Selamat Hari Ibu...
Saya tahu banyak pembaca saya yang sudah menjadi ibu dan berjuang memberikan yang terbaik untuk keluarganya...
bingung mau nulis apa, jadi saya share sepenggal sceneyg heartwarming di special chapter buku cetak "Dalang demit Kampung wayang" aja ya..
...Ki Daru Baya mengangguk, ia memaksakan dirinya masuk ke dalam sanggar dan keluar dengan membawa sepasang wayang.
“I—ini apa ki? Apa ini bisa membantu mengalahkan makhluk itu?”
“eh, bukan… titip bawain ke sanggar ibumu.. kemaren Kirana ada pesenan wayang dari kota” Balas ki Daru baya.
Aku menepuk Jidatku sambil tersenyum, sepertinya aku memang berharap terlalu banyak.
“Semua yang kamu butuhkan sudah ada di dirimu, apapun yang terjadi Takdir akan terus membimbingmu untuk menyelesaikan semua masalahmu.. Ayahmu pernah bilang seperti itu” Ucap Ki Daru baya.
Aku mengerti, berbicara dengan orang yang bijaksana memang selalu bisa membuatku cukup tenang.
Selanjutnya aku berpamitan dan mampir ke sanggar tempat ibu melatih sinden-sinden baru.
“Kulo nuwon.. Paket” Ucapku setengah menggoda ibu yang sedang melantunkan nada yang merdu di hadapan murid-muridnya.
“Nggeh mas… sedilit.. sebentar” Balas ibu yang bergegas ke depan menghampiriku.
“Ada paket wayang rahwana sama wayang sinta titipan Ki Daru Baya” Ucapku sambil menutup wajahku dengan kedua wayang itu.
“Aduh.. pake repot repot dianterin, kan sudah saya bilang mau diambil sendiri” Jawab Ibu.
“Nggak papa, kan yang nganterin orang ganteng” Jawabku sambil menunjukan wajahku.
“Da—Danan?” Ucap ibu yang terlihat kaget. “Ini bener kamu?”
“Iya bu..” Ucapku sambil mencium tangan ibu.
“Kok nggak bilang-bilang mau ke sini?”
“Bu.. Danan pulang ke desa kandimaya ya!” Ucapku
“Telat! Udah terlanjur sampe” Balas ibu sambil mengusapkan tanganya di kepalaku.
Aku senang melihat wajah ceria ibu. Apalagi sebelumnya aku selalu teringat wajahnya yang selalu berusaha tegar dihadapanku saat kepergian Bapak.
“Wis.. latihanya bubar dulu ya, ada tamu penting “ Ucap ibu pada murid-muridnya.
“Wah.. Mas Danan ya!” Ucap salah seorang dari murid ibu yang mencoba mendekatiku.
“Heh.. jangan ganjen, biar Danan istirahat dulu ya…” Ibu melarang mereka sambil menahanku.
Aku tersenyum mengantarkan mereka keluar sanggar.
“Harusnya biarin aja Bu, siapa tau Danan bisa kenalan” Ucapku.
“Emangnya kamu belum ada calon?” Balas Ibu.
Aku menggeleng, tapi samar-samar aku mengingat wajah Laksmi saat aku tersesat di desa windualit dulu sebelum akhirnya ia menjadi korban demit penari dari alas mayit itu.
“Makanya sering-sering pulang.. nanti kamu kenalan sendiri”
“Haha.. Becanda kok bu. Danan juga masih sibuk..”
“Sibuk kerja atau sibuk sama berburu demit sama Bimo?” Tanya Ibu dengan mata sinis.
“hehe.. dua-duanya” Ibu menghela nafas seolah tidak bisa menahan sifatku. “Bapak sama Anak sama saja”
Aku menghabiskan sore hari dengan berbincang panjang lebar dengan Ibu. Berkali-kali tawa kecil terjadi diantara kami.
Ibu selalu tertawa tiap kali aku menceritakan cerita tentang cahyo yang kelakuanya tidak pernah bisa di prediksi.
“Panjul.. panjul, makin besar makin bandel aja..” Ucap ibu yang berusaha menahan tawanya.
“Ya sudah kamu mandi dulu terus makan.. baru kamu boleh lanjutin urusanmu.
Aku mengangguk menurut. Tidak mungkin aku melewatkan masakan ibu yang sudah lama sekali tidak kurasakan.
…
Tepat saat hari mulai gelap aku berpamitan untuk mengunjungi makam Bapak. Sepertinya ibu juga sudah mengerti tujuan utamaku...
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Kisah mengenai sebuah desa yang hanya memiliki penghuni pada malam hari & menyimpan kenyataan yang sangat mengerikan.
sebuah desa terpencil di perbatasan jawa tengah yang sekitarnya dijadikan proyek tambang batu dan pasir. @IDN_Horor @ceritaht @bacahorror
Sebuah bis dari arah ibukota terlihat akan melintas di depanku. Aku menoleh ke arah tulisan tujuan bis itu terpasang. Sebuah kota di perbatasan Jawa tengah dan Jawa Timur sesuai dengan tujuanku. Aku melambaikan tanganku hingga bis itu berhenti tak jauh dari tempatku berdiri.
Aku menaiki sebuah bis yang cukup tua dengan beberapa kain kursinya yang telah robek.
Yah, aku tidak bisa mengeluh. Saat ini aku harus benar-benar mengatur uangku agar bisa bertahan di kota itu nanti hingga waktunya aku menerima upahku.
Yang mau dengerin di youtube bisa mampir ke channel saya ya..
Kenalin namaku Nadia, Aku tinggal di kota Malang yang terletak di propinsi Jawa Timur. Sebagian dari cerita ini mungkin akan didominasi dengan masa kecilku yang sangat kental dengan hal ghaib.
Indigo?
Bukan , aku sendiri tidak bisa menilai mengenai ini.
MONYET KEMBAR ALAS WETAN
- Teror Penunggu Pabrik Gula -
Sebuah bangunan besar terletak di balik hutan desa tempat tinggal Cahyo dan Paklek saat ini.
Ternyata itu adalah sebuah Pabrik Gula yang sudah lama terlantar dan terlarang dimasuki oleh warga desa.
"Jangan keluar dari desa ini tanpa seijin Paklek!"
Kata-kata itu selalu terucap setiap Paklek meninggalkanku di desa. Sebenarnya tidak masalah, toh warga desa ini juga sudah mulai akrab denganku, apalagi masakan Bulek juga membuatku betah untuk ada di rumah.
“Heh Kliwon mudun! Nggoleki opo to?” (Heh kliwon.. turun! Nyariin apa to?) ucapku yang masih selalu heran dengan tingkah laku kliwon yang berbeda dengan monyet pada umumnya.
“Dia … yang kamu cari … terjebak di alam kami ...”
Tiba-tiba terdengar seperti suara seorang nenek dari belakangku.
Aku menoleh dan hampir saja terjatuh saat melihat seorang nenek mengenakan kebaya hitam dengan wajah yang sudah sangat tua, yang begitu saja berdiri di belakangku.
Dengan kemunculan dan wujud yang seperti itu tidak perlu kemampuan khusus untuk memastikan nenek itu bukanlah manusia biasa. Namun, aku berusaha tetap bersikap sopan kepadanya.