Rangkaian Tweet tentang hubungan ekonomi Russia-China dan dampaknya terhadap Indonesia.
Sebuah utas 🧵
Sejak dua hari lalu saya sudah sampaikan bahwa sekalipun China dan Russia melakukan kesepakatan untuk "saling bantu" tanpa batas pada bulan Februari 2022 lalu - sejenak sebelum Olimpiade Musim Dingin dibuka, ternyata saling bantu itupun ada batasnya.
Kenapa begitu? Karena ekonomi China memang tidak didesain untuk bisa segera membantu Russia. Untuk urusan ekspor - Russia cuma ranking 15.
Ekspor China ke Vietnam atau Korea Selatan volumenya DUA KALI nilai ekspor ke Russia.
Russia-nya kekecilan.
Dan ekspor terbesar China adalah... ke Amerika. Sebesar $453 Miliar di tahun 2020. Sembilan kali lebih besar daripada ekspor ke Russia.
Terjemahan sederhananya: China terima duit hasil ekspor dari Amerika SEMBILAN KALI lebih besar daripada duit hasil ekspor dari Russia.
Bagaimana dengan posisi Impor China? Russia ada di urutan ke 10. Sekali lagi: Jepang atau Korea Selatan besaran impornya 3x lipat lebih besar daripada dengan Russia.
China punya friksi politik dengan Taiwan? Iya, tapi impor terbesar China adalah dari Taiwan.
"Bukannya ekspor-impor dihitung BUKAN dengan nilai absolut - tapi dengan offset antara nilai ekspor vs nilai impor?"
Betul sekali. Posisi dagang Russia surplus terhadap China sebesar USD 6,4 Miliar pada tahun 2020. Berarti duit mengalir dari China ke Russia sebesar itu.
Lalu sumber pembayaran itu dari mana?
Tentunya dari negara yang posisinya defisit dagang terhadap China. Siapa? Yang terbesar Amerika Serikat. Amerika bayar impornya dari China pakai apa? US Dollar. Seberapa besar? USD 317 Miliar di tahun 2020.
Bandingkan beda angkanya.
"Tapi Russia nggak mau posisi defisit dagangnya dengan China dibayar pakai US Dollar"
Ok. Kita lihat siapa yang kemudian selanjutnya defisit dagang dengan China? Hong Kong - yang pastinya juga bayar pakai USD.
Selanjutnya? Belanda. Tapi cuma setara USD 66,3 Miliar dalam Euro.
Mulai kelihatan akar masalahnya: penerimaan China dari hubungan dagang bagian terbesarnya dibayar dalam mata uang US Dollar.
Ada kok yang dalam Euro - tapi bagian terbesarnya saja cuma (setara) USD 66,3 Miliar dan itupun dari Belanda yang negaranya kecil.
Dengan penerimaan dagang terbesar dalam mata uang US Dollar, maka China pun akan lebih cenderung membayar impornya dalam US Dollar, supaya risiko kursnya jadi rendah.
Dan ini menimbulkan "network effect" makin meluas lah penggunaan US Dollar dalam perdagangan dunia.
Network effect ini akan semakin membesar apabila Amerika masih membukukan DEFISIT dagang terhadap China. Kenapa? Karena sampai kapanpun Amerika akan membayar impornya dalam US Dollar dan China akan menerima pendapatan dalam US Dollar.
Suka atau tidak suka.
"Tapi China negara dagang terbesar di dunia dan sudah melampaui Amerika - masak nggak bisa ekspor-impor China dialihkan pakai mata uang lokal China seperti Renminbi?"
Tentu saja bisa. Tapi tidak bisa dadakan. Amerika butuh waktu 100 tahun untuk menggantikan Poundsterling.
Langkah internasionalisasi Yuan dalam perdagangan harus dimulai dengan: mengubah posisi dagang China dengan Amerika dari semula SURPLUS menjadi DEFISIT.
Hanya dengan cara ini maka posisi offset dengan Amerika bisa ditekan dan network effect bisa ditekan.
Seberapa besar pembelian yang harus dilakukan China atas produk-produk Amerika agar posisi surplusnya berkurang? Sekitar senilai USD 317 Miliar - seperti posisi defisit tahun 2020.
Apakah ada produk Amerika yang diminati China? Ada banyak banget.
Dari Amerika - China bisa beli segala macam: kedelai, jagung, daging babi, minyak mentah, gas alam, sampai ke membeli pesawat terbang, komputer ataupun peralatan militer.
Perusahaan terbesar dalam urusan ekspor Amerika adalah: Boeing. Dan China adalah pembeli terbesarnya.
Yang sedikit masalah: Kalau China ingin mengimpaskan posisi dagangnya dengan Amerika - maka pada saat bersamaan China harus MENGURANGI pembelian produk serupa dari negara lain. Termasuk dari Russia.
Kalau gandum dari Amerika ditambah, maka gandum dari Russia berkurang.
Saat Perang Dagang terjadi antara China vs Amerika di masa Presiden Trump - terdapat kesepakatan bahwa China akan MEMBELI produk Amerika lebih banyak lagi. Minimal TAMBAHAN sebesar USD 200 Miliar dalam dua tahun.
Berapa yang terealisasi? Nyaris NOL. Impor China dari Amerika nggak berubah.
Apakah karena Donald Trump-nya dongo? Bisa jadi. Hampir semua negosiasi Amerika di masa Trump hasilnya NOL. Padahal Trump dulu nulis buku "Art of The Deal"
Omong kosong semua.
Akibat defisit dagang Amerika yang tidak juga menipis, maka network effect US Dollar menjadi menguat. Lebih banyak lagi US Dollar yang berputar, sementara posisi yang seharusnya digantikan oleh Yuan dalam perdagangan dunia - malah semakin mengecil.
Tentu China juga bisa membeli produk lain Amerika. Semisal beli supercomputer, beli senjata, beli produk nuklir, atau sekalian beli perusahaan Amerika.
Ini yang jadi masalah: Undang Undang Amerika melarang ekspor produk-produk strategis yang sensitif bidang pertahanan.
"Jadi China cuma bisa beli bahan mentah seperti jagung, kedelai, daging babi, minyak bumi, mineral, dan gas? Nggak bisa beli teknologi tinggi?"
Iya. Itu sebabnya China juga kesal. Harus impor lebih banyak tapi pilihan benda yang bisa dibeli terbatas.
Tapi jangankan Amerika - Russia saja kapok menjual peralatan militer ke China dan akhirnya memberlakukan larangan setelah kebobolan di tahun 1998.
Kenapa? Karena dalam sekejap produknya dijiplak lalu China bikin sendiri dalam skala besar, lalu diekspor.
Tentu saja China juga bisa membeli perusahaan-Amerika. Dan itu sudah banyak terjadi, tapi dalam skala kecil.
Begitu skalanya agak gede - jadi isu politik di dalam negeri Amerika. Seperti saat CNOOC berencana membeli Unocal dan dipaksa batal.
Bisa dibayangkan kalau China dibolehkan membeli Boeing, Facebook atau Tesla, maka neraca dagang China dengan Amerika yang semula surplus bisa lebih cepat defisit. Tapi tentu nggak semudah itu.
"No way, Jose!" itu perusahaan strategis teknologi kata Senat Amerika.
"Bisa eda bayangkan lah seperti apa" demikian mungkin kata ito @kisbet_, betapa repotnya di posisi China.
Mau beli duitnya ada, tapi barangnya nggak dijual. Itu juga alasan mengapa China menempuh cara lain soal teknologi: Spionase dan pencurian.
Tapi itu ceritanya panjang.
Kembali ke soal kesepakatan China-Russia Februari lalu.
Secara prinsip China dan Russia akan bekerja sama soal energi. Persisnya Gas Alam dan Minyak. Total nilainya? USD 117,5 Miliar.
Besar? Iya. Tapi kita perlu pelajari detailnya. Dan ini yang bikin mules.
Aku makan siang dulu ya tweeps.
Nanti dilanjutkan lagi.
Ok lanjut lagi tweeps.
Detail dari kesepakatan ekonomi China-Russia secara pokok bertumpu pada sektor energi. Persisnya minyak bumi dan gas alam - dua komoditas ekspor utama Russia dan tulang punggung strategi ekonomi-politik Putin.
Kesepakatan antara China dan Russia berlangsung antar perusahaan masing-masing negara.
China diwakili oleh China National Petroleum Company akan membeli 100 Juta Ton minyak mentah Russia yang diproduksi oleh Rosneft. Yang jadi masalah: pembelian ini untuk rentang 10 tahun.
Kontrak 100 Juta Ton minyak mentah tersebut bila terbagi merata adalah sedikit di atas 200 ribu barrel per hari. Minyak akan dikirimkan dari Kazakhstan ke penyulingan minyak di Barat Laut China.
Nilai seluruh kontrak ini adalah ekuivalen USD 80 Miliar.
Yang menjadi menarik adalah: bila kita membagi harga kontrak minyak dengan volumenya - maka harga minyak dalam kontrak ini terbilang sangat murah.
Sebagai pembanding, pendapatan Russia dari minyak adalah ekuivalen USD 400 juta PER HARI.
Tetapi Russia tidak punya pilihan.
Bagian kedua dalam kontrak adalah terkait Gas Alam. China sepakat akan membeli gas alam yang dipasok Gazprom Russia hingga sebesar 10 Miliar meter kubik per tahun.
Gas alam ini akan disalurkan menggunakan pipa baru. Sialnya, pipa baru akan selesai dibangun tahun 2026.
Pasokan baru Gas Alam ini akan melengkapi kerjasama gas alam China-Russia yang sudah ada melalui pipa Siberia-1.
Kedua negara sepakat meningkatkan kapasitas pengiriman gas hingga mencapai 38 Miliar meter kubik per tahun di tahun 2025.
Walaupun kelihatan besar: kerja sama gas alam Russia-China yang nantinya akan mencapai 48 Miliar meter kubik per tahun ini masih lebih kecil dibandingkan pipa gas tunggal Nord Stream 2 yang baru saja dibatalkan Jerman.
Nord Stream 2 mengalirkan 55 Miliar meter kubik per tahun.
Seluruh gas alam yang dijual Gazprom ke China terbilang sangat kecil bila dibandingkan dengan total pengiriman ke seluruh bagian Eropa. Kurang dari 10%.
Ini berarti penjualan gas alam Russia ke China belum mampu menggantikan pasar gas alam Eropa.
Yang mungkin menjadi masalah: apakah pasokan Gas Alam dari Russia ke China akan mampu menggantikan ekspor Gas Alam Indonesia ke China? Bisa jadi.
Seluruh volume ekspor Gas Alam Indonesia adalah 22 Miliar meter Kubik per tahun yang dikirimkan menggunakan kapal tanki gas.
Sulit rasanya pengiriman gas alam Indonesia ke China akan bisa bersaing melawan Gas Alam Russia yang akan dikirimkan ke China menggunakan pipa.
Dampak pengaliran gas melalui pipa ini juga akan permanen bagi Indonesia. Maka Indonesia perlu menemukan konsumen baru Gas Alam.
Mudah mencari pembeli baru Gas Alam Indonesia? Tentu tidak. Perlu dirintis dari sekarang - jauh sebelum perluasan pipa gas Siberia-China beroperasi tahun 2025.
Jangan sampai kepepet, lalu posisi tawar Indonesia menjadi lemah - padahal Gas Alam salah satu penopang ekspor.
Kembali ke soal hubungan ekonomi dan dagang China-Russia.
Satu faktor yang tidak dipertimbangkan Vladimir Putin dan Xi Jinping saat kesepakatan kerja sama diumumkan bulan Februari lalu: bahwa Uni Eropa juga melakukan blokade ekonomi dan pembekuan aset terhadap Russia.
Hal ini menjadi penting karena mitra dagang terbesar Non-US Dollar bagi China adalah: negara-negara Eropa pengguna Euro.
Dan mata uang Euro pula komponen terbesar dalam cadangan devisa Russia mengingat hubungan dagang terbesar Russia adalah dengan Eropa - terutama Jerman.
Posisi ekspor Russia tahun 2020.
Posisi Import Russia
Secara Netto (Export - Import) posisi surplus terbesar Russia adalah dengan Belanda. Dan defisit terbesar dengan China.
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Russia punya sekitar senilai $100 Miliar dalam bentuk Bond Pemerintah China dalam mata uang RMB. Bisa jadi kolateral.
Tapi kalau Bank BUMN China tidak mau memberikan line credit bagi perusahaan minyak Russia (yang punya cash flow kuat), lalu siapa lagi yang mau dan bisa?
Menjadi istimewa karena Singapura salah satu hub transaksi RMB off shore terbesar di luar Hong Kong. Hub satu lagi adalah London, yang sudah pasti dihindari Russia.
Barter minyak Russia? Bisa saja, tapi sangat tidak efisien. Siapa yang menanggung? Russia.
Apa susahnya untuk mengakui saja bahwa orang Indonesia memang nggak terlalu berbakat main sepak bola?
Sama seperti orang India nggak berbakat tinju, orang Arab nggak jago renang, atau orang Amerika nggak bisa badminton.
Menyakitkan? Mungkin.
Tetapi jauh lebih menyakitkan suatu negara berpenduduk 275 juta selama BERPULUH TAHUN menaruh tinggi harapan. Dan selalu kecewa.
Kroasia jago sepak bola walau penduduknya cuma 4 juta. Denmark? 6 juta.
Mereka jelas berbakat.
Pernahkah anda perhatikan bahwa Indonesia unggul di olah raga individu atau tim kecil? Badminton, Panahan, Taekwondo, Panjat Tebing, Tinju, dan Bridge. Tidak perlu ada koordinasi ruwet. Cukup keunggulan individu.
Berdasarkan artikel majalah National Geographic, pohon Redwood Mark Twain yang ditebang pada tahun 1891 di California, adalah pohon tertua yang pernah ditebang orang.
Pohon setinggi 100 meter tersebut berusia 1341 tahun. Garis tengah bagian batangnya sepanjang 27 meter.
Untuk menebangnya perlu waktu 6 hari dengan menggunakan gergaji raksasa. Sesudah pohon tumbang masih diperlukan pemotongan kayu hingga bagian-bagian lebih kecil yang baru selesai dalam berminggu-minggu.
Pohon bernama Mark Twain ini tumbuh di tempat bernama Millwood.
Kasus Evergrande ini nggak ada yang bahas ya di Indonesia? Padahal ini bisa meledak kayak Lehman Brothers.
Evergrande ini adalah pemilik properti terbesar nomer dua di China. Sempat menjadi nomer satu beberapa tahun lalu. Evergrande anggota Fortune 500 Global.
Masalah ada di utang $100 Miliar yang terancam default. Ada yang jatuh tempo dalam waktu dekat ini. Dan nggak ada duit.
Pemerintah China sudah bilang nggak akan melakukan bailout. Tapi apa iya kalau sudah sebesar Evergrande dampaknya nggak akan menjalar ke sektor properti lain di China?
Dan ini jadi masalah karena banyak perusahaan properti di China adalah cash cow Pemerintah Daerah.
Di antara para ekonom Indonesia yang memperhatikan kenaikan harga beras waktu itu, muncul kelegaan karena harga beras bisa terkendali akibat stok yang cukup.
Indonesia beruntung karena bisa duluan borong beras di pasar internasional sehingga harga bisa stabil.
Hal seperti ini tidak mudah dikomunikasikan kepada masyarakat - karena ada pemahaman umum: "impor pasti buruk", "kita harus bisa swasembada pangan" dll.
Padahal swasembada bisa sangat mahal ongkos ekonominya kalau harga beras naik terlampau tajam. Yang jadi korban: daya beli.
"Bukankah harga beras yang tinggi menguntungkan petani?"
Kata siapa? Nilai Tukar Petani di Indonesia nggak pernah nyambung dengan harga beras di pasar. Mengapa? Karena rantainya sampai ke pasar sangat panjang. Dan tiap mata rantai punya marjin laba tersendiri.
CATATAN: harga beras rata-rata di sekitar 1998 naik lebih dari 2x lipat. Pak @boediono dalam bukunya pernah menulis hal ini.
Kenaikan harga beras ini mendorong kenaikan tajam inflasi karena bobot beras dalam konsumsi masyarakat saat itu mencapai hampir 1/4 belanja masyarakat.