Brii Profile picture
Nov 29, 2018 96 tweets 11 min read
Kita lanjut cerita tentang om Heri dan Wahyu yang tinggal di Rumah hantu di perkebunan karet ya..

Seperti biasa, malam ini yang cerita om Heri, bukan Brii..

Sekali lagi, jangan baca sendirian, ini serius..

Yuk mulai..

@InfoMemeTwit
#memetwit
Tidak terasa, sudah hampir enam bulan om menjalani hidup dan bekerja di tempat terpencil ini, tempat yang mau gak mau om harus terbiasa dengan segala keadaanya.
Wahyu juga begitu, dia tetap menjalani semuanya dengan ikhlas dan gembira, disamping harus melakukan kewajiban sebagai pekerja perkebunan.
Kami bentuk keadaan lingkungan rumah seperti yang kami mau, membuat senyaman dan seindah mungkin, agar kami berangsur betah tinggal di tempat itu.

Gak ada pagar sama sekali di sekeliling rumah, jadi gak ada batas pemisah di antara rumah dan lingkungan perkebunan karet.
Halaman depan kami tanami rumput jepang secara merata, di sela-selanya kami tumbuhi tanaman-tanaman hias yang cukup sedap di pandang mata.

Sebelah kanan rumah, kami tanami pohon singkong yang cukup banyak, ada beberapa pohon cabe juga.
Sebelah kiri rumah, kami membangun kandang ternak, kandang yang gak terlalu besar.

Beberapa ekor ayam dan bebek menjadi penghuni tetapnya.
Nah, yang paling "seru" adalah bagian belakang rumah.

Iya, bagian paling "seru"..
Ujung paling belakang bagian rumah ada toilet dan kamar mandi.

Toilet dan kamar mandi ini berhadapan dengan ruang kosong yang kami gunakan untuk gudang.

Tepat di tengah-tengah kamar mandi dan gudang ini ada pintu yang langsung menuju keluar rumah, yaitu halaman belakang.
Halaman belakang ini adalah bagian rumah yang paling jarang kami kunjungi, karena memang jarang ada keperluan untuk ke tempat itu.

Bagian belakang rumah ini berbentuk tanah merah yang beberapa bagiannya tertutup rumput liar, dan juga banyak daun bambu kering berserakan.
Iya, daun bambu kering. Pohon-pohon bambu tumbuh berkelompok Beberapa meter setelah pintu belakang rumah.
Daun-daun bambu kering itu tentu saja berasal dari pohon bambu yang banyak tumbuh di bagian belakang rumah.

Mereka tumbuh berkelompok.

Banyaknya pohon-pohon bambu yang cukup rapat itu membuat suasana sekitarnya menjadi rindang cenderung gelap walaupun pada siang hari.
Apabila angin bertiup, akan terdengar suara daun-daun pohon bambu yang bergesekan dengan daun bambu lainnya, semakin kencang angin yang bertiup maka suaranya akan semakin keras terdengar.
Semakin keras angin juga akan menimbulkan suara batang bambu yang saling bersinggungan satu dengan lainnya, saling memukul.

“Trok, trok, trok..” Kira-kira seperti itu suaranya.
Nah, suara pepohonan bambu itu cukup seram terdengar apabila angin yang bertiup cukup kencang, apalagi kalau malam hari.
Pepohonan bambu ini cukup luas, kira-kira sampai 100 meter persegi luasnya.

Apabila kita berjalan terus menyusuri, pada ujungnya kita akan menemui wilayah yang tanahnya agak menurun, dan di bawahnya mengalir sungai kecil yang cukup jernih airnya.
Sungai ini akan berubah menjadi sungai yang cukup besar ketika musim penghujan tiba.
Seperti yang sudah diceritakan di awal, ini adalah wilayah yang cukup jarang kami kunjungi, karena memang bukan wilayah perkebunan, disamping itu juga karena wilayah ini cukup menyeramkan, siang maupun malam hari.

Kecuali terpaksa, Kami gak pernah masuk wilayah ini.

***
Nah, pada suatu sore menjelang maghrib, Wahyu harus masuk ke wilayah pepohonan bambu itu dengan tujuan untuk mencari beberapa ayam kami yang belum juga pulang ke kandangnya.
Waktu itu Om gak ikut Wahyu, om hanya duduk menunggu di kursi kayu yang ada di sebelah kiri rumah, di depan kandang ayam.

“Hati-hati Yu, jangan lama-lama, sudah mau gelap ini.” Ucap Om sebelum Wahyu berangkat pergi mencari ayam.

“Iya Pak, sebentar aja kok.”
Kemudian Wahyu masuk ke dalam pepohonan bambu itu..
Kira-kira setengah jam berselang dan Hari sudah semakin gelap, Wahyu belum juga kelihatan batang hidungnya. Om mulai khawatir, tetapi belum berniat untuk mencarinya.
Beberapa menit kemudian, tiba-tiba muncul beberapa ayam yang Wahyu cari sejak tadi, ayam-ayam itu muncul berbarengan dari arah belakang rumah, tetapi hanya ayam-ayam itu saja yang muncul, sedangkan Wahyu belum juga terlihat.
Om langsung bergegas menggiring ayam-ayam itu untuk masuk ke dalam kandang.

Setelah selesai memasukkan ayam ke kandangnya, om kembali duduk di kursi kayu seperti semula.
Om mulai khawatir ketika belum ada juga tanda-tanda kemunculan Wahyu, kemudian om memutuskan untuk mencari Wahyu ke belakang rumah.

“Wahyuuuuu…, yuuuu…”

Teriakan om memecah keheningan sore itu, tapi belum ada jawaban juga dari Wahyu.
Akhirnya om memutuskan untuk masuk ke dalam pepohonan bambu untuk mencarinya.

Langkah kaki om yang bergesekan dengan tanah yang tertutup dedaunan kering adalah satu-satunya suara yang terdengar, gak ada suara sahutan dari Wahyu.
“Wahyuuuu…”, kembali om memanggil namanya, tetap belum ada jawaban juga.
Angin cukup besar tiba-tiba mulai bertiup, menggerakkan daun-daun bambu dan menghasilkan suara yang cukup menyeramkan, batang-batangnya bersinggungan satu dengan lainnya.
Perasaan om mulai gak enak, tetapi Om harus terus berjalan menyusuri pepohonan bambu itu, terus mencari keberadaan Wahyu yang belum juga terlihat penampakannya.
Hingga pada akhirnya om sampai di ujung wilayah itu, di depan om sudah ada sungai kecil yang pada waktu itu airnya mengalir cukup deras.

Wahyu belum juga kelihatan, belum juga ada tanda-tanda keberadaannya.
Beberapa menit om berdiri di bibir sungai dan melemparkan pandangan ke seluruh wilayah itu untuk mencari Wahyu, sebelum akhirnya memutuskan untuk berjalan kembali ke rumah, karena hari sudah gelap.

Saat itu om berharap Wahyu sudah ada di rumah.
Berjalan menyusuri pepohonan bambu, langkah om sedikit melambat dikarenakan keadaan yang sudah gelap, berbeda dengan ketika om berjalan melaluinya ketika berangkat tadi.
Angin masih bertiup cukup kencang, suara-suara gesekan daun bambu semakin terdengar riuh di dalam gelap itu, membuat om memutuskan untuk mempercepat langkah kaki, supaya cepat sampai ke rumah..
Tetapi tiba-tiba om berhenti melangkah, om berdiri diam, ketika om melihat sesuatu di depan..

Om langsung merinding ketakutan, tubuh seperti lemas lunglai tak bertenaga, jantung berdrgup sangat kencang..
Di hadapan om berdiri sesosok mahluk bertinggi sekitar dua meter, berambut lusuh dan kotor, seluruh tubuhnya berwarna hitam legam, termasuk wajahnya.
Matanya berwarna merah menyala menatap ke arah tempat om berdiri, beberapa detik kami perpandangan, beberapa detik yang terasa cukup lama.

“Asalamualaikum.” Om memberanikan diri mengucap salam.

Sosok itu tetap gak bersuara, dengan mimik wajah yang cukup menyeramkan..
Dalama hati om bertanya,

"Mahluk apakah ini?"

Yang pasti bukan manusia..
Ketika nyali sudah sedikit terkumpul, om mencoba menyeret kedua kaki untuk melangkah, melangkah menghindarinya, berjalan memutar supaya gak berpapasan langsung.

Mahluk itu hanya diam berdiri, hanya wajahnya saja yang terus mengikuti pergerakan om yang melangkah menjauhinya.
Om semakin mempercepat langkah kaki ketika rumah sudah terlihat beberapa meter di depan, gak sekalipun om berani untuk melirik ke arah belakang.

Alhamdulillah, akhirnya sosok itu gak terlihat lagi.
Sesampainya di rumah, om langsung masuk dan mengunci pintu.

“Dari mana Pak?, tadi saya datang Pak Heri gak ada.”

Dengan memakai sarung dan peci, Wahyu muncul dari dalam kamar. Kemunculannya cukup mengagetkan om.
“Kamu tadi kemana Yu? Saya tadi mencarimu sampai ke sungai belakang.”

“Saya kan mencari ayam Pak, tapi gak ketemu. Ketika saya kembali ternyata ayamnya sudah ada di kandang tetapi Pak Heri malah menghilang..hehe.”
“Ya sudah, saya mandi dulu, terus kita sholat ya Yu.” Om menutup percakapan pada sore yang cukup aneh itu.

***
Pada malam itu hujan turun cukup deras, disertai dengan angin yang cukup kencang bertiup. Angin juga yang bertanggung jawab menggerakkan dedaunan pada pohon-pohon sehingga menghasilkan suara, entah dari pepohonan karet atau pun dari pepohonan bambu yang ada di belakang.
Udara menjadi bertambah dingin..
Om dan Wahyu duduk sambil berbincang di ruang tengah, ditemani oleh kopi dan singkong rebus hasil dari kebun sendiri.
Om belum menceritakan tentang kejadian yang om alami di belakang rumah sore tadi kepada Wahyu, gak terlalu penting juga untuk diceritakan.

Wahyu juga bercerita kalau siang tadi dia kedatangan tamu, seorang teman lamanya datang berkunjung, Nandar namanya.
Nandar ternyata tinggal di kampung yang letaknya gak jauh dari perkebunan karet tempat kami tinggal.

Wahyu bilang, Nandar salut dengan kami berdua, salut dengan nyali kami yang berani tinggal di tempat terpencil seperti ini, Om hanya tersenyum kecut mendengarnya.
“Kalau bisa memilih, aku akan pergi meninggalkan tempat ini secepatnya.” Begitu kira-kira ucap om dalam hati.

***
Jam sudah hampir di pukul sebelas malam, hujan deras terus turun tanpa sedikitpun berkurang intensitasnya.

Beberapa sudut rumah terlihat bocor, air metetes dari atap, beberapa tempat sudah kami letakkan ember di bawahnya supaya air gak meluber ke mana-mana.
Entah sudah berapa kali wahyu memompa lampu petromak supaya cahayanya gak mati tertiup angin yang sesekali masuk melalui lubang-lubang yang berada di atas jendela maupun pintu.
Suara pepohonan bambu terdengar lebih keras terdengar dari suara-suara lainnya, menandakan kalau angin bertiup lebih besar di belakang rumah.
“Trok, trok, trok..” Suara batang bambu yang bersinggungan satu dengan lainnya juga terdengar bersahut-sahutan, menambah suasana menjadi semakin mencekam.
Kami lebih banyak diam ketika sudah mulai kehabisan bahan perbincangan.

Hanya suara hujan dan suara pepohonan yang tertiup angin yang terdengar dari luar, sesekali dibumbui dengan suara petir yang datang kadang mengagetkan.
“Yuk kita tidur aja Yu..”

Om akhirnya mengajak Wahyu untuk masuk ke dalam kamar, mencoba untuk tidur. Wahyu mengangguk setuju.

“Petromak biarkan menyala saja Yu.”

Kembali Wahyu mengangguk setuju ketika om menyuruh dia untuk tidak mematikan lampu petromak.

***
Ketika sudah di dalam kamar, kami mencoba untuk tidur walaupun sebenarnya belum terlalu mengantuk, dan mata masih terlalu segar untuk dipejamkan.
Sesekali kami berbincang di atas kasur kapuk yang terasa sangat dingin malam itu.

Sesekali tawa kami terdengar ketika ada satu pembahasan yang menimbulkan sedikit gelak tawa.
Hujan sudah sedikit mereda ketika jam sudah menunjukkan pukul setengah satu malam, hanya rintik gerimis yang terdengar, angin sudah berhenti bertiup.

Suara di luar berganti dengan suara katak dan suara binatang malam yang bersahut-sahutan.

Tapi tiba-tiba kami terdiam..
kami mendengar ada sesuatu yang aneh..

Terdengar sayup-sayup suara bambu, suara batang bambu yang saling bersinggungan, “Trok, trok, trok…”.

Aneh, padahal angin sudah berhenti bertiup, seharusnya sudah gak ada lagi suara pohon bambu yang tertiup angin.
“Suaranya seperti dari dalam rumah Pak, dari ruangan belakang.” Wahyu berbisik pelan.

“Kita cek berdua yuk Yu, takut pintu belakang terbuka karena tertiup angin besar tadi.”
Om Mengajak Wahyu ke belakang rumah untuk memeriksa keadaannya, om khawatir suara yang terdengar itu adalah suara pintu belakang yang belum tertutup.

Kami membuka pintu kamar dan berjalan ke belakang, gak lupa Wahyu membawa petromak dari ruang tengah untuk membantu penerangan.
Ruang belakang dalam keadaan gelap karena kami memang sengaja gak memasang satu pun lampu di situ.

Ternyata pintu sudah dalam keadaan tertutup, suara yang tadi kami dengar dari kamar juga sudah gak terdengar lagi.
Sudah terlanjur di belakang, om sekalian masuk ke dalam toilet untuk buang air kecil, om minta Wahyu untuk menunggu di depan pintu toilet karena perasaan om masih gak enak.
Ketika sudah berada di dalam toilet, tiba-tiba terdengar suara itu lagi, suara bambu yang saling memukul satu sama lain.
"Trok, trook, trok”.
Suara itu terdengar jelas, dan suaranya terdengar bukan bersumber dari dalam rumah, tetapi dari luar.

Om langsung keluar dari toilet, Wahyu masih menunggu di luar, dengan wajah yang sudah mulai pucat.
“Pak, suara itu terdengar lagi. Pak Heri mendengar juga kan?” Wahyu berbisik sangat pelan.

Om mengangguk, dan memberi isyarat agar kami langsung meninggal kan tempat itu dan kembali masuk kamar.
Ketika sudah berada di dalam kamar, Kami mencoba tidak terlalu memikirkan suara itu lagi dan memaksa diri untuk tidur

Tapi gak berapa lama kemudian suara itu kembali terdengar,

“Trok, trok, trok..”
Kami semakin cemas dan ketakutan ketika menyadari kalau ternyata suara itu gak hanya diam pada satu tempat, tapi seperti berjalan, suara itu berjalan dari halaman belakang menuju ke depan.
"Trok, trok, trok..”

Sumber suara terdengar semakin mendekat ke arah kamar kami,

mendekat ke arah jendela kamar.

Suasana semakin mencekam, kami semakin cemas dan ketakutan ketika menyadari kalau teror sedang terjadi lagi.
“Trok, trok, trok..”

Suara yang terdengar seperti bambu yang dipukul-pukul itu berjalan semakin mendekati jendela kamar, berjalan seperti bergerak perlahan.
Kami semakin terdiam seribu bahasa ketika sumber suara sudah mulai terdengar dari luar kamar, persis di depan jendela kamar.

Kami ketakutan..

Gak berani untuk berdiri dan memeriksa keadaan di luar, kami hanya diam mendengarkan dan berharap suara itu menjauh dan menghilang.
Sukurlah, ternyata sumber suara gak berhenti di depan jendela kamar, tetapi tetap terdengar lanjut berjalan ke arah bagian depan rumah.
“Trok, trok, trok..”

Sumber suara terdengar menjauh, tetapi masih di sekitar rumah, kali ini bergerak di halaman depan, kemudian berbelok ke arah kiri.
Kami mengikuti terus pergerakan sumber suara dengan seksama, sambil terus berharap agar suara itu cepat menjauh dan menghilang.

Tapi ternyata gak seperti itu jalan kejadiannya..

***
“Trok, trok, trok..”

Setelah terdengar melewati halaman depan rumah, sumber suara sayup-sayup terdengar berbelok ke arah kiri, ke arah sisi sebelah kiri rumah yang ada kandang ayamnya.

Kami terus mengikutinya dengan terus menajamkan pendengaran,
Suasana semakin mencekam ketika lagi-lagi mulai terdengar suara lolongan anjing hutan dari kejauhan, lolongan yang biasanya menandakan akan hadirnya sesuatu.
“Trok, trok, trok..”

Suara itu berjalan pelan ke arah belakang rumah melewati samping kiri bangunan.
Setelah terdengar sampai di ujung belakang rumah, sumber suara terdengar berbelok ke arah kiri..
Iya, sumber suara ternyata berjalan mengelilingi rumah..

Om dan Wahyu semakin ketakutan ketika menyadari akan hal itu, dan Kami belum juga berani untuk melakukan apa pun.
Suara-suara binatang malam yang tadinya bersahutan tiba-tiba mengilang, hanya terdengar sesekali lolongan anjing hutan yang terdengar dari kejauhan.
“Trok, trok, trok..”

Setelah terdengar dari belakang rumah, sumber suara kembali berjalan ke arah depan, dan tentu saja akan melewati jendela kamar kami.
Dari bunyinya, sumber suara terdengar berjalan perlahan ketika mendekati jendela kamar, dan semakin pelan ketika jaraknya terdengar semakin dekat.
Om dan Wahyu menahan nafas, berusaha gak menimbulkan suara sekecil apapun, ketika sumber suara itu terdengar berhenti tepat di depam jendela kamar.

“Trok, trok, trok..”

Sumber suara terdengar sangat dekat dari jendela, amat sangat dekat.
Kenapa kami merasakan hal itu? Karena selain suara bambu yang dipukul-pukul, terdengar juga suara nafas dari belik jendela.

Suara hembusan nafas yang cukup panjang terdengar di sela-sela suara bambu.

Kami terdiam, dan hampir secara bersamaan kami melirik ke arah jendela.
Jendela yang terbuat dari kayu itu bergoyang pelan, seperti ada yang berusaha membukanya dari luar.

Perlahan kami mulai berubah posisi menjadi duduk, kemudian mundur merapat ke arah tembok kamar, menjauhi jendela.

Dan tiba-tiba, jendela itu perlahan mulai terbuka..
Kami semakin diam ketakutan..
Jendela semakin terbuka lebar..
Ketika sudah terbuka seluruhannya, barulah kami dapat melihat dengan jelas sumber suara yang sejak tadi bergerak mengelilingi rumah.

Di luar jendela, kami melihat ada beberapa sosok yang berdiri diam menatap ke arah kami.
Sosok yang persis sama wujudnya dengan sosok yang om lihat sore tadi sewaktu mencari Wahyu di pepohonan bambu yang ada di belakang rumah.

Kalau sore tadi hanya terlihat satu sosok, kali ini ada beberapa yang berdiri, lebih dari tiga sosok yang terlihat dari dalam.
Sosok tinggi besar hitam dengan mata menyala merah, berdiri menatap kami dari luar jendela, masing-masing memegang dua batang bambu yang yang cukup panjang.

Sesekali mereka masih memukul dua batang bambu itu, dengan mata tetap melapaskan pandangan ke arah kami.
Sangat ketakutan, om bergerak perlahan menuju pintu kamar, sambil menarik tangan Wahyu yang tampak terlihat sangat ketakutan.

Kami bergerak perlahan, berharap mahluk-mahluk itu tetap berada di tempatnya.
Hingga pada akhirnya kami berhasil ke luar kamar, Wahyu menutup pintu dan menguncinya dari luar.

“Ayo Pak, kita pergi saja dari sini.”

Wahyu membuka pintu depan dan buru-buru mengeluarkan motor,

Gak ada pilihan lain om harus mengikuti kemauan Wahyu.
“Ayo Pak, cepat Pak..” Wahyu memaksa om untuk cepat naik ke atas motor ketika om terlihat mengalami kesulitan untuk mengunci pintu rumah.
“Sudah Pak, biarkan saja..!” Nada suar Wahyu semakin tinggi.
Akhirnya om tinggalkan pintu dalam keadaan tidak terkunci.
“Trok..”, tiba-tiba terdengar suara itu kembali.

Ternyata mahluk-mahluk menyeramkan itu sudah berdiri di halaman rumah, berdiri tepat di sebelah kanan Wahyu yang sudah berada di atas motor.

Itulah alasan kenapa Wahyu sangat panik..
Om cepat meloncat naik ke atas motor, setelah itu Wahyu langsung tancap gas.

Kami pergi ke daerah kota, meninggalkan rumah pada tengah malam buta.

***
Kembali ke gw lagi ya, Brii..☺️

Sekian cerita om Heri dan Wahyu malam ini.

Tenang, ceritanya masih cukup panjang dan semakin menyeramkan. Kapan-kapan dilanjut lagi...

Met bobo, met istirahat..

Salam
~Brii~

• • •

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh
 

Keep Current with Brii

Brii Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

PDF

Twitter may remove this content at anytime! Save it as PDF for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video
  1. Follow @ThreadReaderApp to mention us!

  2. From a Twitter thread mention us with a keyword "unroll"
@threadreaderapp unroll

Practice here first or read more on our help page!

More from @BriiStory

Feb 3
Kadang keadaan memaksa kita untuk menempati tempat tinggal baru. Sering kali, susahnya proses adaptasi harus ditambah dengan terpaan seram dari sisi gelap.

Ada teman yang mau berbagi cerita pengalaman ketika harus menempati rumah baru.

Simak di sini, hanya di Briistory..

***
Lagi-lagi, aku menemukan beberapa helai rambut panjang, entah ini sudah yang keberapa kali, kali ini aku menemukannya di depan lemari ruang tengah. Beberapa helai rambut ini kalau diukur dengan tubuh perempuan dewasa, kira-kira dari kepala sampai ke pinggul, panjang memang.
Apa yang aneh? Ya anehlah, karena di rumah gak ada seorang pun yang memiliki rambut sepanjang itu. Rambutku hanya sebatas pundak, itu pun jenisnya gak sama dengan rambut yang sudah beberapa kali kami temukan.
Read 89 tweets
Jan 13
Gak memandang apa pekerjaan kita, “Mereka” akan datang dengan keseraman tanpa diduga, dengan berbagai bentuk yang gak tertebak.

Malam ini, simak pengalaman seorang supir travel di salah satu bagian Sumatera.

Hanya di sini, di Briistory…

***
~Lampung, Circa 1998~

“Hati-hati, Bang. udah malam ini, kenapa gak besok lagi ajalah nariknya.”

“Hehe, tanggung, Man. Setoran masih belum setengahnya ini, nanti bos marah.”
Nyaris jam sebelas malam, ketika aku masih berada di pelabuhan Bakauheuni, Lampung. Percakapan dengan Iman, rekan sejawat, sejenak membuyarkan lamunan.
Read 115 tweets
Dec 16, 2021
Sejarah panjang dan kelam sering kali terungkap dalam senyap, tergambar oleh tarikan garis seram.

Satu sudut di Lembang, tersaji horor tempat pelatihan, seorang teman coba bercerita pengalaman seramnya di sana.

Simak di sini, hanya di Briistory..

***
Waktu seperti berhenti, udara sama sekali gak bergerak, suara detik jam yang tadinya samar terdengar tetiba gak ada lagi. Dalam gelap, aku terus memperhatikan ujung tangga, menunggu kira-kira siapa gerangan yang akan turun dari lantai atas.
Sementara itu, suara yang sepertinya bunyi langkah kaki, terus saja kedengaran, makin jelas, makin dekat.
Read 101 tweets
Nov 25, 2021
Cadas Pangeran, satu tempat bersejarah. Ratusan tahun berusia, sahihkan kisah hitam dan putihnya, terus bergulir hingga kini.

Mamal ini, seorang teman akan menceritakan pengalamannya ketika melintasi daerah ikonik ini. Seram? Tentu saja.

Simak di sini, hanya di Briistory.

*** Image
Lepas dari pusat kota Jatinangor, aku akhirnya masuk ke daerah yang terlihat seperti gak berpenduduk.
Tahun 1998, Cadas Pangeran masih sangat sepi, jalan berkelok dikelilingi oleh pepohonan yang membentuk hutan, sama sekali gak ada penerangan, gelap gulita.
Read 64 tweets
Nov 18, 2021
Keangkeran tempat kerja kadang terpaksa harus dihadapi. Keseraman lain dimensi, sesekali menghadirkan sosok-sosok ngeri.

Malam ini, ada teman yang akan bercerita tentang seramnya pabrik tempatnya bekerja. Tahun 2001 peristiwa ini terjadi.

Simak di sini, hanya di Briistory.

***
Suara itu lagi, walaupun sudah pernah mendengar sebelumnya, tetap saja aku terkejut, tetap menoleh ke pintu walau tahu masih dalam keadaan tertutup.
Suara gesekan sapu ijuk dengan lantai, menggusur debu serta kotoran, membersihkan.

Suara sapu ini mungkin akan terdengar biasa saja kalau siang hari, tapi beda cerita ketika terdengarnya tengah malam seperti ini.
Read 85 tweets
Nov 11, 2021
Entah bagaimana cara dan prosesnya, berjalan lintas dimensi bisa saja terjadi. Siapa pun bisa mengalami, gak pandang bulu.

Malam ini, satu teman akan bercerita pengalaman seramnya, lintas dimensi merasakan kekacauan garis ruang dan waktu. Hanya di sini, di Briistory..

***
~Circa 2003, selatan Jawa~
Aku dan Virgo akhirnya menyerah, kami sudah gak kuat menahan kantuk.
Read 101 tweets

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3/month or $30/year) and get exclusive features!

Become Premium

Don't want to be a Premium member but still want to support us?

Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal

Or Donate anonymously using crypto!

Ethereum

0xfe58350B80634f60Fa6Dc149a72b4DFbc17D341E copy

Bitcoin

3ATGMxNzCUFzxpMCHL5sWSt4DVtS8UqXpi copy

Thank you for your support!

Follow Us on Twitter!

:(