My Authors
Read all threads
Teriknya matahari siang itu seakan bukan menjadi penghalang bagi Ifan untuk tetap pergi menemui perempuan yg dikenalnya melalui sebuah aplikasi pencari pasangan yg cukup terkenal kala itu.
Dengan mobil yaris hitamnya, ia meluncur menyusuri jalan Jl. Ahmad Yani di bilangan Bekasi
menuju ke sebuah perumahan yg terletak tepat di sebrang Mall tertua di Bekasi Barat.
"Nanti ketemu di sebrang Mall aja ya. Aku nunggu di depan MORR"
begitu pesan yg tertulis dari Lena, perempuan yg baru dikenalnya 1 bulan belakangan.

***
Ifan menoleh ke sekeliling, mencoba mencari sosok yg sama dengan yg ada di profil whatsapp perempuan itu. Sampai ia melihat seseorang yg sekilas terlihat mirip dengan foto Lena mendekat menuju mobilnya dari sisi kiri. Ia pun menurunkan kaca mobilnya,
"Lena?"
"Hey, sorry yaa... Lama ya?", ucap Lena sambil membuka pintu mobil Ifan.
"Iya gpp, santai.", jawab Ifan yg tidak bisa banyak berkomentar melihat sosok Lena yg memang tidak berbeda dari fotonya.
Cantik dan begitu menarik.
"Kemana kita?", tanya Lena memandang ke arah Ifan.
"Kamu katanya mau ketemu temen? Jadi?"
"Iya sih, tp kamu gpp nemenin aku? Dia jg paling berdua sama cowoknya sih"
"Boleh...", jawab Ifan singkat. Ia masih terdiam, tak bisa berkomentar banyak. Namun kali ini bukan hanya karena sosok Lena yg cantik,
namun karena adanya sosok lain yg ikut masuk ke dalam mobil menyertai Lena. Sosok yg kini duduk di jok belakang tempat duduk Lena. Sosok yg tidak menyeramkan, namun cukup aneh dalam sudut pandang Ifan.
"Eh, sorry ya aku pake baju begini... Kamu risih ya?",
ucap Lena yg seakan tidak enak kepada Ifan karena pakaiannya yg sedikit terbuka hari itu.
"Ya gpp sih, emang lg panas jg kan", sahut Ifan sedikit tertawa
"Btw, kamu orang mana ya Len?", lanjutnya bertanya
"Hmm... Campur sih. Papa Manado-Sunda, Mama Jawa-Sunda"
"Oalah... Jawa mana?"
"Banyuwangi... Emang knp?", tanya Lena yg mulai penasaran.
"Gpp sih...", jawab Ifan sambil sesekali melihat ke arah spion. Lena yg seakan menyadari arah pertanyaan Ifan pun langsung menepuk bahunya, sambil bertanya,
"Kamu bisa lihat ya?!" dengan sumringahnya
"Hah?! Laah... Koq mukanya exciting gitu? Hahaha", jawab Ifan tertawa terbahak-bahak melihat ekspresi Lena yg seakan malah tertarik, bukan memandang sinis dan aneh kepadanya.
"Emang kamu lihat apa?", tanya Lena yg semakin penasaran dan dengan nada cerianya.
"Hmm... Gpp sih, ada yg ngikut masuk mobil aja pas kamu masuk tadi",
"Yg mana? Perempuan apa yg Kakek-kakek?!", mendengar pertanyaan Lena, Ifan segera menyadari ada sosok lain lg yg menyertai mereka saat itu. Namun sayangnya sosok itu tidak berada di dalam mobil,
sehingga Ifan tidak bisa memastikan bentuk asli sosok tersebut. Ia hanya bisa berasumsi sesuai penjelasan Lena bahwa sosok tersebut adalah Kakek-kakek.
"Dua-duanya sih kayaknya...", jawab Ifan ragu.
"Koq kayaknya sih?"
"Yaa yg satunya gak keliatan..."
"Waah... Nanti pulangnya kita mampir ke tempat aku nongkrong yuk!"
"Hah? Ke mana?"
"Ada deh... Aku sama tmn2 aku biasanya suka main ke situ. Orgnya jg ngerti yg begitu-begitu, kayak kamu. Aku manggilnya sih Umi sama Ayah. Yaah, mau yaa?!",
"Ya, boleh aja sih", sahut Ifan

***
"Maaf ya Fan jadi lama ngobrol-ngobrolnya sama Kak July", ucap Lena
"Santai lah, org seru jg koq ngobrol sama bang Razi. Btw, itu tadi cowoknya emang lebih muda ya?",
"Hahahaha nggak laah! Mukanya aja yg lebih muda, umurnya gak beda jauh tau sama kamu!"
"Masa? Baby face ya..."
"Eh, kita jadi gak nih main ke rumah Umi? Ada tmn aku jg si Vina di sana"
"Bebas sih, kamu kemaleman gak? Sekarang udah jam 9 lhoo..."
"Gpp sih, aku bawa kunci rumah jg koq"
"Ooh okay!",
Mereka pun segera meluncur menuju kembali ke arah Bekasi dari Kelapa Gading.

***
"Nah, kamu parkir di sini aja. Tuh, si Vina di depan rumah Umi", ucap Lena sembari menunjuk ke arah perempuan yg sedang melambaikan tangannya berdiri di rumah yg terletak di sisi kanan mereka.
"Yuk turun!"

"Assalamu 'alaikum Umiii!", seru Lena di depan pintu rumah tersebut
"Wa 'alaikum salam cantiik!", sahut seorang perempuan dengan kisaran usia 38-40 tahunan menyambut Lena.
"Kenalin Mi, ini Ifan tmn aku"
"Assalamu 'alaikum, Ifan...", ucap Ifan sambil memperkenalkan dirinya samnil menyodorkan tangan kanannya yg seketika disambut hangat oleh Umi,
"Wa 'alaikum salam... Yok masuk Fan, santai aja di sini mah!", jawab Umi,
"Oh iya, kenalin ini suami Umi...", lanjutnya memperkenalkan sosok lelaki paruh baya yg sedang duduk santai menikmati sebatang rokok,
"Eeh, masuk mas... Ngopi gak?", lelaki itu pun menyambut Ifan dgn ramah
"Iya Pak..."
"Bentar ya, Umi buatin kopi. Ngopi kan?", tanya Umi kepada Ifan yg disambut dengan anggukan kecil dari Ifan.
"Sini sini duduk... panggilnya Ayah aja, anak-anak jg manggil saya gitu koq. Rokok?", jelas lelaki itu sambil menyodorkan filter nya ke arah Ifan
"Iya Yah... ada koq ini, santai"
"Ini temen, apa temen Len?", tanya Umi yg sudah keluar dari arah dapur sambil membawa segelas kopi hitam dan meletakannya tepat di depan Ifan.
"Temen Mi...", jawab Lena sambil tertawa
"Kenalnya mah udah lama, tapi baru ketemu aja", lanjutnya.
"Eeh Mi, si Ifan ini jg bisa lhoo!"
"Bisa apa?", tanya Umi
"Dih apaan sih, baru jg sampe udh begitu bahasannya...", sahut Ifan yg terlihat agak segan untuk langsung membahas ke arah hal-hal seperti itu.
"Eeh, iya yaa? Duh, maaf...", jawab Lena merasa tidak enak.
"Hmm... Paham jg ya?", namun tiba-tiba celetukan Ayah seketika membuat semua mata tertuju ke arahnya.
"Iya iya... Garisnya bagus ini ya...", gumam Ayah yg menutup matanya seakan sedang menerawang sesuatu. Namun seakan menyadari semua org sedang terfokus kepadanya,
Ayah pun langsung membuka matanya, sambil tertawa,
"Waduuh... Maaf maaf, kadang suka tiba-tiba aja ini yg keliatan nongol hahaha",
"Ooh iyaa Yah, gpp", sahut Ifan santai. Melihat ekspresi Ifan yg seakan sudah mulai terbiasa dgn suasana sekitar, Ayah pun melanjutkan,
"Belum lama terbukanya tapi ya? Kisaran... 2-3 tahun?",
"Iya Yah, kira-kira segitu...", jawab Ifan
"Ooh... Iya iya, keliatan ini belom sempurna", lanjut Ayah,
"Hahaha, kan emang gak ada yg sempurna Yah di dunia mah", jawab Ifan dengan santainya
"Laah, bagus ini jawabannya!"
sahut Ayah,
"Jarang-jarang ada yg begini", lanjutnya
"Hah, jarang gmn Yah?", tanya Lena yg kini ikut penasaran
"Ya biasanya kan org kalo dgr begitu lgsg nanya, gmn biar sempurna? Atau baramg apalagi yg bisa ngelengkapin, bah... Macem-macem lah!", jawab Ayah tertawa
"Emang iya?", tanya Ifan
"Ya emang gitu Fan biasanya... Malah kalo ada yg tau kalo Ayah sama Umi ngerti suka minta diarahin. Males kadang kita mah!", sahut Umi kali ini.
"Tapi yah, alhamdulillah kamu ketemu temen yg begini Len. Jarang-jarang nemu yg pola pikirnya beda"

***
Tak terasa percakapan mereka pun semakin mendalam. Ada satu hal terlintas dalam benak Ifan, ia seakan diarahkan masuk ke dalam suatu "area" melalui percakapan tersebut. Namun anehnya, Ifan justru merasa tertarik. Seoalah-olah ia menemukan "tempat" untuk ia berbagi,
yang memang selama ini sedikit sulit baginya untuk berbagi pengalaman dan pemahaman mengenai hal-hal seperti ini selepas kepulangan Lana, sahabatnya, ke Batam.
"Ifan ini kalo Ayah lihat, agak berbeda dari kebanyakan org yg "ngerti" soal beginian..."
"Beda gmn Yah, maksudnya?", tanya Lena yg penasaran dgn teman barunya itu
"Ya, beda. Ifan waktu pertama dibuka batinnya, gak dibuka sepenuhnya ya?", tanya Ayah pada Ifan
"Iya Yah... Ngikutin amanat dari Papa aja aku", jawab Ifan
"Iya, makanya masih banyak yg harus diasah..."
"Tapi dgn begini aja, kemampuan kamu udah lebih dari org yg "belajar" lebih dari 5 tahun koq!", sahut Umi kini menjelaskan
"Tapi emang, kayak yg Ayah bilang, masih ada yg perlu diasah... Dan banyak", lanjutnya
"Kamu mau nyoba belajar ngasah?", tanya Ayah sambil menghisap rokoknya
"Hah? Gmn caranya?", jawab Ifan penasaran
"Sebentar...", Ayah pun bangkit dari duduknya dan beranjak masuk ke ruangan rumah yg lebih dalam, meninggalkan kami di ruang tamu.
Tak berapa lama Ayah keluar sambil membawa sebuah bungkusan kain besar berwarna putih kusam.
"Lah, ngapain Yah koq bawa barang-barang yg ini?!", seru Umi yg terkejut melihat bungkusan tersebut. Nadanya yg sedikit tinggi menunjukan seolah bungkusan itu bertujuan menutupi sejumlah baramg berharga yg tidak seharusnya diperlihatkan kepada org asing, seperti Ifan.
"Gak apa Mi. Umi yakin kan sama Ifan?", tanya Ayah kepada Umi sembari duduk kembali di posisinya sebelum ia mengambil bungkusan tersebut. Umi terdiam sejenak. Ia melemparkan pandangannya kepada Ifan, seolah ingin memastikan sesuatu.
Pandangan Umi itu sebenarnya membuat Ifan sedikit risih dan tidak nyaman. Seolah ada sesuatu yg "menelanjanginya" secara perlahan. Sesuatu yg secara "ghoib" terasa seperti sedang meremas bagian depan kepalanya dengan lembut.
Ifan yg tidak nyaman dengan perasaannya itu secara tidak sadar mencoba melawan dgn berdzikir di dalam hati. "Sesuatu" itu pun kini seakan perlahan memindahkan remasannya ke mata kanan Ifan. Masih dengan bacaan dzikir berulang yg ia lafadzkan, sepertinya membuat "sesuatu" itu...
...terus berpindah ke titik-titik tertentu di kepalanya, mata kiri, tengkuk, bahkan sampai ke ubun-ubun. Namun seolah lelah mencoba, "sesuatu" itu pun berhenti seketika pandangan Umi kepadanya berubah diiringi dgn senyuman dan sebuah kalimat,
"Iya, gak apa kalo Ifan."
Ayah kemudian membuka bungkusan itu secara perlahan. Terdapat 3 buah kotak, mungkin lebih tepatnya, peti kayu. Ia pun membuka salah satu dari peti-peti tersebut dan menyodorkannya kepada Ifan.
"Coba Ifan lihat yg ini"
Ifan yg sedikit pening akibat sensasi remasan sebelumnya,
mencoba mengambil peti kayu yg telah terbuka. Di dalamnya terdapat sepasang benda yg terbuat dari tembaga, sebuah benda berbentuk palu dan paku yg diujungnya memiliki bentuk seperti kail dan terkait satu sama lain.
"Ini apa Yah?", tanya Ifan yg merasa aneh dgn benda tersebut.
"Coba Ifan terawang, ada apa "di dalam" benda itu?", sahut Ayah.
Ifan yg sedikit ragu mencoba memperhatikan dgn seksama benda tersebut.
°...Pasak Bumi...°
Seketika terdengar suara berat dengan nada lirih yg seakan berbicara kepada Ifan.
Ifan yg pernah mengalami hal seperti ini pun tidak menunjukan reaksi apa pun. Ia hanya menutup matanya perlahan, mencoba mencari tahu sumber suara tersebut.
°...Pasak Bumi...°
Suara itu kembali terdengar. Dan kini dengan suaranya berat dan nada yg sedikit tegas.
°Assalamu 'alaikum warrahmatulllah wabarakaatuh...°
Ifan berucap salam kepada sang sumber suara yg masih belum terlihat olehnya. Ia berharap sumber suara itu menunjukan wujudnya.
°Wa 'alaikum salam warrahmatullah wabarakaatuh ya Pasak Bumi°
Jawaban salam pun terdengar, namun dengan nada yg sangat lembut. Perlahan sesuatu muncul dalam pandangan Ifan tepat dihadapannya. Seperti gambar silhouette yg diperbesar kecerahannya, sosok itu pun semakin terlihat jelas wujudnya.
Sosok yg mewujudkan dirinya sebagai pria paruh baya dgn postur tegap dan tinggi, ia mengenakan atribut seperti pakaian kerajaan zaman Majapahit dulu lengkap dengan 2 buah senjata yg tergantung di pinggang kiri dan punggungnya.
Sebuah palu gada kecil dan tombak panjang yg terkait satu sama lain dengan rantai di masing-masing pangkalnya.
Sosok yg semakin terlihat jelas ketika ia berjalan mendekat itu pun kini telah tiba dan berdiri tepat di hadapan Ifan. Sosok itu pun mengambil posisi duduk bersila,
meletakan tangan kanannya yg tergenggam dengan ibu jari terbuka di dada kirinya, seraya menunduk seakan memberi salam hormat.
°Saya izin memperkenalkan diri...°, ucap Ifan sambil ikut menunduk memberi salam begitu melihat postur sosok tersebut.
Namun belum sempat Ifan menyelesaikan salam perkenalanya, sosok tersebut menepuk bahu kiri Ifan dengan tangan kanannya dan berdiri sambil mengambil satu langkah mundur. Ia kemudian mengambil kedua senjatanya, dan meletakannya di depan Ifan.
Perlahan sosok itu mundur selangkah demi selangkah dengan posisi jongkok menyeret kedua dengkulnya secara bergantian.
Ifan pun hanya bisa terdiam memperhatikan perilaku sosok yg semakin menjauh dan menghilang dari pandangan Ifan tersebut.
"Gimana?"
Suara Ayah seketika membuyarkan pandangan Ifan, matanya terbuka dan kini pemandangan yg dilihatnya berbeda dari apa yg sebelumnya ia saksikan.
"Ifan lihat apa?", tanya Ayah melanjutkan.
Tanpa merespon dgn kata-kata, Ifan yg masih menggenggam sepasang benda yg ...
... ia ambil dari peti yg terbuka tadi, kini perlahan menarik kedua benda tersebut berlainan arah hingga terlepas dari kaitannya tanpa merusak sedikit pun struktur dan tekstur asli benda-benda itu.
Melihat hal itu pun Ayah dan Umi sontak terkejut.
"Allahu akbar!", seru keduanya bersamaan.
"Lhoo, kenapa Yah, Mi?", tanya Ifan yg bingung melihat reaksi kedua org itu. Pasalnya, di mata Ifan kedua benda tersebut hanya dikaitkan pada sebuah rantai yg menyerupai rantai pada gantungan kunci, sehingga tentunya sangat mudah dilepas.
Namun ternyata, tidak seperti itu halnya bagi mata Ayah, Umi, bahkan Lena yg ada di ruangan itu. Ekspresi mereka seolah benar-benar terkejut dgn hal yg baru saja mereka saksikan.
"Koq, bisa kelepas...", ucap Umi dgn terbata. Ia pun kemudian melihat ke arah Ifan dgn penasaran.
Ayah kemudian menadahkan tangan kanannya ke arah Ifan, menandakan untuk meminta Ifan menyerahkan kedua benda tersebut. Ifan pun menyerahkannya pada Ayah,
"Kenapa sih Yah? Emang gak boleh dilepas ya itu...?", tanya Ifan yg kini ragu akan tindakan spontannya.
"Fan, ini kan terkunci... Koq bisa kelepas...?", ucap Ayah dgn sedikit terbata,
"Lhoo, itu kan ada alurnya Yah. Kayak gantungan kunci", ucap Ifan berusaha menjelaskan,
"Alur apa Fan? Ini rantai tembaga solid. Gak ada celah di kaitnya...", sahut Ayah sembari menyodorkan kembali...
...kedua benda itu kepada Ifan untuk menunjukan padanya.
Ifan pun segera mengambil salah satu benda di tangan kanan Ayah untuk menunjukan kepada Ayah apa yg dikatakannya benar. Namun betapa terkejutnya Ifan begitu ia memperhatikan struktur solid tanpa celah dari kait itu.
Benar apa yg dikatakan Ayah, solid, dan tanpa celah. Lalu kenapa tadi tidak seperti itu yg ada dalam pandangannya. Berbeda sekali!
Ia pun kini mengambil benda satunya lg yg diletakan Ayah di lantai untuk memastikan. Namun sama saja. Tidak ada celah pada kaitnya.
Ifan hanya bisa terdiam. Ia tidak bisa berkomentar. Ia tak habis pikir bagaimana bisa ia melepas kedua benda tersebut tanpa merusak sedikit pun struktur dan teksturnya.
"Ifan... Kenapa ngelepas kaitannya?", tanya Ayah. Sembari menoleh ke arah dgn perlahan, Ifan pun menjawab,
"Karena sudah kodratnya benda itu dipisahkan satu sama lain Yah...",
"Maksudnya?", tanya Umi kini,
Dengan perlahan Ifan menarik nafasnya dalam, kemudian ia mencoba menjelaskan,
"Aku cuma mendapat gambaran... Apa atau siapa yg ada di dalam kedua benda itu, pernah memiliki keduanya
sebagai alat dalam kemimpinannya. Satu benda yg berbentuk palu digunakan untuk melindungi, sedang benda lainnya untuk menyerang. Dan sekarang, kedua benda ini tidak lg digunakan pada fungsi yg seharusnya. Jadi sudah sewajarnya kedua benda itu dipisahkan. Karena siapa pun yg
berhasil memegang kendali penuh atas kedua benda tersebut bisa memiliki kekuatan dan kekuasaan. Tapi sayangnya di zaman sekarang, terlalu banyak orang yg memimpin dengan tujuan dan kepentingan pribadi. Bahkan yg ada di dalamnya pun tidak ingin dikendalikan oleh siapa pun."
Mendengar penjelasan Ifan itu, Ayah dan Umi hanya bisa terdiam dan saling memandang. Mereka pun kemudian tersenyum dan Umi perlahan mulai menjelaskan,
"Benda itu sebenarnya adalah sebuah titipan. Titipan seseorang yg Umi dan Ayah anggap sebagai "Guru" kami. Tapi pesannya
masih sangat jelas terekam di kepala kami... ~Orang yg tepat dan pemilik asli benda ini akan datang pada waktunya. Biarkan ia yg memutuskan akan diapakan kedua benda ini. Bila ia berkehendak mematikan fungsinya, maka biarkan ia melepas ikatan keduanya~... Itu pesan terakhirnya",
"Makanya awalnya Ayah sama Umi kaget melihat Ifan melepas kaitan benda itu. Sebenarnya sayang sekali bila benda yg begitu kuat tidak digunakan. Tapi dengan keputusan yg Ifan ambil barusan, kami yakin, Ifan memang benar-benar berbeda dari orang-orang lain yg selama ini kami temui
dan berusaha mendapatkan benda itu", ucap Ayah menjelaskan.
"Nah, Ifan siap melihat isi peti ke dua?", tanyanya melanjutkan
Ifan mengangguk menandakan setuju. Ayah yg melihat "kode" dari Ifan pun langsung mengambil peti kedua dan membukanya dengan perlahan. Ia kemudian meletakan peti itu di depan Ifan agar lebih mudah dilihat.
Kali ini sebuah peci berwarna merah marun yg Ifan temukan di dalam peti.
Dengan perlahan Ifan mengambil peci itu dari dalam peti, menggenggamnya di kedua tangan dan memperhatikan setiap sisinya dengan seksama. Sampai pada suatu momen Ifan pun kembali menutup matanya, seolah mencari tahu sesuatu.
Sekelebat beberapa pemandangan secara acak tergambar dalam "pengelihatan" Ifan. Ia seakan menempuh sebuah "perjalanan" waktu pada beberapa era yg berbeda tanpa ia ketahui siapa, dimana dan apa yg sedang terjadi.
Namun pada sebuah titik gambaran "series of event" itu terhenti.
Kali ini, dalam pengelihatannya ia tengah berjalan pada dataran bebatuan kecil di bibir sungai. Sayup-sayup ia dengar suara orang yg sedang berbicara. Semakin lama suara itu semakin jelas, dan kini Ifan menyadari suara itu tengah berbicara kepadanya.
Ia berusaha menoleh namun tidak bisa. Ia tak memiliki kuasa akan tubuhnya sendiri. Hingga setelah beberapa saat ia menyadari itu bukanlah tubuh miliknya. Ia saat ini sedang ditunjukan sebuah pengelihatan, sebuah momen dalam kehidupan seseorang yg tidak ia ketahui siapa.
"...laporan...anak-an......bongan kumpeni bakal...wat malem...nti di...mpung...belah...",
sayup-sayup suara orang dari sisi kirinya perlahan semakin jelas ia dengar,
"...kite sergap aje bang! Hasilnya kita bagi-bagi ke rakyat...",
Tiba-tiba tanpa ia kehendaki, suara dari tubuh yg
saat ini ia tempati mulai angkat bicara. Dengan suaranya yg berat dan penuh kharisma ia berkata,
"Sabar Ji, jangan gegabah. Kite liat situasi dulu. Lo coba sampein ke warga kampung, lo atur supaye mereka mau kerjasame. Gue coba ngomong dulu ke Pak Haji gimane baiknya"
Seketika pemandangan dalam pengelihatan Ifan pun kembali berganti.
Ia kini tengah bertanggar pada sebuah dahan pohon yg besar, tatapannya tertuju pada pada segerombolan orang yg berjalan beriringan di kejauhan. Nafasnya cukup berat, seakan ada yg menutupi mulut dan hidungnya
Seperti sebuah "slide show series of event", pemandangan itu untuk kemudian berganti terus dan terus, mulai dari tindak-tanduk sang pemilik asli pengelihatan yg sedang melompat menyergap rombongan orang-orang yg berjalan beriringan tadi, perkelahian yg penuh pertumpahan darah,
pengambilan peti kemas-peti kemas berukuran besar, sampai pembagian hasil rampasan tersebut kepada rakyat jelata.
Tak berhenti di situ, rangkaian kejadian terus silih berganti dengan pemilik asli pengelihatan yg berbeda-beda dan zaman yg berbeda-beda pula.
Seorang pemuka Agama sampai narator handal. Begitu banyak rangkaian kejadian yg muncul dalam pengelihatan Ifan, sampai pada suatu titik rangkaim kejadian itu kembali terhenti tanpa satu pun pemandangan yg terlihat. Hanya gelap gulita yg menyelimuti pandangan Ifan.
Namun dalam situasi itulah sebuah gema suara terdengar,
°Assalamu 'alaikum warrahmatullah wabarakatuh, ya Pasak Bumi...°

°Wa 'alaikum salam warrahmatullah wabarakatuh... Saya Muhammad Hanifan, mohon izin untuk membuka tabir hijab yg tertutup...°, jawab Ifan seraya menjelaskan
Sesaat kemudian terdengar sebuah derap langkah kaki yg seakan berjalan mendekat, dan terhenti tepat dihadapannya. Namun suara langkah itu tidak berwujud. Tanpa sesosok pun yg dapat dilihat Ifan. Lalu tiba-tiba suara itu terdengar lg, dengan nada yg lembut dan kali ini terdengar..
..lebih dekat.
°Benda yg kau genggam telah membuka tabirnya untukmu...°, ucap suara itu,
°Jangan pertanyakan dan jangan kau cari. Jawaban yg kau harapkan datang di waktu yg tepat. Persiapkan dirimu. Pertebal iman dan taqwa kepada-Nya. Karena semua yg ghoib bagimu pada dasarnya
hanya menuntunmu kembali ke jalan-Nya°

Mendengar hal itu Ifan hanya bisa terdiam beberapa saat sampai akhirnya pemandangan dalam pengelihatannya mulai berubah.
Setitik cahaya seakan perlahan menerangi suasana gelap gulita dalam pengelihatannya. Ifan pun mulai membuka mata.
Ia melihat sekitar, memperhatikan ekspresi penasaran dari Ayah, Umi bahkan Lena yg seolah menunggu hal apa lagi yg akan Ifan lakukan kali ini.
Namun ia hanya terdiam dan meletakan peci yg digenggamnya kembali ke dalam peti, dan dengan perlahan menutup peti itu.
"...Gimana Fan?", tanya Ayah yg seakan menunggu reaksi dari Ifan setelah "melihat" ke dalam benda tadi.
"Peci ini, pernah dipakai banyak orang. Orang-orang yg bisa dibilang, dihormati, pada masanya. Para pemuka di eranya",
mendengar ucapan Ifan, Ayah hanya tersenyum.
Ia kali ini mengambil peti terakhir dan diletakan di hadapan Ifan.
"Mangga, dibuka", ucapnya.
Ifan yg sedikit ragu untuk membuka peti itu awalnya sungkan merespon, namun rasa penasaran yg muncul di hatinya tampaknya jauh lebih besar dari keraguannya.
Ia pun dengan perlahan meraih peti itu, meletakannya dipangkuan dan mulai membukanya dengan perlahan.
Namun yg Ifan temukan di dalam peti kali ini sama sekali berbeda dari 2 peti sebelumnya. Aneh, karena sesungguhnya Ifan tidak menemukan apapun di dalam peti ketiga itu.
Kosong. Tak ada satu pun benda di dalamnya. Ifan melirik ke arah Ayah dan melihat ekspresinya yg sedang tersenyum. Ekspresi yg sama yg Ifan temukan dari wajah Umi ketika ia melihat ke arah Umi.
"Kosong?", tanya Ifan
"...Yakin?", ucap Umi menjawab,
Lena yg penasaran langsung menghampiri dan duduk di sebelah Ifan untuk memastikan.
"Bener Mi, kosong...!", ucap Lena
"...Coba Fan, Ifan yakin itu kosong?", tanya Ayah kali ini.
Ifan kembali menutup matanya, dan sesuatu terjadi. Sesuatu yg cukup aneh dalam pandangan Ifan.
Sebuah tampilan "aura" tergambar dalam pengelihatannya, tergeltak di dalam peti yg ia genggam. Tampilan "aura" berwarna putih keemasan yg perlahan semakin jelas membentuk sebuah tekstur benda yg belum pernah Ifan lihat sebelumnya.
Dengan perlahan ia mencoba meraih benda tersebut
dalam genggamannya. Dan seketika pemandangan dalam pengelihatannya mulai berubah.
Ia yg sedang menggenggam benda itu kini tengah duduk di sebuah dataran rerumputan luas bak savana yg begitu indah.
Ifan menoleh ke kanan dan ke kiri, mencoba memperhatikan sekelilingnya. Ia melihat sebuah sungai dengan aliran arus yg tenang, airnya begitu jernih, bening sampai ia bisa melihat pemandangan dasar sungai yg dangkal tersebut bahkan dari kejauhan.
Pohon-pohon rindang terlihat kokoh berdiri, tersebar di banyak titik area itu. Buah-buah yg tergantung di masing-masing dahannya berwarna-warni, begitu indah dan menyejukan mata.
Ia hanya bisa terkesima memperhatikan pemandangan yg belum pernah ia lihat sebelumnya itu.
Hingga pada suatu titik, dari kejauhan, ia melihat silhouette sesorang yg berjalan mendekat. Semakin mendekat, hingga kini ia bisa melihat dari kejauhan warna atribut pakaian yg dikenakan oleh sosok tersebut.
Sebuah pakain terusan panjang berwarna hijau tua dengan balutan
luaran yg sama panjangnya berwarna merah marun tua, lebih mirip warna cokelat. Kepalanya tertutup dengan balutan kain dgn warna yg sama dengan pakaian luarnya, seperti sebuah surban yg tidak terlalu besar. Sosok itu berjalan mendekat ke tempat dmn Ifan kini tengah terduduk.
Mata Ifan kini fokus tertuju pada sosok yg berjalan mendekat tersebut. Ia memperhatikan setiap langkah sosok itu sambil mencondongkan badannya sedikit demi sedikit ke depan, tanpa Ifan sadari ia kini berada diujung batu yg ia duduki. Sampai tiba-tiba...

"Gedebuuk...!"
Ifan kehilangan keseimbangan karena berada diujung batu, terjatuh ke rerumputan di bawah batu itu. Namun ia segera bangkit, menyeka sisa-sisa rumput yg menempel dipakaiannya.
Ifan pun kemudian melemparkan pandangannya kembali ke arah sosok itu berjalan,
namun sosok itu telah menghilang. Ia mencoba melihat ke sekeliling, mencari kmn sosok itu pergi, namun tetap tak ditemukannya. Ifan tetap melemparkan pandangannya dari satu titik ke titik yg lain untuk mencari sosok tersebut, sampai seketika terdengar suara menggema yg...
...berbicara kepadanya,
°Apa yg kamu cari?°,
Ifan mencari dari mana asal suara tersebut,
"Assalamu 'alaikum warrahmatullah wabarakaatuh... Mohon maaf bila saya datang mengganggu, masuk tanpa izin kepada pemilik tempat...", seru Ifan menjawab suara tersebut,
°Wa 'alaikum salam warrahmatullaah wabarakatuuh...°, jawab suara tersebut menggema,

°Belum saatnya kamu ke sini, kembali lah lagi ke alam mu!°, lanjut suara itu

"Maaf, saya tanpa sengaja memasuki tempat ini... Saya hanya ingin melihat apa yg ada di dalam benda yg saya genggam"
jawab Ifan sambil menunjukan benda yg ia genggam tersebut. Namun betapa terkejutnya Ifan menyadari bahwa ia tidak menggenggam apa pun di tangannya kini.
Benda bercahaya yg ia genggam sebelumnya kini menghilang dari tangannya, benda yg telah membawanya memasuki tempat ini...
...kini tak dapat ditemukannya di tangan dan di manapun.

°Apa yg kau genggam bukanlah benda yg kasat mata. Apa yg kau genggam bukanlah benda yg bisa digunakan khalayak ramai. Yg kau genggam itu bukanlah sebuah benda. Itu adalah amanah! Sebuah pesan dan keyakinan...
...Sebuah pisau bermata dua! Kembali lah ke alam mu! Kembali ke jalan-Nya, lakukan perintah-Nya dan jauhkan semua larangan-Nya, maka akan kau temukan kekuatan yg sebenarnya. Sebaliknya, akan kau jadikan kehancuran bagi dirimu, dan kehidupanmu!°,
Ifan hanya bisa terdiam. Ia mencoba memahami ucapan tersebut, kata-kata yg dirasanya memiliki makna yg sangat jelas.
Perlahan, pemandangan disekitarnya berubah. Kembali ke pemandangan awal di mana ia tengah duduk di ruangan bersama Ayah, Umi dan Lena.
Namun yg berbeda adalah apa yg ia lihat merupakan sudut pandang orang ketiga. Karena kini ia melihat dirinya yg sedang duduk dengan mata tertutup. Ifan pun berjalan mendekati dirinya yg sedang duduk itu, memperhatikan dengan seksama. Ia pun menyadari bahwa kini...
...ruh nya tengah berada di luar raganya. Panik? Tidak. Entah kenapa seolah perasaannya begitu tenang. Ia hanya berjalan ke belakang tubuhnya yg sedang duduk, dan kembali memposisikan dirinya sesuai dengan posisi tubuhnya.
Ia mulai membuka matanya, dan hal pertama yg ia lihat...
...adalah wajah Ayah, Umi dan Lena yg sedang menunggunya kembali membuka mata.

"Gimana Fan?", tanya Lena yg melihat Ifan yg sudah membuka mata.

"Yaah....Begitu...", jawab Ifan ragu.

"Begitu gimana?", lanjut Lena penasaran

"Yaah gitu... Gak gimana-gimana...", sahut Ifan
Ayah dan Umi yg mendengar hal tersebut hanya tersenyum. Perlahan Ayah menutup semua peti yg tadi ia buka, meletakannya kembali ke dalam bungkusan putih seperti sedia kala, dan meminta Umi untuk memasukan peti-peti tersebut ke dalam kamar.
"Sudah dapat pesannya, Fan?", tanya Ayah
"Sudah Yah...", Ifan menjawab
"Berarti sekarang sudah paham ya?", lanjut Ayah
"InsyaAllah Yah..."
"Nah kalo begitu, minggu depan bisa kita lanjutkan lagi mengasah kemampuan Ifan dengan langkah selanjutnya..."
Ifan yg mendengar hal itu sedikit bingung. Melanjutkan apa? Mengasah apa? Karena dalam pikirannya, pesan tersebut sebenarnya memiliki makna yg berbeda dengan apa yg sedang dijalaninya saat ini.
Ia pun hanya mengangguk ragu.
Malam itu pun mereka lanjutkan dengan obrolan santai.
Tepat pukul 23:00 Ifan dan Lena pun izin undur diri dari kediaman Ayah dan Umi. Ifan mengantarkan Lena kembali langsung ke rumahnya, karena Lena memutuskan meninggalkan motornya di tempat ia memarkirkan motornya siang tadi.
Setelah mengantarkan Lena pulang, Ifan pun bergegas kembali menuju ke rumahnya. Namun sepanjang perjalanan pulanh, pikirannya masih terbayang tentang pengalamannya tadi. Apa yg telah ia jalani di rumah Ayah dan Umi.

***
Rasa haus memaksa Ifan untuk menghentikan mobilnya sejenak di depan Family Mart yg berada di depan komplek rumahnya.
Ia berjalan menyusuri lorong minuman dingin, membuka salah satu pintu pendingin dan mengambil sekotak susu putih. Ia pun menutup kembali pintu kaca pendingin itu,
kejanggalan pun terlihat.
Dari refleksi pintu kaca terlihat sebuah sosok yg lebih tinggi dari Ifan berdiri di belakangnya. Terkejut, Ifan pun segera mengedipkan matanya berusaha memastikan apa yg ia lihat. Namun seketika Ifan mengedipkan mata, bayangan sosok itu pun menghilang.
"Ah, cuma halusinasi gw aja...", ucap Ifan dalam hatinya.
Ia pun segera berjalan kembali ke kasir, dan menyusuri lorong minuman itu sekali lagi. Namun perasaan janggal itu muncul kembali dalam benak Ifan. Ia menghentikan langkahnya, menoleh ke kanan dan ke kiri mencoba mencari...
...sumber "masalah" yg membuat hatinya tidak tenang. Tidak menemukan apa pun, Ifan pun membalikan badannya berniat menuju ke kasir. Namun sekali lagi, seketika ia membalikan badannya dan melihat ke arah pintu kaca pendingin minuman, bayangan sosok itu kembali terlihat berdiri...
...di belakangnya. Kali ini Ifan tidak se-terkejut seperti sebelumnya, justru rasa penasaran yg timbul dalam dirinya. Ia coba memperhatikan dengan seksama bayangan sosok itu dari dalam kaca sambil berdzikir dan berdoa di dalam hati. Perlahan, bayangan sosok itu pun menghilang.
Ia menghela nafas panjang menandakan betapa lega dirinya setelah sosok itu menghilang. Tak berapa lama, handphone di kantongya berdering. Ifan segera mengambilnya di dalam kantong untuk melihat siapa yg menghubunginya tengah malam begini. Lana! Nama sahabatnya itu muncul di layar
handphone nya.
"Halloo, assalamu 'alaikum Bray...!", ucap Ifan menyapa Lana di sisi sebrang telepon.
"Wa 'alaikum salam wr wb... Lg dmn Bray?", sahut Lana
"Di Family Mart nih gw, lg beli minum... Lau di Jakarta?"
"Oalah... Gak Bray, gw di Batam. Lo dari mana Bray?"
"Oooh... Kirain lo di Jakarta. Gw abis pergi Bray sama tmn gw, knp Bray?"
"Ooh... Gpp Bray, nanya aja. Aman Bray kondisi?"
"Alhamdulillah aman... Lo gmn di Batam?"
"Baik Bray Alhamdulillaah... Eh Bray, lo abis dari mana emang sama tmn lo?"
"Nah itu Bray, sebenernya gw pengen...
...cerita sama lo besok, tp gw ceritain skrg aja lah ya mumpung lo tlp gw",
Ifan pun menceritakan semua rentetan kejadian yg dialaminya di rumah Ayah dan Umi kepada Lana. Namun apa yg dikatakan Lana membuat Ifan terdiam dan tidak percaya.
"Bray, lain kali hati-hati ya kalo diajakin orang, siapa pun, untuk ngelakuin hal-hal kayak yg tadi lo lakuin...", ucap Lana mengingatkan
"Emang ada apa Bray?", tanya Ifan bingung
"Gpp sih sebenernya... Cuma perasaan gw agak gak enak aja dari tadi.
Terus tiba-tiba gw pengen nlp lo, makanya ini gw tlp...", Lana berusaha untuk tidak membebani pikiran Ifan lebih banyak
"Emang knp Bray, ngmg aja apa adanya... Sebenernya ada apa?"
"Hmm... Gini, lo kan tau waktu pertama kali lo "dibuka" itu gak sepenuhnya, masih ada yg ditutup.."
"Iya tau Bray..."
"Nah itu sebenernya untuk menghindari hal-hal yg kayak gini terjadi terlalu awal..."
"Hah? Maksud lo gmn?"
"Iya Bray, jadi belom seharusnya merambah ke "area" itu. Maksud gw untuk hal-hal kayak napak tilas, atau apalah itu... Soalnya yg ditakutkan malah jadi
beban buat lo nya nanti"

"Duh, gw masih gak nangkep nih... Beban gmn sih mksdnya?"

"Okay gini, gw blak-blakn aja ya... Sekarang lg ada yg mantau lo dari jauh dan dari deket"

"Hah?! Mantau?"

"Iya. Tempat yg tadi lo datengin, orang-orangnya, gak termasuj temen lo ya...
Mereka punya niat yg kurang tepat untuk ngejalkuin hal yg tadi lo lakuin."

"Serius lo? Maksud lo Ayah sama Umi?"

"Iya. Tujuan mereka beda. Dan sekarang gw ngerasa ada yg "beda" di lo saat ini..."

"Beda gimana Bray?"

"Ada yg ngikutin lo"
"Astaghfirullaah... Yg bener lo Bray?"

"Iya. Tapi lo di rumah ada orang kan?"

"Kagak lagi... Nyokap lg keluar kota Bray"

"Nah kan. Gimana ya... Lo bisa nginep dulu gak di tempat siapa gitu?"

"Bisa sih, emang bahaya banget ini yg ngikutin?"
"Lumayan sih... Gini aja, pokoknya lo cari tempat nginep dulu terus lgsg meluncur ke sana. Kalo bisa temen lo yg ngerti jg hal begini ya. Terus nyetir hati-hati, jgn terlalu sering liat ke spion dalem..."

"Gw ke tempat bang Rio aja laah kalo gitu"

"Nah itu lebih enak...
...Kalo udah sampe lo langsung wudhu, sholat taubat dulu, terus sholat hajat, minta sama Allah buat dihilangkan dan dijauhkan dari hal-hal yg negatif. Seminggu ya Bray lo jalanin itu. Kalo bisa barengin tahajjud",

Itulah pesan terakhir Lana di sambungan telepon tersebut.
Alhamdulillah, setelah beberapa hari, menurut penuturan dari yang punya cerita, dia pun terlepas dari "sesuatu" yg mengikutinya.
Berdasarkan penuturannya dan info yg dia dapat dari sahabatnya, Lana, dan beberapa teman-temannya yg jg ikut membantu,
Ifan sengaja diminta untuk melakukan prosesi-prosesi yg tidak seharusnya ia lakukan, karena alasan-alasan yg cukup sensitif untuk dijabarkan satu demi satu dalam tulisan saya kali ini.
Tapi saya akan mencoba mengambil kesimpulan bahwa, dalam benda-benda tersebut ada beberapa
"Penjaga" yg memang merupakan "hak" dari Ifan. Dan, wallahualam bisshowab, menurut penjelasan teman-temannya, ketika hal-hal seperti itu merupakan "hak" seseorang, maka hanya orang itu dan Allah lah yg bisa membuka "kunci" atau mendapatkan izin dari "Para Penjaga" nya
untuk menindak lanjuti keberlangsungan dari benda-benda tersebut.

Kurang lebihnya seperti itu lah penuturan yg bisa saya sampaikan. Saya izin undur diri dan mohon maaf dalam segala kesalahan penulisan, pembahasan maupun penyebutan yg kurang tepat atau salah.
Semoga setelah ini saya masih dapat melanjutkan penuturan kisah bagian terakhir dari sang narasumber.

Sekali lg, saya izin undur diri.

Wassalamu 'alaikum wr wb.

#bonkioongout
Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh.

Enjoying this thread?

Keep Current with bonkioong

Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

Twitter may remove this content at anytime, convert it as a PDF, save and print for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video

1) Follow Thread Reader App on Twitter so you can easily mention us!

2) Go to a Twitter thread (series of Tweets by the same owner) and mention us with a keyword "unroll" @threadreaderapp unroll

You can practice here first or read more on our help page!

Follow Us on Twitter!

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3.00/month or $30.00/year) and get exclusive features!

Become Premium

Too expensive? Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal Become our Patreon

Thank you for your support!