dengan panjang sekitar 30 sentimeter.

Tak lama kemudian isteriku terbangun dari tidurnya.
Aneh! Dia sudah mampu berkomunikasi dengan baik meskipun dengan suara masih terbata-bata.

"Apa yang telah terjadi denganku, Bang?", tanyanya kebingungan. Aku tersenyum haru.

"Sudah hampir sebulan kamu mengalami penyakit aneh", jelasku sambil menahan air mata.
Istrinya tertegun cukup lama sambil memperhatikan tubuhnya yang kurus kering. Mungkin ingin memastikan apa yang kukatakan barusan. Kami saling berpelukan dan bertangisan, sehingga aku sendiri lupa pada Mahipal Ranjit Singh, tamu sekaligus dewa penolong kesembuhan isteriku itu.
Kemana perginya lelaki itu? Dia seperti menghilang tanpa jejak. Setelah kususul keluar rumah, aku kecewa dan menyesal karena belum sempat mengucapkan terima kasih padanya.
Namun di ruang tamu kutemukan selembar kertas yang bertuliskan, "Maaf, saya berlalu tanpa pamit. Jadi saya tidak perlu diberi apa pun, bahkan ucapan terima kasih sekali pun. Bersyukurlah dan berterima kasihlah kalian pada Allah SWT! Karena telah menggerakkan saya untuk singgah
di rumah kalian yang memang butuh pertolongan. Yang perlu kalian ketahui, bahwa penyakit yang ditimbulkan oleh sihir ular rambut tersebut dilakukan oleh orang iseng yang ingin mengadakan uji coba keampuhan ilmu yang dimilikinya. Jadi bukan karena ada unsur dendam.
Selamat tinggal, dari saya sang pengembara!"

Cukup lama aku tertegun setelah membaca surat itu.
Siapa sebenarnya lelaki tua yang mengaku sebagai pengembara itu? Apakah lelaki tua yang mengaku bernama Mahipal Ranjit Singh itu merupakan sosok malaikat atau jin muslim yang menyamar? Pertanyaan tersebut hingga kini belum pernah kuperoleh jawabannya.

Selesai

• • •

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh
 

Keep Current with Cerita Horor Nyata

Cerita Horor Nyata Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

PDF

Twitter may remove this content at anytime! Save it as PDF for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video
  1. Follow @ThreadReaderApp to mention us!

  2. From a Twitter thread mention us with a keyword "unroll"
@threadreaderapp unroll

Practice here first or read more on our help page!

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3/month or $30/year) and get exclusive features!

Become Premium

Too expensive? Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal Become our Patreon

Thank you for your support!

Follow Us on Twitter!