1. Kadang memahami Kyai2 NU dan Ibu Nyai itu hanya dari simbol2nya saja, mereka mengiyakan atau tak setuju hanya dari bagaimana sikapnya, mimik mukanya, tak selalu diucapkan, di dawuhkan, kadang hanya tersenyum, ada pengalaman Indah ttg ini...
2. Di Situbondo, ada Kyai Muda Kharismatik, cucu Pahlawan Nasional, KHR As`ad Syamsul Arifin, yakni KHR Azaim Ibrahimy, memimpin ponpes Syalafiyah Syafiiyah dg sekitaran 12000 Santrinya
3. Yai Azaim punya pengajian Sholawat Bhening yg berpindah tempat di Situbondo, jamaah yg hadir tak pernah dibawah 10 ribu, bahkan lebih, yang hadir juga Ibu Nyai dr Pondok yg lebih dikenal dg Pondok Sukorejo itu
4. Saya berinisiatif membuat DENWATSER, detasemen wanita banser, banser wanita yg mempunyai tugas2 khusus dg nuansa perempuan, mengawal para Ibu Nyai salah satunya, karena melihat Ibu Nyai berada di puluhan ribu jamaah, ada kekhawatiran saya akan keselamatan beliau
5. Ragu itu ada, apa iya Kyai Azaim bisa menerima, apa iya Ibu nyai merestui, mengingat, budaya Salaf masih kental di kota kami, apakah bisa diterima jika ada wanita berpakaian para milter, bercelana dan bersepatu PDL mengawal Ibu Nyai
6. Namun, teringat dawuh sepuh, bahwa Ansor memang harus mokong, kendel, bismillah, saya buat, saya bentuk DENWATSER, pertama ada 7 orang, nekat saja, toh jika tak berkenan hanya dimarahin, hehe, toh ini demi keamanan dan kenyamanan para Ibu Nyai
7. Denwatser kami, sudah dg kapasitas macan putih yg mumpuni, bukan asal comot, mereka masih belia rata2, ada yg guru TK, mahasiswi, namun jika hanya pengamanan jarak dekat Ibu Nyai mereka mumpuni, tangan kosong bahkan.
8. Penjagaan perdana tiba, Denwatser sudah siap dg segala resiko, saya bilang, ini awal juga bisa ini akhir dr pengabdian kita, niat mulia kalian bisa saja tak dapat restu Ibu Nyai dan Kyai, pengajhian bhening pertama yg sangat mendebarkan
9. Denwatser kita posisikan di tempat ramah tamah Ibu Nyai, biasanya Ibu Nyai akan istirahat dahulu di rumah salah stu warga dan akan berjalan kaki menuju acara pengajian, denwatser panik, bismillah, Ibu Nyai tiba, dan ada di dalam rumah, denwatser berbaris bersiap mengawal
10. Ibu Nyai keluar, denwatser sesuai arahan, mereka mengawal Ibu Nyai, Ibu Nyai tampak kaget, ini siapa? ada perempuan2 berseragam loreng berjilbab mengawalnya, karena di Situbondo, kami yg pertama punya denwatser, saya menahan nafas, semoga Ibu Nyai tak marah
11. Lagi2 kita dihadapkan pada Simbol, ketika denwatser beridri dibekang Ibu nyai saat duduk di kursi undangan, tetiba salah seorang Ibu Nyai memberi Buah salak, seraya menoleh, "ini makan" kata beliau kepada slh stu Denwatser kita. ini symbol, ini Isyaroh,
12. Saya masih ragu, apa mungkin hanya kasihan ada remaja perempuan berdiri berjam2 di belakang beliau, simbol dan Isyaroh kedua akhirnya datang, ketika pengajian bubar, muslimat berebut ingin menyalami, ini yg riskan, karena ribuan orang, denwatser kami pagar betis, dan....
13. Tak dinanya, Ibu Nyai menggandeng tangan para denwatser kami, saya menitikkan airmata melihatnya, duh,,, Ibu Nyai berarti memberi restu, menggenggam tangan yg bahkan mereka tak kenal sama sekali sebelumnya, mungkin mereka paham hanya dari emblem, GP ANSOR BANSER
14. Setelah Ibu Nyai meninggalkan Pengajian, kami evaluasi sebentar, denwatser kami menangis, terharu dan lega, bahwa niat kami untuk menjaga muru`ah, aman dan nyaman Ibu nyai, mendapat lampu hijau, ada salak yg diberikan, air mineral, roti, dan bahkan bergandeng tangan, Ah...
15. Ya, kadang mereka tak memu ji, namun ada sikap, ada simbol, yg lebih membuat kami yakin untuk terus berkhidmat pada Kyai dan Nyai kami di NU, nanti saya lanjutkan, Kyai Azaim yg pada akhirnya memberi restu DENWATSER kami, dg simbol juga tentunya, emosional sya mnulis ini
