Profile picture
PS
, 31 tweets, 6 min read Read on Twitter
KOTA SOLO BAROMETER POLITIK INDONESIA MENJELANG PILPRES 2019
Dalam percaturan politik Indonesia, selain Jakarta kota Solo merupakan salah satu kota yg menjadi barometer politik.
Khususnya dalam hal kerusuhan rasial yg bernuansa politik kota Solo bisa dibilang merupakan kawah panas yg setiap saat diledakkan.
Bicara tentang chaos kota Solo sudah beberapa kali mengalami kerusuhan anti cina. Yang paling diingat tentu kerusuhan Mei 1998 di akhir masa kekuasaan Soeharto.
Mari kita kembali ke masa2 tidak mengenakkan itu..
Memasuki bulan Mei 1998 demo2 mahasiswa di Jakarta (dan kota2 lainnya) makin marak. Mahasiswa yg sebelumnya hanya boleh demo di lingkungan dalam kampus kini mulai turun ke jalan2.
Terlihat sekali ada perubahan kebijakan dari aparat keamanan dari yang sebelumnya tegas tegas menghadang mahasiswa kini berubah lebih persuasif menjadi 'mengawal mahasiswa'.
Maka situasi pun makin menjadi2 dan tak terkendali. Hanya menunggu pemicu saja untuk terciptanya chaos!
Benar saja, akhirnya terjadilah penembakan terhadap masiswa Trisakti pada tgl 12 Mei 1998!

Apakah peristiwa penembakan tsb suatu peristiwa spontan atau merupakan bagian dari skenario besar utk 'mematangkan' kondisi?
Hingga saat ini tidak ada jawaban atas pertanyaan tersebut. Tapi yg pasti dalam peristiwa tersebut 6 mahasiswa tewas ditempat akibat tertembak bagian2 fital tubuhnya spt leher, kepala dan dada.
Dan anehnya, mereka yg ditembaki itu justru berada di dalam kampus. Mereka ditembak oleh aparat yg berada di jalan layang Grogol.
Mengapa mereka ditembaki? Bukankah mereka berada di dalam kampus? Apa tujuan penembakan itu?
Peristiwa penembakan mahasiswa Trisakti itu pada kenyataannya merupakan trigger kerusuhan besar yg mengharu-biru bangsa Indonesia dan menjadi sejarah hitam bangsa ini untuk selamanya.
Dan anehnya, penembakan terjadi di Jakarta tapi kerusuhan justru terjadi serempak di dua kota, Solo dan Jakarta, bahkan menurut beberapa pihak lebih dulu terjadi di Solo.
Mengapa Solo?
Kerusuhan di Solo langsung terjadi sehari setelah peristiwa penembakan mahasiswa Trisakti. Sudah terjadi di pagi hari tanggal 13 Mei 1998. Diawali dengan drop-dropan pria2 bertubuh tegap berpotongan rambut cepak yang membakari ban di jalanan sambil memprovokasi massa.
Tak berapa lama massa pun berkumpul di jalan Slamet Riyadi dan mulai melempari bangunan bank dan toko.
Mahasiswa yg tadinya hendak meneruskan demo memilih mundur karena massa yg anarkhis tidak terkendali.
Banyak saksi mata melihat tentara berada diantara kerumunan massa tersebut, namun tidak melarang ataupun menyuruh alias membiarkan ulah massa yg melakukan perusakan bangunan2 tersebut.
Warga yg awalnya hanya menonton ulah massa tersebut akhirnya tergerak ikut2an merusak toko, bank dan bangunan lainnya. Lalu diikuti dengan penjarahan dan pembakaran toko2, bank dan pusat aktifitas ekonomi lainnya. Solo lumpuh!
Kerusuhan menjalar ke seluruh Solo dan berubah menjadi kerusuhan rasial. Warga keturunan Tionghoa di Solo di buru! Toko2nya didobrak, pemiliknya dihajar ramai2 dan isi tokonya dijarah lalu tokonya dibakar!
Tak terhitung korban harta dan nyawa akibat kerusuhan rasial di Solo tgl 13-15 Mei 1998 itu. Warga Solo yg dikenal halus dan sopan di hari2 biadab tersebut berubah menjadi sangat brutal.
Dan rupanya apa yg terjadi di Solo sama persis dengan yg terjadi di Jakarta.
Peristiwa kerusuhan Mei 1998 itu adalah gambaran betapa kota Solo merupakan barometer politik Indonesia. Begitu pentingnya Solo sehingga perlu dibikin rusuh bersamaan dengan Ibukota.
Masa berlalu, kekuasaan Soeharto pun sudah lama jatuh. Seorang anak bangsa yg bisa naik jadi Walikota Solo berkat buah reformasi kini justru menduduki posisi Presiden RI. Lagi2 kota Solo jadi barometer politik Indonesia.
21 tahun setelah peristiwa kerusuhan rasial itu kini kota Solo kembali dibuat panas. Tim Prabowo-Sandi secara terang2an dan provokatif menjadikan kota Solo sebagai pusat pergerakan mereka.
Tak berlebihan disebut provokatif, sebab mereka sengaja membuka posko sedekat mungkin dengan rumah Jokowi, bahkan juga di dekat warung Markobar milik anak Jokowi. Buat apa coba?
Tak cukup sampai disitu, kondisi kota Solo yg sebelumnya kondusif, aman dan toleran dibuat panas. Seolah ingin mematangkan untuk kondisi tertentu.
Demo2 untuk membuat kota Solo menjadi seperti Pilkada DKI sudah dimulai!
Proses memanaskan kota Solo terus berlanjut. Segala masalah pun dicari-cari. Tak penting seabsurd apapun itu, yg penting bisa kota Solo semakin panas dan tak kondusif!
Dan semakin dituruti tuntutan mereka semakin menjadi. Jika sebelumnya mempermasalahkan paving di depan balaikota kini mempermasalahkan lampion yg sejak bertahun2 selalu menghiasi kota Solo menjelang Imlek.
Entah besok mempermasalahkan apa lagi?
Kota Solo kini dibuat panas dan mencekam. Kita tentu tidak ingin kerusuhan rasial Mei 1998 kembali terulang di Solo. Tapi tak ada yg bisa menjamin sejarah tak terulang jika situasi panas seperti ini dipelihara terus.
Hanya menunggu trigger saja maka situasi tak terkendali di kota Solo bisa terulang. Dan pemicu itu bisa bermacam2 bentuknya. Salah satunya jika terjadi apa2 pada Abu Bakar Baasyir di penjara, meski akibat alami sekalipun.
Inilah yg sebisa mungkin sedang dihindari oleh Jokowi!
Bayangkan, orang operasi plastik saja bisa diframing seolah dikeroyok demi menciptakan trigger, maka apa isu yg bakal mereka hembuskan jika terjadi apa2 pada Abu Bakar Baasyir di penjara menjelang pilpres ini?
Maka untuk saudara2 dari kalangan minoritas yg saat ini mungkin sedang kecewa bahkan marah pada keputusan Jokowi tersebut, harap berpikir sampai kesini.
Membebaskan Abu Bakar Baasyir sama sekali tidak menguntungkan Jokowi secara elektoral, bahkan merugikan.
Mereka tidak akan berbalik dukung Jokowi karena pembebasan Abu Bakar Baasyir, bahkan berterima kasih pun tidak! Sebaliknya Jokowi justru berpotensi ditinggalkan pendukungnya sendiri.
Tapi jika keputusan itu bisa membuat golongan minoritas terhindar dari terulangnya mimpi buruk Mei 1998 maka itulah pengorbanan yg harus dilakukan Jokowi.
Ingat, kondisi Solo sekarang sedang panas2nya. Dan Ngruki meskipun berada di Sukoharjo tapi masih masuk wilayah Solo Raya.
Sampai disini semoga paham bahwa keputusan Jokowi yg seolah menyakiti minoritas itu sesungguhnya justru utk melindungi minoritas.
Jokowi sedang berusaha keras menghindari trigger yg dapat membuat suasana tak terkendali.
Jika itu sampai terjadi, kira2 siapa yg paling dirugikan?
Sekian kultwit kami. Semoga mencerahkan dan menambah wawasan kita semua. Terima kasih.
Missing some Tweet in this thread?
You can try to force a refresh.

Like this thread? Get email updates or save it to PDF!

Subscribe to PS
Profile picture

Get real-time email alerts when new unrolls (>4 tweets) are available from this author!

This content may be removed anytime!

Twitter may remove this content at anytime, convert it as a PDF, save and print for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video

1) Follow Thread Reader App on Twitter so you can easily mention us!

2) Go to a Twitter thread (series of Tweets by the same owner) and mention us with a keyword "unroll" @threadreaderapp unroll

You can practice here first or read more on our help page!

Follow Us on Twitter!

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just three indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3.00/month or $30.00/year) and get exclusive features!

Become Premium

Too expensive? Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal Become our Patreon

Thank you for your support!