Rojopati / Raja Pati dalam istilah jawa berarti 'pembunuhan' sedangkan teluh atau Santet 'Braja / Brojo' dalam bahasa sansekerta adl 'petir'/ halilintar, Santet braja biasanya berwujud gumpalan bola api yg akan meledak di atas rumah orang yg dituju.
Yg konon akan berubah menjadi sosok seperti manusia, namun berkepala api yg berjalan didalam rumah tersebut untuk memilih salah satu penghuninya sebagai korban. #SantetBraja
Disclaimer : Semua Nama tokoh dan tempat sengaja disamarkan untuk menjaga identitas dan privasi pihak yg terlibat didalamnya.
Kisah kali ini diangkat dari kejadian nyata yg terjadi di Temanggung tahun 1980an, sang narasumber sebut saja Pak Guntur, beliau bercerita tentang kejadian yg ia alami dan saksikan puluhan tahun silam ketika beliau masih umur belasan. Bagaimana kisahnya? #SantetBraja
Silahkan RT, Like, atau Bookmark dulu utas ini ya :)) #SantetBraja
Suatu malam di Temanggung tahun 1984.
Guntur remaja 17 tahun itu tengah berjalan sendiri dengan lentera kecil di genggaman tangannya, ia menyusuri jalan pulang sehabis buang hajat di sebuah "belik" (MCK umum) di ujung desanya. Sembari menyesap dan bernyanyi untuk mengusir**
**rasa takutnya, ia sedikit mempercepat langkahnya ketika hujan mulai sedikit turun, terlihat ada cahaya api yg melayang rendah dari kejauhan, hatinya sedikit lega, ia pikir masih ada orang yg berkeliaran membawa obor dimalam selarut itu. "Ne'e arak ning belik"**
**(mungkin mau ke MCK) batinnya sembari terus berjalan mengamati gerak cahaya api itu, tapi setelah diamati Guntur mulai heran ketika cahaya api itu kian meninggi dan semakin meninggi. Gunturpun semakin mempercepat langkahnya, dengan pandanganya yg tetap tertuju pada cahaya itu.
Langkah Guntur mulai dekat dengan rumahnya, dan bola api itu masih terbang pelan melayang di langit dengan pelan. Dan akhirnya berhenti di atas rumah pak Dirja, tetangga depan rumahnya.
Karena mulai takut, Guntur segera menggedor pintu rumahnya, sembari sesekali kepalanya menoleh ke bola api yg masih mengitari atas rumah pak Dirja itu, terlihat cahaya api itu kian merendah mendekati genteng Rumah itu, dan terdengar ledakan keras. Bersama dengan itu pintu rumah**
Guntur terbuka, di ambang pintu ibunya bertanya kepada Guntur yg nafasnya terengah-engah. Tapi disini guntur tak bisa berkata apa-apa ia berjalan terburu melewati ibunya begitu saja dan memilih untuk segera masuk ke kamar.
Hingga keesokan harinya Guntur dibangunkan**
Oleh riuh ramai orang didepan rumahnya. Ibunya berkata kepada Guntur seraya membangunkannya di Pagi itu. "Kinanthi", anak pak Dirja meninggal. Ia yg kaget langsung terperanjat dari tempat tidurnya dan mencoba meyakinkan lagi kabar itu. Didepan rumahnya terlihat**
Para warga desa yg hendak memasang tenda di depan rumah pak Dirja, Guntur benar-benar tak menyangka, pasalnya semalam ia masih bertemu dan saling menyapa dengan "Kinanthi" di dekat masjid ketika pulang dari salat maghrib.
Apa penyebabnya Kinanthi harus meregang nyawa semuda itu??, bahkan umurnya 2 tahun lebih muda darinya, tanya Guntur dalam hati sembari mendekat untuk membantu warga yg tengah menegakkan tiang tenda.
Haripun berlalu, kematian Kinanthi yg mendadak dan tanpa sebab itu mulai menjadi buah bibir didesanya, "Mbok Rubiah", salah satu kerabat Pak Dirja yg waktu itu ikut memandikan jasad Kinanthi, berujar kalau dia melihat tanda 'gosong' di telapak tangan dan punggung Kinanthi.
Warga mulai menduga-nduga perihal kematiannya, Teluh menjadi dugaan kuat para warga desa, pasalnya "Pak Dirja" baru saja memenangkan pemilihan kades kala itu. Dugaan itu deperkuat lagi oleh karena Pak Dirja adalah calon termuda di pemilihan itu dan lawannya adalah**
Seorang Petahana dan priayi sepuh terkaya di desa itu. Bisa dibilang Pak Dirja ini adalah "Kuda hitam" di pemilihan itu, seorang lurah yg tak disangka-sangka, atau orang baru yg ternyata diunggulkan. Bisa jadi kemenangannya adalah pemicu santet itu. Tapi itu masih**
**Sebatas prasangka saja dari para warga desa yg kebanyakan masih antilogis. Sementara itu menjelang 40hari kematian Kinanthi bersamaan dengan itu musim panen tembakau telah tiba, keadaan desa yg sempat mencekam pun kini diramaikan dengan kegiatan para warga yg mengolah**
**daun tembakaunya di Malam hari, tak terkecuali keluarga Guntur yg juga hidup dari Menanam Tembakau. Kebetulan juga keluarga Guntur mendapat amanah dari pak lurah (Pak Dirja) yg masih melewati masa berkabungnya untuk memanen dan mengolah tembakau miliknya.
Singkat cerita haripun berlalu. Guntur, ayah dan ibunya serta beberapa orang setiap malam mengolah daun tembakau hingga jam 3 pagi di drumahnya, awalnya semua masih berjalan wajar dan lancar, sampai tiba di suatu hari...
Waktu itu sekitar pukul 2 pagi. Diruang tengah ayahnya sedang "Mengiris" daun bersama 2 orang tetangganya yg bekerja lepas dengan Keluarga Guntur. Disitu juga terlihat**
**"Sari" adik Guntur sedang tertidur pulas di atas tikar anyam. Sementara di depan rumah, Guntur & ibunya tengah menata daun tembakau yg sudah diiris di atas "Rigen bambu". Tak ada pembicaraan, mereka semua tampak fokus dengan pekerjaanya masing-masih.
Sampai akhirnya Ekor mata Guntur seperti melihat sesuatu yg berada jauh disampingnya, sontak kepala Guntur menoleh ke arah itu. Ia sedikit mengrenyitkan dahinya untuk memperjelas pandangan matanya. Gunturpun menyenggol ibunya dengan Sikunya seraya berkata :
"Opo kae mak?? Kok koyo Geni mabur" (Apa itu buk, kok kaya api terbang) tanya Guntur kepada ibunya yg kemudian ikut memandangi cahaya merah kekuning-kuningan itu. Seketika ingatan Guntur tertuju pada kejadian malam sebelum Kinanthi meninggal.
Kejadian yg memang tidak pernah Guntur ceritakan dengan siapapun. Ia mulai merasa ketakutan setelah menyadari itu, rasanya ingin berlari masuk kerumah tapi kakinya seperti terkunci, dengan pandangan yg masih tertuju oleh cahaya api itu yg kian lama-kian mendekat.
"Kae ki Oncor" (itu tuh obor..) kata ibunya, memang dari kejauhan nampak seperti obor, karena posisi cahaya itu cukup rendah. Cahaya api itu semakin mendekat berjalan ke arah Rumah guntur, terbang rendah setinggi pundak orang dewasa.
Guntur & ibunya masih mengamati cahaya api itu. Dalam ketakutanya tunggul berharap itu benar-benar obor, seperti yg dikatakan ibunya. Tapi bagaimana rasanya mereka ketika setelah dalam jarak pandang terdekat, ternyata cahaya api itu bukanlah berasal dari sebuah "Obor".
Melainkan "Kepala manusia yg terbakar api" lengkap dengan Tubuhnya yg berjalan. Sosok itupun kian berjalan mendekat, disini Ibu Guntur sepertinya sadar akan hal itu dan mulai memegang erat lengan anaknya. Mata mereka seperti terhipnotis untuk selalu memandangi sosok itu.
Hingga akhirnya sosok itu berhenti dan berdiri tepat didepan Guntur dan ibunya. posisinya membelakangi. beberapa saat kemudian sosok itu berubah menjadi gumpalan api, dan terbang mengitari genting Rumah Pak Dirja. Dan tak selang beberapa lama, bola api itupun meledak**
**menghantam Genting Rumah Pak Dirja. Ayah Guntur dan 2 orang pekerja yg mendengarnyapun ikut keluar memeriksa. Tapi suasanya kembali hening. yg terlihat hanyalah Guntur dan ibunya yg berdiri mematung dan terlihat sangat ketakutan.
---Bersambung---
Singkat cerita benar saja, keesokan harinya tersiar kabar "Bu wening" istri Pak Dirja meninggal dunia. Kurang lebih keadaan terakhirnya sama, punggung dan telapak tanganya gosong. Meninggalnya istri Pak Dirja ini tentu semakin menguatkan dugaan warga tentang santet itu.
Terlebih lagi 2 pekerja lepas di rumah guntur yg mendapat cerita semalam, mulai menceritakan tentang ledakan itu dan apa yg dilihat oleh Guntur dan ibunya.
"NDAS GENI" warga menyebutnya. Pasca kematian Bu wening, 2 mantan lawan pak Dirja swaktu pemilihan lurah mulai**
Berdatangan untuk melakukan pendekatan, mungkin mereka tak ingin semua ini menjadi Fitnah karena kabar santet itu sudah menyebar luas di seluruh kelurahan dan menjadi buah bibir, tentu mereka juga tidak mau menjadi pihak yg tertuduh.
Sebut saja "Pak Kromo", sang Petahana yg menjadi salah satu lawannya dulu berani bersumpah bahwa dengan nyawa keluarganya, bahwa bukan dia pelakunya, karena nama Pak kromo sempat santer dibicarakan sebagai orang yg dituduh. Begitu juga "Pak Sunari" lawan yg satunya lagi**
Juga berujar yg kurang lebih sama.
Singkat cerita waktupun berlalu, gambaran tentang siapa pengirim santet itu menjadi semu dimata Pak Dirja. Beliau yang mau tak mau tetap harus menjalankan amanahnya sebagai kades sering kali menyiratkan kekesalannya disetiap pidatonya.
Dengan berkata "KITA!! JIKALAU MENGERJAKEN SESUATU PEKERJAAN!! HARUS IKHLAS!!!" dengan nada tinggi dan menyentak,
menurut guntur narasumber dari cerita ini, itu adalah kata2 dari pak lurah Dirja yg paling populer pasca tragedi santet braja yg menimpa keluarganya,**
**kata-kata itu selalu ia selipkan di setiap pidatonya yg bahkan kadang sama sekali tidak nyambung dengan tema yg sedang di bicarakan. dari sinilah warganya mulai sadar kalau kesehatan mental pak Dirja mulai terganggu, Anak pertamanya Sugondo yg selalu mengantarkan**
**ayahnya kunjungan dinas di berbagai tempat kadang sampai terlihat malu, ketika harus menggiring ayahnya untuk turun dari podium saat pak lurah Dirja mulai membentak-mbentak dengan kata yg tidak nyambung dalam pidatonya. Seiring waktu berlalu keadaanya semakin memburuk.
Bukan hanya mentalnya, kini tubuh pak lurah Dirja juga sakit, entah apa penyakitnya yg jelas menurut narasumber, tubuh beliau menjadi kurus kering dan wajahnya seperti menghitam kian hari, hingga akhirnya pak lurah Dirjapun "Lengser keprabon" turun dari jabatannya**
Karena nyawanya tak lagi tertolong. Dugaan santet ini kembali menguat ketika sugondo anaknya berujar melihat "Ndas Geni" di ambang pintu, semalam sebelum ayahnya ditemukan tak bernyawa. Sugondo yg menyadari ketidak wajaran ini memutuskan untuk menyelamatkan diri.
Ia menetap di tempat asal ibunya, di Bantul. Dan tak pernah kembali lagi sampai sekarang. Apakah cerita seram ini sudah berakhir? Belum karena Rumah Lurah Dirja pasca tragedi santet itu, berubah menjadi rumah angker dan mematikan!!
-Bersambung-
Temanggung 1986,
Sugondo anak lurah Dirja pergi dari rumahnya, kabarnya ia menyelamatkan diri dari "Ndas Geni" sosok jin dari kiriman santet Braja itu. Sebelum pergi, Ia sempat menitipkan rumahnya kepada kerabatnya. Tapi tentu saja tak ada yg berani tinggal dirumah itu**
**Setelah rentetan kematian yg terjadi. Mbok Rubiah buliknya Sugondo hanya membersihkan saja, itupun hanya seminggu sekali, lambat laun rumah itu menjadi terlihat semakin singup dan sering terjadi hal-hal seram di rumah tersebut.
Ada satu kejadian, kali ini dialami oleh Guntur.
Waktu itu sekitar jam 9-10 malam, Guntur merasakan hawa yg cukup panas di dalam rumahnya, dia yg tadinya sudah merebahkan dirinya diranjang untuk tidurpun keluar karena kegerahan, ia pergi ke dapur untuk membuat segelas kopi.
Dan membawanya ke teras depan Rumahnya, ia duduk sembari melinting daun tembakau namun sesekali matanya selalu melirik ke arah rumah pak Dirja yg hanya diterangi lampu 5 watt dibagian depan terasnya itu. Dihisapnya tembakau yg telah dibakarnya, diteruskan dengan sesapan**
**kopi manisnya, lagi-lagi matanya selalu memandang arah Rumah yg kini tak berpenghuni itu.
"AH MBOK LUWEH"
(AH BIARLAH) kata Guntur seraya mengibas-ngibaskan kerah bajunya karena kegerahan. Suasana malam itu nampak sangat sepi, memang wajar didesanya keadaannya selalu**
**sepi begini setelah Isya. Tapi ada yg aneh ketika Guntur mencium seperti bau sesuatu yg terbakar, bau hangus yg cukup menusuk hidungnya, ia menoleh ke kanan dan kekiri mencari dari mana bau itu berasal, tapi tetiba terdengar suara pintu yg terbuka "Krrreeeeekkkk".
Pintu itu adl pintu rumah Pak Dirja, "Apa mbok Rubiah nginep disitu" batin guntur seraya memandangi pintu yg kini sudah terbuka sepenuhnya itu. Sejenak matanya berpaling kearah lain namun ketika matanya kembali lagi tertuju ke rumah itu,disitu terlihat sudah ada sosok yg berdiri.
Sosoknya wanita rambutnya panjang, mengenakan kaos oblong putih yg sudah lusuh. Sejenak Guntur tertegun dan kemudian menyadari sosok itu adalah "KINANTHI", mendiang anak pak Dirja. Seketika Guntur terpaku dan sulit bergerak, ia mencoba memalingkan pandangannya meski terasa sulit.
Tapi dari ekor matanya ia merasa sosok "KINANTHI" itu melambai-lambai ke arahnya. Hingga akhirnya Guntur berhasil beranjak dari tempat duduknya dan berlari masuk ke dalam rumah seraya berteriak.. "MAAAAAKKKKK". Teriakan itu nampaknya membangunkan ayahnya yg kemudian**
**datang menghampiri Guntur dan menanyakan apa yg terjadi, dengan gagap Guntur hanya bisa berkata :
"KINANTI!! KINANTHI!!" seraya mengarahkan jari telunjuknya ke arah teras depan rumahnya, melihat itu ayahnya pun keluar untuk memeriksa, dan beberapa saat kemudian**
**terdengar pintu rumahnya yg ditutup dengan keras disusul dengan langkah ayah guntur yg terburu-buru, wajahnya panik, nampaknya ia juga melihat sesuatu. Ibunya yg juga terbangun karena mendengar keributan ini bertanya ada apa namun ayah guntur segera mengajaknya masuk**
**ke kamar begitu juga guntur yg juga ikut masuk ke kamarnya, dikamar guntur yg masih ketakutan, seakan tak percaya dengan apa yg dilihatnya tadi. "Kinanthi" yg sudah bertahun lalu meninggal tadi menampakan dirinya.
Singkat cerita haripun berlalu, Guntur tak serta merta**
**bisa melupakan kejadian malam itu begitu saja. Tiba lagi disuatu malam pintu rumah Guntur digedor-gedor, terdengar suara lelaki minta tolong, Ayah guntur yg pertama kali membukakan pintu seketika menyuruh orang itu masuk, orang itu adalah "Pak gombloh" pedagang**
**Nasi goreng pikulan yg sering berjualan keliling di desa tersebut. Disitu pak Gombloh nampak ketakutan, tak ada kata lain yg keluar dari mulutnya selain "NDAS GENI..NDAS GENI!!". Nampaknya ia melihat sesuatu, ibu guntur mencoba menenangkan sembari menyodorkan segelas air.
Hingga akhirnya setelah Pak Gombloh tenang, iapun mulai bercerita. Jadi swaktu ia melintas didepan Rumah Pak Dirja, ia mengaku diberhentikan oleh seorang lelaki yg hendak memesan nasi gorengnya, lelaki itu jelas keluar dari pintu rumah pak Dirja.
Walau ia tau kalo rumah itu kosong, tapi pak Gombloh mencoba untuk berbaik sangka kalau-kalau ternyata ada yg sudah mengontrak di rumah itu. Sekilas tak ada yg aneh dari pria itu, cuma kulitnya memang hitam legam dan tak bicara, ia hanya mengisyaratkan dengan jarinya saja**
**dan terlihat mengangguk ketika pak gombloh menanyakan apakah nasigoreng yg dipesannya pedas atau tidak. Pak gomblohpun mulai meracik daganganya, dan sedikit berbasa-basi kepada pria yg berdiri didepannya itu.
"ENGGAL NGGIH MAS WONTEN MRIKI?" (Baru ya mas disini?)
Seraya pandangannya fokus ke tempat penggorengan, namun pria itu nampak tak menjawab pertanyaannya, pak gomblohpun tak mempermasalahkan itu dan meneruskan membuat nasi goreng itu. Tapi belum juga selesai, pak Gombloh mulai merasa ada cahaya yg meneranginya.
Ia sempat mengira itu berasal dari tungku pembakaranya, tapi tidak!! Karena ketika ia mendongakkan kepalanya, cahaya itu berasal dari kepala pria yg berada di depannya, pak gombloh yg kaget langsung terjatuh dari kursi jongkoknya.
Ia merangkak meninggalkan dagangannya karena tak bisa berlari. Menuju ke hunian yg terdekat yaitu Rumah guntur, begitu cerita dari Pak gombloh malam itu, Guntur, ibu dan ayahnya yg mengakui kebenaran cerita pak Gombloh, langsung pergi keluar rumah**
**bersama-sama untuk mengambil gerobak pikulan milik Pak Gombloh, setelah dagangan pak gombloh berhasih dibawa masuk merekapun menyuruh pak Gombloh untuk menginap saja dirumahnya malam itu. Singkat cerita keesokan harinya Pak gombloh pulang, dan tak pernah Terlihat**
**berkeliling lagi di desa Guntur.
------------
Kabar Ndas geni dan angkernya rumah Pak Dirjapun mulai menyebar ke penjuru desa, dan tak sedikit juga orang yg bersaksi melihat Ndas geni dan Arwah mendiang, Pak Dirja, istrinya dan Kinanthi menampakkan diri dirumah itu.
Singkat beberapa tahun kemudian kisaran tahun 89-90, ada sebuah keluarga yg mengontrak Rumah pak dirja itu, dan disini Tragedi itu kembali terjadi..
------- Bersambung ------
Awalnya para warga mengira Santet Braja itu hanya mengincar keluarga Lurah Dirja, tapi ternyata tidak!! Kutukan si "Ndas Geni" ini terletak pada Rumah itu sendiri. Nyatanya tragedi itu juga menimpa sebuah keluarga yg menghuni "Rumah Lurah Dirja" berikut kisahnya!!
Kisaran antara tahun 89-90 tinggalah sebuah keluarga di rumah itu, kita sebut saja keluarga "pak Sudirman" ~ Dirman bukan orang lain, dia adalah sekdes (sekertaris desa) Pak Dirja. Saat itu ia juga masih menjabat. Tentunya ia juga tahu seluk beluk rumah itu.
Walaupun tau kalau rumah itu angker, Anehnya ia justru ingin membeli rumah ini. Tapi untuk memantapkan ia mau menyewa rumah ini dulu barangkali untuk setahun/2 tahun sampai kalau dia merasa mantap, baru ia benar2 membelinya. Sugondo anak alm Lurah dirja juga datang**
**waktu proses penyerahan kunci, tapi ia tak sampai menginap, hari itu juga ia bertolak kembali ke bantul. Sebelum keluarga Dirman menghuni rumah itu ia terlebih dulu membawa beberapa praktisi spiritual yg konon untuk membersihkan rumah itu dari semua dedemit yg mengganggu**
**Disitu, menurut ujar Dirman kepada Ayah Guntur, semua lelembut dan aura negatif dirumah itu sudah dibersihkan, singkat cerita Tinggalah Keluarga Sudirman dirumah itu. Kita sebutkan beberapa anggota keluarganya..
Ada 4 orang :
Sudirman
Arini (istrinya)
Seruni (anaknya kisaran umur 7th)
Mariyati (Mertua sudirman atau ibu dari Arini)
Berita Santet ini memang menjadi maksiat, karena ketika para warga desa tahu kalo pak sekdes (Dirman) tinggal di rumah itu, langsung tersebar kabar burung bahwa Dirmanlah pelaku yg menyantet Pak lurah dirja 5 tahun silam, terlebih lagi selama kekosongan jabatan lurah waktu lalu,
Ialah yg menjadi PLT (pelaksana tugas) menggantikan pekerjaan lurah Dirja yg meninggal kala itu, kabar siapa pengirim santet yg sempat reda kini mulai dibicarakan lagi, tapi seiring waktu Sekira 2-3 bulan Dirman tinggal dirumah itu, tuduhan ini ditepis oleh sebuah kejadian.
Waktu itu Guntur narasumber dari cerita ini sekira pukul 7-8 malam iya membukakan pintu yg sudah beberapakali diketuk, setelah dilihat mbah Mariyati tenyata, Dengan senyum sumringahnya yg khas, beliau membawa "Rantang" tumpuk dua. **
"IKI NANG DIATURKE IBUK SEKO KANG DIRMAN"
(ini nak dikasihkan ibumu, dari pak Dirman) kata mbah mariyati seraya menyodorkan Rantang itu,
"NGGIH MBAH, KOK REPOT-REPOT" (ya mbah, kok repot-repot) jawab Guntur basa-basi.
Singkat cerita dibawalah rantang itu masuk**
**oleh Guntur sembari memberitahu ibunya yg kemudian menyusul di ambang pintu, untuk mengucapkan terimakasih.
"Matursembah nuwun sanget njih mbah, sekedap kulo mang ganti rumiyin wadahipun"
(terimakasih sekali ya mbah, sebentar saya ganti dulu wadahnya) kata ibu guntur**
**seraya ia masuk lagi ke dalam rumah, beberapa saat kemudian Guntur dan ibunya kembali kedepan untuk memberikan Rantang itu lagi kepada Mbah Mariyati.
"MATURSUWUN SANGET NJIH MBAH..MBOTEN PINARAK RUMIYIN?" (Terimakasih sekali ya mbah, gak mampir dulu?) kata ibu guntur kembali.
Disini Mbah Mariyati hanya tersenyum saja dan berjalan pulang, sampai malamnya sekitar pukul 1 dini hari, terdengar suara ledakan yg membangunkan orang seisi rumah Guntur. Ledakan itu terjadi kurang lebih 3 kali, Guntur yg kagetpun langsung keluar kamar, disusul oleh**
**ayah, Ibu dan adiknya yg tengah menangis karena mungkin kaget dengan suara itu. Mereka semua bertemu di ruang tengah dan saling bertanya apa yg terjadi, disini Ayah Guntur sempat menerka "jangan-jangan kejadian itu lagi". Namun beberapa saat kemudian turun hujan deras**
**dan pembicaraan itupun berhenti begitu saja, Ayah Gunturpun menyuruh keluarganya kembali tidur karena mereka harus menyemai tanaman cabainya esok pagi. Mereka semua pun kemabali masuk kamarnya masing-masing, hingga esok harinya ketika Guntur, dan ayahnya hendak**
**berangkat ke ladang, harus urung karena mendengar suara tangisan dari rumah yg ada didepannya, Suara tangisan itu adalah suara dari "Seruni" anak pak Dirman, buru2 Guntur dan ayahnya menghampiri rumah Rumah itu, tapi belum sampai ia mengetuk pintu, kebetulan bersamaan**
**dengan itu, Dirman keluar dari rumahnya, Wajahnya terlihat bingung dan panik, ia langsung menyeret ayah Guntur untuk masuk kedalam, dan setelah didalam, terlihat Mbah maryati yg terkapar di Ruang Tengah, "matanya terbuka" dan telinganya menghitam.
Ia ditemukan sudah tak bernyawa. Disini Dirman masih tampak syok, berdiri wara-wiri kebingungan, istri serta anaknya juga tentu saja menangis, apalagi si Seruni, yg teriak-teriak histeris melihat neneknya meregang nyawa dengan keadaan yg seperti itu.
Beberapa saat kemudian warga yg mungkin mendengar kegaduhan mulai berdatangan, beruntung ayah Guntur berinisiatif menutup jasad Mbah Mariyati dengan kain jarik, sehingga tak semua orang bisa melihat keadaan terakhirnya.
Disitu Guntur nampak terdiam,& bersembunyi di balik beberapa kerumunan warga yg ingin melihat jasad Mbah Mariyati, seraya juga ia mengingat ledakan tadi malam, Apakah itu penyebabnya? Tanya Guntur dalam hatinya. Waktupun berlalu, entah informasi dari mana, kabar ketidak wajaran**
**kematian Mbah Mariyatipun mulai tersebar diseluruh desa. & kembali membuka pertanyaan baru tentang siapa yg sebenarnya mengirim teluh ini, kejadian ini juga sekaligus menepis isu miring tentang tuduhan ke Pak sekdes.
Dan siapakah Sebenarnya pelaku santet ini? Mari kita kesampingkan dulu.
Sekira 10-11 hari setelah kematian mertua Pak Sekdes itu, saat Sudirman dan keluarganya masih dalam masa berkabungnya, Tragedi itu terjadi lagi. Dan menewaskan 1 orang lagi penguni rumah itu.
Bersambung-
Malam itu, masih banyak orang yg bersimpati dengan meninggalnya mertua pak Dirman, sehingga sampai hari itu masih saja ada orang yg melayat atau sekedar "melekan" dirumahnya. Seruni anaknya yg sudah melewati masa sedihnya kini terlihat sedang bermain dengan beberapa**
**sepupunya diruang tengah, Pak Dirman sedang menemui para Pelayat dan warga di Tenda depan rumah yg memang belum diturunkan, sementara Arini tengah sibuk didapur dengan beberapa ibu-ibu. Waktu itu sekira pukul 9-10 malam, diantara riuh ramainya orang yg berada disitu..
Terdengar lagi suara ledakan itu, keras sekali, sampai ada beberapa warga yg sempat kaget dan terperanjat dari tempat duduknya.
Mbah "Wito" salah satu sesepuh desa yg tengah duduk bersama Dirman dan Ayah Guntur berkata :
"astagfirullah!!" Cepet tiliki ning njero Dik Dirman" (Cepat lihat ke dalam dik Dirman!!) kata Mbah Wito kepada Dirman. Seketika Dirman masuk kerumah untuk memeriksa Anak dan istrinya yg ternyata baik-baik saja. Dan singkat cerita waktupun berlalu semakin malam.
Para warga dan pelayat mulai pulang satu per satu, tapi tidak dengan Mbah Wito dan ayah Guntur yg masih melekan disitu, tak henti-hentinya mbh wito memberi saran kepada Dirman untuk hati-hati. Sementara didapur Arini kini sendirian sedang memanaskan air untuk membuat kopi.
Dan ditengah obrolan antara Dirman, Mbah wito dan Ayah guntur, tetiba terdengar suara ledakan kecil disusul dengan suara teriakan Arini. Mereka yg mendengar itu langsung berlari memeriksanya, menuju dapur tentunya, dan disitu terlihat Arini sudah menggelinjang dilantai**
**Dengan Kepala yg terbakar api, Ayah Guntur langsung Sigap dengan mengerudungkan handuk basah di area kepalanya, malam itu juga Arini dibawa kerumah sakit dengan mobil pickup dalam keadaan tak sadarkan diri, jarak yg ditempuh menuju rumah sakit cukup jauh, Ayah guntur yg ikut**
**mengantarkan hanya bisa berharap Arini bisa diselamatkan. Sesampai diRumah sakit ada satu kengerian yg Ayah Guntur lihat, yaitu ketika suster mencoba melepaskan kain basah yg menutupi kepala Arini, sebagian kulit kepalanya juga ikut terlepas, tapi **
**ia masih selamat wktu itu dan mendapat perawatan, luka bakar dari kepala dan lehernya hampir 100%. Namun yg menjadi masalah kata dokter ada asap banyak yg sudah masuk ke daerah paru-parunya. Keadaanya sempat membaik meski ia harus memakai alat bantu pernafasan..
Arini juga sempat bisa berbicara dengan para orang-orang yg menjenguknya, hingga akhirnya sekira 6 hari setelah dirawat, Arini "meninggal dunia". Mungkin kematianya masih bisa disebut sebagai kecelakaan, dengan logika kompor minyak didapurnya yg terus menerus digunakan**
***selama berjam-jam dari pagi hingga malam, sehingga panasnya yg berlebih bisa memicu meledaknya kompor itu, tapi logika ini menjadi sedikit bias karena beberapa jam sebelumnya sempat terjadi ledakan di atas rumah Dirman. Dan ada kesaksian juga dari beberapa warga**
**yg sempat menjenguk arini, karena meski dengan keadaanya yg sulit Arini bercerita dengan jelas tentang kejadian malam itu.
Menurut warga, Arini sempat melihat sosok "Ndas Geni" didapurnya sebelum "KOMPOR MINYAK ITU" terbang menghantam kepalanya. Menurut pengalaman**
**saya, kompor minyak yg meledak tidak akan terhempas, dia hanya akan tetap berada ditempatnya dengan keadaan terbakar, dan disini Arini bercerita kalau kompor itu terbang dan menghantam kepalanya. Apakah ini kecelakaan??
Allahuallam.
Karena itulah cerita Arini kepada orang-orang yg menjenguknya "1 hari sebelum ia menghembuskan nafas terakhirnya, dan diduga kuat Arini menjadi Korban dari Santet Braja ini..
Tenda didepan Rumah Dirman belum sempat diturunkan, bendera lelayu yg mengarah kerumahnya belum juga dipindah, kini benda-benda itu akan bertahan lebih lama ditempatnya dengan meninggalnya Arini istrinya. Dirman terlihat sangat tertekan ia langsung jatuh sakit.
** Mas Bagio kakak kandungnya yg kini terlihat menyalami para pelayat, sementara kini Seruni diungsikan ke tempat Budenya (istri Bagio), karena tak ada lagi yg sanggup melihatnya apalagi merasakan apa yg kini telah dilaluinya (Seruni).
Singkat cerita waktupun berlalu, sekira 2-3 bulan setelah kematian Arini, tanda-tanda Santet Braja ataupun "Ndas Geni" sempat tak lagi Muncul. Namun disuatu malam diPos Ronda, para warga yg berjaga dihebohkan dengan Bola api yg terbang melintas, karena beramai-ramai**
**mereka sedikit mempunyai keberanian, sambil membunyikan "Kentongan" para warga yg berjaga meneriaki gumpalan api yg sepertinya terbang ke arah Rumah pak Dirman itu. Ayah guntur yg kebetulan hari itu juga ikut berjaga terlihat berlari mendahului mengejar bola api itu.
Di ikuti dengan beberapa warga dibelakangnya.
"MINGGAT!!! MINGGAT!!! ALLAHUAKBAR!!" kata para orang seraya terus membunyikan kenthongan. Hingga akhirnya bola api itu berhenti diatas rumah pak Dirman, tak henti warga terus berteriak walau dengan nada yg terlihat ketakutan.
Bola api itu melayang mengitari Rumah pak Dirman hingga akhirnya pergi menjauh tanpa menimbulkan ledakan. Anehnya Dirman yg harusnya mendengar keributan diluar rumahnya, ia terlihat tak keluar, justru para Tetangga yg ada disebelahnya semua terlihat keluar untuk memeriksa apa**
**yg sedang terjadi. Sampai wargapun pulang dan keesokan harinya Dirman ditemukan "Gantung Diri" diDalam rumahnya, kronologi bagaimana Dirman ditemukan tidak diketahui pasti karena keterbatasan narasumber, yg jelas ia ditemukan Gantung diri setelah malamnya warga**
Melihat bola api itu berhenti diatas rumahnya, meski tak terjadi ledakan tapi para warga menduga kuat kematianya ada hubungannya dengan "Santet braja" yg semakin tak jelas mengarah kesiapa itu.. tapi menurut mbah Wito, kutukan Santet ini mengarah ke Rumah itu.
Rumah bekas lurah Dirja yg saat itu tengah dihuni "keluarga Sudirman".
Lantas bagaimana "Seruni" anaknya? Kebetulan malam itu ia masih berada di tempat "Bagio" pakdenya atau kakak kandung dirman, karena sejak ibunya meninggal Seruni kerap tidur dan diasuh ditempat Bagio.
Mungkin Dirman bunuh diri karena Depresi karena satu per satu orang yg ada dirumahnya meninggal, tapi anggapan itu kembali rancu ketika Salah satu warga yg ikut memandikan jasadnya bersaksi melihat tanda Gosong dipunggung dan telapak tangan Dirman.
Beberapa praktisi supranatural sempat mencoba menelaah dan mengatasi fenomena ini, tapi diakhir upayanya kebanyakan mereka mengatakan "Tak Sanggup". Singkat cerita Seruni yg menjadi yatim piyatu kini diasuh oleh keluarga Bagio, namun sekira 2 tahun kemudian Seruni meninggal**
mungkin di usia 9-10 tahun, penyebabnya tak jelas, ada sumber yg mengatakan karena "epilepsi", ada juga yg mengatakan karena "lupus". Singkat cerita sekitar tahun 93-94, Sugondo Anak lurah Dirja pewaris syah Rumah tragedi itu, pulang dan mewakafkan rumah itu untuk Desa.
Dan akhirnya rumah itu digempur ratakan, dan sekarang berubah menjadi Lapangan Volly, tentang siapa sebenarnya pengirim santet itu, masih belum jelas, karena muncul juga beberapa orang yg tertuduh, yg nanti akan saya jelasnyan dalam "Space", bila mana teman2 akan bertanya.
Sekian cerita tentang "Tragedi Rojopati Santet Braja" ini, semoga banyak pelajaran yg bisa kita petik..
Wasalam, Tks!!
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Kali ini saya akan menceritakan sebuah pengalaman ganjil sekaligus ngeri dari seorang kerabat, yg bersaksi bahwa ia pernah tersesat di 'Pasar Setan', cerita ini terjadi sudah cukup lampau, yakni kisaran tahun 1994-95, tapi bagi nara-
-sumber, setiap detilnya masih membekas, bahkan menyisakan trauma yg cukup dalam.
*****
Jawa Tengah kisaran tahun 1994-95,
Pada suatu sore..
"Mbok dikirim besok pagi saja to Le". Kata seorang ibu kepada anaknya yg sedang menali 3 ekor kambing di atas mobil baknya.
"Terlambat, kita sudah terlanjur terikat, ku ucapkan selamat datang wahai inangku sekarang, akulah 'GUMBOLO PATI', Sang Gembala Kematian penjaga 'Kain Rombeng' itu. @bacahorror @IDN_Horor @menghorror @ceritaht #bacahorror
Sebelumnya Part 12 :
Part 13 ( Akhir ) :
****
“GUMBOLO PATI #13”.
Pukul 05.30 pagi..
Sampai Pagi ini Darwis &Pak Dirja masih terjaga di dalam kamar, tampang-tampang lesu & kelopak mata yg agak menghitam, terlihat jelas di pa-
"Terlambat, kita sudah terlanjur terikat, ku ucapkan selamat datang wahai inangku sekarang, akulah 'GUMBOLO PATI', Sang Gembala Kematian penjaga 'Kain Rombeng' itu. @bacahorror @IDN_Horor @menghorror @ceritaht #bacahorror
Perjalanan Pak Dirja dan Darwis menuju desa Turi..
“Alon-alon penting tekan nggih Pak..”.
(Pelan-pelan yang penting sampai tujuan ya Pak). Kata Darwis yang agaknya mulai mengerti kenapa ayahnya sejak berangkat tadi mengendarai mobilnya dengan cukup pelan.
"Terlambat, kita sudah terlanjur terikat, ku ucapkan selamat datang wahai inangku sekarang, akulah 'GUMBOLO PATI', Sang Gembala Kematian penjaga 'Kain Rombeng' itu. @bacahorror @IDN_Horor @menghorror @ceritaht #bacahorror
Bagian sebelumnya di @X :
Selanjutnya di @karyakarsa_id : 11.
12.
13. (Tamat) - ongoing.
*****
GUMBOLO PATI #11
Tiga hari berlalu sudah, sejak ‘Bedhong Mayit’ itu di ambil kembali dari almarhum Pak-
"Terlambat, kita sudah terlanjur terikat, ku ucapkan selamat datang wahai inangku sekarang, akulah 'GUMBOLO PATI', Sang Gembala Kematian penjaga 'Kain Rombeng' itu. @bacahorror @IDN_Horor @menghorror @ceritaht #bacahorror
Part sebelumnya #9
On @karyakarsa_id
10. 11. 12.
13 -Tamat. (On going)
“GUMBOLO PATI” #10.
Sore ini, sekira pukul 16.00.
Tampak Pak Dirja & Darwis sudah berada di dekat mulut-