Apa yang di kutip dalam meme adalah contoh mereka yang mencari pembenaran atas pendapat mereka dengan menyalahkan perkataan Imam An Nawawi.
Membid'ahkan melafadzkan niat puasa menukil sepotong qoul Imam Nawawi tidak lengkap tanpa melihat kitabnya yang lain.
Perkataan Imam Nawawi tidak disyaratkan untuk diucapkan.
Bukan berarti melarang mengucapkan niat puasa.
Maksudnya tidak wajib diucapkan tapi disunnahkan.
Sebagaimana perkataan Imam Nawawi di dalam Kitab Al Majmu' :
ولا يشترط نطق اللسان بلا خلاف
Tidak disyaratkan (tidak diwajibkan) ucapan lisan dengan tidak ada perbedaan pendapat.
ولكن يستحب التلفظ مع القلب كما سبق في الوضوء
akan tetapi disunnahkan mengucapkan disertai niat di hati sebagaimana telah mendahului penuturannya di dalam bab wudhu.
Kitab Al Majmu' Syarah Al Muhadzab. Imam Nawawi. Hal. 302. Juz 6.
Sungguh jahil orang yang melarang merangkai niat puasa dengan ucapan nawaitu shouma godin dengan alasan yang demikian tidak diajarkan Nabi.
Jika tidak boleh mengucapkan nawaitu shouma ghodin untuk menjelaskan kaifiyyah niat maka sama saja dengan melarang ulama ahli fiqih menulis judul bab kaifiyyah niat. Sehingga niat menjadi tidak ada kaifiyyahnya.
Seandainya orang awam menyangka Imam Nawawi melarang mengucapkan niat puasa dengan sebab tulisan ustad wahabi. Maka sudah jelas akan menjadi dosa jariyah sampai mati pun tidak akan putus dosanya jika terus disebarkan. Karena yang demikian sama saja berdusta atau membuat fitnah.
Jadi orang-orang yang gemar teriak bid'ah, bid'ah, bid'ah pada kenyataannya mereka justru terjerumus bid’ah dalam urusan agama
Pelaku bid’ah dalam urUsan agama adalah mereka yang menjadikan ulama-ulama mereka sebagai tuhan-tuhan selain Allah yakni mereka menganggap buruk sesuatu sehingga mereka melarang (MENGHARAMKAN) yang tidak di larang (DIHARAMKAN) oleh Allah dan Rasulullah
atau sebaliknya mereka menganggap baik sesuatu sehingga mereka mewajibkan yang tidak wajib oleh Allah Ta'ala dan Rasulullah.
Rasulullah SAW bersabda “Barang siapa yang membuat perkara baru (BID”AH) dalam urusan agama yang tidak ada sumbernya (tidak diturunkan keterangan padanya) maka tertolak.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Perkara agama atau urusan agama meliputi perkara kewajiban (jika ditinggalkan berdosa) maupun larangan (jika dilanggar berdosa) berasal dari Allah bukan menurut akal pikiran manusia.
Dari Ibnu ‘Abbas r.a. berkata, Rasulullah bersabda,“di dalam agama itu tidak ada pemahaman berdasarkan akal pikiran, sesungguhnya agama itu dari Tuhan, perintah-Nya dan larangan-Nya.”
(Hadits riwayat Ath-Thabarani)
Firman Allah yang artinya “Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah”
(QS al-Hasyr [59]:7)
Rasulullah mengatakan:“Apa yang aku perintahkan maka kerjakanlah semampumu dan apa yang aku larang maka jauhilah“
(HR Bukhari)
Perintah Allah dan RasulNya hukumnya ada dua yakni Wajib dan Sunnah (mandub).
Sedangkan larangan Allah dan RasulNya hukumnya ada dua pula yakni Haram dan Makruh.
Selebihnya hukumnya adalah mubah (boleh) dan Allah Ta’ala tidak lupa.
Pelaku bid’ah dalam urusan agama adalah mereka yang menganggap Allah LUPA dan menuduh atau memfitnah Rasulullah telah menyembunyikan sesuatu dari apa-apa yang diturunkan Allah SWT.
(Hr Bukhari 7380 dan Muslim 177)
Para fuqaha (ahli fiqih) mengatakan bahwa perkara apapun yang tidak ada dalil yang menjelaskan keharaman atau kewajiban sesuatu secara jelas, maka perkara tersebut merupakan amrun mubah atau hukum asalnya adalah mubah (boleh).
والله اعلم
Semoga bermanfaat 🙏🏿🌹
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Di bulan Ramadan kita sering mendengar kata “TAKJIL”.
Di berita, bahkan di lingkungan sehari-hari.
Bahkan di warung dan pasar juga sering terlihat tulisan “TAKJIL”.
Apakah makna TAKJIL yang sebenarnya ?
Karena semua media pemberitaan selalu menyebut makanan untuk berbuka adalah TAKJIL,
maka seolah-olah kita semua sepakat menyebut bahwa TAKJIL adalah
hidangan atau panganan untuk berbuka puasa.
Kata TAKJIL / ta’jil (تعجيل) artinya adalah “bersegera" diambil dari hadist Nabi ﷺ :
“La yazalunnasu bikhairin ma‘ajjaluuhul fithra".
Artinya:
Manusia senantiasa berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka (puasa).
(HR. Muttafaq alaih).
Begitu Mulianya Wanita, Tidak Berpuasa Karena (Udzur) Halangan Sudah termasuk Ibadah
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم
Puasa merupakan salah satu amaliah yang di syariatkan baik puasa wajib ataupun sunnah bagi umat muslim yang sudah baliq.
Namun, bagi perempuan yang sedang haid, Islam mengaturnya tak bisa berpuasa.
Mengapa Allah melarang perempuan haid untuk berpuasa.
Ibnu Hajar mengatakan : “Larangan shalat bagi perempuan haid adalah perkara yang telah jelas karena kesucian dipersyaratkan dalam shalat dan perempuan haid tidak dalam keadaan suci.
Apa benar orang yang telah meninggal amalnya bermanfaat hanya 3 perkara?
Ngaji ba’da tarawih ☕️🌹
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم
Kita sering mendengar para muballigh (penceramah) yg mengatakan bahwa ada amal yg bermanfaat bagi seseorang setelah kematiannya, tiga perkara:
"Sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat, dan anak yang mendoakannya".
Hal tersebut berdasarkan hadits :
"Jika manusia mati maka terputuslah amalnya, kecuali tiga: sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat, dan anak yang mendoakannya’
(Hr Bukhari, Muslim)
Padahal, hadits tersebut hanyalah sekedar "menyebut jumlah", tidak bermaksud membatasi hanya pada tiga amal tsb. Dalam hadits-hadits lain, kita akan temukan bahwa selain tiga amal tersebut, masih banyak amal lain yg tetap mengalir kepada orang yg sudah mati setelah kematiannya.
Sedang shalat Witir yang diletakkan di akhir biasanya 3 rakaat. Shalat Tarawih hukumnya sangat disunnahkan (sunnah muakkadah), lebih utama berjama'ah. Demikian pendapat masyhur yang disampaikann oleh para sahabat dan ulama, namun begitu boleh dilaksanakan sendiri.
Ada beberapa pendapat tentang raka'at shalat Tarawih; ada pendapat yang mengatakan bahwa yaitu boleh dikerjakan dengan 8, 20 atau 36 raka'at.
Pangkal perbedaan awal dalam masalah jumlah raka'at shalat Tarawih adalah pada sebuah pertanyaan mendasar.
Apakah benar dengan berpedoman kepada imsak seseorang bisa masuk neraka! Apakah memang seperti itu hakikat ajaran agama kita atau pemahaman mereka saja yang bermasalah?!