(1) Tengah malam aku melintas di jalan itu jam 02.⁰⁰ WIB. Aku melewati Bpk² pesepeda yg membawa karung di belakang. Karung itu msh sedikit isinya. Akupun berhenti 10 mtr di dpnnya.
(2) Setelah dia dekat di samping kananku, aku menyapanya. "Pak!" Lalu dia menjawab. "Yop!".
Akupun berusaha menghentikannya dgn melambaikan tanganku dan mengajak bicara. Akhirnya diapun mau berhenti. Jalannya sepi dgn penerangan yg minim karna lampu jalan pada gak nyala.
(3) Ditambah dgn rindangnya pohon ketapang di sisi kiri jalan, mendukung pekatnya suasana malam itu. Aku pun berusaha meyakinkan Bpk itu bahwa aku bukan org jahat. "Jgn takut Pak, aku bukan org jahat.", ucapku. Diapun mau mendengarkan omongan²ku yg nanya ini itu ke dia.
(4) Ku tanya dimana tgglnya, mau kemana, dsb. "Nyari kara² ya, Pak?", tanyaku. "Iya. Hehe!", jwbnya. Kara² adalah istilah utk nyebut botol² plastik yg dikumpulkan oleh para pemulung utk dijual. Cukup bnyk ku tanya² sblm akhirnya aku ke pointnya. Bnyk jg waktu yg terbuang.
(5) Aku udah horni liat wajah Bpk itu, tp jendolannya gak nampak. Bukan karna gelapnya mlm, tp karna celananya longgar dan pake jaket longgar yg menutupi semua bagian itu. Orgnya suka senyum kalau bicara. Wajahnya oriental tp dia asli pribumi, ya. "Siapa nama Bpk?", tanyaku.
(6) "Fakhrul Rozi!", jwbnya. Oh nampaknya Bpk ini jujur banget gak mau ngasih nama palsu, gumanku. Lalu aku tanya²inlah dimana dia tggl, msh ada org rumah gak, dsb. Ternyata dia udah duda, istrinya udah lama meninggal. Akupun blm berani² mengungkapkan isi hati.
(7) Sampai² dia izin mau pamit. "Udah ya, aku mau jalan dulu!", katanya. Aku yg merasa sia² udah membuang wkt sekian lama, akhirnya lgsg menahannya. "Tunggu dulu, Pak. Aku mau ngomong. Bentar lagilah perginya.", kataku. "Apa lagi?", tanyanya.
(8) "Aku seneng aja ngobrol dgn Bpk. Bpk orgnya ramah dan bersahabat.", kataku. Dia diam dgn wajah yg selalu senyam senyum. "Ada mau ku bilang sama Bpk, Pak. Siapa tau Bpk mau membantu.", kataku memulai. "Apa tuh?", tanyanya. "Aku suka berteman dgn Bpk² yg tua² kayak Bpk!"
(9) "Bisa gak kita jd temenan, Pak? Biar kita ketemu² lg bsk² utk ngobrol²?", kataku. "Bisa aja!", katanya. "Tapi gini, Pak. Aku tuh suka berteman dgn Bpk² karna pengen ngisap, Pak!", kataku sambil memperhatikan ekspresi wajahnya. Melihat dia diam, lgsg ku lanjut aja terus.
(10) "Aku suka ngisap burung Bpk², Pak, kayak Bpk ini. Aku udah pengen ngisap burung Bpk nih!", kataku. Dia seperti berpikir dan menatap jauh ke depan. "Gimana, Pak. Mau gak ku isap? Biar ku puasin Bpk se-puas²nya.", bujukku menawarkan pelayanan. "Maulah ya, Pak.", tambahku.
(11) Tapi dia kebanyakan diam dan kayak mikir. Tp ku serbu aja terus dgn kata² biar dia tau keseriusanku. "Aku hobi banget isap² burung, Pak. Isapanku enak. Aku pande ngisap!", kataku. "Kok agak aneh ya!", katanya dgn ketawa. "Ya gitulah, Pak! Aku suka ngisap² burung!", kataku.
(12) "Aneh aja kedengarannya. Kok bs ada yg suka gitu.", katanya lagi sambil ketawa. Oh, msh polos nih, pikirku. Akupun melanjutkan rayuan mautku dgn mengajaknya berimajinasi. "Bnyk yg gitu, Pak. Tp aku cuma sukanya sm Bpk² aja, yg udah 50 ke atas.", ucapku.
(13) "Pokoknya Bpk pasti keenakan nanti, pasti puas kubuat. Kujilati kepala burung Bpk itu sama batangnya, trus ke telornya.", kataku. "Ku isap ya, Pak!", bujukku lagi. "Kapan²lah, ya.", jwbnya. Mendengar itu aku sempat down, karna kata² itu adalah kata² horor yg paling kubenci.
(14) Kata² yg sering diucapkan org² utk menghindar dan menolak. Akupun menjawab dgn jwbn yg sama ke semua org yg prnh berkata demikian. "Kalau kpn² gak ada lg tuh, Pak. Kita gak ketemu lagi.", ucapku. "Udah lewat jam 2. Saya mesti cari kara!", ucapnya. "Bentar aja, Pak!", ucapku.
(15) "Udah kemalaman!", jwbnya. "Sinilah no Bpk biar bs ku hubungi kpn²!", kataku. Lalu dia ngasih no hapenya dan lgsg ku MC saat itu jg. "Simpan, Pak!", ucapku. "Tapi kita sempatkan aja skrg Pak, ya. Bentar aja. Udah hidup pula burungku dr td gegara ngomong itu.", kataku.
(16) "Dimana?", tanyanya. "Banyak tempat, Pak!", jwbku. Tapi aku jg lg mikir gimana caranya, karna dia pake sepeda. Kalau ku suruh dia ikutin aku, kelamaan sampainya. "Pak, kita kesana aja, disitu aman tempatnya. Kita msk ke dlm nanti, ada tanah kosong didlm.", bujukku.
(17) "Gak ada org msk kesitu, jd dijamin aman!", kataku sambil menawarkan sebuah tmpt. "Bisa gak sepedanya Bpk pegang disamping?", tanyaku. Dia diam aja. "Oh gini aja, Pak. Kita sembunyikan aja sepeda Bpk ini, baru kita kesana. Nanti ku antar Bpk kesini lagi!", kataku.
(18) Aku meng-gebu² stlh menemukan ide briliant. "Oya, gitu aja!", ucapnya mengiyakan. Akupun seneng karna dia setuju. "Dimana kita taruh, ya?", ucapku. "Disini aja kenya bisalah.", kataku sambil nunjuk semak belukar di tepi jln itu. "Takutnya diambil org pula nanti.", katanya.
(19) "Gak nampak tuh Pak. Kan agak rendah tuh. Gak sampailah kesana org kara² nyari² barang.", kataku. Lalu kami mengangkat sepedanya menaiki trotoar dibawah deretan pohon ketapang dan mahoni itu, dan berusaha meletakkannya agak kedlm semak yg agak menurun itu.
(20) Agak sulit bagi kami meletakkan sepeda itu dgn posisi di rebahkan. Nyangkut² di rumput menjalar dan di ranting pohon kering yg di tutupi semak itu. Agak² ngeri² sedap jg bagiku memijak semak yg cukup tinggi itu. Apalagi ternyata itu parit, makanya menurun. 😆
(21) Aku takut aja kakiku terperosok ke dlm rawa. Nanti payah pula keluarnya. Kan jd repot. Tanah yg ku pijak serasa bergerak dan lunak. Paritnya memang blm aktif karna itu msh di pinggiran kota, tp tanah disitu tanah rawa. Udah pasti salah satunya aku takut ular.
(22) Kedua aku takut hewan² kecil spt kalajengking atau semut hitam yg besar² itu. Jadi jg kami meletakkan sepedanya, bukan dgn posisi rebahan, tp berdiri nyandar ke dinding parit. Kami gak sampai turunlah ke bawah. Lalu dia menutupi sepedanya dgn rumput menjalar yg di tarik²nya.
(23) Kamipun berangkat menuju tmpt yg ku mksd. "Tapi antar aku balik kesini nanti ya!", katanya. "Tenang aja, Pak. Pasti ku antar. Gak mungkin ku tinggal Bpk disana nanti.", kataku. Tapi kami gak jd ke tmpt yg td, jadinya kami ke stadion. Itu atas permintaan dia krn lbh dekat.
(24) "Banyak begal disana, Pak. Aku takut kesana.", ucapku. Gak ada lagi skrg.", katanya. Akupun menaikkan motorku ke trotoar stadion yg agak landai itu dan membawa masuk ke dlm melewati rerumputan. Akupun menghentikan di bawah pohon bintaro.
Ku atur letak motorku biar siap lari.
(25) Ku usahakan motorku gak nampak org dr jalan. Suasana disana memang gelap gulita. Apalagi kami dibawah naungan pohon bintaro yg rimbun. Ku peluklah Pak Rozi, tp dia gak suka ku cium pipinya. Lalu ku bukailah celananya. Buka celananya ribet banget. Akhirnya dialah yg buka.
(26) Kulihatlah burung Pak Rozi yg terkulai lemas itu. Menurutku ukurannya lumayanlah. Lalu aku lgsg jongkok dan menyedot burungnya. Ku sedot terus hingga batangnya mengeras di dlm mulutku. Sesekali ku keluarin dr mulutku guna memperhatikan wujudnya. Ku isap kembali dgn lahapnya.
(27) Udah ku isap serius dgn kemampuan yg mumpuni yg ku miliki, tp batang milik Pak Rozi gak bs hidup sempurna. Udah agak lembek. Itupun gak bs stabil, berkurang terus ketegangannya. Kalau ku hentikan bentar, lgsg loyo. Maunya jgn berhenti di isap. Tp mana bisa.
(28) "Udah kurang keras ya, Pak!", kataku. "Iya!", jwbnya. Sesekali ku masukin tanganku ke perut Pak Rozi dan ku-raba² sampai ke dadanya. Tubuhnya kurus kering gak ada daging. Tapi orgnya tipe bersih gak ada bau badan atau ber-minyak² di-mana². Itu makanya aku ciumi perutnya.
(29) "Naikkan bajunya, Pak!", kataku. Diapun menyingkapkan baju dan jaketnya keatas hingga nampak perut dan dadanya. Akupun menciumi perut dan dadanya. Tapi sulit bagiku menggigit putingnya saking kurusnya dia. Kembali ku gerogoti batang dan bijinya. "Enak Pak?", tanyaku.
(30) "Iya!", jwbnya. Aku capek jg jongkok ngisapin dia. Lututku sakit. Itu makanya aku sering² berdiri meluruskan kakiku. Inilah penyakitnya kalau outdoor, gak bs santai dan lbh tenang. Kadang dia nyandar di motorku ketika ku isapi. Aku merasa kurang puas ngisap dia.
(31) Karna burungnya yg mati hidup mati hidup itu. Aku menyuruh dia mengocok burungku tp gak mau. Lalu ku raih tangannya dan kuletakin di burungku. Akhirnya dia me-ngocok²nya tp gak serius. Aku sbnrnya udah terburu nafsu. Aku sngt menggila mengisap burungnya yg gak berbau itu.
(32) Sambil ngisap aku selalu me-remas² kedua pantat super kendornya. Belahan pantatnya kecil dan dangkal. Maklum orgnya kurus kecil². Jd aku dgn bebas bs memainkan jariku di belahan pantatnya, tepatnya di bibir anusnya. Aku gak merasa ada yg basah disana, melainkan kering.
(33) "Bapak bersih gak mandinya tadi?", tanyaku. "Iya bersih!", katanya. "Lobang ini bersih gak?", tanyaku sambil mencoleknya. "Bersih", katanya. Balikkan dulu, Pak!", ucapku. Lalu dia berbalik membelakangiku. "Lebarkan kakinya!", kataku. Lalu aku mulai me-raba² lobangnya.
(34) "Agak menunduk, Pak. Agak nungging!", kataku. Ku bukakanlah belahan pantatnya yg tipis itu, lalu ku lihat pesona lobangnya yg berbibir tipis dan kecil itu. Tanpa ragu ku julurkan lidahku kesana. "Srrrpp..!"
"Ouh.... ahh...!"
Pak Rozi gak tahan di rimming. Dia meronta terus.
(35) Dia menggelepar dan menutup pantatnya. "Jangan di tutup!", kataku. "Ahhh... aduh...!", erangnya. Nampaknya dia gak biasa atau malah blm prnh kena jilat disitu, makanya segitunya dia meresponnya. Kalau burungnya biasa aja di isap. Aku berusaha terus ksh rangsangan disana.
(36) Agak kesulitan jg aku merimmingnya, karna dia terus ber-gerak². Tapi makin dia menggelepar, makin ku benamkan kepalaku disana, dan ku sedot terus lobangnya itu. Ketika aku mau isap burungnya, ternyata burungnya udah mati total. Kirain makin ngaceng. Lalu akupun ngidupin lg.
(37) Tapi udah agak jenuh aku ngisapnya apalagi karna kurang keras itu. Jujur lbh asik jilat lobangnya ketimbang isap batangnya. Akhirnya akupun fokus kembali jilat lobangnya. Menurutku itu lbh enak dimulutku. Aku gak berusaha nusuk dia, karna aku tau bakal sia².
(38) Orang normal manalah mau di tusuk, gumanku. Meski udah kurang sor, tp aku tau kerjaanku blm selesai. Aku pengen menuntaskannya sampai dia crot. Biar dia puas dgnku. Akupun berusaha ngisap batangnya lg, kini dgn serius dan kuat² nyepongnya. "Masih lama gak, Pak?", tanyaku.
(39) "Iya!", jwbnya. "Usahakanlah cpt tembakkan!", ucapku. Akupun memacu gerakan mulutku. Sampai letih kedua pipiku mem-blow jobnya. "Masih lama?", tanyaku lagi. "Gak lagi!", jwbnya. Aku makin memacu gerakan. Akhirnya.....
"Owh.... oh....!" Pak Rozi nembak di dlm mulutku.
(49) Aku merasakan sperma Pak Rozi asin. Lbh asin dr sperma pd umumnya. Aku jd agak jijik. Aku buang semua sperma itu ke tanah. Lalu aku pun pengen nembak. Aku suruh dia ngocok punyaku tp gak enak kocokannya. Ku suruh dia rebahan nindih badanku di tanah dgn posisi 69.
(50) Itu saking capeknya aku gak tahan berdiri jongkok berdiri jongkok terus. Mksdku biar ku tampung burungnya di mulutku, gak usah ku isap lg, dan dia ngocokin burungku dr atas. Aku kan nganggap dia normal makanya gak kusuruh dia ngisap. Tp dia gak mau. "Udahlah!", katanya.
(51) "Kita pulang aja!", katanya sambil ngancing celananya. "Biar aku nembak dulu, Pak!", kataku. Akhirnya aku berusaha sendiri ngocok punyaku supaya keluar. Entah ngapain mesti keluar pula. Tp kukocoklah sampai keluar baru kami pergi meninggalkan lokasi itu.
(52) "Besok² lagi ya, Pak!", kataku. "Iya!!", jwbnya. "Di kostku bs kok Pak, kita bs telanjang bulat sepuasnya.", ucapku. Lalu stlh ambil sepedanya dr semak², aku pun gak lgsg berlalu. Ku tungguin dia karna msh ngecek² sepedanya. "Udah rusak pula rupanya apanya ini!", katanya.
(53) "Ada duitmu 10rb? Udah rusak pula ininya, biar bs kuganti.", ucapnya. "Gak ada, Pak!", kataku yg gak niat ngasih² duit wkt itu. "Udah ya Pak aku duluan!", kataku sambil menghidupkan motorku dan berlalu. Bbrp hari kemudian aku menelpon dia, tp gak di angkat ber-kali².
(54) Pokoknya setiap aku pengen, aku nlp dia tp gak mau dia ngangkat. Walaupun udah puluhan kali ku tlp². Aku mikir dia gak mau lg nih, apalagi krn gak ku ksh duit kemarin. Jd kami gak prnh lg ketemuan krn dia gak mau angkat tlpnya. Aku udah keliling nyari² dia gak ketemu
(55) Ke tmpt pertemuan kami yg pertama jg udah ku cari tp gak prnh ketemu. Lalu suatu saat, disebuah jalan lain, sekitar jam 22.⁰⁰ aku melihat pesepeda. Akupun berhenti 20 mtr di dpnnya. Aku gak tau itulah dia, Pak Rozi. Aku kira itu org lain. Mau kurayu jg rencananya.
(56) Mataku udah sibuk liatin ke blkg menunggu dia sampai di sampingku. "Pak!", sapaku. "Ya!", jwbnya dgn senyum sumringah sambil jln terus. Emang gaya dia kegitu, murah senyum ke semua org. Aku mikir, lho itu kok kayak Pak Fakhrur Rozi ya, jgn² emang dia. Akhirnya ku kejar.
(57) Kebetulan mataku agak kurang melihat kalau malam hari, jd gak bs kuliat jelas wajah org. "Eh, Bpk rupanya.", kataku menyapanya dr samping. "Brenti du, Pak. Bpk msh ingat kan dgn aku?", kataku. "Iya!", katanya kurang semangat. Aku kurang yakin dia msh ingat aku.
(58) Soalnya dr pertemuan pertama udah ada 7 bulan lebih lamanya baru pertemuan itu. "Yang di stadion kemarin, Pak!", ucapku membantu ingatannya. "Iya tau. Dr mana?", katanya. Lalu kami ngobrol lagi di tepi jln itu. Kubahaslah soal gak yg prnh dia ngangkat tlp itu.
(59) Kebetulan terakhir aku nlp dia, yaitu seminggu sblmnya, no nya gak aktif lagi. Ternyata pengakuan dia, hapenya hilang dan blm punya hape lagi. "Kapan lg kita gitu ya, Pak?", tanyaku. "Gak tau!", katanya. "Skrg yok, Pak kita ke kostku.", ajakku. "Gak bs skrg, aku ada urusan."
(60) Dia cendrung menghindar. Tp aku mengajaknya terus. "Ayolah skrg, Pak. Kita titip lg sepedamu. Nanti kuantar Bpk plng!", bujukku. "Bpk udah makan?", tanyaku. Blm dijwbnya lgsg ku sambung kata²ku. "Nanti ku beli makanan, Pak. Aku jg kebetulan lapar. Aku pengen isap Bpk skrg."
(61) "Kalau soal makan Pak amanlah itu sama ngopi². Mau ngeteh, ngopi, atau kopi susu lengkap semua.", kataku. Dia msh mikir². "Ku kshlah 20rb tambahannya Pak. Ayo!!", desakku. "Dimana kita titip sepeda ini ya?", katanya sambil berpikir. "Kalau ke tmpt kemarin gmn ya?", ucapnya.
(62) "Ayoklah ke tmpt kmrn!", katanya. Akupun lelah menunggu dia di blkgku. Aku udah jln sngt lambat² tp dia ketinggalan terus. Aku sih bs aja beriringan dgn dia, tp aku malu. Karna pasti bnyk org yg liat² kyk curiga gt. Makanya aku sengaja agak jaga jarak.
(63) Stlh separuh jln, dia mutar balik ke blkg. Akupun brenti meliatnya. Kurang ajar, main kabur aja!, gumanku. Td mau skrg berubah pikiran!, gumanku dlm hati. Lalu aku berpikir apa membiarkannya aja pergi atau ku susul. Sempat terpikir utk pergi aja ninggalin dia.
(64) Entah mengapa aku pun mutar balik ngejar dia. "Kemana?", tanyaku. "Aku mau nitip di tmpt kawanku aja!", jwbnya. Oh ternyata iya, dia bukan mau kabur. Dia nitip sepedanya di warung papan yg barusan kami lewati. Lalu diapun naik ke motorku dan kubawa ke kostku.
(65) Oh ya, spt yg ku janjikan sblmnya, aku mau beliin dia makanan, akupun bawa dia keliling nyari makanan. Agak susah karna udah pada tutup. Waktu tuh udah lewat jam 23. Dia sih mintanya gak yg muluk², cuma pengennya bakso. Tp bakso gak ada lg, udah nyari ke-mana².
(66) Akhirnya kami beli sate 17rb. Lalu dia makanlah di kostku. Cuma dia aja karna sbnrnya aku lg kenyang banget. Hbs makan ku grepelah dia. "Ada film?", tanyanya. "Banyak!", jwbku. Lalu ku suguhilah dia film² gay di Twitter ini. Diapun asik nontonnya. Akupun asik ngerjain dia.
(67) Ku bukailah semua bajunya dan mulailah ku isapin batangnya. Kali ini aku bs meliat jls rupa burungnya. Dulu gak jelas dibawah gelapnya malam. Puas banget rasanya aku bs ngisapin dia yg udah pasrah ngasih burungnya itu. Walau sering jg acaraku terganggu oleh dia.
(68) Karna dia nyuruh mutar video yg lain. Dia gak pandai make smartphone ini. Jd hbs video yg satu, hrs aku yg mutar video lain. Apalagi bnyk yg durasinya yg gak nyampai semenit. Diapun nampak biasa aja ketika ku sedot batangnya. Gak pake ber-gerak² gt karna misalnya gak tahan.
(69) Tapi ketika ku jilat bijinya sih lumayan menggelinjang. Apalagilah aku jilatin lobangnya. Wah, gila menggelepar kayak ayam kena potong lehernya. Tp kali ini bs lbh santai, jd bs lbh dapet feelnya bagiku. Dgn mudahnya mengangkangkan kedua pahanya agar aku dpt menggapainya.
(70) Ku latih dia utk bs lbh menahan rangsangan lidah di lobangnya. Sehingga lama² dia makin terbiasa dan sanggup merasakannya. Bibir lobangnya sngt tipis, lobangnya sempit dgn bnyk kerutan/garis² cahaya matahari. Lobangnya sngt bersih tanpa berbau gak sedap. Kering, gak becek!
(71) Pengalamanku sih org yg kurus itu lbh bersih dr org gemuk. Gak bnyk lipatan² yg hrs dia urus. Jd tubuh dia bener² kering tanpa ada yg lembab²nya. Itulah makanya aku sngt beringas merimmingnya. Aku jg menjilati pahanya, perutnya, dan putingnya. Lalu kubalikkan tubuhnya.
(72) Kini dia tengkurap sambil nonton video porno di Twitter ini. Akupun menyapu lidahku di belahan pantatnya. Ku celup² kidahku ber-kali² disana. Lalu kujilati kedua pantatnya serta ku gigit². Pantat itu udah sngt kendor dan keriput. Tp aku sngt bernafsu menggigiti kulit²nya.
(73) Lalu aku mencucukkan jari telunjuk kananku ke dlm lobangnya. Tp dia gak meronta. Dia asik nonton video. Ku gerak²kan jariku itu keluar masuk yg sblmnya udah ku kasih ludah. Akupun sngt bernafsu melakukannya. Lalu kuganti pake jari tengah biar lbh pnjg dikit.
(74) Lalu ku masukkan sekaligus dua²nya. Dia merintih, namun gak dilarangnya. Rintihan enak rupanya. Akupun heran, kok mau dia ku cucuk lobangnya pake jari. Dua jari pula kini. Tp aku seneng aja bs melakukan itu. Dia fokus ke hape aja terus, jd bener² cuma aku yg ngerjain dia.
(75) Lalu karna aku udah makin nafsu, aku pengen nyucuk lobangnya pake burungku. Kubasahi batangku dgn ludahku dan ku arahkan ke lobangnya yg udah ku obok² pake jari td. Dia pasrah aja! Aku sngt hati² masukinnya, takutnya dia kesakitan. Yang namanya blm prnh, pikirku.
(76) Akhirnya batangku pun berhasil menyelam kedlm lobang kenikmatan milik Pak Rozi. Aku msh bingung, kok mau dia ya. Akupun menggerakkan pinggulku maju mundur, yg mengakibatkan batangku bergerak keluar msk lobangnya. Seneng banget perasaanku wkt itu, bahagia dan merasa jago.
(77) Karna aku merasa berhasil menyodomi Bpk² normal. Lobangnya jg terasa sempit bagiku. Tak jarang Pak Rozi merintih dan mendesah merasakan hantaman senjataku di goa miliknya. Sesekali di pejamkannya matanya dan dikerutkan mukanya. Antara sakit dan enak. Itulah yg dirasakannya.
(78) Tapi sayangnya aku gak tahan lama. Blm puas bermain² di dlm goanya, aku lgsg crot. Aku memang gitu, kalau gak pake obat. Sngt² ku sayangkan karna aku msh sebentar nyucuknya udah hrs brenti. Akupun nyuci batangku dan Pak Rozi lanjut trus nonton videonya. Akupun jeda dulu.
(79) Setelah jeda setengah jam, aku kembali meng-isap² burungnya. Nafsuku pun udah naik, lalu ku cucuk lagu lobang Pak Rozi. Kalau td dgn gaya formal, aku diatas, kini ku cucuk dr blkg, dr atas. Pak Rozi rebahan telungkup. Tp karna dia kurus gampang aja masuknya.
(80) Lagi² aku gak tahan lama, blm puas rasanya tp aku hrs crot. Akupun terkulai di samping dia. Aku gak bnyk omong ke dia, karna dia sibuk banget nontonnya. Aku pengen menyuruhnya brenti nonton, karna aku syg kuota. Haha. Aku jg gak nyangka bakal sebetah itu dia nontonnya.
(81) Aku aja nonton video di Twitter gak prnh selama itu. Ini dihajarnya terus. Apalagi udah 2 jam kami gituan, selama itu pula dia gak brenti nonton. Lanjutlah ronde ketiga stlh nafsuku bangkit kembali. Aku tetap berusaha menyervis dia lwt isapan. Ku hidupin burungnya lg.
(82) Aku berusaha mengalihkan perhatiannya biar bs fokus menikmati isapanku. Namun dia tetap main hape. Kesempatan itu ku manfaatkan utk curi² moto² dan videoin dia dgn gadgetku yg satu lg. Lalu kembali ku masukin burungku. Kini dia mengangkat pahanya dan melebarkan pantatnya.
(83) "Udahlah hape tuh. Nanti aja nontonnya lagi!", kataku. Kutarik hape itu dr tangannya dan ku letakin di lantai. "Paketnya udah tinggal dikit tuh!", kataku. Tapi entah mengapa burungku jg jd mati hidup. Pdhl aku nafsu dgn dia tp kok burungku bs mati. Aku kesal dgn diriku.
(84) Karna setiap mau ku masukin gagal karna burungku gak hidup total. Sementara dia kan gak pula mau mengisapnya. Kalau mau sih gak jd mslh. Jdnya aku kesulitan ngidupin burungku. Ku gesek²lah burungku di belahan pantatnya mancing biar tegang. Tp gak bs tegang betul.
(85) Kalau kelamaan di gesek di luar² pantatnya, bs nembak jg aku walaupun burungku gak sempurna hidupnya. Akhirnya aku berusaha masukin aja batang lembek itu biarlah nembak di dlm, tp bengkok terus karna lembeknya. Lalu tanpa ku duga² dia bangkit dr rebahannya dan ambil kendali.
(86) Dia lgsg menduduki burungku dgn menghadap ke aku. Di raihnya batangku itu dan di paskannya ke lobangnya. Dia berusaha menancapkan batangku itu ke dlm lobang miliknya. Plus dgn gerakan² naik turun spt layaknya naik kuda. Keliatan dia sngt beringas. Aku ter-heran² liatnya.
(87) Kok skrg jd doyan banget ditusuk? Tdnya okelah udah 2 kali ku tusuk, tp itukan pasrah. Ini dia yg menggoyang. Batangku itupun berhasil menancap walau kurasakan gak ngaceng total. "Napa gak idup?", tanyanya. "Gak tau, Pak!", ucapku sedih. Diapun terus menggoyang dr atas.
(88) Gak lama kemudian aku mau nembak pula. Kurasakan jg batangku makin lembek tp blm lepas dr lobangnya. "Uh...." Aku meringis kecil saat mengeluarkan spermaku. Dan batangku pun lgsg layu total hingga lgsg kecabut dr lobangnya ketika dia mengangkat pinggulnya keatas.
(89) Tiga kali sudah aku nembak dilobangnya tp dia blm nembak. "Beli obat. Biar bs kau puas!", ucapnya. Sbrnya aku pun udah berpikir sblmnya pengen keluar beli jamu kuat. Tp gimana caranya, apa ku tinggal aja dia dikost. Kalau bawa² dia sih malu. Tp bukan itu aja yg ku pikirin.
(90) Nanti dia nanya mau kemana apa alasanku ya. Aku sih takut ketauan pake obat kuat. Takutnya dia marah. Kalaupun gak marah, tp aku malu aja muda² hrs pake obat kuat. Tp begitu dia yg nyuruh, aku lgsg senang. "Kubelilah skrg, Pak?", tanyaku. "Iya belilah biar tahan lama kau!"
(91) Ku liat jarum jam udah menunjukkan pukul 04.⁰⁰. Sial, mana ada lg buka toko jamu, gumanku. Kalau jam tgh 4 nyampai disana msh bisa, ini jam 4 msh di kost. Tp aku tetap aja pergi. Segera ku keluarkan motorku dan ku kunci dia di dlm. Aku melaju ke toko jamu terdekat.
(92) Tapi toko itu udah tutup. Kudatangi toko lain, tutup jg. Kudatangi toko ketiga, udah tutup. Tp pintunya msh terbuka selebar 20 cm. Aku lgsg manggil ternyata dia gak mau lg meramu jamunya. "Beli yg sachetlah bang!", kataku. "Bisa, Bang!, katanya. Aku lega karna msh bs dpt.
(93) Oya, sblmnya Pak Rozi udah pesan belinya merk apa. "Beli mereknya urat madu, bentuk kapsul dia. Itu mantap kali tuh. Gak mau mati burungmu nanti. Tegang terus dia lama nembaknya.", katanya. Berapaan itu, Pak?", tanyaku. "15 rb!", katanya.
(94) "Ada satu lg merek (aku lupa), itu mantap jg, tp 20rb, tp itu serbuk!", ucapnya. Entah mengapa aku gak ingat nyari pilnya aku cm nanya sachet ke penjual jamunya. Di tunjukinlah 2 macam obat kuat bentuk sachet. Katanya itu yg diramu kejamu kalau org minum disitu.
(95) Aku belilah 1 urat madu sachet 15rb, 1 lg lupa namanya 20rb. Gak lupa aku beli 1 btr telor bebek disitu 4rb. Sampai di kost aku lgsg ramu. Aku milih yg harga 20rb krn menurutku itu lbh mantap. Walau gak enak kupaksa ku habiskan. Tp burungku gak hidup² sampai ½ jam stlhnya.
(96) Padahal menurut Pak Rozi, obat itu lgsg bikin ngaceng sekitar 10 mnt diminum. Akupun ngisap burung Pak Rozi lagi, tp burungku susah hidupnya. Dlm hati aku berpikir, obat td kok gak ada reaksi. "Udah kau minum?", tanya Pak Rozi. "Udah..! Ini bungkusnya!, kataku.
(97) "Bukan yg merek ini. Kalau ini gak ada ini!", ucapnya. Lalu aku terpikir dgn urat madu yg 1 sachet lagi, siapa tau itu lbh manjur. Karna td dia blg urat madu jg tp kapsul. Tp aku gak berani lg minum itu, takut over dosis obat aku. Takutnya kena ke jantungku.
(98) Akhirnya gitulah, aku nusuk dia dgn loyo². Setelah aku nembak, kami merokok dan makan kue²an. Sblm aku pergi beli obat, dia udah pesan beli kue² bantal yg rasa kelapa dan coklat. Akupun beli bnyk aneka rasa, lalu ku buatin kopi susu panas utk kami. Saat itu udah jam 6 pagi.
(99) Kamipun tertidur dan bangun jam 1 siang bsknya. Stlh mandi² kami berangkat. Ku antar dia ke warung penitipan sepedanya. Di jln kami bercerita bnyk perihal ML. "Besok² beli obat itu, biar bs kau lbh lama! Ini blm apa² kau udah nembak, akupun blm puas udah nembak.", katanya.
(100) Aku heran, kok dia bilang dia blm puas. Aku kira dia ngasihnya gt aja hanya biar aku puas, kalau dia gak terlalu mikirin. "Oh jd Bpk blm puas ya ku tusuk karna aku lgsg nembak?", tanyaku memperjelas. "Iya, lagi enak²nya rasanya tp lgsg keluar! Nanggung jadinya!", katanya.
(101) Aku makin heran, dan merasa baru ngeh kalau Pak Rozi ternyata menikmati ditusuk. Sygnya dia gak sampai puas semalam kutusuk. Jadi "Bpk udah prnh jg di tusuk?", tanyaku dgn tulus dan polos karna msh menyangka dia normal sblmnya. Tp dia menyanggah pertanyaanku.
(102) "Blm pernah! Tp karna kau tusuk semalam jd ada jg enaknya. Aku jg heran, kok enak. Jd setiap kau masukkan itu jd makin enak.", jwbnya. Aku msh heran, dan mungkin aku msh terlalu polos, walaupun aku udah bnyk makan garam di dunia beginian. Tp utk Pak Rozi, aku bs begitu.
(103) Seperti gak percaya Pak Rozi jg gay, karna dr awal aku nganggapnya normal. Yaitu waktu ku sapa ketika nyari barang² bekas dijalan. Apalagi mengingat aku merayunya jg gak gampang, bahkan cendrung di tolak dan di PHP i. Bahkan dia mengaku aneh ketika kubilang aku suka isap.
(104) Jadi ketika dia ngaku blm prnh ditusuk itupun aku rada percaya campur bingung. Karna lobangnya msh enak dan sempit. Aku sih gak bs bedain lobang yg perawan dgn yg gak. Kalaupun sempit blm tentu jg msh perawan kan. Bisa aja emang tipe lobang dia yg begitu.
(105) Atau katakanlah msh jarang di cucuk makanya msh sempit. Tp aku kaget aja liat Pak Rozi ketika ambil kendali menduduki burungku itu. Kalau pemula dan pertama kali kena tusuk kurasa gak mau begitu. Pembaca, aku bercerita ini dgn sngt jujur, biar kalian bs ksh tanggapan.
(106) Tanggapan sesuai pengalaman dan pengetahuan kalian msg2 tentunya. Ilmuku mungkin msh sngt dangkal terkait lobang ya. Sampai gak bs bedain, dan mungkin gampang di boongi Pak Rozi dgn pengakuannya begitu. Sebagai info tambahan, lobang Pak Rozi bergelambir stlh ku tusuk.
(107) Dari awal kan aku bilang lobangnya sempit dan tipis gt. Tp jujur aja nih, stlh ku cucuk yg pertama, bibir² anusnya itu bergelambir keluar. Mirip labia mayora milik ibu² berumur 50th gt. Tp kalau ku tekan pake tangan dia masuk ke dlm dan gak nampak lg.
(108) Tapi begitu ku cucuk dan kucabut batangku, maka bibir²nya akan pada ke-mana² gitu. Gak ada sih penyakit mengerikan kuliat, misalnya entah luka² atau bentol², gak ada. Aku udah mengamati dgn cara seksama dan dlm tempo yg se-lambat²nya. Ambeyen kenya gak deh!
(109) Tapi kayak org wasir (ambeyen) gitulah. Anusnya nongol keluar. Soalnya dia gak ada ngeluh sakit atau perih jg. Malah dia keliaatan bernafsu banget menggoyang dr atas. Itulah dulu ttg itu, mohon kalian koreksi atau ksh pencerahan seputar dunia perlobangan.
(110) "Jadi gimana mau ngubungi Bpk?", tanyaku. "Itulah.. aku gak ada hape pula skrg.", katanya. "Gini ajalah, liat² aja aku di jln itu sama di jln anu, antara jam 10 mlm ke atas.", tambahnya. "Susah tuh, Pak! Blm tentu pas waktunya!", kataku pesimis bs ketemu tanpa janjian gt.
(111) "Ya sering²lah lewat sana, aku selalu lewat kok dr situ.", katanya lg. Sejatinya aku gak bs sering² lewat sana. Dan karna itulah sampai detik ini, ku blm prnh ketemu dgn Pak Fakhrur Rozi lagi. Udah sering aku nyari² dia kesana, namun gak prnh pas timingnya.
(112) Aku udah kangen ML dgn Pak Rozi, apalagi karna dia bs di cucuk itu. Aku pengen minum obat kuat dulu spt yg dia saranin itu, agar aku bs kuat perkasa dan tahan lama menghantam lobangnya ber-ulang². Selain memuaskan diriku sendiri, aku pengen muasin dia jg.
(113) Rada kasian jg pas dia blg lg enak²nya tp hrs brenti krn aku udah nembak. Dia bilang lg gantung dia kutusuk. Entahlah, gimana caraku biar bs ketemu dgn Pak Rozi lagi. Kata² terakhir Pak Rozi selalu terngiang di telingaku dan terkenang di ingatanku.
(114) "Nanti minum obat dulu biar bs tahan lama, akupun pengen lama jg kamu tusuk!" Itulah salah satu. "Tapi Bpk gak mau isap punyaku, jd kurang seru. Pdhl aku jg suka di isap. Apalagi kalau burungku mati, kalau di isap pasti hidup lagi!", kataku ke dia diatas motor itu.
(115) "Nanti ku isaplah punyamu!", katanya menyanggupi wkt itu. "Ah yg bener, Pak?", tanyaku. "Iya, liat aja nanti, aku isappun punyamu. Tapi aku kurang pandai, gak bs kayak kamu itu!", tambahnya. "Ya gpp Pak, yg penting mau dan berusaha!", jwbku.
(116) Benar ya nanti mau isap. Enak lho kalau bs sama² ngisap. Main 69 tuh enak banget!", tambahku. "Iya, nanti ku isaplah!", jwbnya. Itulah kata² kedua dr dia yg selalu terngiang. Tp sampai skrg blm berjodoh utk membuktikan semuanya. Mungkin bukan cuma aku yg nyari² dia.
(117) Mungkin dia jg kehilanganku dan seperti menunggu kedatanganku menghampirinya ketika mengayuh sepedanya. Tiba di penitipan sepeda, dia menagih duit yg 20rb yg kujanjikan td mlmnya. "Ada duitmu 20rb?", katanya dgn ketawa menatapku. Lalu akupun mengambil dr dompetku.
(118) "Makasih ya. Aku karna pas gak ada duit nih. Aturannya kemaren janji tokeku ngasih duit, tp gak jd. Aku kalau berduit, royal jg aku.", katanya. "2 jt tuh duitku sm toke, ntah kpn jdnya diksh.", ungkapnya. Ini jg slh satu kata² dia yg ku ingat. Kenya memang dia baik jg.
(119) Pengen sekedar ku buktikan kebenaran kata²nya, bukan pengen memanfaatkannya sih. Aku tuh gak tipe org yg suka manfaatin org, apalagi sesama kawan yg susah jg. Tp seneng aja berteman ke org yg walau hidup pas²an atau berkekurangan, namun dia gak pelit berbagi.
(120) Aku sih nyari teman kayak Pak Rozi ini. Karna prospek ke dpnnya yg kita pikirin. Kalau misalnya kami jd sering² ML, kan gak mati² ke aku mulu ngasih² ke dia dan beli² makanan dia. Bukan aku pengen gantian sih, tp seenggaknya dia gak selalu ku kasih² asal ML. Itu aja.
(121) Karna jujur aja aku jg bukannya bnyk duit atau punya kerjaan bagus. Aku tuh lbh seneng dpt teman ML yg gak usah di bayar² walaupun dikit. Lbh asik suka sm suka aja tanpa harapin imbalan. Karna aku jg msh muda, masa' bayarin yg tua atau kakek². Kebalik dong!
(122) Kalau bicara bayar²an, lbh etis yg tua yg bayarin yg muda. Tp emang udah bnyk gay² tua yg minta bayaran ke yg muda. Selanjutnya itu ku bahas di thread berikut aja ya. Bahkan bnyk yg ternyata menyandang predikat lonte lanang.
(123) Aku jg gak prnh pelit ke teman ML ku, apalagi aku udah suka banget dgn dia. Aku lgsg mau beli² tanpa nanya dia. Pokoknya berusaha biar dia seneng jg berteman dgnku. Tp kalau ngasih² duit msh agak beratnya bagiku. Tp kalau beli² makanan minuman, itu biasa menurutku.
(124) Entah mengapa ya, ngasih duit 50rb itu terasa berat bagiku. Tapi beli makan minum lbh dr 50rb hanya utk dia itu terasa lbh ringan. Kadang selain beli makannya, isi minyak motornya, atau beli sebungkus rokoknya, lbh jg 50rb. Tp gak merasa berat dibanding ngasih lgsg.
(125) Bisa ML lg dgn Pak Rozi tanpa hrs ngasih² lg ala kadarnya, adalah sesuatu yg ingin kurasakan sbg pembuktian kata² dia wkt itu. Terakhir, aku pengen temen² pembaca menganalisa sesuai pengalaman msg², khususnya love older, kira² Pak Rozi itu gay gak?
(126) Kan blm ada pembahasan resmi diantara kami yg buka²an soal gimana sbnrnya status dia sblmnya. Apakah emang udah gay jg tp awal²nya pura² jaim ke aku. Karna bnyk jg gaya Bpk² yg begitu. Beneran! Ketika kita ajak begituan, dia nolak dgn berbagai alesan.
(127) Yang dibilang gak biasalah, gak hobilah, gak suka lakilah, gak homolah, yg normallah, yg takut dosalah, dsb, dsb. Tp dgn kegigihan kita merayu dan membujuk akhirnya dia mau jg utk sekedar kita isap². Ada jg sebagian yg jd mau ngisap kita. Lalu kayak Pak Rozi inilah lagi.
(128) Dan kita pun yakin dgn dia. Sehingga kita merasa udah jago banget urusan rayu merayu org normal. Kita dgn bangga ngaku kita habis dapetin org normal. Bnyk konten video di Twitter ini yg di gadang² sbg merayu Bpk² normal. Kira² normal beneran gak mereka? Jgn² cuma ngaku aja.
(129) Karna kalau yg normal dirayu dia lgsg marah rasaku. Tp kalau dia mau aja dengerin kita merayunya, dengerin pnjg lbr kalimat² yg mengajaknya berimajinasi dlm kenikmatan seks sesama jenis, aku jd ragu jg normalnya brp persen. Mungkin biar gak dikira murahan jg kali.
(130) Dihati sih dia udah sor jg, tp di tahan² di lama²in sampai hbs semua amunisi kita merayunya. Dia melihat kegigihan kita msh berusaha atau nyerah. Kayak merayu yg layak jd calon org rumah aja susahnya. Dia gak mau nunjukin bahwa dia jg suka ke kita, dia berlagak normal.
(131) Apa gitu ya temen²? Menurutku sih bnyk yg gt, menurut kalian dong. Ayo di reply.
Kembali ke Pak Rozi, aku pengen banget bs ketemu dan ML lagi. Semoga dia msh sehat supaya ada kemungkinan bertemunya. Amin.
.
.
.
[Selesai]
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
(1) Namaku Hendra. Umurku 52 th. Aku udah berkeluarga, punya anak istri. Tp kini kami pisah ranjang udah ckp lama. Aku pacaran dgn mantan karyawanku. Kebetulan namanya juga Hendra. Umurnya 29 th. Dia jg udah nikah dan punya anak.
(2) Nama lengkapku Hendra Figstone, dan nama lengkap pacarku Hendra Apriadi. Kami pacaran udah cukup lama. Sejak dia jd karyawanku di usaha leasing yg ku rintis bbrp thn yl. Sampai perusahaanku bangkrut, kami tetap pacaran sampai skrg. Orgnya tinggi kurus, dan putih.
(3) Aku dapat warisan dr orangtuaku sebesar 600 jt. Begitu jg saudara²ku yg lain dapat warisan dgn nilai yg sama. Duit itu kugunakan membuka usaha leasing/perkreditan barang² furniture dan barang² elektronik. Singkat cerita usahaku bangkrut. Kini hidupku jd susah.
(1) Malam itu sekitar jam 23.⁰⁰ aku melintas di jln yg bnyk mobil truck mampir. Udah ber-jam² keliling² disana gak jg dapat Bpk² supir truck yg bs di isap.
(2) Lalu mendekati sebuah bundaran, aku melihat ada Bapak tua mengendarai sepeda motor butut dgn pelan². Aku berusaha melihat wajahnya, wah kesukaaanku. Lalu aku terpikir utk merayunya. Tp posisi tepat di bundaran, aku gak tau dia kemana. Lurus, kekiri, atau ke kanan.
(3) Aku milih ke kanan karna kesitu arahku pulang. Ternyata dia lurus. Aku salah prediksi. Akupun mutar balik dan ngikutin dia. Gampang ngejarnya karna dia jalan pelan². Aku pepet dia dr kanan dan aku berusaha menyapanya dgn mengukir senyum indah di bibir. "Pak, mau kemana?"
(1) Minggu sore itu aku udah tiba di bekas pelabuhan. Aku udah keliling² liatin org mancing. Gak ada yg menarik perhatianku. Mataku nyari² Bpk² ganteng aja. Entah itu pemancing ataupun penonton.
(2) Aku kesana cuma cuci mata, bukan nyari². Karna aku gak tau bs dapatin Bpk² sakit disana. Mataku menyapu sekeliling melihat di sudut mana ada Bpk² ganteng yg bs memanjakan mata. Kuliatlah ke bagian sudut dekat tangga turun ke bawah, ada Bpk² dgn santainya eek di sungai.
(3) Dia naik ke pohon mati yg yg hanyut di sungai itu. Pohonnya nyangkut dgn posisi tumpang dgn akar² keatas. Diapun manjat kesana pake CD doang dan eek. Asik jg mandangi pantat²nya. Apalagi orgnya seleraku. Tp gak nampak sih burungnya sama sekali. Cuma eeknya nampak jatuh² 😃.
(1) Malam itu sekitar jam 22.⁰⁰ WIB aku masuk ke lokasi bekas pelabuhan. Pintu masuk ke lokasi itu sngt gelap, tp di dlm terang karna ada mercu suarnya. Pemancing jg msh bnyk disana di jam segitu.
(2) Kali pertama sih aku kesana malam² apalagi udah jam 10. Awalnya aku sempat ragu apa msh ada org. Dan aku jg takut msk kesana saking gelapnya. Tapi di gerbang masuknya nan gelap gulita itu aku papasan dgn seseorang yg baru aja keluar dari sana. Aku senang dan tambah berani.
(3) "Hey!", demikian sapa org tsb. Lalu aku menoleh ke arahnya, keliatannya udah tua. "Pak!", sahutku. Aku berniat melanjutkan masuk ke dlm pelabuhan karna yakin msh ada org disana. Tp org tsb berhenti dan menyapaku lg. "Kemana tuh?", tanyanya. "Mau ke dlm Pak!", ucapku.
(1) Biasanya setiap minggu sore aku selalu pergi ke bekas pelabuhan utk melihat org mancing. Tujuan utamaku sih pengen liat sebeng Bpk² yg mancing juga disana.
(2) Karna bnyk diantara mereka yg duduk jongkok ataupun lesehan itu, belahan pantatnya nampak dan pasti menggiurkan sekali kalau orgnya mantap. Tak jarang di antara mereka yg meng-garuk² pantatnya dgn memasukkan sebelah tangannya ke dlm celananya. Itu membuat horni juga.
(3) Aku baru aja sampai di pelabuhan itu, aku menjalankan motorku sampai ke tepi sungai ke dekat org mancing. Dari jauh aku udah dipandangi seorang Bpk² dari atas motornya. Dia melempar senyum yg tak henti²nya ke aku sampai aku tiba di sampingnya. Kok senyam senyum sih, pikirku.
(1) Suatu malam aku pernah jalan² nyari² Bpk² yg bisa di ajak. Udah jam 3 subuh waktu itu, aku blm jg dapat. Itu tepatnya di jln lintas yg bnyk di lalui mobil² truck. Tp disana jg berserak banci²/waria.
(2) Di kegelapan malam aku melihat jauh didepanku ada seorang lelaki berjalan kaki. Dari postur tubuhnya keliatannya dia udah tua. Benar saja, ketika aku sudah mendekatinya, aku menoleh ke arahnya. Dia seorang Bpk² berkumis tebal dgn tubuh yg kekar dgn kisaran umur 50th lebih.
(3) Bapak itu mengenakan kaos berkerah yg dipadu dgn celana jeans warna biru muda. Aku gak berani berhenti tepat di sampingnya. Aku jln terus dgn lambat². Sekitar 100 mtr lbh didepan akupun berhenti menunggunya. Aku berharap dia gak tau aku yg barusan lwt dr sampingnya.