, 33 tweets, 9 min read Read on Twitter
Sekolah jangan tinggi-tinggi Mbak nanti ekspektasi kamu jadi ikut tinggi dan, pas balik ke pasar-bebas percintaan, kamu bakal kaget kenapa dikit banget yang bisa menuhin ekspektasi kamu.

Kamu akan selalu nemuin kekurangan di orang mana pun dan selalu terbebani dengan "what-ifs".
Sekolah jangan tinggi-tinggi Mbak nanti kamu berpikir satu-satunya cara untuk mencari pengetahuan dan pengalaman adalah dengan "menempuh pendidikan formal dan menghafal ratusan istilah esoteris-akademika".

Kamu bakalan susah nyambung ngobrol sama orang lain karena beda kosakata.
Sekolah jangan tinggi-tinggi Mbak nanti kalo ketemu sama orang yang pencapaiannya lebih tinggi tapi gelarnya-lebih-rendah self-esteem kamu akan anjlok.

Kamu akan terus-terusan mempertanyakan apa yang salah dari diri kamu dan kenapa orang lain nggak lihat "nilai lebih" dari kamu.
Sekolah jangan tinggi-tinggi Mbak entar kamu ngira gelar dan almamater itu tolok-ukur utama status sosial dan daya pikat seseorang.

Nanti kalo cowok-cowok lebih milih ceciwi yang cakep ketimbang yang pinter ato bergelar-tinggi kamu bakal ngatain semua cowok itu shallow dan bego.
Sekolah jangan tinggi-tinggi Mbak nanti kamu merasa intellectually-entitled—ngira semua orang harus dengerin dan sepakat ama pendapatmu tanpa terkecuali.

Kamu bakalan kehilangan kerendahan-hati buat belajar lagi. Akhirnya kamu jadi orang yang justru berhenti mencari pengetahuan.
Sekolah jangan tinggi-tinggi Mbak nanti kamu terjebak di lingkungan pergaulan yang ambisius dan bertekanan-tinggi.

Nantinya kamu bakalan membanding-bandingkan pencapaian diri sendiri sama pencapaian teman-teman seangkatan—kemudian terus-terusan mencari pengakuan dari orang lain.
Sekolah jangan tinggi-tinggi Mbak nanti kamu terus-menerus kesepian, soalnya susah nemuin orang yang bisa nyambung ngobrol tentang hal yang kamu anggap menarik.

Kamu jadinya bakalan pura-pura bego supaya bisa fit in—diterima sebagai anggota masyarakat yang normal dan fungsional.
Sekolah jangan tinggi-tinggi Mbak nanti jadi terlalu logis. You'll know what you're talking about. You will easily spot fallacies in debates, counter them effectively. With your content AND oratory skill, you hold the conversation or win the debate.

Except, people don't like it.
Sekolah jangan tinggi-tinggi Mbak nanti jadi terlalu logis (2). You'll question others' mindset.

PROBLEM: They don't like their beliefs to be questioned, their reasoning to be invalidated, and their choices to be proven wrong. For them, you're a brat trying to prove others dumb.
Sekolah jangan tinggi-tinggi Mbak nanti jadi terlalu logis (3). You will be naturally annoying to people who don't think well.

Mungkin kamu niat fokus di konten, tapi kamu bakal kaget melihat jumlah orang yang mendadak emosional saat kamu mempertanyakan narasi/pernyataan mereka.
Sekolah jangan tinggi-tinggi Mbak nanti jadi terlalu logis (4). You'll be tortured by your own mind.

Kamu akan melihat orang-orang membangun narasi dan membuat pilihan yang nggak-saling-konsisten—lalu mereka marah-marah sendiri. Mau ngoreksi salah, mau nggak ngoreksi juga salah.
Sekolah jangan tinggi-tinggi Mbak nanti nggak bisa nikmatin film karena nemu plotholes.

Kamu nggak bisa nonton "Kingdom" di Netflix dan ngerasain thrill-nya film zombi. Kamu bakal nanyain: "Kalo zombi selaper itu, kok makanannya nggak dihabisin? Anjir, dasar series nggak jelas."
Sekolah jangan tinggi-tinggi Mbak nanti nggak bisa nikmatin film karena nemu plotholes (2).

Kamu bakal mikir ngapain Thanos perlu jentikin jari buat bunuh setengah populasi semesta. Apa Infinity Gauntlet ada buku petunjuknya? Apa sarung-tangan-logam kalo dijentikin ada suaranya?
Sekolah jangan tinggi-tinggi Mbak nanti kamu dikira bisa mandiri di semua aspek kehidupan pribadi kamu, tanpa terkecuali.

Mirip orang kaya yang diberondong pertanyaan, "Banyak duit kok masih bisa sedih?", kamu akan ditodong tanya, "Otak encer kok nggak kepikiran solusi masalah?"
Sekolah jangan tinggi-tinggi Mbak nanti ekspektasi orang ke kamu jadi ikut tinggi. Orang-orang bakal nanyain dan ngomongin "Kok belum kaya?", "Kok belum sukses?"

Dan, dengan ekspektasi setinggi itu—yang susah dicapai, gampang banget buat ngerasa gagal sebagai anggota masyarakat.
IMO konsekuensi paling serem untuk cewek berpendidikan-tinggi [atau "menunjukkan kapasitas mental" secara umum] itu bukan "nanti dikit cowok yang mau", karena bagi yang "berpendidikan tinggi", romantic pursuit itu jadi prioritas ke-sekian.

The real danger is absolute loneliness.
Kenapa? Karena, di masyarakat hari-ini, yang de-fakto patriarkis, cowok minder kalo status sosial ceweknya lebih tinggi.

Yang pede ngedeketin cewek bergelar-tinggi itu biasanya cowok yang punya pencapaian-bidang-lain yang membuat status sosialnya setara—atau lebih dari—ceweknya.
Sebenernya terjadi di semua hubungan berkonsep dominan-submisif atau pembagian peran maskulin-feminin.

You can't dom if your sub is more than you.
You can't sub if your dom is less than you.

Cuma—berhubung konteks pembagiannya berdasar alat kelamin—ya dikotominya "cowok-cewek".
Kenapa nyambung ke "status sosial"?

Buat yang kuliah itu sendiri, mungkin niatnya untuk cari pengetahuan atau aktualisasi diri. Tapi buat orang awam kebanyakan, kuliah dan wisuda itu buat status sosial. Buktinya? Pencantuman gelar di undangan nikah, buat nunjukin "kelas sosial".
Premis:

1. Statistically speaking, orang-orang melihat "almamater kuliah" dan "gelar akademis" sebagai sebuah pencapaian dan alat-tebak "status sosial".
2. Culturally speaking, berbagai budaya Indonesia (kecuali Minang) punya tradisi dan sudut-pandang patriarkis sampai sekarang.
3. Kalau kamu cewek-hetero dan sering berinteraksi dengan "orang Indonesia pada-umumnya", kemungkinan besar kamu akan terpengaruh dengan pandangan patriarkis.

Kecenderungannya, kamu akan mengiyakan bahwa "cowokku harus bisa lebih-dibanggakan-secara-sosial ketimbang aku sendiri".
4. Menempuh pendidikan tinggi—di kampus bagus—akan meningkatkan daya-nalar kamu.

Dampaknya, banyak orang, cowok-cewek, tua-muda, termasuk kandidat partner akan terintimidasi dengan pikiran kritis kamu. Kamu cuma mau diskusi, bisa aja dia ngira kamu lagi ngedebat dan nyerang dia.
5. Menempuh pendidikan tinggi di kampus bagus akan naikin status sosial kamu.

Dampaknya, cowok minder pedekate kecuali kalo mereka punya hal lain buat dibanggain. Kamu pun cenderung malu untuk mengakui sedang ada hubungan dengan orang yang "nggak memenuhi ekspektasi masyarakat".
Gabungan dari (4) dan (5) akan secara signifikan menurunkan jumlah kandidat potensial yang akan kamu temui [setidaknya di negara ini].

Cari yang "bikin nyaman" aja susahnya setengah mati, apalagi cari yang "bikin nyaman, pinter, kritis, berwawasan-luas, berstatus-sosial tinggi".
Sedikitnya jumlah cowok yang bisa memenuhi kriteria kamu [secara fisik, emosional, intelektual, dan sosial] membuatmu terpapar kepada sebuah risiko besar dalam konteks hubungan-romantis:

"Scarcity and monopoly". Kamu rela menerima abuse saking nggak-adanya yang bisa gantiin doi.
Ketika standarmu setinggi itu, kamu terjebak. Doi bisa dengan mudah mencari "pengganti" kamu, kamu kesusahan mencari "pengganti" dia.

Apa yang terjadi di sebuah hubungan monopoli? Pasangan kamu bisa dengan seenak jidat menurunkan "kualitas jasa" sekaligus menaikkan "harga jasa".
Di titik "kamu nggak punya backup" dan "dianya selfish", mungkin kamu akan menoleransi dia selingkuh, menoleransi dia ngurangin perhatian ke kamu.

Alasan kamu menoleransi kelakuannya? "Susah nemuin lagi yang bisa secocok dia." Dan—statistically speaking—ya alasan kamu itu bener.
Kalau standarmu setinggi itu dan cuma ada satu-dua orang yang bisa memenuhinya, kamu punya risiko tinggi jadi bucin. Cuma, bucin yang kali ini bikin lebih sakit hati, soalnya rasional.

Dan awalnya kamu ngira kamu nggak akan terjebak dengan "drama kelas bawah" macam gitu, hahaha.
Jadi, sebagai cewek anggota masyarakat Indonesia hari-ini, mendingan sekolah tinggi apa enggak? Ya sukak-sukakmu dong. Siapa gue nyuruh-nyuruh?

Asal paham aja semua kemungkinan konsekuensinya—baik dalam konteks romantis atau non-romantis—dan jangan maksa orang lain buat bayarin.
Cuma, kalau bagi masyarakat penganut Ravenclawisme, jawaban pertanyaan tadi ya ABSOLUTE YES.

Go for higher studies, take courses and degrees, discover the languages, secrets, and wisdom of the universe. Everyone is your teacher; the whole world is a lab.

medium.com/@Okihita/saint…
Nah, untuk mengurangi risiko "nggak ada backup temen ngobrol yang nyambung di berbagai topik", FYI gue available for casual dating.

Kencan pertama aq yang bayar 100%, demi memenuhin ego aq yang rapuh terpapar toxic masculinity. Tertarik? Coba aja dulu, siapa tau cocok. Minat DM.
Sekalian dakwah deh kalo-kalo ada yang mau gabung agama Ravenclawisme. Tinggal beriman kepada Manifesto dan mengamalkan Code of Conduct aja.
Missing some Tweet in this thread?
You can try to force a refresh.

Like this thread? Get email updates or save it to PDF!

Subscribe to 谜智 Okihita Sihaloho
Profile picture

Get real-time email alerts when new unrolls are available from this author!

This content may be removed anytime!

Twitter may remove this content at anytime, convert it as a PDF, save and print for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video

1) Follow Thread Reader App on Twitter so you can easily mention us!

2) Go to a Twitter thread (series of Tweets by the same owner) and mention us with a keyword "unroll" @threadreaderapp unroll

You can practice here first or read more on our help page!

Follow Us on Twitter!

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just three indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3.00/month or $30.00/year) and get exclusive features!

Become Premium

Too expensive? Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal Become our Patreon

Thank you for your support!