Dengan mobil yaris hitamnya, ia meluncur menyusuri jalan Jl. Ahmad Yani di bilangan Bekasi
"Nanti ketemu di sebrang Mall aja ya. Aku nunggu di depan MORR"
begitu pesan yg tertulis dari Lena, perempuan yg baru dikenalnya 1 bulan belakangan.
***
"Lena?"
"Iya gpp, santai.", jawab Ifan yg tidak bisa banyak berkomentar melihat sosok Lena yg memang tidak berbeda dari fotonya.
Cantik dan begitu menarik.
"Kemana kita?", tanya Lena memandang ke arah Ifan.
"Iya sih, tp kamu gpp nemenin aku? Dia jg paling berdua sama cowoknya sih"
"Boleh...", jawab Ifan singkat. Ia masih terdiam, tak bisa berkomentar banyak. Namun kali ini bukan hanya karena sosok Lena yg cantik,
"Eh, sorry ya aku pake baju begini... Kamu risih ya?",
"Ya gpp sih, emang lg panas jg kan", sahut Ifan sedikit tertawa
"Btw, kamu orang mana ya Len?", lanjutnya bertanya
"Hmm... Campur sih. Papa Manado-Sunda, Mama Jawa-Sunda"
"Banyuwangi... Emang knp?", tanya Lena yg mulai penasaran.
"Gpp sih...", jawab Ifan sambil sesekali melihat ke arah spion. Lena yg seakan menyadari arah pertanyaan Ifan pun langsung menepuk bahunya, sambil bertanya,
"Kamu bisa lihat ya?!" dengan sumringahnya
"Emang kamu lihat apa?", tanya Lena yg semakin penasaran dan dengan nada cerianya.
"Yg mana? Perempuan apa yg Kakek-kakek?!", mendengar pertanyaan Lena, Ifan segera menyadari ada sosok lain lg yg menyertai mereka saat itu. Namun sayangnya sosok itu tidak berada di dalam mobil,
"Dua-duanya sih kayaknya...", jawab Ifan ragu.
"Koq kayaknya sih?"
"Yaa yg satunya gak keliatan..."
"Hah? Ke mana?"
"Ada deh... Aku sama tmn2 aku biasanya suka main ke situ. Orgnya jg ngerti yg begitu-begitu, kayak kamu. Aku manggilnya sih Umi sama Ayah. Yaah, mau yaa?!",
"Ya, boleh aja sih", sahut Ifan
***
"Santai lah, org seru jg koq ngobrol sama bang Razi. Btw, itu tadi cowoknya emang lebih muda ya?",
"Hahahaha nggak laah! Mukanya aja yg lebih muda, umurnya gak beda jauh tau sama kamu!"
"Masa? Baby face ya..."
"Bebas sih, kamu kemaleman gak? Sekarang udah jam 9 lhoo..."
"Gpp sih, aku bawa kunci rumah jg koq"
"Ooh okay!",
Mereka pun segera meluncur menuju kembali ke arah Bekasi dari Kelapa Gading.
***
"Yuk turun!"
"Assalamu 'alaikum Umiii!", seru Lena di depan pintu rumah tersebut
"Kenalin Mi, ini Ifan tmn aku"
"Assalamu 'alaikum, Ifan...", ucap Ifan sambil memperkenalkan dirinya samnil menyodorkan tangan kanannya yg seketika disambut hangat oleh Umi,
"Oh iya, kenalin ini suami Umi...", lanjutnya memperkenalkan sosok lelaki paruh baya yg sedang duduk santai menikmati sebatang rokok,
"Eeh, masuk mas... Ngopi gak?", lelaki itu pun menyambut Ifan dgn ramah
"Bentar ya, Umi buatin kopi. Ngopi kan?", tanya Umi kepada Ifan yg disambut dengan anggukan kecil dari Ifan.
"Sini sini duduk... panggilnya Ayah aja, anak-anak jg manggil saya gitu koq. Rokok?", jelas lelaki itu sambil menyodorkan filter nya ke arah Ifan
"Ini temen, apa temen Len?", tanya Umi yg sudah keluar dari arah dapur sambil membawa segelas kopi hitam dan meletakannya tepat di depan Ifan.
"Temen Mi...", jawab Lena sambil tertawa
"Kenalnya mah udah lama, tapi baru ketemu aja", lanjutnya.
"Bisa apa?", tanya Umi
"Dih apaan sih, baru jg sampe udh begitu bahasannya...", sahut Ifan yg terlihat agak segan untuk langsung membahas ke arah hal-hal seperti itu.
"Eeh, iya yaa? Duh, maaf...", jawab Lena merasa tidak enak.
"Iya iya... Garisnya bagus ini ya...", gumam Ayah yg menutup matanya seakan sedang menerawang sesuatu. Namun seakan menyadari semua org sedang terfokus kepadanya,
"Waduuh... Maaf maaf, kadang suka tiba-tiba aja ini yg keliatan nongol hahaha",
"Ooh iyaa Yah, gpp", sahut Ifan santai. Melihat ekspresi Ifan yg seakan sudah mulai terbiasa dgn suasana sekitar, Ayah pun melanjutkan,
"Iya Yah, kira-kira segitu...", jawab Ifan
"Ooh... Iya iya, keliatan ini belom sempurna", lanjut Ayah,
"Hahaha, kan emang gak ada yg sempurna Yah di dunia mah", jawab Ifan dengan santainya
"Laah, bagus ini jawabannya!"
"Jarang-jarang ada yg begini", lanjutnya
"Hah, jarang gmn Yah?", tanya Lena yg kini ikut penasaran
"Ya biasanya kan org kalo dgr begitu lgsg nanya, gmn biar sempurna? Atau baramg apalagi yg bisa ngelengkapin, bah... Macem-macem lah!", jawab Ayah tertawa
"Ya emang gitu Fan biasanya... Malah kalo ada yg tau kalo Ayah sama Umi ngerti suka minta diarahin. Males kadang kita mah!", sahut Umi kali ini.
"Tapi yah, alhamdulillah kamu ketemu temen yg begini Len. Jarang-jarang nemu yg pola pikirnya beda"
***
"Ifan ini kalo Ayah lihat, agak berbeda dari kebanyakan org yg "ngerti" soal beginian..."
"Ya, beda. Ifan waktu pertama dibuka batinnya, gak dibuka sepenuhnya ya?", tanya Ayah pada Ifan
"Iya Yah... Ngikutin amanat dari Papa aja aku", jawab Ifan
"Iya, makanya masih banyak yg harus diasah..."
"Tapi emang, kayak yg Ayah bilang, masih ada yg perlu diasah... Dan banyak", lanjutnya
"Kamu mau nyoba belajar ngasah?", tanya Ayah sambil menghisap rokoknya
"Sebentar...", Ayah pun bangkit dari duduknya dan beranjak masuk ke ruangan rumah yg lebih dalam, meninggalkan kami di ruang tamu.
Tak berapa lama Ayah keluar sambil membawa sebuah bungkusan kain besar berwarna putih kusam.
"Iya, gak apa kalo Ifan."
"Coba Ifan lihat yg ini"
Ifan yg sedikit pening akibat sensasi remasan sebelumnya,
"Ini apa Yah?", tanya Ifan yg merasa aneh dgn benda tersebut.
Ifan yg sedikit ragu mencoba memperhatikan dgn seksama benda tersebut.
°...Pasak Bumi...°
Seketika terdengar suara berat dengan nada lirih yg seakan berbicara kepada Ifan.
°...Pasak Bumi...°
Suara itu kembali terdengar. Dan kini dengan suaranya berat dan nada yg sedikit tegas.
Ifan berucap salam kepada sang sumber suara yg masih belum terlihat olehnya. Ia berharap sumber suara itu menunjukan wujudnya.
°Wa 'alaikum salam warrahmatullah wabarakaatuh ya Pasak Bumi°
Sosok yg semakin terlihat jelas ketika ia berjalan mendekat itu pun kini telah tiba dan berdiri tepat di hadapan Ifan. Sosok itu pun mengambil posisi duduk bersila,
°Saya izin memperkenalkan diri...°, ucap Ifan sambil ikut menunduk memberi salam begitu melihat postur sosok tersebut.
Ifan pun hanya bisa terdiam memperhatikan perilaku sosok yg semakin menjauh dan menghilang dari pandangan Ifan tersebut.
Suara Ayah seketika membuyarkan pandangan Ifan, matanya terbuka dan kini pemandangan yg dilihatnya berbeda dari apa yg sebelumnya ia saksikan.
"Ifan lihat apa?", tanya Ayah melanjutkan.
Tanpa merespon dgn kata-kata, Ifan yg masih menggenggam sepasang benda yg ...
Melihat hal itu pun Ayah dan Umi sontak terkejut.
"Lhoo, kenapa Yah, Mi?", tanya Ifan yg bingung melihat reaksi kedua org itu. Pasalnya, di mata Ifan kedua benda tersebut hanya dikaitkan pada sebuah rantai yg menyerupai rantai pada gantungan kunci, sehingga tentunya sangat mudah dilepas.
"Koq, bisa kelepas...", ucap Umi dgn terbata. Ia pun kemudian melihat ke arah Ifan dgn penasaran.
"Kenapa sih Yah? Emang gak boleh dilepas ya itu...?", tanya Ifan yg kini ragu akan tindakan spontannya.
"Lhoo, itu kan ada alurnya Yah. Kayak gantungan kunci", ucap Ifan berusaha menjelaskan,
"Alur apa Fan? Ini rantai tembaga solid. Gak ada celah di kaitnya...", sahut Ayah sembari menyodorkan kembali...
Ifan pun segera mengambil salah satu benda di tangan kanan Ayah untuk menunjukan kepada Ayah apa yg dikatakannya benar. Namun betapa terkejutnya Ifan begitu ia memperhatikan struktur solid tanpa celah dari kait itu.
Ia pun kini mengambil benda satunya lg yg diletakan Ayah di lantai untuk memastikan. Namun sama saja. Tidak ada celah pada kaitnya.
"Ifan... Kenapa ngelepas kaitannya?", tanya Ayah. Sembari menoleh ke arah dgn perlahan, Ifan pun menjawab,
"Maksudnya?", tanya Umi kini,
Dengan perlahan Ifan menarik nafasnya dalam, kemudian ia mencoba menjelaskan,
"Aku cuma mendapat gambaran... Apa atau siapa yg ada di dalam kedua benda itu, pernah memiliki keduanya
"Benda itu sebenarnya adalah sebuah titipan. Titipan seseorang yg Umi dan Ayah anggap sebagai "Guru" kami. Tapi pesannya
"Nah, Ifan siap melihat isi peti ke dua?", tanyanya melanjutkan
Kali ini sebuah peci berwarna merah marun yg Ifan temukan di dalam peti.
Namun pada sebuah titik gambaran "series of event" itu terhenti.
sayup-sayup suara orang dari sisi kirinya perlahan semakin jelas ia dengar,
"...kite sergap aje bang! Hasilnya kita bagi-bagi ke rakyat...",
Tiba-tiba tanpa ia kehendaki, suara dari tubuh yg
"Sabar Ji, jangan gegabah. Kite liat situasi dulu. Lo coba sampein ke warga kampung, lo atur supaye mereka mau kerjasame. Gue coba ngomong dulu ke Pak Haji gimane baiknya"
Ia kini tengah bertanggar pada sebuah dahan pohon yg besar, tatapannya tertuju pada pada segerombolan orang yg berjalan beriringan di kejauhan. Nafasnya cukup berat, seakan ada yg menutupi mulut dan hidungnya
Tak berhenti di situ, rangkaian kejadian terus silih berganti dengan pemilik asli pengelihatan yg berbeda-beda dan zaman yg berbeda-beda pula.
°Assalamu 'alaikum warrahmatullah wabarakatuh, ya Pasak Bumi...°
°Wa 'alaikum salam warrahmatullah wabarakatuh... Saya Muhammad Hanifan, mohon izin untuk membuka tabir hijab yg tertutup...°, jawab Ifan seraya menjelaskan
°Benda yg kau genggam telah membuka tabirnya untukmu...°, ucap suara itu,
°Jangan pertanyakan dan jangan kau cari. Jawaban yg kau harapkan datang di waktu yg tepat. Persiapkan dirimu. Pertebal iman dan taqwa kepada-Nya. Karena semua yg ghoib bagimu pada dasarnya
Mendengar hal itu Ifan hanya bisa terdiam beberapa saat sampai akhirnya pemandangan dalam pengelihatannya mulai berubah.
Setitik cahaya seakan perlahan menerangi suasana gelap gulita dalam pengelihatannya. Ifan pun mulai membuka mata.
Namun ia hanya terdiam dan meletakan peci yg digenggamnya kembali ke dalam peti, dan dengan perlahan menutup peti itu.
"Peci ini, pernah dipakai banyak orang. Orang-orang yg bisa dibilang, dihormati, pada masanya. Para pemuka di eranya",
mendengar ucapan Ifan, Ayah hanya tersenyum.
"Mangga, dibuka", ucapnya.
Ifan yg sedikit ragu untuk membuka peti itu awalnya sungkan merespon, namun rasa penasaran yg muncul di hatinya tampaknya jauh lebih besar dari keraguannya.
Namun yg Ifan temukan di dalam peti kali ini sama sekali berbeda dari 2 peti sebelumnya. Aneh, karena sesungguhnya Ifan tidak menemukan apapun di dalam peti ketiga itu.
"Kosong?", tanya Ifan
"...Yakin?", ucap Umi menjawab,
"Bener Mi, kosong...!", ucap Lena
"...Coba Fan, Ifan yakin itu kosong?", tanya Ayah kali ini.
Ifan kembali menutup matanya, dan sesuatu terjadi. Sesuatu yg cukup aneh dalam pandangan Ifan.
Dengan perlahan ia mencoba meraih benda tersebut
Ia yg sedang menggenggam benda itu kini tengah duduk di sebuah dataran rerumputan luas bak savana yg begitu indah.
Ia hanya bisa terkesima memperhatikan pemandangan yg belum pernah ia lihat sebelumnya itu.
Sebuah pakain terusan panjang berwarna hijau tua dengan balutan
"Gedebuuk...!"
Ifan pun kemudian melemparkan pandangannya kembali ke arah sosok itu berjalan,
°Apa yg kamu cari?°,
Ifan mencari dari mana asal suara tersebut,
"Assalamu 'alaikum warrahmatullah wabarakaatuh... Mohon maaf bila saya datang mengganggu, masuk tanpa izin kepada pemilik tempat...", seru Ifan menjawab suara tersebut,
°Belum saatnya kamu ke sini, kembali lah lagi ke alam mu!°, lanjut suara itu
"Maaf, saya tanpa sengaja memasuki tempat ini... Saya hanya ingin melihat apa yg ada di dalam benda yg saya genggam"
Benda bercahaya yg ia genggam sebelumnya kini menghilang dari tangannya, benda yg telah membawanya memasuki tempat ini...
°Apa yg kau genggam bukanlah benda yg kasat mata. Apa yg kau genggam bukanlah benda yg bisa digunakan khalayak ramai. Yg kau genggam itu bukanlah sebuah benda. Itu adalah amanah! Sebuah pesan dan keyakinan...
Perlahan, pemandangan disekitarnya berubah. Kembali ke pemandangan awal di mana ia tengah duduk di ruangan bersama Ayah, Umi dan Lena.
Ia mulai membuka matanya, dan hal pertama yg ia lihat...
"Gimana Fan?", tanya Lena yg melihat Ifan yg sudah membuka mata.
"Yaah....Begitu...", jawab Ifan ragu.
"Begitu gimana?", lanjut Lena penasaran
"Yaah gitu... Gak gimana-gimana...", sahut Ifan
"Sudah Yah...", Ifan menjawab
"Berarti sekarang sudah paham ya?", lanjut Ayah
"InsyaAllah Yah..."
"Nah kalo begitu, minggu depan bisa kita lanjutkan lagi mengasah kemampuan Ifan dengan langkah selanjutnya..."
Ia pun hanya mengangguk ragu.
Malam itu pun mereka lanjutkan dengan obrolan santai.
***
Ia berjalan menyusuri lorong minuman dingin, membuka salah satu pintu pendingin dan mengambil sekotak susu putih. Ia pun menutup kembali pintu kaca pendingin itu,
Dari refleksi pintu kaca terlihat sebuah sosok yg lebih tinggi dari Ifan berdiri di belakangnya. Terkejut, Ifan pun segera mengedipkan matanya berusaha memastikan apa yg ia lihat. Namun seketika Ifan mengedipkan mata, bayangan sosok itu pun menghilang.
Ia pun segera berjalan kembali ke kasir, dan menyusuri lorong minuman itu sekali lagi. Namun perasaan janggal itu muncul kembali dalam benak Ifan. Ia menghentikan langkahnya, menoleh ke kanan dan ke kiri mencoba mencari...
"Halloo, assalamu 'alaikum Bray...!", ucap Ifan menyapa Lana di sisi sebrang telepon.
"Wa 'alaikum salam wr wb... Lg dmn Bray?", sahut Lana
"Di Family Mart nih gw, lg beli minum... Lau di Jakarta?"
"Oalah... Gak Bray, gw di Batam. Lo dari mana Bray?"
"Ooh... Gpp Bray, nanya aja. Aman Bray kondisi?"
"Alhamdulillah aman... Lo gmn di Batam?"
"Baik Bray Alhamdulillaah... Eh Bray, lo abis dari mana emang sama tmn lo?"
"Nah itu Bray, sebenernya gw pengen...
Ifan pun menceritakan semua rentetan kejadian yg dialaminya di rumah Ayah dan Umi kepada Lana. Namun apa yg dikatakan Lana membuat Ifan terdiam dan tidak percaya.
"Emang ada apa Bray?", tanya Ifan bingung
"Gpp sih sebenernya... Cuma perasaan gw agak gak enak aja dari tadi.
"Emang knp Bray, ngmg aja apa adanya... Sebenernya ada apa?"
"Hmm... Gini, lo kan tau waktu pertama kali lo "dibuka" itu gak sepenuhnya, masih ada yg ditutup.."
"Nah itu sebenernya untuk menghindari hal-hal yg kayak gini terjadi terlalu awal..."
"Hah? Maksud lo gmn?"
"Iya Bray, jadi belom seharusnya merambah ke "area" itu. Maksud gw untuk hal-hal kayak napak tilas, atau apalah itu... Soalnya yg ditakutkan malah jadi
"Duh, gw masih gak nangkep nih... Beban gmn sih mksdnya?"
"Okay gini, gw blak-blakn aja ya... Sekarang lg ada yg mantau lo dari jauh dan dari deket"
"Hah?! Mantau?"
"Iya. Tempat yg tadi lo datengin, orang-orangnya, gak termasuj temen lo ya...
"Serius lo? Maksud lo Ayah sama Umi?"
"Iya. Tujuan mereka beda. Dan sekarang gw ngerasa ada yg "beda" di lo saat ini..."
"Beda gimana Bray?"
"Ada yg ngikutin lo"
"Iya. Tapi lo di rumah ada orang kan?"
"Kagak lagi... Nyokap lg keluar kota Bray"
"Nah kan. Gimana ya... Lo bisa nginep dulu gak di tempat siapa gitu?"
"Bisa sih, emang bahaya banget ini yg ngikutin?"
"Gw ke tempat bang Rio aja laah kalo gitu"
"Nah itu lebih enak...
Itulah pesan terakhir Lana di sambungan telepon tersebut.
Berdasarkan penuturannya dan info yg dia dapat dari sahabatnya, Lana, dan beberapa teman-temannya yg jg ikut membantu,
Tapi saya akan mencoba mengambil kesimpulan bahwa, dalam benda-benda tersebut ada beberapa
Kurang lebihnya seperti itu lah penuturan yg bisa saya sampaikan. Saya izin undur diri dan mohon maaf dalam segala kesalahan penulisan, pembahasan maupun penyebutan yg kurang tepat atau salah.
Sekali lg, saya izin undur diri.
Wassalamu 'alaikum wr wb.
#bonkioongout