MEREKA (YANG) TAK PUNYA WAWASAN KEBANGSAAN
.
.
.
.
KPK
.
.
.
"Kenapa hal terkait FPI harus muncul dalam pertanyaan tes wawasan kebangsaan itu? Apa ini bukan jebakan sengaja dengan target memecat mereka yang kredibel? Ini politis!!"
Masa baru tahu ini terkait politik? Bukankah pemerintahan ini terbentuk karena proses politik? Namanya juga wawasan kebangsaan, sudah pasti itu terkait dengan sikap dan arah politik negara dong?
Ini sesuatu yang sangat lumrah. Ini juga tidak sama sekali melanggar aturan yang ada. Ini konsekuensi logis atas perubahan UU No 19 tahun 2019 tentang KPK. Dan ini adalah perintah undang undang. Pemerintah justru melanggar bila tak menjalankan amanat UU tersebut.
Salah satu poin dalam UU itu mengatur tentang perubahan status kepegawaian pada lembaga antirasuah tersebut. Dulu status mereka bukan sebagai ASN, kini itu diwajibkan.
UU No 19 tahun 2019 tentang KPK memang tidak mengatur tes wawasan kebangsaan namun ketika ASN sebagai status baru harus melekat pada pegawai KPK, ada aturan main yang harus dipatuhi.
UU No 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara secara jelas mengatur tata cara rekrutmen pegawai atau ASN. Tes Wawasan Kebangsaan hanya salah satunya, bukan satu-satunya tes.
Itu cuma tes untuk mengetahui pandangan pribadi si calon atas sikapnya pada Negara Kesatuan Republik Indonesia. Setia, dia akan diterima. Ada indikasi tak setia, ya dibuang..!!
Gitu aja koq repot?🙄
"Tapi mereka kan orang-orang pintar, insan terbaik bangsa ini, masa harus dibuang hanya karena tak lolos tes gak masuk akal begitu?"
Bukankah bekerja menjadi ASN adalah kerja pada pemerintahan? Dan bukankah bekerja pada pemerintahan adalah bekerja pada garis politik negara?
Negara ini berdasar pada Pancasila dan UUD '45, sehebat apa pun orang itu tapi tak memiliki integritas dan kesetiaan pada dasar negara, jelas bukan calon yang diingin negara.
Dan itu diuji melalui tes wawasan kebangsaan. Ga lolos, ya ga perlu ngamuk apalagi membuat framing negatif, itu pengecut..!!
Terhadap mereka yang merasa tak puas dan kabarnya ingin mengajukan gugatan ke MK, negara akan menjawab:
"SILAHKAN".
Itu bukan kejahatan. Itu hak warga negara dan hukum memberi celah atas keinginan itu.
.
.
.
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
KARENA SEBAB | perut yang teramat lapar tak harus membuat kita kalap memakannya ketika itu terhidang di depan kita. Ada tata krama kita pernah diajarkan bahkan ketika makan jangan sampai menimbulkan bunyi baik berasal dari piring mau pun saat mengunyah.
Semua itu tentang adab. Tentang kita sebagai insan berbudaya tak harus "njembréng" (menunjukkan secara vulgar) keadaan kita. "Saru" (tak pantas) kita kenal dalam budaya kita.
Pun ketika memberi komentar, kita diajar untuk tak membicarakan keburukan orang lain di tempat terbuka. Unggah ungguh sebagai tata krama berbicara tentang siapa kita.
Terlalu lama seorang NB duduk di kursi itu dan konon pengaruhnya bahkan lebih hebat dari para ketua yang dipilih oleh Presiden. Banyak sudah dari kita yang skeptis orang itu dapat ditendang dari posisi tersebut.
Terlalu kuat orang yang ada di belakangnya dan bahkan tangan Presiden pun diperkirakan tak punya jangkauan sampai di sana.
"KPK dilema Presiden Jokowi?"
Dulu, Presiden ke 4 Megawati Soekarno Putri harus mendirikan KPK karena anggapan bahwa Polisi dan Jaksa tak bersih. Penuh berlumuran debu dan lumpur hampir pada seluruh bagian tubuhnya akibat lama berkubang dalam kotor permainan Orde Baru.
BUZZER ANTI PEMERINTAH | itu luar biasa kreatif plus edan-edanan kalau bikin fitnah. Segala bunyi-bunyian dengan target yang penting memberi suara miring mereka lakukan. Tak penting itu benar atau salah. Targetnya cuma berisik.
Peristiwa belanja baju lebaran yang terjadi di Tanah Abang dianggap mengabaikan protokol kesehatan. Siapa patut dikritik, paling masuk akal adalah Gubernurnya. Dia pemilik ruang hukum sekaligus ruang publik tersebut.
Seharusnya peristiwa ini tak mesti dibuat belok pada ranah macam-macam. Ini soal kebijakan daerah terkait prokes. Bukan selalu harus lari pada ranah politik.
Dalam komen ada beberapa teman bertanya, "mungkin gak sih tahanan kasus terorisme diperlakukan dengan buruk (disiksa) selama pemeriksaan?
Merujuk pada ketentuan Undang-undang nomor 5 Tahun 2018 tentang Tindak Pidana Terorisme, Densus 88 memiliki waktu hingga 21 hari untuk melakukan proses pendalaman atas perkaranya. Artinya, Detasemen khusus ini yang berhak menangani perkara tersebut.
Disana dituliskan bahwa penyidik dapat melakukan penahanan terhadap terduga Terorisme berdasarkan bukti permulaan yang cukup untuk 14 hari pertama.
Dengan ditetapkannya KKB Papua sebagai teroris, kelompok itu akan diperlakukan sama persis dengan kelompok teroris Jad atau bahkan ISIS. Tak ada ruang dialog pemerintah Indonesia terhadap organisasi semacam itu.
Tindakan tegas dan terukur adalah bahasa resmi negara pada kelompok seperti itu.
.
.
Itu terkait dengan diberlakukannya UU No 5 tahun 2018 tentang pemberantasan tindak terorisme. Konsekuensi logis atas diberlakukannya UU ini,
Densus 88 sebagai pasukan anti teror secara sah dan meyakinkan dapat di turunkan di Papua. Demikian pula pasukan TNI terkait tugas OMSP atau Operasi Militer Selain Perang-nya.
.
.
MENGAIS ASA TERTINGGAL
.
.
.
.
Petiklah Bintang Dan Bawalah Pulang
.
.
Bila benar, alam semesta ini diciptakan HANYA untuk manusia, bukankah itu sia-sia?
Dalam kitab agama, ungkapan bahwa itu diciptakan bagi manusia tertulis. Dengan iman kita percaya. Lantas, bagaimanakah caranya agar hal itu tak pernah sia-sia?
Bukankah frase "diciptakan untuk manusia" juga berarti berguna dan seharusnya dapat digunakan untuk kepentingan umat manusia?
Bukankah sesuatu yang dikatakan berguna bagi kita namun di sisi lain itu juga tak terjangkau benar adanya hanya sia-sia belaka?