Saya sedang menjaga ibu yang dirawat inap lalu bertemu pria ini, Aris namanya, yang juga sedang menjaga ayahnya. Perjumpaan berlangsung beberapa kali di kantin RSUD Bekasi hingga ia menuturkan pengalamannya beberapa tahun sebelumnya yang begitu membekas, bahkan di benak saya.
Aris berkawan lama dengan seorang pria, namanya Hasyim. Kawan sejak kecil sampai SMA. Hubungan mereka lalu terpisah lantaran Aris pindah dari Bekasi ke Indramayu pada awal dekade 1990-an. Di era itu, sekali berpisah anggap saja tidak akan jumpa lagi.
Waktu berlari larat tak bisa dikejar. Aris lulus kuliah, bekerja, ayahnya pensiun, ibunya wafat, lalu ia pindah pekerjaan sampai terdampar lagi di Bekasi. Untuk kali ini gantian dia yang merawat sang ayah.
Bukan kebetulan Aris memilih rumah di daerah Rawa Lumbu. Masa kecilnya hingga beranjak dewasa berkisar di sana. Oleh karenanya suatu hari ia mencoba mengorek masa lalunya, mendatangi lingkungan yang dulu. Namun kenyataan hampir semua sudah berubah. Hasyim telah lama pindah.
Ada yang berkata Hasyim pindah masih di seantero Bekasi. Ibunya sudah meninggal saat pindah sebelum tahun 1995. Namun, Bekasi itu bukan barang kecil, lebih luas bahkan dibanding Singapura dan Jakarta jika digabung.
Aris belum menyerah. Benak sudah tanggung bernostalgia, maka dicarinya kawan lamanya di Facebook. Ia tanyai teman-teman SMA satu persatu. Namun, hasilnya nol. Kata mereka Hasyim benar-benar lenyap setelah lulus.
Mulai dari situ pencarian berakhir. Kalau takdirnya bertemu pasti akan terjadi, begitu pula kebalikannya. Dan hidup terus berjalan sebagaimana mestinya.
Satu ketika Aris bepergian akhir pekan ke Bogor bersama keluarga. Bertemu orang asing, mengobrol satu sama lain, lalu Aris belakangan tahu kalau lawan bicaranya ternyata adik kelas tiga tingkat di SMA. Dan itu menjadi pembuka takdirnya tentang hal lain.
Si adik kelas mengaku bekerja di sebuah pabrik FMCG di Bekasi dan ia dibantu masuk oleh kakak kelasnya bernama Hasyim. Karuan saja Aris jadi meledak semangatnya. Ia bertanya sangat banyak dan sekaligus bersyukur bahwa kawan lamanya hidup dengan baik.
Katanya Hasyim duduk di bagian purchasing, karirnya bagus, anak dua, dan benar bahwa ia menetap di Bekasi, tidak berjauhan dengan tempatnya bekerja.
Aris meminta nomor ponsel kawannya dan segera dihubungi, akan tetapi tidak dijawab. Kata adik kelasnya Hasyim memang jarang menggubris nomor di luar keluarga dan kerabat saat akhir pekan. Namun ia pun sudah mengirim pesan dan berjanji akan memberitahukan hal itu secepatnya.
Aris pulang lebih cepat pada Ahad pagi lantaran dikabari pembantu bahwa kondisi ayahnya memburuk. Tak mau ambil risiko, begitu tiba di rumah ayahnya segera dibawa ke UGD rumah sakit. Gulanya naik sangat tinggi sehingga kata dokter diperlukan rawat inap.
Sore hari Aris menerima pesan dari nomor Hasyim. Dia sangat gembira dengan itu. Hasyim berjanji akan menghubunginya lagi setelah ia pulang dari Lampung untuk sebuah acara tur klub motor yang diikutinya.
Pukul 6 esok paginya ada telepon masuk.
"Hai Aris, apa kabar. Masih ingat suaraku?"
"Hasyim, kan. Aah lama enggak ketemu. Apa kabar?"
"Maaf aku langsung merepotkanmu. Tadi malam aku jatuh dari motor. Aku dibawa ke RSUD Kota Bekasi. Yang kubutuh adalah darah AB lantas langsung ingat kamu. Kamu mau..."
"Oke, aku segera ke sana."
Aris tiba di rumah sakit satu jam kemudian. Sayangnya nyawa Hasyim tak tertolong.
"Waktu kematiannya pukul 06.50," kata dokter yang menangani Hasyim. "Korban mengalami pendarahan hebat di bagian perut akibat tertancap besi proyek jalan. Sejak tiba ia sudah tak sadarkan diri."
Saya tidak punya informasi lebih banyak tentang penutur kisah. Perjumpaan di rumah sakit sama halnya dengan pertemuan para penumpang di sisi jendela kereta, akrab tetapi segera terlupakan.
Akan tetapi kisah tersebut masih membekas di pikiran saya. Dan Aris, meski berpisah puluhan tahun, pada akhirnya ia turut menyalatkan dan menguburkan jasad kawannya. Bahkan pertemanan itu bermanfaat hingga akhir hayat.
Sebagai penutup, saya kira penting mengatakan bahwa saya pribadi tidak percaya arwah orang mati dapat berkomunikasi dengan manusia. Jin yang melakukan itu, terlepas apa tujuannya.
-selesai-
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Sumber kisah ini adalah klien thesis saya. Dia sendiri yang mengalaminya saat masih kuliah sarjana. Lokasi rumah di Duren Tiga-Perdatam, tidak terlalu jauh dari Potlot, TMP Kalibata, atau TKP polisi tembak polisi.
Ramli, asli wong kito, datang ke Jakarta dari Empat Lawang (dulu Lahat) pada 2005. Seperti banyak perantau, Ramli ikut kerabatnya tinggal. Sebuah rumah besar di Duren Tiga dengan tujuh kamar dan diisi 13 orang. Dengan Ramli genaplah 14.
Ini terjadi di Pondok Ranggon, Jakarta Timur, sekitar tahun 1990. Kisah dituturkan oleh orang kedua yang bukan saksi peristiwa, tetapi saat itu tinggal di kawasan yang sama. Saya juga mendapat konfirmasi dari orang kedua yang lain yang mengaminkan peristiwa ini.
Pondok Ranggon. Wilayah ini berbatasan dengan Cibubur, di ujung Jakarta Timur. Pondok Ranggon sekarang lebih terkenal karena TPU dan peternakan sapi perah. Keberadaan dua tempat itu tak lepas dari ketersediaan lahan pada masanya.
Saya mendapat cerita ini dari orang pertama yang mengalami. Cerita dikirim melalui DM Instagram.
-KECELAKAAN ADIK-
Aku sedang tertawa-tawa petang itu, menderai kata bersama teman-teman, di antara hiruk pikuk Semarang bawah, yang udara panasnya tidak begitu berkecamuk seperti biasa. Hingga ibuk telepon. Kuangkat. "Adikmu guling dari montor di tanjakan Gombel!"
Jin berwujud perempuan ada di mana-mana. Maksudnya, di banyak negara juga kenal yang bentuknya spt itu. Beda nama dan mungkin asal usul yang memperkuat itu aja. Termasuk juga fenomena lain, misalnya hantu lain atau kutukan, mereka pun percaya.
Film incantation kan dari Taiwan, tetangga hongkong. True events itu. Jadi, di manapun ada. Gimana baiknya kalau kebetulan berinteraksi/diganggu mereka? Hm, tiap orang punya sikapnya sendiri sih. Tapi kalau saya pribadi berusaha cuek. Gak usah ditanggepin.
Pokoknya sabodo teuing lah. Jin biasanya mengganggu secara bertahap. Pertama gak langsung heboh. Cuma tanda2 kecil, gejala. Pengalaman saya, semakin merespon, mereka semakin ada.
"Bang, lu meleng apa gimana, bisa nyusruk ke got kaya gitu?"
Dari gorong-gorong gelap pria korban kecelakaan itu nyengir, tak percaya harinya bisa seapes itu. "Gua lihat kuntilanak bang di rumah itu!"
Dan orang-orang di sekitarnya pun tertawa.
Saya akan menceritakan suatu fenomena yang menurut saya aneh bercampur lucu. Tentang kuntilanak yang kerap menampilkan wujudnya di balkon sebuah rumah di kawasan Pejaten.
Agar mempersingkat waktu, ceritanya kuringkas seperti ini.
Sore itu aku berkenalan di aplikasi dengan seorang pria muda yang kelihatannya menarik. Tak hanya itu, ternyata ia punya hobi yang sama denganku. Maka tak lama kemudian kami bertemu.