"Aku berniat puasa esok hari menunaikan kewajiban Ramadhan tahun ini karena Allah Ta’ala".
Dalam bahasa Jawa : “Niat ingsun poso ing dino sesok saking kang nekani fardhune wulan Ramadan ing tahun iki kerono Allah”.
Niat ini tercantum di beberapa sumber primer (utama) madzhab Syafi’i, diantaranya kitab “Fathul Qarib” karya imam Muhammad bin Qasim al Ghazzi Asy Syafi’i (w 918 H).
Kenapa niat harus di ulang-ulang tiap malam ?
Kenapa tidak cukup sekali saja di awal Ramadhan ?
Niat puasa Ramadan harus ada atau diperbaharui setiap hari sebelum terbitnya fajar shadiq, tidak cukup niat puasa di hari pertama saja untuk satu bulan.
Ini merupakan madzhab dari Jumhur ulama’ (mayoritas ulama’), pendapat tentang waktu niatnya. Imam Syafi’i,
Imam Ahmad dan para pengikutnya menyatakan bahwa niat puasa harus dilakukan di malam hari, yaitu antara terbenamnya matahari sampai terbitnya fajar. Jika niat dilaksanakan di luar waktu tersebut, maka hukumnya tidak sah. Akibatnya, puasa pun juga tidak sah.
Mereka berpegangan pada hadits riwayat Hafshah ra, bahwa Nabi bersabda:
من لم يبيت الصيام قبل الفجر فلا صيام له
Barangsiapa yang tidak berniat di malam hari sebelum fajar, maka tidak ada puasa baginya.
(Hr Baihaqi, Daruquthni)
Hadits di atas secara jelas menegaskan ketidakabsahan puasa bagi orang yg tidak berniat di malam hari, lebih lanjut imam an Nawawi ( 676 H) berkata :
“Madzhab kami (Syafi’iyyah), sesungguhnya setiap hari membutuhkan niat, baik niat untuk puasa Ramadhan, qadha’, kaffarat (tebusan)
nadzar, dan tathawu’. Ini merupakan pendapat Abu Hanifah, Ishaq bin Rahawaih, Dawud, Ibnul Mundzir dan Jumhur ulama’ dari Imam Ahmad dan Ishaq ada dua riwayat, namun yang paling shahih seperti (pendapat) madzhab kami.”
Jumhur menyatakan, bahwa puasa Ramadhan merupakan jenis ibadah tersendiri di tiap harinya. Tidak saling berkaitan antara sebagian dengan sebagian yang lain. Sebagian puasa tidak akan rusak dengan sebagian yang lain.
Adapun imam Malik (guru imam Safe'i), menyelisihi pendapat jumhur, dimana beliau memandang cukup untuk niat diwujudkan di hari pertama saja. Dalam mazhab Malikiyah :
Kita diperbolehkan menggunakan niat puasa sebulan penuh milik Madzab Maliki
dimana pendapat itu didasarkan pada penilaian bahwa puasa sebulan Ramadhan itu adalah sebuah kesatuan, tidak terpecah-pecah, sehingga layak disebut sebagai satu bentuk ibadah, dalam artian antara malam hari yang boleh makan minum dengan siang hari yang harus berpuasa,
sudah merupakan suatau gaungan ibadah puasa.
Dan juga kebiasaan dari manusia kalau manusia itu tempat salah dan lupa,kadang ada yang bertanya kita lupa niat bagaimana hukumnya?
Dan untuk menghindari dari permasalahan tersebut maka Insya Allah saya akan memberitahu cara agar supaya kita tercegah dari kelupaan dalam niat, dan untuk diterima atau tidaknya itu hanyalah urusan dari Allah Azza Wa Jalla.
Kita menggunakan niat beliau semata-mata hanya untuk mencegah kelupaan atau jika kita lupa niat puasa pada malam harinya maka puasa kita masih sah. Niat Imam Malik tersebut hanya untuk menutupi apabila kita lupa niat pada malam harinya.
Saya pribadi ikut pendapat jumhur ulama’, terkhusus Imam Syafi’i. Karena secara umum, pendapat jumhur lebih dekat kepada kebenaran serta lebih selamat. Bahkan hampir-hampir tidak didapatkan satupun pendapat jumhur yang lemah.
Disamping itu, ada hikmah besar yg dapat kita petik dalam “mentabyit niat” (mewujudkan niat di malam hari), agar jika seandainya seorang bangun kesiangan sampai masuk waktu subuh, maka puasanya tetap sah walaupun tanpa makan sahur karena dia telah memiliki niat di malam harinya.
Lain hal nya seorang yang belum mewujudkannya di malam hari, maka puasanya tidak sah .
Sebagaimana ibada-ibadah lain, niat menjadi rukun yang mesti dilakukan dalam puasa Ramadhan. Niat adalah iktikad tanpa ragu untuk melaksanakan sebuah perbuatan.
Kata kuncinya adalah adanya maksud secara sengaja bahwa setelah terbit fajar ia akan menunaikan puasa. Imam Syafi’I sendiri berpendapat bahwa makan sahur tidak dgn sendirinya dapat menggantikan kedudukan niat, kecuali apabila terbersit (khathara) dalam hatinya maksud utk berpuasa
Meski niat adalah urusan hati, melafalkannya (talaffudh) akan membantu seseorang untuk menegaskan niat tersebut.
Talaffudh berguna dalam memantapkan iktikad karena niat terekspresi dalam wujud yang kongkret.
Itulah mengapa sebab setiap selesai shalat Terawih, imam di kampung senantiasa mengajak makmum untuk berniat puasa secara bersama-sama dan diulang-ulang terus tiap malam, sampai akhirnya kita semua bisa hafal.
(Fathul Qarib)
والله اعلم
Semoga bermanfaat 🙏🏿🌹
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Apa yang di kutip dalam meme adalah contoh mereka yang mencari pembenaran atas pendapat mereka dengan menyalahkan perkataan Imam An Nawawi.
Membid'ahkan melafadzkan niat puasa menukil sepotong qoul Imam Nawawi tidak lengkap tanpa melihat kitabnya yang lain.
Perkataan Imam Nawawi tidak disyaratkan untuk diucapkan.
Bukan berarti melarang mengucapkan niat puasa.
Maksudnya tidak wajib diucapkan tapi disunnahkan.
Sebagaimana perkataan Imam Nawawi di dalam Kitab Al Majmu' :
ولا يشترط نطق اللسان بلا خلاف
Tidak disyaratkan (tidak diwajibkan) ucapan lisan dengan tidak ada perbedaan pendapat.
Di bulan Ramadan kita sering mendengar kata “TAKJIL”.
Di berita, bahkan di lingkungan sehari-hari.
Bahkan di warung dan pasar juga sering terlihat tulisan “TAKJIL”.
Apakah makna TAKJIL yang sebenarnya ?
Karena semua media pemberitaan selalu menyebut makanan untuk berbuka adalah TAKJIL,
maka seolah-olah kita semua sepakat menyebut bahwa TAKJIL adalah
hidangan atau panganan untuk berbuka puasa.
Kata TAKJIL / ta’jil (تعجيل) artinya adalah “bersegera" diambil dari hadist Nabi ﷺ :
“La yazalunnasu bikhairin ma‘ajjaluuhul fithra".
Artinya:
Manusia senantiasa berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka (puasa).
(HR. Muttafaq alaih).
Begitu Mulianya Wanita, Tidak Berpuasa Karena (Udzur) Halangan Sudah termasuk Ibadah
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم
Puasa merupakan salah satu amaliah yang di syariatkan baik puasa wajib ataupun sunnah bagi umat muslim yang sudah baliq.
Namun, bagi perempuan yang sedang haid, Islam mengaturnya tak bisa berpuasa.
Mengapa Allah melarang perempuan haid untuk berpuasa.
Ibnu Hajar mengatakan : “Larangan shalat bagi perempuan haid adalah perkara yang telah jelas karena kesucian dipersyaratkan dalam shalat dan perempuan haid tidak dalam keadaan suci.
Apa benar orang yang telah meninggal amalnya bermanfaat hanya 3 perkara?
Ngaji ba’da tarawih ☕️🌹
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم
Kita sering mendengar para muballigh (penceramah) yg mengatakan bahwa ada amal yg bermanfaat bagi seseorang setelah kematiannya, tiga perkara:
"Sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat, dan anak yang mendoakannya".
Hal tersebut berdasarkan hadits :
"Jika manusia mati maka terputuslah amalnya, kecuali tiga: sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat, dan anak yang mendoakannya’
(Hr Bukhari, Muslim)
Padahal, hadits tersebut hanyalah sekedar "menyebut jumlah", tidak bermaksud membatasi hanya pada tiga amal tsb. Dalam hadits-hadits lain, kita akan temukan bahwa selain tiga amal tersebut, masih banyak amal lain yg tetap mengalir kepada orang yg sudah mati setelah kematiannya.
Sedang shalat Witir yang diletakkan di akhir biasanya 3 rakaat. Shalat Tarawih hukumnya sangat disunnahkan (sunnah muakkadah), lebih utama berjama'ah. Demikian pendapat masyhur yang disampaikann oleh para sahabat dan ulama, namun begitu boleh dilaksanakan sendiri.
Ada beberapa pendapat tentang raka'at shalat Tarawih; ada pendapat yang mengatakan bahwa yaitu boleh dikerjakan dengan 8, 20 atau 36 raka'at.
Pangkal perbedaan awal dalam masalah jumlah raka'at shalat Tarawih adalah pada sebuah pertanyaan mendasar.
Apakah benar dengan berpedoman kepada imsak seseorang bisa masuk neraka! Apakah memang seperti itu hakikat ajaran agama kita atau pemahaman mereka saja yang bermasalah?!