- Punya tabungan $9,000,000,000 ketika gaji presiden cuma $1,764 sebulan
- Punya 3.6 juta real estate se-Indonesia
- Enam anaknya (termasuk kamu Mb Titiek) punya saham di 564 perusahaan
- Monopoli produksi dan distribusi
- Kata Bank Dunia, 30% dana pembangunan Indonesia taun '70–'90 diembat keluargamu
- Ya keluargamu itu yang bikin praktik korupsi di Indonesia tersebar luas dan dimaklumi, sampe-sampe orang dianggep aneh kalo nggak ngasih duit pelicin
Alasannya? Bapakmu itu ikutan korupsi gula, padahal di era Demokrasi Liberal ekonomi Indonesia lagi jelek-jeleknya.
Ngakunya pengeluarannya buat RS, sekolah, sama tempat ibadah, padahal ya ujung-ujungnya buat sumber pendapatannya Golkar sama sumber dana buat proyek-proyek mangkraknya Soeharto Inc.
Oh, juga dibagi-bagi ke orang-orang militer, biar Bapakmu tetep disayang dan nggak dikudeta anak buahnya—kayak dia mengkudeta Soekarno.
Habis Bapakmu itu lengser, Jaksa Agung Soedjono yang kemudian nemuin indikasi-korupsi-yayasan langsung dipecat.
Dia minta Ibnu Sutowo, tokoh Pertamina, nyelundupin minyak ke Jepang. Waktu Pak Ibnu nggak mau mengkhianati negara sendiri, Pak Ibnu malah dipecat, digantiin sama Tommy sama Bambang i.e. masmu.
Toh mafia juga punya kontribusi buat kestabilan dan keamanan, juga biar nggak ada yang berani macem-macem sama Indonesia.
Jangan tiba-tiba pindah haluan kayak John Gotti yang bunuh Paul Castellano cuma demi nguasain New York.
Kamu pikir para petani itu ikhlas? Enggak. Cuma ya "tercerahkan" dan "berubah pikiran" setelah didatangi tentara.
Kalo mau mentingin diri sendiri ya jangan ngaku-ngaku mentingin orang lain. Toh semua orang itu egois, radiusnya aja yang beda.
Kalo misalnya keluargamu nggak lengser, mereka jadi lirik lagu:
🎼
I'll be your Harto
and you'll be my Tien
We ride or die
X's and O's
🎶
Saya mau nyapa-nyapa sama minta maaf di grup WA keluarga dulu, terus mampir kantor pos buat ngirim beberapa lembar surat cinta yang sekian-taun cuma disimpen sendiri.
Saya cuma sekadar mengingatkan. 😇🙏
Di taman sebelah komplek juga katanya ada bidadari-bidadari, eh ternyata nggak ada dadanya—tinggal biri-biri doang. Untung ada internet.
Di bawah naungan Merah Putih dan Nusantara, kita semua punya kesamaan identitas dan cita-cita. Cuma ya, tiap era punya jasa dan dosa masing-masing—yang harus disikapi dengan kritis.
May we learn from the past, so we can prepare for the future.