Thread by @creepylogy_

-Rumah Angker Duren Tiga-

Kisah nyata..

Izin tag
Terima kasih RT & likes. 🙏
@IDN_Horor @bacahorror @Penikmathorror @threadhororr
#bacahorror #threadhorror #penikmathorror #ceritahorror

Sumber kisah ini adalah klien thesis saya. Dia sendiri yang mengalaminya saat masih kuliah sarjana. Lokasi rumah di Duren Tiga-Perdatam, tidak terlalu jauh dari Potlot, TMP Kalibata, atau TKP polisi tembak polisi.

Ramli, asli wong kito, datang ke Jakarta dari Empat Lawang (dulu Lahat) pada 2005. Seperti banyak perantau, Ramli ikut kerabatnya tinggal. Sebuah rumah besar di Duren Tiga dengan tujuh kamar dan diisi 13 orang. Dengan Ramli genaplah 14.

Rumah tersebut disewa tahunan dan patungan. Hampir semua penghuni adalah mahasiswa. Kebetulan saat Ramli datang, rumah sudah ditempati dua bulan.

Ramli menempati kamar dempet balkon. Sendiri mulanya, tetapi akhirnya satu temannya pindah untuk mengisi kamar itu. Dari sini saja sebetulnya sudah aneh. Kenapa temannya mesti tinggal bertiga padahal ada kamar kosong.

Kawan Ramli yang satu ini yang kemudian membocorkan apa yang terjadi. Rumah gedong itu rupanya angker. Yang paling sering, katanya beberapa kali kalau mandi diganggu. Pintu kamar mandi digedor bahkan ditendang. Dan pelakunya yang pasti bukan para penyewa.

Ramli mengaku dirinya tidak takut pada soal semacam itu. Namun, tidak takut bukan berarti tidak dapat giliran. Satu malam ia makan bersama di meja makan besar. Kebetulan ada dua orang sedang diam-diaman sehabis baku pukul satu sama lain. Suasana pun jadi agak kaku.

Tiba-tiba makan malam yang kurang akrab itu berubah ribut. Pasalnya, seorang yang sedang bermasalah ini menuduh temannya menendang tulang keringnya. Dan ia jelas mengaduh kesakitan. Anehnya yang dituduh tidak terima. Jadilah mereka baku pukul lagi.

Keduanya dilerai lalu disingkirkan. Sisanya kembali makan. Namun konyol, hal yang sama terulang. Seorang kawan Ramli yang lain juga ditendang. Malah ia sampai terjungkal. Mereka pun sadar kalau itu adalah gangguan supranatural. Alhasil makan malam dilanjutkan sendiri-sendiri.

Ramli bercerita, ada satu anak, namanya Zul, yang doyan betul mabuk. Suatu malam ia membawa pulang berbotol-botol lalu mengajak siapa saja yang mau untuk minum bersama. Terkumpul beberapa orang, pesta siap dimulai. Tetapi Zul, entah bagaimana tahu-tahu bertingkah aneh.

Zul meniru suara perempuan, mengoceh yang bukan-bukan, bahkan ia berlagak sedang memacak, memakai lipen juga menceplak-ceplak bibirnya seperti umumnya wanita habis pakai lipen.

Mulanya itu dianggap lucu. Anak-anak berdatangan untuk menonton. Sampai Zul kemudian berteriak-teriak sambil menjambaki rambut gondrongnya hingga rontok sebagian, barulah semua menganggap itu serius.

Lambat laun Ramli mengalami sendiri kejadian-kejadian aneh. Pernah juga ia digedor-gedor saat mandi. Yang paling membuatnya jengkel ialah ketika seisi kamarnya berantakan dan ia jadi terbangun untuk menegakkan lemari roboh juga membereskan benda-benda berceceran.

Dari 14 penghuni, wajar kalau ada yang takut. Empat bulan setelah Ramli tiba, kawan sekamarnya memutuskan pindah, kos di tempat lain. Hanya saja, Ramli bersikeras tidak peduli. Di kampung katanya lebih seram.

Jika Ramli masa bodoh, ada juga yang menaruh perhatian. Satu ketika seorang kawannya berkata—terlepas benar tidaknya, bahwa pernah ada pembunuhan di rumah itu, korbannya ibu dan anak. Dia mengaku mendapat informasi dari warga setempat yang masih ingat peristiwa tersebut.

Satu informasi dapat memancing orang lain untuk menggali informasi lain. Di hari lain penghuni yang satu mengatakan itu bukan pembunuhan, melainkan bunuh diri ibu dan putrinya. Konon mereka terhimpit banyak masalah selepas kematian sang kepala keluarga. Entah mana yang benar.

Adapun Ramli tidak berminat mencari tahu. Yang penting tinggal di kamar luas, murah. Memang itu pilihan yang masuk akal juga. Namun, dia pun tak dapat mencegah kawannya pindah. Pada bulan ketujuh sejak ia tinggal, hanya tersisa delapan orang.

Delapan orang ini, kata Ramli, besar juga nyalinya. Tetapi sebesar-besarnya nyali, lingkungan juga bisa memengaruhi. Alhasil dari tujuh kamar, yang terpakai cuma empat. Semua penghuni menetap berdua satu kamar.

Ramli kerap dihinggapi mimpi buruk. Satu ketika pernah pula ia melihat wanita tua termenung di balkon. Di waktu yang lain ia mendengar seperti benda berat terjatuh dari balkon. Namun, sekali lagi sikapnya bodo amat.

Meski demikian adakalanya semua orang dipaksa berpikir bijak. Penyebabnya yaitu salah satu penghuni ditemukan hampir saja tewas digilas truk. Dia mengalami sleepwalking pada lewat tengah malam, berjalan sendirian ke arah perempatan Pancoran.

Sleepwalker itu buru-buru pindah. Semua orang pun jadi berpikir ulang, kecuali alasan ekonomi yang penting dipertimbangkan juga.

Puncaknya terjadi pada bulan kesepuluh sewa. Ceritanya tujuh orang berkumpul di balkon sambil bergitar. Lalu perkumpulan itu mendadak dikacaukan suara perempuan tua sedang memarahi seseorang. Omelan misterius itu berlangsung agak lama diiringi suara tangis wanita lain.

Saat suara-suara itu reda, dikira tidak ada yang lain. Ternyata salah. Satu orang kawan Ramli rupa-rupanya kena pengaruh. Ia hilang pikiran. Suka mengomel bahkan mengamuk. Dan kalau berkata suaranya mirip perempuan misterius yang tadi mengomel.

Si kerasukan malam itu bisa dipulihkan sadarnya, tetapi tidak mau makan dan minum, suka termenung macam orang kurang akal. Keadaan terus seperti itu sampai dua harmal. Akhirnya dibawa dia ke rumah seseorang untuk diservis.

Untunglah si kerasukan ini masih bisa diperbaiki. Hanya saja, Ramli dkk disarankan betul segera pindah. Kalau sudah terlalu sering artinya jin di rumah itu memang tidak suka dan bisa saja berbuat lebih jauh.

Singkat cerita, para penghuni yang tersisa di rumah itu pindah tak lama kemudian saat masih tersisa sewa dua bulan.

-selesai-