Brii Profile picture
Jan 9, 2020 84 tweets 11 min read
Hai,

Kita lanjut #RHDPK ya, om heri yang akan cerita langsung. malam ini ada satu lagi penggalan kisah seram yang terjadi di perkebunan itu.

Ingat, jangan baca sendirian, kadang "mereka" gak hanya sekadar hadir dalam cerita.
Gak terasa, sudah masuk tahun ketiga tinggal di rumah ini, di perkebunan ini. Tiga tahun kami mendedikasikan hidup, menunaikan tanggung jawab yang diberikan, melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya.
Dalam perjalanannya, sudah banyak kejadian di luar logika mengiringi semua kegiatan yang kami lakukan, entah yang sifatnya hanya keanehan dan kejanggalan semata atau yang sudah mencapai taraf menakutkan dan mengerikan, menjatuhkan nyali sampai ke titik paling rendah.
Banyak orang yang bertanya, kenapa kami bisa tahan tinggal di situ? Kenapa gak pindah rumah? kenapa gak pindah kerja?
Buat om, salah satu alasannya adalah karena ini pekerjaan pertama yang sesuai dengan pendidikan yang pernah dijalani, malu dengan orang tua dan kakak-kakak yang telah banting tulang membiayai kuliah hingga tamat, kalau sampai om menyerah menjalankan semuanya.
Jadi, dengan tekad kuat dan kekuatan doa, harus terus berjuang melawan semua teror dan intimidasi yang timbul mungkin karena om nekat untuk terus tinggal di tempat ini.

Begitulah, om harus bisa terus jalani semuanya, harus bisa kuat melawan ketakutan, entah sampai kapan.
Kalau buat Wahyu, karena dia tumpuan keluarga yang harus membiayai sekolah adik-adiknya, maka harus terus kuat untuk jalani semua. Wahyu juga pernah bercita-cita untuk menjadi pegawai pemerintahan, maka ketika sudah mendapatkan status itu dia gak mungkin dia melepas semuanya.
Wahyu pernah bilang, dengan adanya doa ibunda, sering kali dia seperti diberi kekuatan lebih dan lebih lagi untuk terus berjuang menunaikan tanggung jawab dan menyelesaikan semua tugas pekerjaannya.
Begitulah, doa dari orang-orang tersayang dan niat mulia, itu mungkin yang jadi kekuatan kami selama ini.

***
Hari minggu, kami biasa menghabiskan waktu untuk beristirahat.

Biasanya juga, setelah shalat subuh om melanjutkan tidur hingga siang, sedangkan Wahyu seringkali mengerjakan hobinya dalam hal berkebun, dia menanam dan merawat tanaman di sekitar rumah.
Pohon singkong, cabe, tomat, adalah beberapa tanaman yang menjadi perhatian Wahyu di kala senggang.

Begitu juga pada minggu pagi itu, sekitar jam sepuluh om baru bangun dari tidur.
Pagi menjelang siang yang sepertinya cerah. Benar aja, ketika membuka jendela kamar, suasana di luar sangat cerah, langit tanpa awan, udara gak bergerak, pepohonan diam tanpa gerakan tertiup angin, burung berkicauan di dahan pohon, embun dan kabut sama sekali sudah gak terlihat.
Suasananya sangat indah dan menentramkan, hanya udara bersih dan sejuk yang terhirup sepanjang tarikan nafas.

Beberapa menit lamanya menikmati moment itu. Salah satu penggalan waktu yang bisa dinikmati di perkebunan karet ini, sama sekali jauh dari kesan mencekam dan menakutkan.
Setelahnya, om melangkahkan kaki menuju ruang tengah.

Ternyata di atas meja sudah ada singkong goreng, walaupun sudah dingin tapi masih masih menggugah selera, sepertinya Wahyu menggorangnya pada pagi tadi.
Sambil menyantap singkong, om duduk di kursi yang menghadap bagian belakang rumah, membelakangi halaman.

Setelah beberapa potong singkong berpindah ke dalam perut, rasa haus datang, lalu om melangkah ke dapur untuk mengambil air.
Sampai di dapur, terbersit niat untuk sekalian membuat kopi, ya sudah, om langsung membuat kopi.

Nah, ketika itu baru tersadar kalau sejak tadi om sama sekali belum melihat Wahyu.

Iseng membuka pintu belakang, untuk melihat apakah Wahyu ada di sana, ternyata gak ada.
Selesai membuat kopi, om berjalan lagi ke ruang tengah.

Di ruang tengah, saat itulah melihat keberadaan Wahyu melalui jendela ruang tengah yang sebelah kiri.

“Ah ternyata Wahyu di sana.” Gumam om dalam hati.
Wahyu terlihat berjongkok membelakangi rumah, om gak bisa melihat langsung wajahnya. Dia kelihatan sedang tekun melakukan sesuatu dengan tanaman, entah membersihkan atau memetik buahnya.
Melihat hal itu om jadi tenang, ternyata Wahyu gak ke mana-mana.

Lalu melanjutkan menikmati kopi dan singkong goreng, ditemani juga dengan suara siaran radio pagi.
Beberapa hari sebelumnya, ketika kami ke kota, Wahyu membeli beberapa majalah dan Koran, memang seperti itu kebiasaannya.
Majalah dan Koran yang biasanya kami beli seminggu sekali itu jadi jendela informasi untuk mendapatkan berita dari dunia luar. Pikiran dan wawasan jadi terbuka, gak seperti katak dalam tempurung, kami tahu berita-berita nasional dan dunia.
Satu persatu Koran harian om baca perlahan, kami memang membeli beberapa Koran dan majalah, jadi gak hanya satu.

Ketika sedang serius mambaca, tiba-tiba Wahyu masuk ke dalam rumah lewat pintu depan.
“Udah ngopi yu?” Om menegurnya.

Wahyu gak menjawab, dia terus saja berjalan ke arah kamar mandi, lalu masuk ke dalamnya.

Ah mungkin dia gak dengar, begitu pikir om, karena memang om menegur ketika dia sudah hampir sampai di belakang.
Lalu om melanjutkan membaca Koran, banyak berita seru dan menarik yang menyedot perhatian untuk tekun membacanya.

Sampai ketika, om harus jeda membaca untuk menyeruput kopi yang sudah mulai mendingin.
Saat sedang menikmati kopi itulah om sedikit terperanjat kaget, karena melihat Wahyu yang tiba-tiba sudah berada di luar lagi, di halaman samping rumah.

Kapan dia keluar rumahnya? Kok om gak sadar?, ah tapi mungkin karena om sedang sangat serius membaca.
Wahyu diam berdiri membelakangi, lagi-lagi om gak bisa melihat langsung wajahnya, Posisinya cukup jauh, sekitar 30 meter dari rumah. Dia seperti sedang memperhatikan sesuatu, pandangannya mengarah ke atas, ada yang menarik perhatiannya.
Om penasaran, apa yang sedang Wahyu lihat?, lalu ikut-ikutan melihat ke arah pandangan Wahyu lewat jendela.

“Gak ada apa-apa, Wahyu sedang memperhatikan apa sih?” Penasaran om dalam hati.
Gak ada apa-apa, om sama sekali gak melihat hal aneh. Tapi Wahyu terus saja diam berdiri di tempatnya.

Penasaran, om membuka jendela dan memanggil Wahyu.
“Yu, ada apa? kamu sedang melihat apa?” Setengah berteriak om bertanya.
Wahyu menoleh, akhirnya om dapat melihat wajahnya, walaupun gak terlalu dekat tapi kami benar bertatapan.

Tapi, beberapa detik kemudian om terdiam, karena…
Karena ternyata itu bukan Wahyu, om sama sekali gak mengenalnya.

Kemudian, entah siapa orang itu, dalam posisi berdiri diam dia mulai tersenyum.
Perawakan dan pakaian yang digunakan nyaris sama dengan Wahyu, om yakin kalau yang tadi masuk rumah dan ke kamar mandi ya dia juga, bukan Wahyu.

Senyum pemuda ini tampak beda, lambat laun berubah menjadi seperti menyeringai dengan sorot mata yang menyeramkan.
Pelan-pelan om menutup jendela, tapi masih terus memperhatikannya dari kaca.

Gak terlalu lama, lalu dia balik badan kemudian berjalan menjauh, menyusuri pepohonan yang ada di samping rumah. Setelah itu menghilang, gak kelihatan lagi.
Om bergegas keluar rumah, duduk di teras depan, menunggu Wahyu yang entah sedang ke mana.

Ketika itu om baru sadar, kalau sejak tadi motor Wahyu memang gak ada, hanya ada motor om aja, om gak memeperhatikan itu.
Untungnya gak terlalu lama, lewat sedikit dari jam sebelas terlihat ada motor yang bergerak mendekat. Dari kejauhan sepertinya itu benar-benar Wahyu.

Setelah sudah sampai dan parkir di halaman, om semakin yakin kalo itu Wahyu asli.
“Waaah, Pak Heri udah bangun, hehe.”

“Kamu dari mana Yu?”

“Dari rumah Amri Pak, tempo hari dia pernah bilang kalau besok mau pulang ke Palembang, saya ada titipan buat orang rumah.”

“Oh begitu. Lalu, yang bikin singkong goreng kamu kan?”
“Iyalah Pak, siapa lagi emangnya? Hehe. Tadi pagi sebelum berangkat sana sempatkan untuk goreng singkong, buat Pak Heri sarapan. Ada apa sih Pak?”

“Gak ada apa-apa.” Jawab om sambil tersenyum.
Wahyu menjelaskan semuanya, om jadi gak penasaran lagi.
Yang masih membuat penasaran, siapakah sosok pemuda misterius tadi?.

***
Kabar baiknya, ternyata dari kota Wahyu membawa dua bungkus nasi padang buat kami makan siang, Alhamdulillah.

Di ruang tengah kami menyantapnya sambil berbincang, Wahyu menceritakan pertemuannya dengan Amri.
Perbincangan dan senda gurau itu sedikit banyak mengalihkan pikiran dari rasa penasaran akan sosok pemuda yang tadi om lihat di samping rumah.

Tapi akhirnya om gak tahan lagi, sepertinya harus cerita ke Wahyu tentang ini, karena dia sudah curiga dengan gelagat om.
“Sebenernya, ada apa sih ketika saya gak ada tadi Pak? Pak Heri kelihatan aneh.”

“Gak ada apa-apa Yu. Abis bangun tidur tadi saya baca Koran, ngopi dan makan singkong buatan kamu itu.”
“Halah, gak usah bohong Pak. Kita udah serumah selama tiga tahun lho, saya sudah kenal banget sama gelagat aneh Pak Heri, hehehe.”

Ya sudah, melihat Wahyu seperti itu akhirnya om ceritakan semuanya, tentang pemuda yang om lihat tadi pagi.
“Hmmm, jadi gitu ya Pak. Dengar cerita dari Pak Heri, berarti saya harus cerita juga tentang peristiwa minggu yang lalu, ketika saya sendirian di rumah, bapak pergi bareng Pak lurah ke kota sampai larut malam.”

Setelah mendengar cerita dari om, Wahyu bilang begitu.

***
Jadi, pada minggu sebelumnya, pada suatu sore, om memang ada keperluan yang harus di kerjakan bersama Pak Lurah di kota, meninggalkan Wahyu di rumah sendirian.

Hingga akhirnya, urusan baru selesai nyaris tengah malam, om baru sampai rumah sekitar jam satu dini hari.
Sesampainya di rumah pada tengah malam itu, om melihat Wahyu seperti baru saja melewati kejadian yang menyeramkan, wajahnya pucat, tubuhnya basah oleh keringat. Dia masih gelagapan bicaranya..
“Maaf Yu, urusan dengan Pak Lurah baru selesai tengah malam. Kamu gak knapa-knapa kan?”

“Gak apa-apa Pak. Alhamdulillah Pak Heri sampai rumah juga akhirnya..”
“Kalau pun tadi ada apa-apa, kamu ceritanya besok aja Yu. Sekarang kita coba untuk tidur aja ya.” Begitu om bilang, ketika perasaan mengatakan kalau Wahyu memang baru saja merasakan kejadian menyeramkan.

“Iya Pak, besok pagi aja.”
Tapi keesokan harinya, karena pekerjaan yang sangat padat dan melelahkan, kami jadi teralihkan, Wahyu juga lupa untuk bercerita.

Sampai akhirnya di hari minggu ini dia bercerita.

Begini ceritanya..
Waktu itu om dan Pak Lurah berangkat ke kota setelah pekerjaan di perkebunan selesai, kira-kira jam lima sore, meninggalkan Wahyu sendirian di rumah, karena dia memang gak mau ikut.
“Pak Heri gak lama kan ya?”

“Gak Yu, jam sembilan juga sudah sampe rumah lagi.”

“Ya udah, saya gak usah ikut deh Pak. Mau istirahat aja.”
Begitu percakapan terakhir kami.

Setelah itu om dan Pak Lurah berangkat.
Seperti biasanya, sore itu Wahyu menunggu malam sambil duduk di teras depan, beristirahat menikmati sore ditemani kopi dan rokok.

Menurut Wahyu, sore itu seperti sore biasanya, normal, cuaca juga cerah dan bersahabat.
Kepulan asap rokok menjadi teman melepas lelah, sambil menikmati suasana perkebunan yang persis berada di hadapan, sungguh waktu yang sangat menenangkan..

Tapi, menjelang jam enam ketika hari mulai gelap, ada sesuatu yang terjadi. Ada yang menarik perhatian Wahyu.
Menegakkan badan dari duduk bersandar, Wahyu sedikit terkejut ketika melihat ada seseorang yang berjalan menyusuri sisi perkebunan.

Jaraknya sekitar 50 meter dari tempatnya duduk, tapi Wahyu masih dapat melihat cukup jelas.
Dari perawakan, orang itu masih muda, kurus, gak terlalu tinggi, rambut sedikit gondrong. Dia berjalan perlahan dari sisi perkebunan sebelah kiri menuju bagian sebelah kanan.

“Itu siapa?” Begitu yang ada di benak Wahyu, karena sama sekali gak mengenalinya.
Beberapa saat lamanya Wahyu hanya terdiam memperhatikan, sampai akhirnya memberanikan diri untuk memanggil.

“Mas, mau ke mana?” Setengah berteriak Wahyu berharap mendapat balasan.
Tapi nggak, pemuda itu gak menjawab, dia terus melanjutkan langkah ke sisi perkebunan sebelah kiri.

“Ah mungkin dia sedang buru-buru, takut kemaleman. Makanya gak menjawab panggilanku.” Lagi-lagi Wahyu bergumam sendirian.
Sampai akhirnya pemuda itu hilang di antara pepohonan karet.

Lalu Wahyu memutuskan untuk masuk ke dalam rumah, karena hari semakin gelap.

***
Malam pun tiba,

Seperti biasa, Wahyu menyalakan seluruh lampu, sengaja supaya setiap sudut rumah tersentuh cahaya.

Selepas waktu Isya, Wahyu duduk di ruang tengah menikmati kopi sambil membaca majalah, diiringi dengan suara radio juga.
Sebenarnya perasaan Wahyu cukup tenang, karena dia yakin kalau jam sembilan nanti om akan sampai di rumah.

Tapi ada sesuatu yang mengganjal di pikirannya, mengenai sosok pemuda yang dia lihat melintas di perkebunan sore tadi.
Siapa pemuda itu? Mau ke mana dia?, pertanyaan seperti itu yang berkecamuk di kepala.
Tapi, ternyata sampai jam sembilan lewat, sudah menghabiskan berbatang-batang rokok sambil menunggu, om belum pulang juga.
Sesekali Wahyu mengintip dari tirai jendela, melihat kalau-kalau om sudah terlihat di kejauhan, tapi belum membuahkan hasil, om belum juga menunjukkan batang hidung.

Sampai akhirnya sesuatu kembali terjadi..

***
Entah sudah yang keberapa kalinya mengintip ke luar, ketika akhirnya Wahyu melihat sesuatu di depan perkebunan, beberapa puluh meter dari rumah.
Wahyu terpaku, menajamkan penglihatan untuk menembus gelapnya malam itu.

Hanya siraman cahaya dari langit cerah yang dapat memunculkan objek yang sedang membuat Wahyu penasaran.
Akhirnya Wahyu dapat melihatnya, walapun belum terlalu jelas tapi dia dapat memastikan kalau sesuatu yang sudah membuat penasaran itu adalah seseorang yang sedang berdiri diam di depan perkebunan.

Dia berdiri hanya sekitar dua puluh meter dari rumah.
Itu siapa? Dapat dipastikan kalau itu bukan Pak Heri, karena perawakannya sangat berbeda, itu yang ada di dalam pikiran Wahyu.

Sayangnya, pada saat itu Wahyu sama sekali gak bisa melihat wajah sosok itu, masih samar dan gelap.
Beberapa detik kemudian, tiba-tiba perasaan Wahyu jadi gak enak, merinding. Lalu dia menutup tirai jendela dan kembali duduk di ruang tengah.

Lalu membakar rokok dan menghisapnya dalam-dalam, rasa cemas mulai menyeruak memenuhi rongga jiwa, siapa sosok itu? Manusia atau bukan?
Sudah nyaris jam sebelas malam..

Entah sudah batang rokok yang keberapa, Wahyu nekat kembali berdiri untuk sekali lagi mengintip ke luar.

***
Agak lega ketika Wahyu melihat kalau sosok itu sudah gak ada di tempatnya lagi, sudah menghilang dari tempat dia berdiri sebelumnya. Perkebunan kelihatan kosong lagi, seperti sedia kala.
Tapi walaupun begitu Wahyu masih melihat ke luar, pandangannya terus menyusuri setiap sudup perkebunan yang masih bisa dia jangkau dengan mata.

Sampai ketika dia memperlebar celah tirai untuk mengintip..
Kaget, terhenyak, ketika sadar kalau ternyata ada seseorang yang sedang duduk di teras depan..!

Dia duduk menghadap perkebunan, membelakangi Wahyu yang sedang berdiri mengintip di belakangnya.
Dari perawakannya, sosok itu sangat mirip dengan yang Wahyu lihat sore tadi, sangat mirip. Wahyu yakin kalau ini orang yang sama.

Sosok itu hanya terus duduk diam di teras sambil pandangannya menatap lurus ke depan, ke perkebunan.

***
Entah apa yang ada di pikiran Wahyu, hingga akhirnya dia berani membuka pintu, lalu menegurnya.

“Malam mas. Maaf, mas nya ini siapa? Dari mana dan mau ke mana?” Kalimat tanya meluncur tenang dari mulut Wahyu, ketika dia sudah berdiri tepat di samping pemuda itu.
Namun dia tetap diam, sambil terus menatap ke depan.
Di titik ini nyali Wahyu masih cukup tinggi untuk melontarkan pertanyaan lagi.

“Maaf mas, ini sudah malam. Mas dari mana mau ke mana?”

Hening, gak juga ada jawaban..
Tapi beberapa belas detik kemudian akhirnya dia menjawab, dengan suara yang sangat datar.

“Saya menunggu nenek saya.”

“Nenek Mas? Kenapa menunggunya di sini?” Tanya Wahyu, yang kali ini nyalinya sudah mulai goyah.
“Nenek saya yang suka datang ke rumah ini, dia sering menyapu di sebelah rumah ini. Di situ..”

Kali ini dia gak lagi menatap ke depan, tapi menoleh ke arah Wahyu sambil jari telunjuknya menunjuk ke samping rumah.

“Nenek saya yang suka menyapu dengan sapu lidi.”
Wahyu lemas, seketika itu detak jantungnya seperti berhenti.

Dia akhirnya melihat wajah pemuda itu dengan jelas, wajahnya berlumur darah yang mengalir hingga membasahi pakaiannya.
Wahyu mundur perlahan, memaksa kaki untuk melangkah lagi masuk ke dalam rumah.

Dengan kekuatan yang masih tersisa, ketika sudah di dalam, Wahyu segera mengunci pintu dan kembali duduk di ruang tengah.
Kembali membakar rokok untuk meredakan ketakutan dan mengalihkan pikiran, tapi tetap saja Wahyu gemetaran gak karuan.

Dia yakin kalau sosok pemuda itu pasti masih ada di teras, karena..
Karena beberapa saat kemudian terdengar ketukan pintu..

“Tok, tok, tok.”

Wahyu gak menggubrisnya, dia semakin ketakutan.

“Tok, tok, tok.”

Ketukan pintu terus terdengar..

Keringat dingin mengalir deras, Wahyu di ambang pingsan..

“Tok, tok, tok.”
“Tolong pergi dari sini, tolong.” Kalimat itu terucap dari mulut Wahyu sambil gemetar ketakutan.

Tapi sesekali suara ketukan pintu masih saja terdengar, “Tok, tok, tok.”
Sampai akhirnya, menjelang jam satu malam, Wahyu mendengar suara motor dari kejauhan, ternyata itu om yang baru saja sampai.

Suara ketukan pintu pun menghilang.

***
Jadi begitulah, satu penggalan cerita seram yang om dan Wahyu rasakan di rumah perkebunan karet.

Satu cerita yang tentu saja menimbulkan pertanyaan baru, siapakah sosok pemuda itu?

***
Hai, balik lagi ke gw ya Brii 🙂

Cukup sekian #RHDPK malam ini, kapan-kapan dilanjut lagi. Semoga bisa mengobati rasa kengen tentang cerita perkebunan karet yang gila seramnya ini.
Oh iya, sebentar lagi buku #RHDPK akan terbit, di buku itu akan lebih detail, lebih intens, lebih ngeri, dan yang pasti akan menjawab semua pertanyaan. Tolong nanti beli ya. 🙂

Sampai jumpa minggu depan, met bobo semoga mimpi indah.

Salam,
~Brii~

• • •

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh
 

Keep Current with Brii

Brii Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

PDF

Twitter may remove this content at anytime! Save it as PDF for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video
  1. Follow @ThreadReaderApp to mention us!

  2. From a Twitter thread mention us with a keyword "unroll"
@threadreaderapp unroll

Practice here first or read more on our help page!

More from @BriiStory

Feb 3
Kadang keadaan memaksa kita untuk menempati tempat tinggal baru. Sering kali, susahnya proses adaptasi harus ditambah dengan terpaan seram dari sisi gelap.

Ada teman yang mau berbagi cerita pengalaman ketika harus menempati rumah baru.

Simak di sini, hanya di Briistory..

***
Lagi-lagi, aku menemukan beberapa helai rambut panjang, entah ini sudah yang keberapa kali, kali ini aku menemukannya di depan lemari ruang tengah. Beberapa helai rambut ini kalau diukur dengan tubuh perempuan dewasa, kira-kira dari kepala sampai ke pinggul, panjang memang.
Apa yang aneh? Ya anehlah, karena di rumah gak ada seorang pun yang memiliki rambut sepanjang itu. Rambutku hanya sebatas pundak, itu pun jenisnya gak sama dengan rambut yang sudah beberapa kali kami temukan.
Read 89 tweets
Jan 13
Gak memandang apa pekerjaan kita, “Mereka” akan datang dengan keseraman tanpa diduga, dengan berbagai bentuk yang gak tertebak.

Malam ini, simak pengalaman seorang supir travel di salah satu bagian Sumatera.

Hanya di sini, di Briistory…

***
~Lampung, Circa 1998~

“Hati-hati, Bang. udah malam ini, kenapa gak besok lagi ajalah nariknya.”

“Hehe, tanggung, Man. Setoran masih belum setengahnya ini, nanti bos marah.”
Nyaris jam sebelas malam, ketika aku masih berada di pelabuhan Bakauheuni, Lampung. Percakapan dengan Iman, rekan sejawat, sejenak membuyarkan lamunan.
Read 115 tweets
Dec 16, 2021
Sejarah panjang dan kelam sering kali terungkap dalam senyap, tergambar oleh tarikan garis seram.

Satu sudut di Lembang, tersaji horor tempat pelatihan, seorang teman coba bercerita pengalaman seramnya di sana.

Simak di sini, hanya di Briistory..

***
Waktu seperti berhenti, udara sama sekali gak bergerak, suara detik jam yang tadinya samar terdengar tetiba gak ada lagi. Dalam gelap, aku terus memperhatikan ujung tangga, menunggu kira-kira siapa gerangan yang akan turun dari lantai atas.
Sementara itu, suara yang sepertinya bunyi langkah kaki, terus saja kedengaran, makin jelas, makin dekat.
Read 101 tweets
Nov 25, 2021
Cadas Pangeran, satu tempat bersejarah. Ratusan tahun berusia, sahihkan kisah hitam dan putihnya, terus bergulir hingga kini.

Mamal ini, seorang teman akan menceritakan pengalamannya ketika melintasi daerah ikonik ini. Seram? Tentu saja.

Simak di sini, hanya di Briistory.

*** Image
Lepas dari pusat kota Jatinangor, aku akhirnya masuk ke daerah yang terlihat seperti gak berpenduduk.
Tahun 1998, Cadas Pangeran masih sangat sepi, jalan berkelok dikelilingi oleh pepohonan yang membentuk hutan, sama sekali gak ada penerangan, gelap gulita.
Read 64 tweets
Nov 18, 2021
Keangkeran tempat kerja kadang terpaksa harus dihadapi. Keseraman lain dimensi, sesekali menghadirkan sosok-sosok ngeri.

Malam ini, ada teman yang akan bercerita tentang seramnya pabrik tempatnya bekerja. Tahun 2001 peristiwa ini terjadi.

Simak di sini, hanya di Briistory.

***
Suara itu lagi, walaupun sudah pernah mendengar sebelumnya, tetap saja aku terkejut, tetap menoleh ke pintu walau tahu masih dalam keadaan tertutup.
Suara gesekan sapu ijuk dengan lantai, menggusur debu serta kotoran, membersihkan.

Suara sapu ini mungkin akan terdengar biasa saja kalau siang hari, tapi beda cerita ketika terdengarnya tengah malam seperti ini.
Read 85 tweets
Nov 11, 2021
Entah bagaimana cara dan prosesnya, berjalan lintas dimensi bisa saja terjadi. Siapa pun bisa mengalami, gak pandang bulu.

Malam ini, satu teman akan bercerita pengalaman seramnya, lintas dimensi merasakan kekacauan garis ruang dan waktu. Hanya di sini, di Briistory..

***
~Circa 2003, selatan Jawa~
Aku dan Virgo akhirnya menyerah, kami sudah gak kuat menahan kantuk.
Read 101 tweets

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3/month or $30/year) and get exclusive features!

Become Premium

Don't want to be a Premium member but still want to support us?

Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal

Or Donate anonymously using crypto!

Ethereum

0xfe58350B80634f60Fa6Dc149a72b4DFbc17D341E copy

Bitcoin

3ATGMxNzCUFzxpMCHL5sWSt4DVtS8UqXpi copy

Thank you for your support!

Follow Us on Twitter!

:(