Sejatinya, Novel cs itu cuma "omdo". Semua hal dia maknai sebagai peluru tapi ga pernah beneran bisa ditembakkan.
📷Anak Kolong
Entah itu beneran peluru atau cuma peluru-peluru an yang ga pernah bisa meledak atau justru dia ga punya pistolnya, semua tersamar dalam riuh mulut penuh obral ancaman.
Setelah dia dan kelompoknya tidak lolos TWK, bukan cuma sekali dia mencoba melawan. Dia sibuk mengumpulkan dalil tapi tak bergerak memggunakan dalil itu.
Dia dengan kelompoknya akan melaporkan ke komnas ham atas tak lolosnya mereka pada seleksi CPNS tersebut. nasional.tempo.co/read/1465304/n…
Bukan tak mungkin opsi lapor ke pengadilan Internasional akan mereka lakukan bila ada koordinasi dengan Zonk.
Bukankah dia dan boss nya pernah mencoba pilihan tersebut setelah kalah pada pemilu 2019 lalu?
Omdo seperti itu ternyata bukan sekali ini saja terjadi, jauh sebelumnya, omdo yang lain pernah dia keluarkan.
Ketika DPR RI dan Presiden melakukan revisi UU KPK dengan diterbitkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019, tentang: KPK-RI, komplotan Novel Baswedan mengancam akan keluar. nasional.tempo.co/read/1267476/n…
Ketika undang-undang hasil revisi disahkan, Novel Baswedan mengajukan gugatan ke MK.
Ketika gugatan ditolak MK-RI, komplotan Novel ternyata hanya bisa ribut dan tidak mau keluar, sesuai ancaman yang pernah mereka lakukan sebelumnya.
"Sebagai seorang penyidik senior, bukankah seharusnya dia pandai membangun sebuah tuntutan?
Kenapa semua data yang dia punya tak dijadikan landasan bagi gugatan?"
.
.
Emang dia pintar membangun tuntutan? Jago nangkap orang dengan OTT, itu benar. Itu seperti tidak pernah membuat petasan, tapi dia yang membunyikannya.
Kenapa? Karena dia punya korek api, sementara Jaksa dan Kepolisian selalu harus minta ijin dahulu ketika harus memakai korek api tersebut. Penyadapan tanpa harus izin terlebih dahulu, dulu adalah salah satu kelebihan yang dimiliki KPK.
Maka, tak heran bila kita sering dibuat kaget dan bersorak ketika mendengar letusan tersebut.
Siapa yang jago? KPK gitu loh..!!
"Trus kenapa pimpinan KPK masih bandel tetap tak pekerjakan 75 orang tak lolos TWK padahal perintah Presiden sudah jelas bahwa TWK tidak boleh menjadi dasar pemberhentian 74 karyawan KPK tersebut?
Bukankah pimpinan KPK telah merespon perintah tersebut? Bukankah setelah ada pernyataan dari Presiden, 24 dari 75 yang tak lolos diijinkan untuk ikut pembinaan?
Bila masih ada 51 orang tetap dikeluarkan, itu karena raportnya benar-benar merah.
Bila raportnya sangat merah, apa yang masih bisa diharapkan atas Perannya nanti selain kerusakan?
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014, tentang: ASN, sangat jelas, ASN harus setia kepada Pemerintahan yang sah berideologi Pancasila, berlandaskan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), Undang-Undang Dasar 1945 dan Bhinneka Tunggal Ika.
Bagaimana dengan ke 51 orang tersebut?
Bila BIN, BNPT, Badan Analisa Intelijen Strategis Tentara Nasional Indonesia (BAIS TNI), Dinas Intelijen dan Dinas Psikologi Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI-AD) telah mengatakan bahwa 75 orang itu tak layak,
haruskah kita abai pada lembaga yang didirikan untuk peran tersebut?
.
.
Jangankan hanya 24 yang kembali dapat diterima, bahkan jika 74 orang kembali diterima tapi tanpa ada nama Novel di sana, isu bahwa pemerintah tidak beres tetap akan mereka gaungkan.
.
.
Entah bagaimana caranya, peristiwa Semarang telah menciptakan kutub antara Ganjar dan Puan. Lebih jauh, Ganjar dan PDIP sedang pula mereka coba benturkan. Narasi "PDIP buang Ganjar, PDIP akan berhadapan dengan rakyat" kini mudah kita temui.
Itu berawal dari Puan tak mengundang Ganjar pada pertemuan di Semarang. Bambang Pacul sebagai kader senior justru berkomentar terbalik dari rasa ingin membuat teduh suasana.
Namun, adakah Ganjar sudah berikrar ingin menjadi Presiden? Ataukah Puan sudah ditetapkan sebagai calon dari PDIP? Kita sibuk bertendensi. Kita berebut sesuatu yang tak pernah ada. GELOMBANG ITU HANYA MENCIPTAKAN BUIH TANPA MAKNA.
Loyalitasnya pada Presiden membuka jalan terang pada karir militernya. Mayjen Dudung Abdurachman secara resmi mendapat kenaikan pangkat menjadi Letnan Jendral dan Panglima Komando Strategis Angkatan Darat tersemat pada jabatannya.
Apa yang dulu dianggap orang banyak sebagai tindakan melebihi tupoksinya, ternyata dibaca berbeda oleh Presiden. Perintah Presiden yang tak tampak benderang, dibaca sesuai ingin sang panglima tertinggi.
Jendral Dudung sukses menerjemahkan apa keinginan Presiden dan dengan berani mengambil resiko besar.
Efpei tak berkutik di hadapan tentara dimulai dari perintahnya. Baliho liar kegilaan efpei yang tak tersentuh oleh aparat gamang, dirobohkan dalam singkat.
Umpan telah dimakan dan kita larut dalam tegang drama tarik menarik tersebut.
Judul berita terbaca sangat tendensius telah muncul dan emosi kita diborong tuntas : "PDIP Persilahkan Ganjar Angkat Kaki Bila Dipinang Partai Lain di Pilpres 2024".
Hanya butuh waktu 4 hari hingga spekulasi seperti pada judul berita tersebut muncul. Butuh 4 hari menggoreng isu itu hingga emosi tercabik dan masyarakat larut di sana.
Benarkah judul itu sama dengan isinya? Kita tidak tahu. Pertanyaan wartawan adalah bila Ganjar dipinang oleh partai lain dan Bambang Pacul dengan diplomatis menjawab siapa pun berhak.
Entah bagaimana caranya, konflik Palestina dengan Israel sedikit banyak telah membuat stigma itu teralihkan.
Isu Jokowi sebagai pihak anti Islam, PKI, dan antek China tiba-tiba meredup. Ini terkait semua pihak sedang sepakat dan bersama berdiri di belakang Palestina.
Apakah dengan ini masa depan anti China di Indonesia akan membaik?
Sepertinya tidak. Isu TKA China akan tetap langgeng dan abadi selama persaingan AS dan China masih tetap terjadi.
Butuh pemahaman dan usaha yang kuat demi memahami sejarah konflik barat dan timur atau pada masa kini persaingan antara AS dan China.
Apa yang akan langsung terpikir bila kita mendengar Papua?
Cendrawasih, suku-suku eksotis di pedalaman, hutan-hutannya yang masih perawan, Raja Ampat, emas bahkan keinginan pisah dari NKRI?
Saya lebih senang berbicara tentang mereka sebagai saudara. Saudaraku yang tertinggal dalam banyak sisi hingga jarak tak terpikirkan. Terlalu jauh, bahkan bila bumi dan langit kita jadikan rujukan.
"Lebay?"
Pernah mendengar Korupun? Dijamin 99,99% anda yang sering mampir ke lapak saya tak pernah, apalagi mengenalnya.
Namun kalau saya tanya Bandara Nop Goliat Dekai, tentu akan ada sebagian dari anda akan ingat salah satu pernyataan Presiden Jokowi tentang BBM satu harga.
Kekhususan makna tongkat estafet atas pemerintahan Jokowi dalam cara pandang PDIP tentu berbeda dengan banyak partai peserta pemilu 2024 nanti.
Nawacita dan Revolusi mental mendapat titik tumpu dan bagaimana Indonesia pada 2024-2029 nanti harus tersambung erat dengan apa yang sudah Jokowi lakukan selama 10 tahun.
Ada sesuatu yang agak janggal pada peristiwa Semarang kemarin. Seorang Ganjar yang notabene adalah Gubernur Jawa Tengah sekaligus kader PDIP justru tak tampak hadir. Kabar kita terima, dia memang tak diundang.