Cerita ini akan jabarkan menurut penuturan pengalaman dari narasumber. Dimana narasumber ini merupakan salah satu juru kunci Gunung Penanggungan.

Untuk nama-nama orang di thread ini, akan saya samarkan atas permintaan privasi dari beliau
Pak Sutris, merupakan seorang juru kunci dan seorang juru rawat situs yg tinggal di kaki gunung Penanggungan.

Setiap hari, beliau selalu menerima tamu dan pengunjung dari berbagai daerah untuk sekedar nuwun sewu (permisi) ketika akan mendaki gunung penanggungan.
Waktu itu, sekitar tahun 2016 jalur Kunjoro wesi masih jarang diminati pendaki. Selain karena basecamp yg jauh, untuk menuju puncak pun jalan masih cukup terjal. Berbeda sekali dengan medan jalur via Tamiajeng yang sudah terkenal dimana mana
Namun keindahan jalur Kunjoro ini yaitu terdapat banyak sekali situs situs kepurbakalaan berupa candi candi, mulai candi wayang, gajah mungkur, candi istana dll.

Mungkin dari banyaknya situs dijalur ini, membuat pendaki sering berpikir mistis bila ingin melewati jalur ini
Sampai akhirnya pak Sutris menerima tawaran untuk menjadi porter sekaligus teman mendaki oleh seseorang. Sebut saja namanya pak Bambang

Pak Bambang ini rupanya ingin melakukan kegiatan penelitian dan eskavasi terhadap candi candi yg ada di gunung Penanggungan
Dan salah satu jalur yang ia pilih adalah lewat Kunjoro wesi. Dengan jalur melewati percandian dan akan menginap di candi Kendalisodo. Rupanya kegiatan pak Bambang hampir melingkupi separuh area dari gunung Penanggungan
Pak Sutris menyanggupi. Pendakian mereka berdua akan dimulai besok pagi. Mengingat pak Bambang sampai di desa Kunjoro pada pukul 5 sore.

Sambil menyiapkan persiapan untuk mendaki, mereka pun berbicara mengenai jalur gunung yang akan mereka lalui
"Rencana awal nang Candi wayang, terus gajah mungkur, mudun kerajaan, terus nrabas nang Kendalisodo. Iso kan pak?"

(Rencana awal ke Candi wayang, kemudian gajah mungkur, turun ke candi kerajaan terus nrabas Kendalisodo. Bisa kan pak?) Tanya pak Bambang
"Nggeh saget mawon, cuma nek teng Kendali rodok tebeh. Kalean nggeh lumayan samun teng mriku. Badhe ngecamp mriku nopo?" (Ya bisa saja, cuma kalau ke Kendali agak jauh. Dan lumayan sensitif juga disitu. Mau menginap disitu?) Balas pak Sutris
"Walah pak, wes gak usum wedi karo demit demitan. Atasane mung candi wae kok. Wes gakpopo gak ono opo opo gak"

(Walah pak, sudah bukan jamannya takut sama hantu. Wong cuma candi aja. Sudahlah tenang saja tidak apa apa) ujar pak Bambang sedikit mengejek
Pak Sutris hanya menghela nafas panjang. Sebagai juru kunci tentunya ia tahu mana saja candi yang bisa dibuat camp dan candi yang sakralkan. Dan pak Sutris mau tidak mau menuruti keinginan dari pak Bambang.

Mungkin juga agar pak Bambang mengerti maksud peringatan dari pak Sutris
Esok paginya, setelah sarapan dan kembali mengecek peralatan pendakian pak Sutris dan pak Bambang memulai pendakiannya.

Tak lupa pula pak Sutris membawa golok untuk memangkas jalur yang memang belum dikenal ramai sebagai jalur pendakian
Kontur tanah yang keras, jalur yang langsung menanjak membuat pak Bambang kesulitan mengimbangi kecepatan langkah dari pak Sutris.

Sesekali ada ucapan "break" atau "berhenti" dari pak Bambang. Sekaligus membuat pak Sutris harus menghentikan langkahnya
Jalur yang masih sangat asri. Sepanjang jalur banyak sekali kicauan merdu burung dan serangga hutan. Beberapa ayam hutan juga nampak malu malu berlarian disekitar jalur.

Pepohonan yang rindang juga membuat pendakian mereka tidak terlalu berat
Sampai satu setengah jam berjalan, tibalah mereka di candi Wayang. Candi ini lumayan luas bila digunakan sebagai tempat camping.

Pak Bambang mendekat, mengamati relief candi yang masih bagus. Sayangnya beberapa tangan usil, mencuri simbol dan arca yang ada di Candi ini
"Kok iso ilang pak?" (Kok bisa hilang pak?) Tanya oak Bambang

"Lha maling karo sg jogo jelas pinter malinge pak. Lha kulo mawon juru kunci piyambak. Nggeh angel" (La maling dengan yg jaga masih pintar malingnya pak. Lagian saya juru kunci sendiri. Ya sulit) tutur pak Sutris
Setelah dinilai cukup, mereka memutuskan lanjut menuju ke candi Gajah Mungkur.

Dinamakan Gajah Mungkur karena memang terdapat arca Gajah didepan candi tersebut. Sebuah mahakarya yang fantastis dari nenek moyang kita terdahulu
Pak Bambang sibuk menganalisis. Sementara pak Sutris membersihkan semak semak yang ada disekitar candi.

Tak diduga, disela sela membersihkan semak yang dekat dengan pohon bambu, pak Sutris terhenyak kaget.

"Astaghfirullah"
Pak Bambang ikut kaget, kemudian mendatangi pak Sutris yang masih diam berdiri

"Wonten nopo pak?" (Ada apa pak?) tanya pak Bambang

Pak Sutris yang tersadar, segera mengajak pak Bambang meninggalkan tempat itu. Setelah sampai candi, barulah beliau bercerita
"Pas aku mbabati suket, koyok ono tumpukan godong ngelumpuk kandel. Bareng tak sebul tibakne ono ulo gede turu ndek kunu. Sisik e kandel. Gedene sak gedebog gedang, untunge gak kebacok ulo iku maeng" (Waktu aku mangkas rumput, kayak ada timbunan daun mengumpul. Setelah ku tiup-
Ternyata ada ular besar sedang tidur disitu. Sisiknya tebal. Besarnya se pohon pisang. Untungnya gak kebacok ular tadi) tutur pak Sutris yang masih agak kaget

"Walah pak, mung ulo ae kok. Tak kiro ono opo. Yawes ayo dahar sek ae. Mpun siang iki"
(Halah pak, wong cuma ular saja kok. Tak kira ada apa. Yasudah ayo makan dulu. Sudah jam makan siang ini) ucap pak Bambang enteng

Dalam makan siang tersebut pak Sutris menerawang. Seumur hidupnya menjadi juru kunci, baru kali ini ia melihat ular sebesar itu.
"Mikir opo to pak?" (Mikir apasi pak?) Senggol pak Bambang yang mengerti rekan pendakiannya itu diam saja

"Sampean yakin tetep lanjut mlaku nang Kendalisodo?" (Anda yakin tetep lanjut jalan ke Kendalisodo?) Tanya pak Sutris balik
"Hlo ya jelas yakin lo pak. La opo o kok sampean takon ngunu?" (Hlo ya jelas yakin lo pak, la kenapa kok anda tanya begitu?)

"Sak umur umur, aku durung pernah delok ulo gedene sakmunu. Biasane ngunu iku dadi pertanda kurang apik"(Seumur hidup,aku belum pernah liat ular sebesar-
Itu. Biasanya kalau sudah begitu akan ada pertanda yang kurang baik) jelas pak Sutris.

"Wes to pak, iku ngunu mek ulo. Terus yo ndek gunung iku wajar ono ulo gede. Gausah mikir macem macem sampean. Mosok gara gara ulo ae nyali sampean dadi ciut"
(Sudahlah pak, itu cuma ular. Terus di gunung ada ular besar itu ya wajar. Tidak usah mikir macam macam. Masak gara gara liat ular saja nyali anda jadi ciut) sahut pak Bambang

Pak Sutris hanya diam. Batinnya bergelut, kalau saja ini bukan tugas pasti ia akan kembali turun
"Nggeh pun pak, tapi sampean rewangi moco dungo nggeh. Mugo ae gak ono opo-opo" (Yasudah pak, tapi anda bantu baca doa ya. Semoga tidak ada apa-apa) pinta pak Sutris

"Iyo yo pak,wes to sampean gausah mikir aneh aneh"(iya ya pak. Sudahlah gausah mikir aneh aneh) balas pak Bambang
Pak Sutris hanya bisa bersabar sambil menghela nafas panjang. Setelah makan siang, akhirnya mereka putuskan untuk langsung berjalan menuju candi Kendalisodo.

Karena mengingat jarak candi yang cukup jauh dan juga harus menerabas jalur hutan yang masih lumayan rimbun.
Selama menebas rantinf dan tetumbuhan yang ada, pak Sutris tak henti hentinya berdoa meskipun dengan nada yg pelan.

Sementara pak Bambang sibuk mengatur tas kerilnya yang cukup besar agar terhindar dari ranting ranting pohon dan duri yang ada di tumbuhan semak yang terpangkas
Sampai akhirnya suasana langit yang semula terang, lambat laun berubah menjadi senja. Pak Sutris terdiam. Menurut perhitungannya seharusnya mereka sudah sampai di Kendalisodo.

"Sek pak, leren disek" (Sebentar pak, berhenti dulu) ucap pak Sutris

"Kok durung tutuk ae pak"
(kok belum sampai juga pak) keluh pak Bambang.

Pak Sutris mengira bahwa mungkin saja ia atau pak Bambang tidak sengaja menginjak oyot mimang.

Karena menurut perhitungan pak Sutris kira kira 3 jam perjalanan harusnya mereka sudah sampai di candi Kendalisodo
Oyot mimang atau akar mimang mempunyai mitos sebagai akar gaib, dimana orang yang menginjak akar tersebut dapat membuatnya berputar putar, melewati daerah yang sama selama berkali kali atau jarak perjalanan yang ditempuh menjadi sangat jauh
Dalam keadaan tersebut, akhirnya pak Sutris memanjatkan doa sambil merapalkan beberapa doa doa khusus agar sinergi antara pikiran dan fisiknya terhindar dari pemikiran yang aneh aneh.

Setelah berdoa, beliau membasuh kedua kakinya dan kaki pak Bambang.
Dengan harapan bila memang salah satu diantara mereka tidak sengaja menginjak oyot mimang, maka gangguan gaib tersebut dapat hilang

Dan Alhamdulillah, setengah jam kemudian, tepat jam 5 sore mereka berdua sampai di candi Kendalisodo
"Wes pak ndang ge-age dibangun tendone. Selak surup" (Ayo pak didirikan tendanya. Pamali mau surup) ajak pak Sutris

"Iya pak, ayo"

Tumben. Biasanya pak Bambang ini banyak omong. Mungkin dia capek jalan dari gajah mungkur ke kendalisodo yang makan waktu 5 jam, pikir pak Sutris
Setelah tenda berdiri, pak Sutris langsung memasak untuk makan malam. Sementara pak Bambang menyempatkan meneliti situs Kendalisodo walau hari sudah menjelang petang.

Dari tenda, samar samar pak Sutris mendengar bahwa pak Bambang sedang berbicara dengan seseorang. Tapi siapa?
Setelah sampai tenda, pak Sutris langsung bertanya kepada pak Bambang.

"Enten nopo pak, kok krungu kulo wau sampean omong omongan kaleh tiyang"(Ada apa pak, kok saya tadi dengar anda berbicara dengan seseorang)

"Ono ibu ibu ijen maeng mari sembayang ndek candi pak"
(Ada ibu ibu sendirian habis beribadah di candi pak)

Pak Sutris terperanjat. Nampak tak percaya apa yang ia dengar

"Tenan pak?" (Beneran pak?)

"Lho ya tenan, lapo aku mbijuk. Emang opo o to?" (La iya, kenapa aku bohong. Emang ada apa?) Tanya pak Bambang penasaran
"Pak, jalur menuju candi Kendalisodo ya hanya jalur yang kita lewati tadi pak. Gak ada jalur lain" ucap pak Sutris lirih

Seketika tubuh pak Bambang melemas. Rupanya mentalnya sudah mulai goyah

"Terus pripun iki pak?" (Terus bagaimana ini pak?) Ujar pak Bambang gelisah
"Yasudah gapapa, dungo sing akeh ae pak. Ben tak jogo tendo. Sampean istirahat mawon. Besok kan sampean sek ono candi sing kudu diparani"

(Yasudah gapapa, banyak berdoa saja pak. Saya tak jaga tenda. Anda Istirahat saja. Besok kan masih ada candi yang harus dikunjungi)
"Wes pak, mene langsung balik mudun ae. Kapan kapan dilanjutno maneh nang candine" (Sudah pak, besok langsung turun saja. kapan kapan dilanjutkan lagi ke candinya) ucap pak Bambang

Rupanya setelah mengalami beberapa kejadian diluar nalar, keberanian pak Bambang langsung luntur
Senja perlahan berubah menjadi malam. Menjadikan suasana disekitar menjadi gelap gulita.

Pak Sutris ijin mencari kayu bakar disekitar candi. Pak Bambang awalnya keberatan, namun karena sadar bahwa ia juga butuh penerangan, maka mau tidak mau ia akan menjaga tenda sendiran
Sebelum pergi, pak Sutris berpesan pada pak Bambang bahwa jangan pernah mencoba keluar tenda sekalipun ada yg memanggil namanya atau mendengar sesuatu diluar tenda.

"Hiraukan saja, nanti saya sendiri yang akan datang membuka pintu tenda ini" tegas pak Sutris
"Ojo suwi suwi lho pak" (Jangan lama lama lho pak) ucap pak Bambang cemas

"Ndak, pean dungo ae sing akeh nggeh" (Tidak, banyak berdoa saja ya)

Pak Sutris menutup pintu tenda. Meninggalkan pak Bambang sendiri

Dimana malam itu akan menjadi terasa sangat panjang bagi keduanya.
Untuk memudahkan memahami alur cerita, saya akan membaginya menjadi dua sudut pandang.

Sudut pandang pertama adalah ketika pak Sutris pergi mencari kayu bakar
Berbekal headlamp dan sebuah parang, pak Sutris menutup pintu tenda. Sementara pak Bambang mau tidak mau harus menggunakan senter hp miliknya, karena sedari awal pak Bambang tidak berpikir bahwa akan mengalami kejadian seperti ini

Pak Sutris pun berjalan meninggalkan tenda.
Setelah memeriksa sekeliling candi, pak Sutris hanya menemukan beberapa kayu dan ranting kering.

Dirasa kurang, pak Sutris akhirnya memberanikan diri untuk menyusur jalur yang ia lewati tadi siang. Karena memang hanya itu satu satunya jalur pada waktu itu.
Sebenarnya pak Sutris bisa saja sedikit menuruni jalur celeng yang ada dibawah candi, namun karena medan yg terlalu curam dan banyak pijakan yang ditumbuhi lumut, pak Sutris tidak mau mengambil resiko itu.

Pak Sutris pun melangkah dalam gelapnya rimba
Dalam usahanya untuk mencari kayu bakar, pak Sutris seringkali merasa bahwa ia di ikuti oleh seseorang. Bukan karena ada suara langkah kaki, namun sesekali ada angin semilir yang kadang berhembus di tengkuknya.

Namun pak Sutris lebih memilih untuk tidak menggubrisnya
Sampai ia tiba disuatu pohon yang sudah cukup kering, dimana disebelah pohon itu terdapat pula pohon asem berukuran besar.

Setelah dirasa cukup untuk dijadikan sebagai bahan api unggun, pak Sutris pun memotong pohon kering tersebut. Tak lupa pula ia berdoa dan meminta ijin
Dalam keheningan malam itu, pak Sutris hanya mendengar suara tebasan carangnya yang berusaha merubuhkan pohon kering itu.

Sampai ketika ia hampir selesai merubuhkan pohon tersebut, ia seperti mencium bau ketela yang dibakar terlalu lama sehingga menimbulkan bau gosong
Jantungnya tiba tiba berdetak lebih cepat, keringatnya berubah menjadi seperti hawa dingin.

Ia tahu dan sudah pasti tahu bahwa bebauan semacam ini merupakan sebuah pertanda akan munculnya sebuah sosok tinggi besar berbulu hitam
Pak Sutris berdoa dan mempercepat pekerjaannya. Untungnya sampai pohon itu jatuh dan dipotong kecil kecil, pak Sutris tidak melihat sosok itu muncul.

Hingga saat ia berdiri dan akan berjalan kembali menuju tenda, ia mendengar suara auman harimau dibelakangnya
Auman tersebut begitu keras, sampai sampai dengkulnya terasa lemas.

Namun ia sadar bahwa jika ia berlama lama disitu, ia akan berada dalam posisi bahaya. Dengan langkah tenang perlahan, pak Sutris berjalan sambil melafalkan doa. Hingga bau dan suara tersebut perlahan menghilang
Sekarang tinggal pak Sutris harus terus berdoa dan berkonsentrasi agar kejadian tadi siang yang ia yakini menginjak oyot mimang tidak ia ulangi lagi.

Dalam lantunan doanya sesekali ia mencium bau dupa. Padahal ia yakin, tidak ada orang lain yang mendaki ke jalur ini
Puji syukur, dalam sisa perjalanannya balik menuju tenda pak Sutris tidak lagi mengalami gangguan gangguan lagi.

Ketika ia membuka tenda, ia melihat pak Bambang tidur telungkup seperti orang yang ketakutan. Pak Sutris pun mencoba membangunkannya
Pak Bambang bangun, ia mencoba memperjelas apa yang ia liat. Setelah ia yakin bahwa yang ia liat didepannya benar pak Sutris, ia berbicara dengan sedikit agak kesal.

"Iki sampean tenan kan pak?" (Ini betul anda kan pak?)

"Lha yo tenan to pak, enten nopo?" (Lha ya benar pak-
Ada apa?)

Sudut pandang pak Bambang :

Setelah pak Sutris menutup pintu tenda, sudah pasti pak Bambang menjadi seorang diri di dalam tenda.

Sembari mengisi keheningan, pak Bambang memutar mp3 dari hpnya. Semula ia mendengar lagu lagu nostalgia, hingga tiba tiba lagunya berganti
Pak Bambang sendiri memang menyukai lagu lagu nostalgia dan lagu lagu tembang jawa. Dan entah karena hpnya yang mendadak konslet atau bagaimana, mp3 di hpnya berubah menjadi tembang jawa.

Padahal pak Bambang yakin ia tidak menyentuh atau mengalihkan lagu yang didengar sebelumnya
Suara tembang jawa itu juga tiba tiba mengeras dengan sendirinya. Sehingga membuat pak Bambang panik. Ia berusaha mengecilkan tapi tidak bisa.

Alhasil karena sudah diliputi rasa takut, pak Bambang pun mematikan hpnya. Dan baru saat itulah, lagu tersebut benar benar mati
Saat hpnya mati, otomatis senter yang ada dibelakang layar hp juga ikut mati. Saat akan menghidupkan kembali hpnya, pak Bambang mencium semerbak bau dupa.

Ia terdiam, mencoba meyakini bau tersebut. Lama kelamaan bau dupa itu semakin kuat yang diikuti dengan suara lonceng
"Pak, pak Sutris"

. . .

Hening, tak ada jawaban. Hingga beberapa kali pak Bambang memanggil pun hasilnya tetap sama. Hingga akhirnya pak Bambang yang semula duduk, kini dengan lesu membaringkan tubuhnya
Sampai ketika ia berhasil menyalakan hp dan senternya, di luar dalam pantulan cahaya dari dalam tenda ia melihat beberapa orang lewat didepan tendanya.

Yang membuat pak Bambang ketakutan luar biasa adalah orang orang yang lewat tadi langkah suara kakinya tidak terdengar.
Ia hanya mendengar orang-orang tersebut seperti berbicara sesuatu. Tapi pak Bambang tidak paham apa yang dibicarakannya.

Terbesit pikiran pak Bambang untuk keluar tenda. Ia ingin memastikan bahwa orang orang tersebut asli atau tidak.

Namun ia ingat nasihat dari pak Sutris.
Bahwa sampai pak Sutris datang, jangan pernah membuka pintu tenda.

Entah karena kapok dengan segala sifat keras kepalanya dan yang ia alami sampai sejauh ini, pak Bambang akhirnya lebih memilih untuk tidak keluar tenda

Ia hanya bisa berdoa dan berharap semua ini segera berlalu
Ia melihat jam, sudah menunjukkan pukul 9 malam. Belum ada tanda tanda dari pak Sutris muncul. Sementara suara diluar tenda masih ramai orang bercakap cakap.

Hingga pada suatu ketika, pak Bambang mendengar suara pak Sutris.

"Pak, pak Bambang. Rinio. Ewangono aku"
(Pak, pak Bambang. Kesinilah. Bantuin aku)

"Pak Sutris, sampean nang ndi" (Pak Sutris, anda dimana) sahut pak Bambang dari dalam tenda

"Nang kene pak. Rinio. Ewangi aku. Kayune akeh iki lo" (Disini pak. Kesinilah. Bantu aku. Kayunya banyak ini lho)
Pak Bambang sudah akan membuka pintu tenda sampai ia dikagetkan dengan suara laki laki tertawa.

Ia mengurungkan niatnya. Dan kembali terduduk lemas didalam tenda

"Wong gak wani ae apen apen kewanen. Ancen menungso gak ngerti dur"
(Orang tidak berani saja mentang mentang jadi pemberani. Memang manusia tidak tahu batas) ujar suara dari luar tenda

Pak Bambang meringkukkan badannya. Ia sudah sangat ketakutan. Kini ia menyesal karena sudah keterlaluan meremehkan situs gunung penanggungan.
Kini pak Bambang hanya bisa diam sambil berharap pak Sutris segera datang.

Suara ramai diluar tenda masih terdengar dengan jelas. Aroma dupa juga semakin menguat. Suara lonceng juga berirama, seakan akan memang ada peribatan yang dilaksanakan di candi kendali.
Sampai dalam diamnya, pak Bambang dikejutkan dengan suara geraman laki laki

Suaranya cukup berat. Dan seperti terdengar tidak cukup senang.

Bau dupa tadi perlahan lahan berubah menjadi bau ketela yang dibakar sampai mengeluarkan bau gosong.
Pak Bambang bersembunyi didalam selimut. Ia mencoba untuk berdoa.

Namun rasa takutnya sudah melebihi kecakapannya dalam mengucapkan doa sehingga ia hanya bisa lancar membaca basmalah beberapa kali
Sampai akhirnya ia mendengar pintu tenda dibuka. Namun ia belum berani untuk mengeluarkan kepalanya dari dalam selimut

Sampai ia merasa sesuatu yang masuk ke tendanya itu menyentuh nyentuh kakinya. Dengan keberanian yang tersisa, ia menoleh.

Dan untunglah itu pak Sutris
Pak Sutris yang melihat pak Bambang ketakutan akhirnya menenangkan pak Bambang bahwa semua akan baik baik saja.

Tentunya pak Sutris sendiri tidak langsung menceritakan kejadian yg ia alami tadi. Ia hanya ingin agar suasana malam itu kembali kondusif
Setelah membuat api unggun, pak Sutris kembali menanyakan tujuan pak Bambang tentang penelitiannya ke candi berikutnya

"Pripun pak, dilanjut nopo mboten?" (Bagaiman pak, dilanjutkan apa tidak?)

"Pun mboten usah pak. Mbenjeng injing langsung mudun mawon"
(Tidak usah pak. Besok pagi langsung turun saja) ajak pak Bambang

"Nggeh pun nek ngoten" (Yasudah kalau begitu) balas pak Sutris.

Karena suasana sekitar sudah kondusif, Keduanya sejenak menikmati gugusan bintang dan gemerlapnya lampu kota dibawah pada malam hari.
Sejenak mereka melupakan ketakutan dan kekacuan batin atas kejadian yang mereka alami hari ini.

Tidak ada yang menyangka memang bahwa pendakian kali ini begitu rumit dalam benak pak Sutris.

Hingga ketika waktu menunjukkan pukul 12 lebih 5 menit, mereka berdua pun masuk tenda
Suasana yang sedikit hangat karena api unggun, badan yang sudah letih dan pikiran yang lumayan kacau membuat pak Bambang dan pak Sutris langsung tertidur pulas.

Padahal pak Sutris di awal sudah berencana untuk tidak tidur. Namun mungkin karena sudah capeknya ia akhirnya tertidur
Dalam keheningan malam dan dibalik hangatnya selimut, tiba tiba pak Bambang terbangun karena mendengar sesuatu. Sesuatu yang membuatnya membangunkan pak Sutris yang tidur disebelahnya

"He pak, pak. Suoro opo iku?" (He pak, pak. Suara apa itu?)
Pak Sutris yang kesadarannya belum 100% juga mendengar suara itu. Suara gemuruh

"Lololo, ono opo iki. Mosok longsor" (Lololo, ada apa ini. Masak longsor)

Suaranya begitu jelas, seperti ada longsoran tanah menuju tenda mereka
Pak Sutris keluar tenda, ia menyorotkan senternya. Memerika keadaan atas tenda dan candi.

Hening. Nampak tidak ada apa-apa.

Pak Sutris kembali masuk, dan mengatakan bahwa mungkin tadi hanyalah halusinasi mereka berdua
Namun pak Bambang menolak anggapan itu. Ia bersikeras bahwa suara tersebut seperti terdengar sangat nyata. Kalau mungkin halusinasi, tidak mungkin pak Sutris juga ikut mendengarnya

Karena tidak mau berdebat, pak Sutris pun akhirnya berinisiatif untuk terjaga di sisa malam itu
Sementara pak Bambang kembali melanjutkan tidurnya.

Namun lagi lagi, pak Sutris seperti disirep.

Dimana disirep ini merupakan keadaan yang membuat seseorang menjadi luar biasa kantuk dan seperti melalaikan tanggung jawabnya
Dan otomatis pak Sutris pun juga ikut tertidur kembali.

Sampai pada jam 3 pagi, pak Bambang kembali dikejutkan dengan suara batu dilemparkan dari arah atas tendanya.

Lama kelamaan batu tersebut seperti bertambah besar. Sehingga suara yg dihasilkan seperti batu besar yang jatuh
Pak Bambang membangunkan pak Sutris. Kali ini dengan nada capek dan putus asa pak Bambang berucap

"Wes pak wes, ayo mudun saiki ae" (Sudah pak sudah, ayo turun sekarang saja)

Pak Sutris pun seperti tidak menolak ajakan pak dari pak Bambang. Ia mengiyakan
Pak Sutris keluar tenda terlebih dulu, ketika ia melihat keatas nampak tidak terjadi apa apa selain angin gunung yang berhembus sepoi-sepoi.

Sampai ia melihat di salah satu sudut candi, ia melihat sepasang mata merah menyala
Yang membuatnya terlihat menakutkan adalah bahwa sepasang mata tersebut terletak berada diatas jurang.

"Pak Bambang, ndang age age ringkes ringkes" (pak Bambang, cepat diselesaikan kemas kemasnya)

Setelah pak Bambang keluar, mereka berdua langsung merubuhkan dan merapikan tenda
Setelah dirasa tidak ada yang tertinggal dan api unggun dirasa sudah benar benar mati, mereka berdua akhirnya bergegas untuk turun.

Sebelum turun, pak Sutris berdoa dan mengucapkan salam yang ditujukan kepada sosok penghuni yang mendiami candi Kendalisodo
Saat akan turun, sekelebat pak Sutris melihat adanya bayangan hitam yang masuk ke dalam serambi candi.

Dalam perjalanan turun tak lupa lupanya pak Sutris mengajak pak Bambang untuk selalu memanjatkan doa.

Hingga akhirnya terdengar dari bawah sayup sayup qiroat masjid
Dan tepat jam 4 pagi, saat adzan subuh berkumandang pak Sutris dan pak Bambang sudah tiba di candi wayang.

Mereka berucap syukur sekaligus bingung. Bagaimana bisa mereka sampai di candi wayang secepat ini.

Mengingat mereka butuh waktu 4-5 jam untuk sampai di Kendalisodo
Setelah adzan subuh selesai, mereka berdua melanjutkan perjalanan turun.

Pak Sutris bersyukur bahwa perjalanan turun mereka berdua tidak lagi mengalami gangguan gangguan aneh.

Sampai akhirnya jam 5 pagi lebih 15 menit, mereka berdua sampai di rumah pak Sutris
Istri pak Sutris yang kebetulan sedang membersihkan halaman ikut kaget melihat suami dan tamunya pulang lebih awal

"Loh, katanya nginep rong dino rong wengi pak" (Loh, katanya menginap dua hari dua malam pak)

"Wes siapno unjukan sek, mengki tak ceritani"
(Buatkan minuman dulu, nanti tak ceritakan)

Istri pak Sutris masuk kerumah, meninggalkan pak Sutris dan pak Bambang yang campur aduk.

Namun mereka tetap mengucap banyak syukur bahwa mereka bisa pulang dengan lancar dan selamat dengan cepat
Setelah istrinya selesai membuatkan teh hangat, pak Sutris pun menceritakan semua kejadian yang ia alami.

Begitupun pak Bambang, yang bercerita tentang kesendirian dan gangguan yang ia alami ketika berada didalam tenda sendirian.
Istri pak Sutris yang mendengarnya pun hanya bisa geleng-geleng, namun ia juga bersyukur bahwa suami dan tamunya bisa kembali pulang dengan selamat

Setelah pendakian itu, pak Bambang merasa kapok karena sudah sembarangan berucap dan bersikap angkuh
Pak Sutris hanya mengatakan bahwa semua kejadian tersebut pasti membawa hikmah tersendiri untuk pak Bambang dan juga untuk dirinya sendiri

Seandainya saja sejak melihat ular besar itu pak Sutris memutuskan untuk turun, mungkin kejadian kejadian tadi juga tidak akan terjadi
Tujuan dari thread ini adalah bukan untuk menempatkan candi sebagai tempat yang menakutkan

Akan tetapi sebagai pengingat bahwa dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjung

Bahwa bila kita berkunjung di suatu tempat, kita juga harus menghormati tempat yang kita datangi tersebut
Kini jalur pendakian gunung Penanggungan via Kunjoro wesi sudah ramai dilewati oleh para pendaki.

Bahkan akses menuju ke candi Kendalisodo sudah dibuatkan jalur yang aman untuk para pendaki.

Meskipun untuk kesana, medang yang dilalui masih terbilang lumayan terjal
Dan jalur celeng yang dilihat pak Sutris, sudah menjadi jalur pendakian dari arah desa Trawas yang biasanya digunakan oleh masyarakat untuk melaksanakan ibadah di candi Kendalisodo.

Semoga situs situs dan candi di gunung penanggungan tetap terjaga kelestariannya
Agar nantinya generasi generasi di masa yang akan datang mampu menikmati dan merawat warisan budaya yang luar biasa dari para nenek moyang, leluhur dan pendiri dari bangsa kita ini
Saya kunamus, terima kasih karena sudah membaca.

Selamat malam.

• • •

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh
 

Keep Current with Kunamus~

Kunamus~ Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

PDF

Twitter may remove this content at anytime! Save it as PDF for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video
  1. Follow @ThreadReaderApp to mention us!

  2. From a Twitter thread mention us with a keyword "unroll"
@threadreaderapp unroll

Practice here first or read more on our help page!

More from @nizaramadhan08

14 Sep
Dalam thread ini akan saya ceritakan menurut sudut pandang saya dan teman saya, sebut saja namanya Putra (nama samaran)

Dan untuk lokasi rumah sendiri akan saya samarkan atas permintaan dari Putra sendiri. Bagi yang sudah mengetahui, harap disimpan masing masing
Tahun 2016, merupakan tahun dimana saya memberanikan diri untuk mencoba menjadi seorang pendaki gunung.

Bersama dengan rekan rekan yang lain, saya memulai pendakian pertama saya menuju gunung P****g**n di kabupaten M
Read 105 tweets
1 Sep
Urban Legend : Rumah Darmo

@bacahorror @threadhorror #bacahorror
Disclaimer :
Peristiwa ini saya alami sendiri bersama teman teman kuliah saya dan satu orang saksi narasumber lokal. Untuk nama nama teman saya, akan saya sebutkan nama sesungguhnya. Dan untuk narasumber, saya samarkan namanya atas dasar privasi
Dalam thread ini, akan saya lampirkan juga beberapa foto yang mungkin bagi sebagian orang yang memiliki indra keenam akan sensitif.

Dan atas pertimbangan bersama, foto foto tersebut bisa saya hapus sewaktu waktu apabila ada teman saya yang mengalami gangguan gaib
Read 62 tweets
9 Aug
Malam Satu Suro : Ruwat Deso, Danyange Teko.

@bacahorror @threadhorror #bacahorror Image
Disclaimer !
Sebelum memulai cerita, nama tokoh dan lokasi kejadian akan saya samarkan untuk menghormati kepercayaan masyarakat di desa ini. Bagaimanapun saling menghargai kepercayaan adalah kewajiban seorang manusia

Dan bagi yang mengerti lokasi, harap disimpan sendiri saja.
Malam Satu Suro atau nama lain dari Malam Tahun Baru Islam adalah merupakan malam yang disucikan dan di istimewakan bagi umat Islam dan penganut kepercayaan Kejawen.
Read 68 tweets
19 Jul
Kita mulai dari sini Image
Disclaimer !!!
Semua nama orang, tempat, dan waktu kejadian saya samarkan guna untuk menjaga privasi. Bagi yang sudah mengetahui nama lokasi sesungguhnya, saya harap cukup disimpan sendiri saja.
Kejadian ini saya ceritakan berdasarkan sudut pandang dari saksi mata yang mana beliau juga teman baik saya semasa di kampus dulu

Maka untuk menghormati beliau, mari saling menjaga privasi di tweet ini
Read 191 tweets
18 Jul
Desa gondho mayit. Koyok pernah tau moco, ndek ndi yo tapi 🤔
Tapi antara percaya sama ndak sih, keberadaan tempat tempat seperti itu memang nyata adanya. Hanya saja kadang banyak orang tidak berani bertutur kata lebih karena memang ada harus ucapan yg dijaga. Seperti tata krama, misal
Begitupun di daerah kabupaten M*******, ada salah satu desa yang konon dipercaya sebagai tempat untuk melakukan hal diluar nalar guna untuk memuaskan hawa nafsu seseorang.

Sebenere pengen bikin thread, cuma situasi sedang gak kondusif si. Mungkin beberapa hari lagi bakal mulai
Read 4 tweets

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3/month or $30/year) and get exclusive features!

Become Premium

Too expensive? Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal Become our Patreon

Thank you for your support!

Follow Us on Twitter!

:(