Cerita ini adalah kisah nyata yang aku alami tepat di pertengahan tahun 2005. Ini bukanlah rekayasa. Meski begitu, aku tidak menuntut kalian untuk percaya atas apa yang aku alami.
Perkenalkan, namaku Wisnu.

Sedari kecil aku memang sudah hidup berdampingan dengan hal-hal yang berbau mistis. Itu dikarenakan aku memiliki sebuah kekurangan. Dengan kata lain, aku bisa merasakan kehadiran mereka, bahkan mampu berinteraksi dengan mereka.
Dengan kekurangan yang aku miliki, selama hingga tahun 2005 itu aku sama sekali tak pernah mengalami jika mereka akan mengikutiku seusai aku menjumpai atau bahkan berinteraksi dengan mereka.
Namun kala itu berbeda. Hal yang tidak pernah aku bayangkan akan terjadi, nyatanya justru sebaliknya.
Saat itu aku memang sudah tak tinggal bersama keluarga. Aku memutuskan untuk mengekos. Mengekos, mmg bkn pilihan. Alasannya tentu ada. Dan, hal ini tdk bisa aku crtkn kpd klian.
Singkat cerita, saat itu aku tengah berkunjung ke rumah teman di sebuah kompleks perumahan di Kecamatan Margahayu, Kabupaten Bandung. Sebut saja pemilik rumah itu namanya, Bondan.
Bondan hidup sendiri di rumah itu. Orang tuanya tinggal di luar kota karena tuntutan pekerjaan. Sebelumnya, Bondan ikut tinggal di rumah Uwanya (Pak De).
Malam itu tepat malam Jumat. Aku lupa lagi itu malam jumat apa. Yang jelas, saat itu aku datang ke rumah Bondan bersama Januar, Galang, dan Kaivan.
Niat hati, rencana kami berlima memang ingin pergi untuk bermain biliar di Kota Bandung. Namun, tak lama tiba-tiba turun hujan cukup deras. Akhirnya kami putuskan urung untuk pergi.
Hujan pun tak kunjung reda hingga larut malam. Akhirnya, kami memutuskan untuk menginap di rumah Bondan menemani Kaivan yang rumahnya cukup jauh. Tepatnya di sekitar Soreang.
Agar tak bosan karena rasa kantuk belum datang, kami akhirnya mengobrol ngalor-ngidul. Ditengah obrolan, dan sebelum hujan reda, aliran listrik di kompleks perumahan Bondan padam. Beruntungnya, saat itu kami memiliki ponsel yang dilengkapi lampu senter.
Bondan pun usul untuk membelu lilin. Karena kata dia, jika listrik padam, biasanya memakan waktu cukup lama. Toh, kita juga tidak bisa mengandalkan pencahayaan lampu senter dr hp terus menerus. Karena, jika baterai habis, kami akan kebingungan untuk mengisi dayanya.
Kebetulan juga, rokok kami habis. Memang saat SMA kami sudah merokok. Akhirnya, aku, Januar, Galang, dan Kaivan memutuskan untuk pergi ke warung. Apalagi, hujan juga sudah reda. Sementara Bondan kami tinggal sendiri. Rawan jika rumah ditinggal kosong. Apalagi sedang padam listrik
Warung ternyata sudah banyak yang tutup. Maklum, waktu itu sudah tengah malam. Beruntung ada warga yang sedang bertugas ronda malam. Kami akhirnya menanyakan kepada warga lokasi warung yang masih buka.
Dari penuturan warga, ternyata ada warung yang memang buka hingga larut malam. Namun, jaraknya cukup jauh dr rumah Bondan. Seingatku, setidaknya kami harus melewati lima blok jalan di dalam komplek perumahan itu.
Warung itu terletak di ujung perbatasan kompleks dengan permukiman warga. Lokasi tepatnya, ada di luar tembok pembatas yang memisahkan kompleks dengan permukiman warga.
Untuk sampai di warung itu, kami harus melewati sebuah gang kecil yang sisi kirinya sebuah selokan yang tak begitu besar. Itu jalan satu-satunya dan terdekat untuk sampai ke warung tersebut. Kalau lewat jalan utama kompleks, kami harus memutar jauh.
Bisa disebut, itu adalah jalan tikus keluar masuk kompleks yang biasa digunakan warga permukiman. Kondisinya diportal dengan besi. Namun masih tetap bisa dilewati.
Setiba di warung, kami langsung membeli lilin, rokok, dan sedikit camilan untuk teman begadang. Setelah semua barang sudah ditangan. Kami putuskan untuk pulang. Khawatir juga dengan kondisi Bondan yang kami tinggal sendirian di rumah.
Kami akhirnya pulang dengan kembali untuk melewati gang itu. Saat berjalan, Kaivan bercanda dengan sedikit sompral dengan membicarakan kemungkinan ada hantu muncul tiba-tiba. Karena memang kondisi di gang cukup gelap gulita. Penerangan hanya berasal dari lampu senter hp kami.
Sebelum masuk gang, aku melihat ada sebuah rumah yang cukup membuat penasaran. Lokasinya ada di sebelah kanan. Rumah ini berbatasan persis dengan tembok kompleks perumahan. Aku pun lantas meminta ketiga temanku untuk berhenti sejenak.
Aku meminjam ponsel Galang. Dimana sorotan lampu senternya lebih terang dari lampu senter di ponsel kami. Aku mencoba menyenteri rumah itu dari luar pagar. Sekilas, memang rumah itu nampak tidak berpenghuni.
Terlihat banyak rerontokan dedaunan kering berserakan di halaman rumah. Teras rumah pun terlihat sangat kotor. Tembok-temboknya sudah banyak yang retak di makan usia.
Kondisi dalam rumah terlihat samar saat ak mencoba menyenteri dari jendela utama di teras rumah. Pasalnya, jendela tertutup kain gorden warna abu-abu sedikit transparan. Saat menyenteri sisi dalam rumah, Kaiva tiba-tiba mengucap.
"kade bro bijil jurig ti jero imah (awas bro, keluar hantu dari dalam rumah)," katanya sambil tertawa.

--lanjut--
Tiba-tiba tanganku refleks mengarahkan senter ke jendela rumah yang ada di sebelah kanan. Tepat di depannya ada sebuah pohon berukuran agak besar. Dan sepertinya itu pohon mangga. Ak berpikir itu adalah jendela kamar tidur.
Hal yang membuatku kaget, di dalam kaca, aku melihat ada sesosok perempuan berambut panjang yang berdiri di sudut paling kanan sambil menunduk seperti mengintip kami.
Aku pun langsung mematikan senter, khawatir memang rumah itu ada penghuninya dan mereka tersinggung dengan sikap kami. Aku akhirnya menyudahi dan mengajak teman-temanku kembali pulang ke rumah Bondan sambil berbisik jika rumah itu ada penghuninya.
Namun, ketiga temanku tak percaya. Sebab, mereka pun ikut mengamati saat aku menyenteri beberapa bagian sudut rumah itu. Dan mereka justru tak melihat apa yang aku lihat. Pun dengan saat terakhir menyenteri jendela kaca kamar yang ada di paling kanan.
Di jalan, kami sempat berpikir. Kalau pun tadi adalah orang sungguhan, mana mungkin dia hidup di rumah yang tak terawat seperti itu. Tapi aku masih berpikiran positif. Dan tak menyimpulkan bahwa sosok itu adalah makhluk halus.
Di tengah perjalanan, Kaivan menyeletuk lagi. "Ah mungkin Teh Kunkun bro. Kan lu bisa liat apa yang enggak bisa liat," kata dia.

"Ah enggak mungkin, biasanya gw ngrasain kalau ada yang mau hadir atau menampakkan diri. Kalau tadi mah enggak," jawabku.
Tak berselang lama, kami tiba di rumah Bondan. Nampaknya Bondan ketiduran. Pintu gerbang depan ia gembok. Mungkin khawatir motor kami diembat maling.
Kami akhirnya mengetok pagar untuk membangunkan Bondan. Bondan akhirnya bangun. Sambil menunggu bondan membukanan pintu pagar, tiba-tiba ketiga temanku itu mencium aroma wangi. Anehnya, aku justru tak menciumnya.
Di kondisi itu, Kaivan menyeletuk lagi "Kan ceuk aing oge, tadi mah kunkun. Ah ieu mah jadi milu kadieu jeung arurang (kan kata gw juga, tafi itu kunkun. Ah ini mah jadi ikut kesini sama kita," kata dia sedikit takut.
Agar nyali mereka tak ciut, aku sengaja menjawan dengan nada sedikit bercanda. "Makanya, lu jangan sompral. Tapi kalau dia ngikut, buktinya gw enggak liat. Tenang aja lah, orang gw juga ga liat kok kehadirannya," kataku.
Obrolan kami terputus saat Bondan membuka pintu rumah. Dan berjalan ke luar untuk membukakam pintu gerbang. Sesampai di dalam rumah, kami pun kembali mengobrol ditemani dengan camilan dan rokok, serta melupakan kejadian tadi yang kami alami hingga rasa kantuk menghampiri.
Bondan menyuruh kami tidur di kamar yang satunya lagi. Namun aku memutuskan untuk tidur di depan ruang TV menggunakan karpet. Hal itu disetujui oleh ketiga temanku. Rasanya tak sopan jika kamu tidur di dalam kamar.
Jam menunjukkan pukul 02.00 WIB saat kami merebahkan badan. Namun, sayup-sayup terdengar seperti ciapan anak ayam. Aku pun bertanya, kepada ketiga temanku apakah mendengarkan suara yang sama.
Ternyata, hanya Kaivan dan Galang yang mendengarnya. Sementara Januar tidak. Mungkin Januar sudah merakan kantuk yang sangat berat. Galang dan Kaivan pun tak mengetahui jika suara ciapan anak ayam di tengah malam pertanda apa.
Aku tak memberikan penjelasan. Di dalam hati, aku hanya mengatakan jika memang ada sosok kuntilanak yang mengikuti kami, mending menampakkan diri saja. Ketimbang, sembunyi-sembunyi dan menganggu tidak jelas. Namun sampai mata-mata benar kantuk, sosok itu tak menampakkan diri juga
Akhirnya, aku dan temanku terlelap dengan hanya ditemani sebatang lilin menyala di atas meja. Tak selang lama, aku kembali terbangun karena gelisah. Saat membuka mata, ternyata mataku tak melihat cahaya lilin. Terlihat hanya gelap gulita dan mukaku terasa sedikit geli.
Ada yang menutupi mukaku. Tanganku refleks untuk kemudian mencoba mengusap-usap muka. Namun tetap saja, terasa seperti masih tertutup sesuatu. Aku merasakan jika yang menutupi mukaku adalah rambut.
Tiba-tiba, terdengar suara perempuan sayup dan lirih mengatakan "ieu abi, ieu abi, ieu abi (ini saya, ini saya, ini saya)."
Aku langsung sekuat tenaga terus mencoba menyingkirkan rambut itu dari mukaku dengan posisi masih terlentang. Tapi tetap tidak bisa. Tiba-tiba, aku melihat ada sebuah wajah perempuan mendekat di depan mukaku. Jaraknya cukup dekat. Dekat sekali. Hanya beberapa senti saja.
Wajah perempuan itu terlihat sangat pucat, matanya hitam, bola matanya tak terlihat dan mulutnya mengeluarkan cairan. Cairan itu busuk dan menetesi kedua kataku.
Aku sangat ketakutan saat itu. Padahal aku biasanya tak merasakan takut jika berinteraksi dengan mereka. Tapi ini berbeda. Aku pun sontak beranjak secara membabi buta dan tak sengaja menginjak-injak badan teman-temanku yang tengah tertidur pulas.
Mereka pun terbangun karena tingkah lakuku. "Kunaon sih maneh (kenapa sih lu)," kata Kaivan yang sedikit kesal sambil menahan rasa sakit dinperut karena tak sengaja terinjak kakiku.
Aku akhirnya mencoba tenang dan duduk, serta mengambil nafas dalam-dalam untuk berusaha menjelaskan. Bondan akhirnya ke luar kamar karena mendengar suara keributan. Aku akhirnya bilang kepada mereka kalau aku didatangi hantu perempuan.
"Aing didatangan jurig awewe. Sumpah. (Gw didatangi hantu perempuan. Sumpah)," kataku. Karena mereka tahu jika aku memiliki sebuah kekurangan, mereka pun akhirnya percaya. Bondan yang sejak awal hanya melihat kami dari pintu kamar tiba-tiba merangsek merapatkan badan ke karpet.
Keempat temanku saling merapatkan badan. Sementara itu, aku pun mencoba menghapus bekas cairan busuk itu di kedua mataku. Aku mencoba temanku untuk ikut mencium aromanya untuk membuktikan baunya yang sangat busuk.

Lanjut ->
Mereka melakukannya, hanya Bondan yang enggan. Januar pun langsung ingin muntah setelah mencium aroma cairan di tangan kanan saya.
"Naon ieu, (apa ini)?," kata Januar. Aku bilang, kalau hantu perempuan tadi seperti meludahi kedua mataku. Disitu, Kaivan pun langsung menyela saat aku mencoba menjelaskan lebih detail lagi kejadian yang aku alami.
"Ceuk aing oge, kuntina milu mah milu. Eta jurig anu maneh ningali di imah tadi. (Bener kata gw kan, kuntinya ikut mah ikut. Itu hantu yang lu lihat di rumah yang tadi)," katanya.
Seketika aliran listrik menyala lagi. Jam dinding terlihat menunjukkan pukul 03.00 WIB. Tiba-tiba, mataku terasa berat dan pedih. Ternyata, kedua mataku sudah membengkak dan kedua bola mataku juga terlihat memerah. Temanku semakin pcy jika memang aku tlh didatangi sesosok hantu.
Kami pun memutuskan untuk tidak tidur hingga pagi dan menunggu azan Subuh untuk salat berjamaah sambil berdoa agar gangguan hantu perempuan tadi menghilang.
Waktu menunjukkan pukul 05.45 WIB. Langit sudah terlihat terang. Kami akhirnya tertidur karena merasa lelah. Terutama aku yang cuku merasa lelah atas gangguan itu.
Singkat cerita, kami semua bangun tidur sekitar pukul 13.00 WIB. Kami bolos sekolah. Saat itu juga aku diantar ke rumah dinas kakakku yang ada di Lanud Sulaiman dan sengaja tak pulang ke kosan.
Sesampai di rumah kakak, aku menceritakan semua kejadian semalam. Kakakku kemudian langsung berinisiatif mencarikan seorang ustaz. Namun, tak ada satu pun ustaz yang sedang di tempat. Akhirnya aku di bawa ke rumah Kaivan.
Kebetulan, ibu Kaivan kenal dengan seorang ustaz yang sering mengobati orang-orang hingga menghilangkan gangguan-gangguan ghaib. Kami tiba di rumah Kaivan menjelang maghrib. Kedua mataku semakin membengkak.
Tanpa dipersilahkan masuk, ibu Kaivan langsung mengajak untuk ke rumah Pak Ustaz. Sesampai di sana, Pak Ustaz langsung menunjuk sesuatu di belakangku.

"Saha anjeun? (Siapa kamu)," kata Pak Ustaz dengan nada serius sedikit membentak.

"Dia ikut pak?," kataku.
"ayeuna mah kalebet heula weh, tos waktos maghrib. Wios eta mah di luar (sekarang mah masuk dulu saja. Sudah waktu maghrib. Biarin saja dia di luar," kata Pak Ustaz menimpali pertanyaanku.
Yang membuatku terheran, kenapa aku tidak bisa melihatnya. Biasanya aku melihat mereka. Kami pun akhirnya salat berjamaah. Usai salat, kamu diminta Pak Ustaz menunggu di ruang tamu. Sementara ibu Kaivan pulang dulu. Karena adik Kaivan tidak ada yang menemani di rumah
Saat menunggu, pintu rumah depan Pak Ustaz yang sedari tadi tertutup, tiba-tiba terbuka dengan sendirinya. Kami semua diam tertegun sambil saling pandang. Aku kemudian mencoba menutup mata, mencoba sedikit mengingat kejadian semalam.
Tiba-tiba rambut belakangku seperti ada yang meniup-niup. Aku mencoba santai karena suda terbiasa. Tak lama, tiba-tiba Januar kesurupan. Kaivan berlari menyusul Pak Ustaz yang masih berdizikir. A
Aku, Galang, dan Bondan, mencoba menenangkan Januar yang saat itu terduduk di bawah menyender tembok sambil menghadap pintu depan. Saat kami coba menenangkan, tiba-tiba tangan januar memegang wajahku sambil mengelus-elus kedua mataku yang bengkak.
"hampura, hampura (maaf, maaf)," kata itu keluar cukup lirih dari mulut Januar namun suaranya terdengar seperti perempuan.
Pak Ustaz kemudian datang, Januar dicecar banyak bacaan ayat-ayat suci Al Quran. "abi teu niat jahat (saya tidak punya niat jahat)," kata itu keluar dari mulut Januar.
Pak Ustaz lantas menanyakam maksud hantu perempuan tadi mengikutiku. Dari jawabannya, ternyata hantu perempuan itu tertarik denganku karena aku bisa melihat wujudnya. Pak Ustaz tak langsung percaya. Ia yakin jika hantu perempuan itu jelmaan jin kafir yang hanya ingin menggangu sj
Pak Ustaz kemudian mengeluarkan hantu perempuan itu dari tubuh Januar. Singkat cerita semua kembali normal. Pak Ustaz bilang, kekurangan yang ada dalam diriku daya tarik jin. Ia menyarankan kepadaku untuk rajin ibadah. Dan hantu tadi tak akan menganggu lagi
Kami semua akhirnya pamitan pulang. Ak diantar Bondan ke rumah kakak. Kebetulan dari Soreang, rumah Bondan searah dengan rumah kakakku. Aku bermalam di rumah kakak untuk menenangkan diri.
Jujur, ini kali pertamanya aku diikuti makhluk halus sampai segininya. Padahal untuk melihat atau berinteraksi dengan mereka sudah sangat terbiasa.
Tiga hari lamanya aku di rumah kakak. Ak juga izin tak masuk sekolah. Setelah kondisi mental dan mataku membaik, ak akhirnya kembali ke kosan pada Senin siang. Sore harinya aku mencoba mengontak Kaivan.
Ternyata Kaivan kala itu sedan berkumpul di rumah Bondan bersama teman-teman lainnya. Aku pun langsung menyusul. Di rumah Bondan, ternyata sudah banyak teman-teman. Mereka ternyata masih membicarakan kejadian yang kami alami waktu itu.
Aku mencoba santai, karena kata Pak Ustaz, hantu itu tidak akan menggangguku lagi. Ak akhirnya izin untuk membeli rokok. Kebetulan aku tak membawa rokok sama sekali. Rasanya enggak afdol jika ngobrol bersama teman tak merokok.
Tanpa sepengetahuan mereka, aku kembali berkunjung ke rumah dimana penampakan hantu perempuan itu menyapaku pertana kali. Namun aneh, saat lewat rumah itu, ada rada takut dalam hati. Nyaliku mendadak ciut teringat raut mukanya waktu itu.

---- lanjut ----
Aku kemudian bergegas menuju warung yang sama seperti aku beli lilin waktu itu. Aku kemudian iseng menceritakan kepada ibu pemilik warung tentang kejadian yang aku alami.
Tak disangka, ibu pemilik warung merespons ceritaku. Ia memberitahu bahwa rumah itu sudah dikosongkan sejak tahun 2000. Dari ceritanya, pemilik rumah itu mengosongkan rumah karena penghuni rumah sering mendapatkan gangguan ghaib.
Anak bungsunya sering kerusupan hantu perempuan. Mereka sekeluarga akhirnya pindah ke wilayah Kota Bandunh. Sementara rumah itu dibiarkan kosong begitu saja.
Ibu pemilii warung cerita, ternyata lahan yang dibangun untuk kompleks perumahan itu memang dulunya merupakan sebuah kebun yang dikenal cukup angker oleh warga permukiman.
Apalagi rumah dimana hantu itu muncul dibangun tepat di lokasi ditemukannya seorang mayat perempuan buangan yang tak dikenal. Kejadian penemuan mayat itu terjadi sekitar tahun 80-an.
Konon, perempuan itu korban pemerkosaan dan usianya sekitar 20 tahunan. Setelah mendepat informasi itu, aku akhirnya kembali untuk pulang ke rumah Bondan.
Dalam perjalanan pulang, ak mencoba membuang jauh ingatan kejadian di malam itu. Aku pun memberanikan diri untuk kembali ke rumah itu untuk melihat-lihat lagi setidap sudut rumah dari luar pagar.
Apalagi, waktu masih ashar dan masih ada matahari. Aku pikir, kondisi rumah akan terlihat jelas. Dan hantu perempuan itu tidak akan muncul.
Aku semakin mendekati pagar tembok rumah itu untuk mencoba melihat kondisi rumah secara detail. Selang beberapa waktu, aku mendengar suara yang terdengar dari dalam rumah. Awalnya suara samar, semakin lama semalin jelas ditelingaku.
"ieu abi.... ieu abiii." Kata-kata itu persis dengan ucapan hantu perempuan saat pertama kali mendatangiku waktu itu.

---tamat---

• • •

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh
 

Keep Current with putra merah

putra merah Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

PDF

Twitter may remove this content at anytime! Save it as PDF for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video
  1. Follow @ThreadReaderApp to mention us!

  2. From a Twitter thread mention us with a keyword "unroll"
@threadreaderapp unroll

Practice here first or read more on our help page!

More from @kmbgkanthil

24 Jul
Cerita ini merupakan kiriman dari Fanny Rachma Rasyid (ig: fannyrasyid). Ini adalah kejadian nyata yang dia alami. Saya hanya mengedit beberapa tulisan tanpa menghilangkan atau mengubah alur kejadian yang ada.

Selamat Membaca dan jangan lupa RT dan bagikan ke teman lainnya.
Hai semua. Aku mau berbagi sedikit tentang pengalaman mistis yg mungkin ini menjadi gerbang pengalaman-pengalaman mistisku hingga dewasa.
Awal mulanya sekitar tahun 2011, waktu itu aku masih duduk di bangku kelas 2 SMA, dimana kelasku mengadakan kegiatan perpisahan kenaikan kls.
Read 49 tweets

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3/month or $30/year) and get exclusive features!

Become Premium

Too expensive? Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal Become our Patreon

Thank you for your support!

Follow Us on Twitter!

:(