Secara hukum PKI adalah organisasi terlarang. TAP MPRS Nomor 25 Tahun 1966 adalah aturan hukumnya. Hal itu harus kita taati bersama ketika HUKUM ADALAH SEBAGAI PANGLIMA.
Kita dpt berdebat panjang lebar, adakah peristiwa '65 adlh setting ORDE BARU demi rebut merebut kekuasaaan.
Kedepannya kita dapat mencari tahu secara lebih terbuka manakala tak ada lagi saling dendam antara kita. Kita masih tersandera dengan banyak hal tak terungkap atas peristiwa itu.Dia adalah organisasi dengan paham kuno yang tak lagi dapat digunakan.
Dia sudah tak compatible dengan cara hidup modern saat ini.
.
.
Bisa dibilang, hanya tinggal satu negara saja yang masih memakai paham itu secara murni yakni Korea Utara. Lantas, masuk akalkah bila pemerintah sering dituduh sedang membuat arah menuju kesana?
Menuduh Jokowi sebagai antek komunis adalah bentuk frustasi dan ngawur atas sebuah gagasan yang ingin dijalankan. Menuduh Jokowi antek China dengan komunis sebagai narasi unggulannya tidak lebih dari miskinnya ide dan kreatifitas para lawan politiknya.
China memang berpaham komunis namun berjalan dengan rel kapitalis tak banyak orang dapat mendebatnya. Sementara, AS negara kapitalis berperangai bak komunis juga tak sedikit yang mengatakan itu bukan?
Kenapa para nyinyires PKI hanya melekatkan China tapi bukan AS?
PKI yang sering dialamatkan kepada Jokowi adalah barang rongsokan yang tak lagi dapat digunakan untuk apapun. Dia sudah mati dan tak lagi dapat dipakai. Dia hanya bangkai yang ingin dihidupkan demi fitnah tak beresensi oleh para pembencinya.
Siapa pun yang terlihat berusaha ingin kembali menghidupkannya meski hanya demi drama, sejatinya adalah siapa yang memiliki bangkai itu.
Bukankah siapa yang mengeluarkan adalah dia yang menyimpannya?
Mereka yang menyimpan bendera pun, ternyata adalah mereka yang kemarin sibuk membakarnya.
Mereka, para penuduh itu tidak lebih dan tidak kurang adalah para lungsuran yang sudah termakan jaman.
Sejatinya, mereka hanya ingin kembali eksis namun dengan menjual dagangan ketakutan masa lalu. Mereka sedang berusaha menjual horor dari barang rongsokan.
Mereka adalah para sosok ketinggalan jaman. Hidupnya masih hanya dengan pola mengandalkan bagaimana cara merampok negara. Dan Jokowi, tak memberi ruang itu.
Mereka bersembunyi pada banyak wajah. Uangnya yang dulu sangat banyak kini sedang terancam. Menyingkirkan dia yang bergeming atas bujuk rayu dari kursi kepresidenan adalah satu-satunya cara bila surga sebagai miliknya harus mereka pertahankan.
MEREKA ADALAH LUNGSURAN JUALAN RONGSOK
.
.
.
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Fahri Hamzah pernah berucap bahwa Jokowi diktator. Alasannya adalah karena Presiden menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) No 2 Tahun 2017 tentang Ormas.
Fahri mengatakan, dari sisi penampilan dan wajah Jokowi jelas tidak terlihat sebagai seorang diktator.
Akan tetapi, kebijakan penerbitan Perppu Ormas, menurut Fahri, secara tidak langsung menunjukkan sisi otoriter Jokowi.
"Dia membuat Perppu bukan undang-undang. Dan dia buat pasal-pasal yang memungkinkan pemerintah tunjuk jari dan membubarkan satu lembaga, menghilangkan kebebasan," kata Fahri.
"Iya, anda punya sejarah alergi terhadap obat tertentu seperti antibiotik penisilin, atau obat pereda nyeri seperti aspirin dan ibuprofen misalnya?" tanya dokter muda yang masih kelihatan energik meski telah
melayani ratusan peserta vaksinasi itu melanjutkan pertanyaannya.
.
.
Itu sepenggal cerita saat beberapa waktu yang lalu saya menjalani vaksinasi massal di sebuah Rumah Sakit.
Dokter hanya bertanya berapa umur saat ini dan riwayat kesehatan kita di masa lalu sekaligus adakah alergi terhadap jenis obat tertentu. Dokter tidak bertanya adakah ibu kamu orang terkenal, kaya atau miskin apalagi masih jomblo atau sudah laku.
Siapakah yang justru dalam refleksnya marah-marah ketika dia menendang gelas yang tergeletak di lantai? Biasanya adalah mereka yang memiliki kasta tinggi dalam komunitas itu. Bila di keluarga, bisa ayah, ibu atau kakak tertua.
Kenapa mereka justru marah, mereka tahu aturan main di mana seharusnya gelas itu ditaruh. Dengan mudah mereka sering memindahkan pokok perkara dengan mengabaikan bahwa faktor ketidak hati-hatiannya lah penyebab dari drama itu muncul.
Pun pada Haris Azhar ketika menjadi kuasa hukum Rocky Gerung dalam perkara sengketa kepemilikan tanah melawan PT Sentul City, dia tak sibuk mencari tahu kenapa RG menendang gelas itu tapi justru mencari cari kesalahan pemilik gelas itu.
Kemenangannya dalam pilpres 2014 yang lalu dimaknai sebagai merebut ruang kerja, bukan kekuasaan. Kerja, kerja dan kerja tiba-tiba menjadi ajakan pertamanya pada semua menterinya, dan mereka terseok lunglai kehabisan nafas.
Kita memang kaya dengan politisi. Negeri kita penuh sesak dengan orang pandai berbicara, apalagi tentang surga. Sumber daya manusia kita dibidang itu memang luar biasa hebat.
Disisi lain, negeri kita sangat subur. Alam milik kita berlimpah ruah dengan kekayaan yang tak dimiliki oleh bangsa lain. Gemah ripah loh jinawi.
Ketika pertanyaan itu harus dijawab Budiman Sudjatmiko, ini tentu memiliki dimensi yang menarik. Kita tahu bahwa sosok itu adalah salah satu "jenderal lapangan"
dalam banyak demo mahasiswa manakala harus melawan rezim totaliter Orde Baru pada era tahun 90an.
.
.
Perspektifnya penting. Pengalamannya pada perlawanan terhadap rezim yang dianggap totaliter itu seharusnya akan memberi warna berbeda.
Dia pernah divonis 13 tahun penjara oleh Soeharto karena aktivitas demonya.
.
.
Menjadi masalah adalah ketika posisinya juga sebagai kader PDIP sama dengan Jokowi. Dapatkah netral menjadi bagian dirinya?