, 148 tweets, 23 min read
My Authors
Read all threads
Assalamu 'alaikum wr wb,

Hallo, kali ini gw ingin berbagi mengenai pengalaman seseorang yg bisa dibilang "sensitif" terhadap hal-hal ghoib.
Cerita ini gw dapatkan langsung dari narasumbernya yg tidak ingin disebutkan nama aslinya.
Jadi seperti biasa, gw bakal menyamarkan nama karakter, alamat dan instansi terkait untuk menghindari ketersinggungan.
Oh iya, sebelumnya gw mau minta maaf buat teman-teman kalo sudut pandang penulisan cerita gw agak sedikit membingungkan.
Okay

Supaya gak terlalu lama, kita mulai aja ceritanya.

***
"Mas... Mas...!!!"
Suara seruan tukang parkir itu tiba-tiba memecah fokus ku.

"Jangan bengong mas... Nanti kesambet!"
Seru si tukang parkir

"Lagian ngeliatin apa sih, serius amat??"

"Hahaha... Gak mas, gak liat apa-apa... Lg bengong aja."
Sahut ku sembari pergi.
Aku berjalan melangkahkan kaki ku meninggalkan parkiran mini market itu, berlalu menuju kembali ke kostan.

Aneh... Pikirku dalam hati. Aku seperti merasa ada yg memperhatikan, namun seketika aku sadar dan menoleh tidak ada apa-apa di sana.
Sayangnya, ini bukan pertama kalinya.
Selama hampir 25 tahun aku hidup, entah kenapa baru beberapa bulam belakangan ini aku merasakan hal-hal yg janggal.
Dari mulai merasa ada yg memperhatikan, sampai terkadang aku suka mendengar suara-suara lirih seakan memanggil ku.
Untungnya, aku blm pernah sekali pun...
...diperlihatkan bentuk mereka.

Yaah... Selain di dalam film tentunya.

Lucunya, pacarku justru menganggap itu adalah sesuatu yg "keren" di matanya.
"Tunggu saja sampai mereka menampakan diri di depan mu!",
Jawab ku setiap kali matanya berbinar-binar mendengar cerita ku.
Sheila, pacarku memang sangat menyukai film-film bergenre Horror, tapi agak aneh menurut ku menyamakan adegan-adegan di film horror dengan apa yg terjadi di dunia nyata.
Karena sejujurnya, tidak seseru itu.
Apa yg terjadi di dunia nyata tidak se-dramatis adegan film horror.
Tapi, menurut teman-teman ku yg memang paham tentang hal ghoib, penampakan mereka justru jauh lebih mengerikan dari pada apa yg dipertontonkan di film-film horror.
"Nanti kalo lo udah kebuka mata batinnya Bray, lo liat daah..!"
Well, duuh... Sepertinya bukan menjadi tujuan...
...hidup ku jg untuk membuka mata batin.

***

Aku merogoh saku kanan celana ku, mengambil kunci kamar kostan, membuka pintu kamar dan meletakan barang-barang belanjaan di atas kasur kemudian kembali ke luar untuk menghisap rokok.

"Lhoo... Udah balik Bray?!"
Terdengar suara...
...dari kamar di samping kanan kamar ku.

"Iya Bray, baru bangun lau?"
Sahut ku pada Ferdi, teman satu kostan ku.

"Iyee... Ketiduran gw tadi, jadi gak masuk kelas Jiwa..."
Kebetulan kami jg teman satu kampus di Fakultas Kedokteran Gigi Univ. Sulaiman.
Ferdi adalah teman sejawat satu tahun di bawah ku, tapi kami sudah dekat semenjak awal dia masuk dalam tim Basket kampus.
Tak berselang lama, terlihat Risa, pacarnya menaiki tangga kostan.
"Bang...!"
Sapanya begitu melihat ku yg duduk telat di samping Ferdi.
"Hooi... Udah beres kelas Sa?"
Sapa ku kembali pada nya

"Udah bang... Dokternya mau rapat, jadi balik lebih cepet."

"Oalah..."

"Trus lo ke sini bawain titipan gw gak?"
Selak Ferdi

"Iyaa bawain... Nih!"

Risa menyodorkan kantong plastik bening dari tangannya, di dalamnya...
...terlihat bungkusan makanan yg sudah dia belikan untuk Ferdi.

"Bray, makan Bray..."
Ajak Ferdi padaku

"Sikat Bray, gw udah beli tadi... Gw masuk kamar dulu deh, ngantuk banget mata..."
Sambungku sembari bangkit dari tempat duduk

"Siap Bray... Tar gw bangunin ya sore"

***
Aku membuka mataku, tersentak melihat suasana kamar yg sudah gelap.
Dengan perlahan aku meraih hp ku di sudut kasur untuk melihat jam.
"Anjiir... Setengah tujuh!!!"
Aku bergegas bangkit beranjak ke kamar mandi untuk mengambil wudhu.
Waktu sudah menunjukan pukul 18:37 WIB,
waktu Maghrib sedikit lagi habis.
Tanpa membuang-buang waktu aku langsung memakai sarung dan membentangkan sajadah ke arah kiblat, setelah tentunya aku kembali melihat jam, memastikan waktu Maghrib belum lewat.

"Masih 18:44, aman..."
Ucapku

***
Salah satu kebiasaan buruk yg coba ku hilangkan, adalah kebiasaan menutup mata ketika sholat.
Aku merasa bisa lebih khusyuk ketika menutup kedua mataku, dan baru membukanya saat duduk akhir.
Kali itu pun sama. Hanya saja yg berbeda adalah pemandangan yg ku lihat ketika...
...membuka mata.
Aku sadar satu hal.
Pemandangan ini bukanlah kamar kostan ku.
Aku coba mengedipkan mata ku, sekali, dua kali, sampai ketiga kali, masih tidak berubah.
Aku mulai panik.
Tapi anehnya, aku tidak merasa takut saat itu... Justru, ada perasaan haru yg muncul.
Aku terduduk dengan posisi tasyahud akhir, tepat di tengah-tengah segerombolan orang-orang berpakaian putih. Tatapan mereka semua tertuju pada ku. Tersenyum, namun dengan mata berkaca-kaca.
Wajah-wajah yg sama sekali tidak ku kenal. Sampai akhirnya tatapan ku tertuju pada...
...sosok seseorang yg berdiri tepat di paling tengah dari semua gerombolan orang tersebut. Beliau tepat berhadapan dengan ku. Sekilas parasnya tampak sangat familiar, tapi aku tidak mengenali wajahnya. Janggutnya putih, tebal, tapi tercukur rapih. Begitu pula rambutnya yg...
...sedikit tersingkap dari surban yg beliau kenakan. Namun anehnya, alisnya hitam legam tanpa ada sedikit pun warna putih.
Seketika, sosok itu membentangkan kedua tangannya seakan menyambut ku, meminta ku bangkit dari posisi ku.
Entah apa yg membuatku seakan terhanyut, tanpa sadar tubuh ku pun perlahan bangkit dari posisi ku semula.
"Tok... Took...!!"
"Braay... Braay... Warkop gak? Hayook!!!"
Suara ketukan pintu kamar dan suara menggelegar Ferdi seketika memecah semua pemandangan yg kusaksikan.
Sesaat ku kedipkan mata, aku telah kembali ke kamar kostan ku dengan posisi duduk akhir. Aku melanjutkan bacaan sholawat sementara Ferdi masih saja mengetuk pintu kamar ku, bahkam semakin keras.
Mungkin dia khawatir terjadi sesuatu dengan ku.
"Sebentar Bray, gw abis sholat...",
Sahutku pada Ferdi yg masih saja mengetuk di depan pintu kamar ku.
"Buseet... Tumben rajin jam 8 udah Isya lo Bray! Biasanya sekalian Tahajjud..."

Betapa terkejutnya aku mendengar respon Ferdi.
Jam 8??!!
Aku memulai takbir sholat Maghrib memang tergesa, supaya tidak kehabisan waktu Maghrib.
Tapi masih hangat dipikiranku, terakhir aku melihat jam sebelum takbir adalah pukul 18:47.
Bagaimana mungkin aku menghabiskan waktu 1 jam lebih untuk 3 rakaat sholat Maghrib?!
Aku segera merapihkan sarung dan sajadah, meraih hp ku di atas kasur berniat memastikan, mungkin setting hp ku yg salah.
Namun anehnya, di hp ku pun menunjukan pukul 20:14...
1 jam lebih aku sholat Maghrib?!

***
Kami berjalan menyusuri gang kecil kostan, menuju ke jalan besar diujung gang.
Tak jauh dari sana, ada sebuah warkop kecil tempat langganan kami biasa berkumpul.
Malam itu, pasukan kami lengkap. Aku, Ferdi dan Kevin, salah seorang anak kostan kami yg tidak satu kampus dgn...
...ku dan Ferdi.
Di warkop sudah menunggu Akbar dan bang Iyus, salah satu senior kami di kampus. Kalo Akbar, sama seperti Kevin, berbeda kampus dgn kami bertiga.
Dipenghujung gang, kami berjalan ke arah kanan menuju warkop yg berjarak 1 rumah dari gang kostan kami.
Seketika aku merasakan seolah ada sesuatu yg janggal sedang berinteraksi dari sisi kiri.
Tubuhku secara spontan berputar, dan mataku tanpa disengaja terpaku pada sesuatu yg ada di dalam sebuah mobil yg sedang parkir di depan rumah, tepat di sisi kiri gang kostan kami.
Hitam, gelap. Tidak terlihat apa pun di dalam situ. Namun entah kenapa, aku merasa ada satu, dua, tiga, bahkan 5 sosok yg seolah sedang bermain di sekitar area tepat di mana mobil itu parkir.
Iya, aku tau aku tak bisa melihat. Itu hanya imajinasi ku saja tentunya.
"Woi... Ayok Bray!"
Suara Ferdi kembali memecah fokus ku pada mobil tersebut.
Aku pun kembali melangkahkan kakik ku menuju warkop Babeh langganan kami.

"Assalamu 'alaikum...",
Sapa ku saat masuk ke dalam warkop.

"Wa 'alaikum salam...",
Sahut beberapa orang di sana.
Tampak bang Iyus, Akbar dan Kevin sedang seru mengisi TTS di pojok kanan, sedangkan Ferdi sedang sibuk membalas BBM dari Risa di sebrang mereka.
Aku berjalan ke depan Babeh, si pemilik warkop yg duduk di sisi dalam meja sambil asyik membaca koran.
"Beh...", sapa ku

Babeh menurunkan lembaran koran dari tangannya, melipat kedua tangannya di atas meja, kemudian mengajukan sebuah pertanyaan yg membuat ku terdiam tak bisa berkata apa-apa.
"Habis liat apa bang?",
Tanya Babeh sambil tersenyum menatap ku.
"...Liat apaan Beh?..."
Tanyaku tergagap

"Gak tau... Kan abang yg liat hahaha..."
Jawab Babeh santai sambil tertawa.

Mungkin ekspresi wajah ku yg kebingungan membuat geli Babeh, dia pun melanjutkan mengangkat lembaran koran yg sebelumnya diletakan dihadapannya.
"Tar aja yak, kalo udah mau cerita baru ngobrol..."
Ucap Babeh sambil tertawa kecil
Aku semakin bingung dengan sikap Babeh.
Dari mana Babeh tau saya baru saja melihat sesuatu? Dari mana beliau tau yg saya lihat membutuhkan penjelasan?

"Beh..."
Aku mencoba membuka pembicaraan.
"Apa Fan?",
Sahut Babeh sembari meletakan kembali lembaran koran yg dia baca, sambil sekali lg tertawa kecil seolah memahami situasi "awkward" yg sedang ku hadapi.

Aku mulai menceritakan semua apa yg ku alami belakangan ini, semuanya.

***
Babeh tiba-tiba beranjak dari duduknya, meraih tangan kanan ku dan mulai mengambil gerakan seakan ingin melakukan sungkeman sambil mengucapkan salam.
Spontan, ku tarik tangan kanan ku.
"Apaan sih Beh...?!"
Seru ku dengan nada sedikit tinggi karena terkejut dgn sikap Babeh.
Semua teman-teman ku yg sedang seru dgn aktifitasnya masing-masing pun menoleh sesaat.
"Ngapa lu?!"
Tanya bang Iyus
"Ngagetin aja lo Bray..."
Ferdi pun menyahut
Tak lama, mereka pun kembali ke kesibukannya masing-masing.

"Jangan gitu apa Beh..."
Bisik ku melanjutkan.
"Ya gpp... Namanya jg ketemu sepuh..."
Jawaban Babeh pun jelas membuat ku semakin bingung.

"Itu tandanya bang Ifan udah waktunya balik..."
Jelas Babeh

"Balik kemana Beh?"
Tanya ku

"Balik ke jalur yg seharusnya..."

"Maksudnya gmn Beh?"

"Itu tanda bang... Tanda buat bang Ifan"
"Tanda apaan lg Beh?"

"Gini bang, ada orang-orang yg emang punya sesuatu yg orang lain gak punya... Nah kalo pribadi, dari pertama dulu ngeliat bang Ifan, itu kayak ada Nur nya bang. Tapi waktu itu redup."

"Hah? Nur apaan Beh?"

"Nur... Cahaya... Gak semua orang punya Nur."
"Cuma orang-orang tertentu yg punya Nur... Nah bang Ifan itu salah satunya."

"Terus untungnya buat saya apa Beh?"

"Tergantung..."

"Tergantung gmn Beh?"

"Tergantung kebaikannya mau dipake buat abang sendiri atau buat orang banyak."
"Yaa tergantung jg Beh, kayak gmn pengaruhnya buat kehidupan saya..."

Jawaban ku sepertinya membuat Babeh tersadar bahwa aku belum cukup matang menyambut "waktu" yg sudah ditetapkan untuk menurut Babeh tadi.

"Mas permisi..."
Tiba-tiba seseorang yg tidak kami kenal muncul...
...di depan pintu warkop.

"Boleh minta bantuannya gak mas? Mobil temen saya ngejeblos sebagian di selokan..."
Ucap sosok anak muda dengan beberapa tindikan di telinga dan bibirnya dan sebuah tatto yg terukir rapih di lengan kanannya.
"Walaah... Koq bisa Bro??!"
Seru Ferdi pada org itu sembari bangkit dari duduknya dan beranjak keluar dari warkop.

Kami semua pun beranjak dari duduk kami, dan bergegas menuju ke tempat yg dibicarakan.

Namun tiba-tiba Babeh meraih tangan ku sambil berkata,
"Baca Basmallah..."
"Iya Beh... Kenapa emang?"
Babeh hanya tersenyum dan melepaskan genggamannya dari tangan ku. Aku pun bergegas menyusul teman-teman ku.
Ada sekitar 11 orang berkumpul di sana mencoba mengangkat mobil sedan tua yg dimodifikasi dengan nuansa jaman sekarang.
Dilihat dari model nya, mobil ini merupkan mobil keluaran tahun 80'an.
Ban sebelah kiri depannya terjerembab masuk ke selokan, dan ada sekitar 7 orang laki-laki berbadan besar yg berusaha mengangkat mobil tersebut.
Anehnya, mobil itu tidak bergeming sedikit pun.
Untuk ukuran body mobil sedan tua yg tidak terlalu berat, mobil ini tidak mampu diangkat oleh 7 pria berbadan besar.
Dan, yah... Betul. Itu adalah mobil yg ku lihat di depan gang tepat sebelum aku menuju warkop.
Mobil yg di dalamnya berisi kan 3 sosok aneh dan 2 sosok...
...lainnya bermain di atasnya.
Lucunya, anjing si pemilik rumah yg kebetulan sedang berada di rangkulan si pemilik, menggonggong tiada henti ke arahkaca belakang mobil. Bahkan kadamg sesekali dia melompat dari pelukam si majikan, dan mencakar-cakar pintu belakang mobil.
Bagi orang-orang yg ada di sana sepertinya tidak ada yg aneh dari serentetan kejadian itu.
Namun bagi ku, adalah yg terasa amat janggal. Sekelibatan bayangan beberapa sosok di dalam dan di atas mobil, gonggongan anjing si pemilik rumah, sampai setelah mobil itu berhasil...
...keluar dari selokan, ketika kami semua bubar dan berpaling kembali menuju warkop, aku melihat sekilas bayangan hitam besar melintas di kejauhan.
Cukup jauh jaraknya dari tempat aku berdiri. Mungkin sekitar 300 meter.
Sosok itu melintas dari sisi kiri jalan, menyebrang...
...berjalan ke sisi satunya. Dia sempat berhenti sesaat, seakan menyadari ada yg memperhatikan gerak-geriknya, dia pun menoleh ke arah ku.
Jelas diimajinasi ku bagaimana caranya memandang ku. Seolah tak suka dan tak ingin manusia menyadari keberadaannya. Tatapannya penuh emosi.
Aku takut.
Baru kali itu aku merasakan keberadaan makhluk ghoib yg membuatku merasa tidak nyaman.
Aku segera berpaling membalikan badan ku dan bergegas kembali ke warkop.

***
Hari-hari ku tak begitu istimewa semenjak itu. Aku terlalu memikirkan ucapan Babeh mengenai "sudah waktunya".
Bahkan hubungan ku asmara ku pun menjadi renggang. Tidak ada hubungannya memang, hanya saja aku yg menjadi kurang fokus menjalani hari-hari.
Ada waktu di mana Ale, putra sulung Babeh yg jg teman kumpul kami main ke kostan bersama Reyhan, putra bungsu Babeh yg (maaf) memiliki keterbelakangan mental.
Reyhan tiba-tiba mengacungkan telunjuknya ke arah langit-langit sudut di teras kostan sambil sesekali tertawa.
Kami yg memperhatikan gerak-gerik Reyhan tersentak dan terdiam ketika Reyhan tiba-tiba berkata, "Tantik... Ehehehe" sambil memutar-mutarkan kepala dan tangannya, seolah melihat sesuatu yg terbang dan membuatnya terkesima.
Sempat juga ketika pacarku berteriak dari arah...
...arah kamar mandi kostan, berlari ke depan teras menghampiri aku dan Ferdi yg sedang menghabiskan rokok.
"Yaang... Ada darah sama rambut panjaaaang banget di salurang buangan di kamar mandi kamu!"
Aku dan Ferdi yg mendengar itu saling melihat dan kemudian kami bertiga pun...
...terdiam duduk di teras kostan tanpa berani memeriksa ke dalam kamar mandi.
Bahkan Ferdi pun sempat bercerita tentang Risa yg sedang bercermin di kamar kost Ferdi, dan tiba-tiba ada anak kecil melintas berlari dari arah kamar mandi Ferdi menuju keluar kamar. Dan itu tampak...
...dari cermin.
Sampai akhirnya aku memutuskan untuk pindah kostan.
Tidak terlalu jauh dari kostan ku sebelumnya, namun kostan ku yg baru terbilang cukup nyaman dan layak untuk ditempati.

***
Beberapa bulan berselang, kehidupan ku mengalami beberapa perubahan yg signifikan.
Saat ini aku menjalin hubungan dgn seorang adik tingkat ku. Namanya Inay.
Dia banyak membantu ku dalam urusan akademik. Aku akhirnya bisa mengambil skripsi yg tertunda beberapa lama.
Hari itu Rabu, tanggal 27 Juli 2011.
Malam itu Papa kandung ku menelpon. Beliau meminta ku untuk datang besok, hari Kamis ke rumah Papa. Ada yg ingin dibicarakan katanya.
Tapi sayangnya, aku sudah terlanjur janji dgn Bunda untuk pulang ke Sentul hari Jumat.
Aku adalah anak ke-7 dari 8 bersaudara. Namun karena satu dan lain hal, aku diangkat oleh sepasang suami-istri yg aku panggil dgn sebutan "Bunda & Papa".
Kebetulan, Bunda adalah kakak sepupu Mama ku. Dan aku bersyukur, karena sejak kecil Bunda sudah menanamkan kepadaku...
...bahwa aku memiliki 2 orang Ibu dan 2 orang Ayah.
Untungnya, ketika ku jelaskan kepada Papa bahwa aku telah memiliki janji lebih dulu untuk pulang ke Sentul, beliau memahaminya.
"Tumben...", pikir ku saat itu.
Memang Mama dan Papa cukup sering meminta ku berkunjung ke rumah.
Namun biasanya, Mama lah yg menyampaikan keinginannya itu melalui telepon atau melalui salah seorang Kakak ku. Laku kenapa kali ini Papa sendiri yg menelpon ku lamgsung? Apa mungkin karena hari Jumat adalah hari ulang tahun ku?
Tak ingin berlarut dalam pertanyaan-pertanyaan tak bermakna, aku kembali melanjutkan tidur ku yg terputus karena telepon Papa.

***
Januari 2013.
Satu setengah tahun berselang, kehidupan ku mengalami banyak perubahan. Inay sudah menjalin hubungan dengan pria lain, aku masih menikmati kesendirian ku menghabiskan waktu bersama dgn teman-teman baru yg kutemui di media sosial.
Lucunya, kini aku tergabung...
...sengan sebuah group chat media sosial "6th Sense".
Sesuai dgn nama groupnya, percakapan kami tidak jauh dari hal-hal berbau supranatural.
Pembahasan mengenai benda-benda pusaka dan khodam seakan menjadi makan sehari-hari ku kini.
Aku memiliki beberapa sahabat dekat yg biasa ku ajak berbagi di group tersebut. Ichan, Rio, mba Tris dan kang Surya. Kami semoat beberapa kali bertemu untuk membahas hal-hal yg tidak hanya berkaitan dgn dunia ghoib, tapi jg tentang kehidupan sehari-hari kami.
Kepekaan ku meningkat seiring meningkatnya frekuensi ku bertemu dgn mereka. Ichan di satu sisi adalah seorang pemuda yg kami "ketahui" memiliki beberapa "penjaga" yg selalu mengikutinya kemana pun ia pergi. Begitu pula hal nya dgn kang Surya yg memiliki sesosok "penjaga"...
...berbadan besar namun terlihat begitu elegan bagaikan raja-raja jaman dulu. Mba Tris selalu bercerita tentang sosok ghoib yg sering menggangunya, sampai ia akhirnya meminta bantuan kepada Ichan dan beberapa teman kami group. Rio,tidak ada yg menyadari dgn pasti apa yg...
...sebenarnya dia "miliki", sampai suatu waktu aku bertanya 4 mata dgnnya. Dan ternyata dugaan ku selama ini benar. Bahkan pernyataan lucu sempat terucap dari Rio setelah aku menanyakan langsung kepadanya

"Gokil Bray... Lo tau?! Udah gw duga lo beda..."
Kami memang sempat beberapa kali berdiskusi membahas sosok apa yg "mendampingi" Rio, namun opini masing-masing selalu saja berbeda.
Entah, aku pun merasa blm pernah ada yg menduga sama seperti ku, dan aku pun memang blm pernah mengutarakan apa yg ku lihat.
Karena bagi ku, terkadang "mereka" tidak ingin diungkapkan mengenai keberadaan mereka sebenarnya.
Perbincangan yg unik pun berlanjut antara aku dan Rio. Perbincangan yg perlahan membuka pintu tanda tanya besar ku.
"Bray, gw dari dulu penasaran jg sih sebenernya apa yg ada di samping lo...",
Ucap Rio pada ku

"Lo kan cuma senyum-senyum sama nyimak doang tuh tiap orang-orang ngebaca lo...",
lanjutnya lg

Aku hanya tertawa kecil sambil berbisik kepadanya, mencoba menghindari...
...fokus teman-teman ku yg lain yg berada di dekat kami berdua.

"Sejujurnya Yo... Gw sendiri gak tau apa yg di samping gw..."

"Laah... Serius lo?! Belom pernah sekali pun lo cari tau??",

"Blom... Dan emang belom niat..."
"Emang, yg lo liat dari gw apaan Yo?", tanya ku melanjutkan

"Gak bisa... Yaa, bisa sih... Cuma kayak bukan asli aja yg bakal gw liat."

"Maksudnya gmn?"

"Yaa... Bisa liat. Tapi kayaknya apa yg ada di samping lo itu gak mau orang lain bisa liat apa dan siapa lo sebenernya...
...jadi pasti dikamuflase gitu Bray..."

"Serius lo?"

"Ya itu sih yg gw liat yaa... Emang nih, lo tuh lahir tanggal berapa dah?"

"29"

"Yee... Yg lengkap ngapa! Tanggal, bulan, tahun...!"

"Oooh... Bilang doong! 29 Juli 1987"

Rio seakan mulai menghitung dgn jarinya.
Dan seakan menemukan sebuah fakta menarik, ia melanjutkan...

"Serius lo...??!", dgn nada seperti terkejut.

"Iya. Emang kenapa Yo?"

"Hmmm... Gini Bray... Lo pernah dgr istilah Pinuju gak? Atau Pitu?"

"Gak... Emang kenapa?"
"Jadi, kalo di Jawa tuh ada istilah Pinuju atau Penuju, gw jg kurang tau artinya pastinya, tapi semacam "tujuan" gitu... Nah istilah Pinuju tuh biasanya dipake buat julukan kenorang-orang yg "spesial" laah... Kayaj punya tujuan sendiri atau punya tugas di dunia."
""Terus kalo Pitu, apaan? Hubungannya apa?"

"Pitu itu kependekan dari Pitulungan atau pertolongan... Nah, Pitu diambil dari angka tujuh. Sedangkan orang-orang yg disebut Pinuju itu biasa berhubungan bgt sama angka 7 dalam kehidupannya..."

"Masa sih...?",

"Yeee... Itu katanya"
"Terus hubungannya sama gw apa, koq lo bahas begini?"

"Bray... Lo lahir 29 Juli 1987. Pernah dgr istilah numerologi gak?"

"Iyaa, penomoran..."

"Yoi... Dan segala sesuatu yg dijabarkan dgn angka. Iya kan?"

"Iya... Terus?"

"Coba itung tanggal lahir lo!"
Aku semakin tidak mengerti apa yg dibicarakan Rio. Tidak ada yg masuk di akal bagi ku. Sampai akhirnya dia menjelaskan...

"2 ke 9, jaraknya berapa?"

"Tujuh..."

"Ok. Juli bulan ke berapa?"

"Tujuh..."

"Nah, lo lahir di tahun ke 7, di era 80'an. Bener?"

"Iya.. ok... Terus?"
"Coba lo jumlahin semua angka yg ada di hari kelahiran lo, sampai angkanya jadi tersisa 1 angka."

"Maksudnya gmn?"

"Sini gw itungin... 2+9+0+7+1+9+8+7 = 43. Bener?"

Aku langsung menghitung dgn kalkulator di hp ku.

"Iya." , jawabku

"4+3 = 7. Bener?"

"Iya..."
Aku terdiam.
"Dan paati gak cuma itu doang Bray, pasti maaih banyak lg yg berhubungan dgn angka 7 dalam kehidupan lo... Coba aja lo pikir-pikir."

Ya kalo aku pikir-pikir ada benarnya jg apa yg dikatakan Rio.

"Bray... Kalo urutan anak ada hubungannya jg?",
tanyaku menyambung.
"Semua Bray...! Semua yg ada di hidup lo biasanya berhubungan dgn angka 7!"

"Kalo gw bilang, gw anak ke-7 dari 8 bersaudara?"

"Nah itu...!"

"Bunda jg..."

"Kenapa Bunda lo?"

"Gw di angkat anak sama Bunda. Bunda anak ke-7 dari 13 bersaudara..."

"Nah, FIX...! Emang lo Pinuju!"
"Gini deh Bray yg gampang... Nama panggilan lo diambil dari nama ke dua lo kan?"

"Iya..."

"Nama kedua lo berapa huruf?"

Aku coba menghitung,
"Tujuh..."

"Cakep kan! Coba deh ko hitung jumlah abjad nama lengkap lo kalo dikonversi ke angka..."

Aku mulai menghitung lg,
"1+3+8+13+1+4+6+1+14+6+1+14+9 = 81"

"8 ke 1 berapa Braay?"

"Tujuh..."
Aku terdiam. Aku melihat ekspresi Rio yg hanya tersenyum seolah berkata, "Apa gw bilang..."

***
Penjelasan Rio mengenai mitos keramat angka 7 membekas dalam pada alam bawah sadarku.
Tanpa ku sadari aku bahkan sering kali mengaitkan perjalan hidup ku dgn angka tersebut.
Bukan tanpa alasan, tapi bila dihubungkan dgn teori "cocoklogi" semua terasa "inter-connected".
Masa kuliah yg ku tempuh selama 7 tahun hanya untuk mendapatkan gelar sarjana pun mulai mendapatkan "alasan" lain untuk bisa dipersalahkan.
Di satu sisi, rasa tidak percaya ku akan eksistensi manusia dgn kemampuan-kemampuan supranatural bagaikan superhero mementalkan hampir...
...semua imajinasi liar ku tentang dialog antara makhluk kasat mata dgn yg tak kasat mata, benda-benda dgn energi dan "extra ordinary" power, bahkan tentang "mythical beast".
Aku berusaha keras melepaskan diriku dari "ikatan" ini. Sampai pada penghujung tahun 2013, aku bertemu...
...seseorang yg bisa ku ajak bicara dan bisa memberikan jawaban sederhana untuk pertanyaan-pertanyaan ku. Lana, begitu aku memanggilnya.
Faktor usia dan kesamaan hobby membuat kami mudah beradaptasi satu sama lain. Dia bahkan menjelaskan mengenai hal-hal ghoib dgn analogi...
...yg sangat sederhana dan mudah untuk ku pahami. Komik Naruto merupakan contoh yg paling sering dia gunakan, dmn dia menjelaskan khodam layaknya kyubi milik naruto, dan penerawangan mata batin layaknya ilmu yg dimiliki Hinata.
Sampai pada suatu titik di mana...
...rasa untuk bertanya mulai berkembang menjadi rasa untuk berbagi. Aku mulai menceritakan pengalaman-pengalaman yg terjadi beberapa tahun terakhir dalam hidupku.
Lana menyimak dan mencermati semua yg ku ceritakan, sampai akhirnya dia mulai berkomentar,
"Lo yakin Bray kejadiannya baru lo alamin 2-3 tahun terakhir doang?"

"Iya, serius Bray!",
jawabku dgn sangat percaya diri.

"Koq rasanya gak gitu ya... Lo yakin lo gak lupa dgn hal-hal lain yg dulu mungkin pernah lo alamin... Pas lo masih kecil mungkin?"

Mendengar pertanyaan...
...itu aku terdiam. Memang kejadian-kejadian itu baru ku alami beberapa tahun terakhir, tapi anehnya aku tidak merasakan perasaan takut atau janggal yg berlebihan. Seolah aku sudah terbiasa dgn hal itu. Namun aku tidak bisa mengingatnya sama sekali.
"Yakin sih... Kayaknya..."
lanjutku merespon pertanyaan Lana sebelumnya.

"Bray, kadang emang masa lalu yg kurang berkenan di hati dan memori itu tanpa kita sadarin bakal pelan-pelan dilupain sama alam bawah sadar... Tapi gw ngerasa, lo pernah ngalamin hal yg bikin lo trauma."
"Tapi maaf ya... Bukannya gw mau ngorek-ngorek masa lalu lo lhoo ya.."

"Santai Bray... Tapi apa ya? Gw sih ngerasa gw emang gak asing dgn kejadian-kejadian seperti ini, tapi koq yg gw inget ya cuma belakangan aja..."
jawab ku merespon dgn bingung.
"Lo mau nyoba nyari tau gak?",
tanya Lana pada ku.

"Nyari tau apaan Bray?"

"Yaa semacam ngebuka memori pelan-pelan... Napak tilas laah..."

Napak tilas? Aku? Tapi buat apa? Kalo memang itu adalah memori yg tidak menyenangkan seperti yg Lana bilang buat apa aku ingin mengingat.
Seketika Lana hanya tertawa kecil seolah mengetahui apa yg ku pikirkan.

"Bray, terkadang ya, apa yg lo takutin itu gak sepenuhnya menakutkan koq. Malah mungkin lo emang harus paham dulu tentang proses perjalanan hidup lo selama ini supaya lo bisa mengerti tujuan lo..."
Aku terdiam. Ada benarnya apa yg dikatakan Lana barusan. Tapi tetap saja, apa yg coba d oleh alam bawah sadar ku seharusnya tak perlu lg ku gali.
Namun aku kembali bertanya,
"Apa untungnya kalo gw nginget hal-hal yg sebeneranya gak mau gw inget Bray?"

"Tergantung...", jawabnya.
"Tergantung gmn, Bray?"

"Tergantung sebijak apa nanti lo nyikapin semua memori itu..."

"Trus kalo ternyata gw gak sebijak itu, gimana...?"

"Hahahaha... Bray, lo, dari sekian banyak org seumuran kita, di mata gw, adalah org yg punya pemikiran pailng bijak."
Sedikit tersanjung mendengar apa yg diutarakan Lana tentang apa yg dia nilai terhadapku. Tapi tetap saja, itu tidak membuatku yakin.

"Tapi gw ragu Bray...", sambungku.

"Laah gpp Bray, kan gw gak nyuruh lo... Gw kan cuma nanya, lo mau apa gak itu terserah lo."
"Cuma nih ya Bray, sedikit masukan aja... Ketika "Ba" lo yg udah minta, suatu saat lo tetap akan tau. Pertimbangannya, kalo lo taunya baru nanti-nanti, lo yakin siap ketika itu dalam kondisi lo mau gak mau harus tau? Apa gak sebaiknya lo tau dgn cara pelan-pelan...?", sambungnya.
"Hah, gmn maksud lo Bray?", tanya ku yg tidak paham dgn maksud perkataannya.

"Gini, suatu saat lo tetap akan tau semuanya. Tapi ketika lo tau karena sudah gak bisa ditahan lg, biasanya bakal jd pressure berat buat lo. Gw takutnya malah "impact" nya lo gak kuat..."
"Trus kalo gw tau nya sekarang? Gw bakal kuat?"

"Gw gak tau lo bakal kuat apa gak, tapi senggaknya bisa dikontrol supaya yg "kebuka" ke lo itu datengnya bertahap, gak secara serentak tiba-tiba tau semua gitu..."
"Atau gak lo coba tanya dulu aja sama Bokap lo Bray",
sambungnya...

"Koq nanya Bokap gw...? Emang Bokap gw tau soal ini??"
Betapa terkejutnya aku mendengar masukan dari Lana.
Aku tau Papa (kandung ku) memang mengerti dan sempat mempelajari hal-hal seperti ini, tapi aku tak...
...yakin kalo Papa akan mengerti tentang apa yg ku alami dgn banyak pemikiran.
Aku hampir tak pernah menghabiskan waktu yg cukup lama dgn Papa mengobrol mengenai hal-hal semacam ini, kami justru lebih banyak membahas mengenai keluarga, pendidikan ku, rencana hidup ku.
"Bokap lo pasti ngerti...", tiba tiba Lana melanjutkan,
"Kalo dgr cerita lo, ada kemungkinan Bokap punya tujuan yg ada hubungannya sama ini waktu minta lo dateng ke rumah pas deket sama ulang tahun lo ke 24. Atau waktu ngebahas soal "signal" di rumah Sentul lo dulu."
Aku kembali terdiam, mencoba mengilas balik dan mencerna apa yg dikatakan Lana.
Papa dan aku memang pernah duduk berdua ketika Papa dan Mama bermalam di rumah kami sewaktu masih di Sentul. Ada satu perkataan Papa yg masih membekas diingatanku sampai saat ini.
~
"Kamu itu ibaratnya kayak sim card 4G yg ditaro di hp yg soundnya masih polyphonic trs gambarnya masih pixel..."
~

"Gw aja gak paham Bray maksud omongan Bokap soal signal...", jawabku pada Lana

"Hahaha... Ya sikap lo yg kayak gini yg dimaksud Bokap lo Bray!"
"Lo sebeneranya tau maksud Bokap lo kan, tapi karena lo ragu jd lo "denial" sendiri jadinya... Iya gak?", ucap Lana pada ku

"Gak tau jg ya... Dibilang gw tau sih gak jg, tp yaa mungkin ada sedikit terlintas di pikiran gw maknanya."

"Nah itu...!"
"Lo tau sebenernya, cuma lo emang gak yakin aja jadinya lo nolak tanpa lo sadarin..."

"Hmm... Apa gw coba konsul dulu aja ya sama bokap?"

"Nah iya, lo ngobrol dulu aja sama Bokap Bray."

***
Pikiranku melayang kemana-kemana. Aku hanya melemparkan pandanganku ke langit-langit kamar, berpindah dari satu sisi ke sisi lainnya. Backsound lagu Brian Mcknight dari komputerku pun seolah tak mampu membuat pikiranku tenang untuk beristirahat.
Aku melirik jam di hp ku,
00:12WIB
Teringat apa yg dikatakan Lana, aku coba membuka kontak di hp ku, mencari nama "Tuan Besar", nama yg ku simpan untuk Papa.
Spontan aku menekan tombol dial, terdengar suara nada sambung dari hp ku. Pikiranku kembali tidak tenang. Apa yg harus aku tanyakan kepada Papa?
Apa mungkin Papa benar-benar mengetahui yg terjadi padaku selama ini?
Tiba-tiba terdengar suara yg familiar dari sisi telepon satunya.
"Halo... Assalamu 'alaikum...", terdengar suara Papa dfn nadanya yg sangat khas.

"Wa 'alaikum salam, Pah...", sahutku

"Belum tidur Nak?"
"Belom bisa Pah..."

"Kenapa Nak? Kepikiran apa kamu?"
Papa memang selalu perhatian dgn cara yg sangat menenangkan bagiku. Beliau satu-satunya (dari banyak mungkin) orang Sumatera Selatan yg tidak pernah ku dgr berbicara dgn nada tinggi, sekali pun dalam kondisi marah.
Tapi pertanyaan Papa itu secara bersamaan membuatku tenang namun tersentak, seolah Papa mengetahui apa yg kupikirkan.

"Pah, Papa lg apa...?", tanyaku tak enak mengganggu waktu istirahatnya.

"Lagi nonton aja ini, tadi abis ada tamu ngobrol-ngobrol sebentar... Kenapa, kenapa?"
Mendengar itu, aku yg tak sabar untuk mencari sebuah "jawaban" atas ketidak tenangan pikiranku mulai menceritakan semua kejadian yg ku alami.
Papa hanya merespon dgn tawa-tawa kecil di setiap cerita-cerita ku, sampai akhirnya aku menutup cerita ku dan beliau mulai merespon.
"Trus sekarang, apa yg kamu bingungin? Bukannya udah jelas apa yg harus kamu lakukan? Kamu jg udah tau kan apa keputusan yg harus kamu ambil."
"Aku masih gak yakin Pah"
"Soal apa?"
"Banyak... Semua."
Papa hanya tertawa kecil sambil berkata,
"Kamu gak harus tau semua sekarang."
"Terus?"
"Yah, cukup hanya sebatas bahwa kamu berbeda. Dan setiap org yg berbeda, pasti punya tujuan tertentu."
"Ya tugas apa? Aku beda dari segi apa? Ghoib? Mistis? Aku takut org-org bakal nganggap aku aneh Pah..."
"Kamu harus amanah. Gak semua org harus tau ttg kamu...
...dan gak semua hal ttg kamu perlu dijelaskan ke org lain. Toh gak akan berpengaruh jg buat hidup mereka, kalo mereka jg tidak mau memahami maknanya."
"Tapi terlalu banyak yg aku gak ngerti Pah..."
"Nanti Nak. Nanti akan ada waktu dan masanya kamu akan tau semuanya...
...Jawaban itu akan datang seiring berjalannya waktu. Karena memang Allah tidak akan membebankan sesorang dgn sesuatu yg blm org itu pahami."
"Jadi aku harus gmn?"
"Jalanin aja hidup kamu seperti biasanya. Gak perlu berlebihan masuk ke dalam sesuatu yg kamu blm pahami."
"Hmm... Jadi gini Pah, aku ketemu tmn. Dia ngerti soal yg kayak gini..."
"Iya, Papa tau. Teman kamu org yg baik. Dan saat ini, mungkin, dia org yg tepat buat ngebantu kamu "membuka pintu" yg selama ini tertutup."
"Jadi aku gpp coba buat "ngebuka" pandangan aku dari dia?"
"Gpp... Tapi Papa minta tolong pesenin sama temen kamu. Tolong setelah "dibuka", agak disegel sedikit ya, biar kamu gak kaget"

Itu saja pesan Papa yg kuingat. Namun sayangnya, aku lupa untuk menyampaikan keoada Lana.

***
Aku sudah membahas apa yg aku dan Papa ku bahas minggu lalu kepada Lana. Dan Lana sudah menjelaskan apa yg akan kami lakukan.
Kemarin, prosesi pertama untuk "membersihkan" diri ku dari hal-hal "negatif" yg bersifat resisten dalam diri ku sudah dilakukan.
Aku diminta untuk melakukan mandi wajib/besar tidak dalam kamar mandi, sambil membaca sholawat dalam hati.
Setelah itu, Lana membantuku dengan mengusap tubuh bagian belakangku, mulai dari bahu kanan, bahu kiri dan punggung tengah. Menurut Lana, di situlah "mereka" melekat.
Alhamdulillaah prosesi kemarin berjalan dgn lancar menurut sudut pandang Lana, walaupun ada sedikit "gangguan" di awal prosesi.
Teman kami sang pemilik rumah, mba Diana, mengalami kerasukan parsial. Sesuatu yg berada di dalam rumahnya seolah menolak maksud keberadaan kami.
Karena hal itulah, hari ini, prosesi selanjutnya dilakukan di kostan senior ku yg terletak di daerah Gandaria, Jakarta Selatan.
Prosesi kedua ini sebenarnya tidak terlalu panjang, bahkan aku tidak bisa mengingat dgn baik apa yg terjadi saat prosesi.
Aku ingat, setibanya aku di sana pukul 09:07 WIB kami hanya duduk mengobrol, kemudian tak berapa lama kami keluar menuju warung nasi yg tak jauh dari sana.
Di warung nasi kami membahas banyak hal, dan seperti biasa, Naruto selalu jd topik yg seru untuk kami bahas.

***
Suapan terakhir bang Ryo, senior ku sudah habis di dalam mulutnya. Tanpa ingin menghabiskan banyak waktu di warung nasi itu lg, bang Ryo dan Lana segera bangkit dari tempat duduk mereka setelah masing-masing dari kami memesan secangkir kopi di dalam gelas plastik untuk di kostan.
Kami segera kembali ke kostan bang Ryo.
Prosesi kedua pun dimulai dgn Lana yg meminta ku duduk bersila, persis seperti posisiku ketika dibersihkan kemarin. Tapi kali ini, ketika aku menutup mataku, aku merasakan sesuatu yg memperhatikanku dari kejauhan seakan perlahan mendekat.
Sekarang sosok itu bahkan tepat berada di hadapanku. Beliau berdiri di depan ku, kemudian mengambil posisi duduk bersila menghadapku.
"Fokus ya Bray..."
Aku mendengar suara Lana memberiku instruksi. Aku tetap membaca sholawat dan berdzikir di dalam hati, mencoba untuk tetap fokus
Saat itu, anehnya aku mengetahui apa saja yg sedang Lana lakukan, seolah aku dapat melihat dan merasakan semuanya.
"Ucap salam Bray... Fokus buat komunikasi aja..."
Aku mengikuti apa yg Lana instruksikan.

°Assalamu 'alaikum warrahmatullah wabaraktuh...°
Sapa ku dalam hati
°Wa 'alaikum salam warrahmatullah wabarakatuh...°
sosok itu menjawab dgn suaranya yg sangat berat namun sangat lembut.

°Boleh saya tau nama anda?°
tanyaku kepada sosok itu.
Beliau tidak menjawab dan hanya tersenyum. Tapi entah bagaimana, aku seolah mengerti arti senyumnya itu.
Aku bahkan teringat sesuatu. Aku teringat akan senyumnya. Aku teringat penampilannya. Bahkan aku ingat, beliau lah lelaki tua yg berdiri di tengah segerombolan org yg mengitariku dan beliau lah yg membentangkan tangannya kepadaku.
Beliau lah yg hadir dalam pemandangan "aneh"...
...yg kualami ketika sholat Maghrib di kostan ku beberapa tahun lalu. Dan aku teringat, bahwa beliau sempat hadir dalam beberapa kali kesempatan di mimpiku.

°Kenapa Anda selalu hadir dalam kehidupan saya? Apakah kita memang memiliki suatu hubungan silsilah?°,
Aku kembali menanyakan pertanyaan kepada beliau, dan seperti sebelumnya, beliau hanya menjawab dgn senyuman.
Beberapa kali aku lontarkan pertanyaan yg selalu dijawab dgn senyuman. Dan untuk kesekian kalinya, senyumannya tidak memiliki arti.
Sampai tiba-tiba, aku mendengar sebuah kalimat yg diucapkan beliau. Kalimat dgn lafadz arab yg terasa sangat familiar. Aku tak mengerti artinya saat itu, namun aku merasa terenyuh, tersentak. Seolah aku tertampar mengingat apa saja yg telah ku lakukan selama ini.
°Allahu laa yamuutu fiiha walaa yahya°

Seketika aku membuka mataku. Aku terdiam. Tanpa kusadari, air mataku mulai menetes.
Kalimat itu betul-betul menusuk dalam ke hati ku.
Bang Ryo yg melihat ku menangis, segera bangkit dari duduknya mencoba menghampiriku. Namun Lana menahan.
Lana seakan paham aku membutuhkan waktu untuk berdiam sendiri sejenak. Perasaan campur aduk berkecamuk dalam hatiku.
Seketika aku menyesali banyak dosa yg telah kuperbuat selama ini. Aku tau aku tidak mengerti arti kalimat itu secara harfiah, namun aku seolah memahami maknanya.
Aku merogoh saku celanaku mengambil hp, membuka google chrome dan mengetik kalimat tersebut.
Hasil pencarianku tertuju pada surat Al A'laa, dengan sebuah ayat yg berbunyi,
"Tsumma laa yamuutu fiiha walaa yahya"
Namun itu tidak menjelaskan artinya.
Aku mencoba membuka...
...aplikasi Al Qur'an di hp ku, mencari surat tersebut. Aku membaca arti ayatnya, dan kusesuaikan dgn kalimat yg kudapat.

"Allah tidak pernah dihidupkan dan dimatikan."

***

Beberapa hari berlalu, kalimat itu masih tetap terngiang dalam hati, ingatan dan pikiranku.
Sampai akhirnya aku kembali menelpon Papa dan menceritakan semuanya, termasuk mengenai kalimat itu.
Menurut Papa, kalimat itu memiliki makna untuk memberikan teguran dan mengingatkan ku kembali kepada Allah SWT.
Tidak ada yg hidup dan mati tanpa kehendak-Nya.
Tidak ada yg mampu menghidupkan dan mematikan-Nya. Allah tidak memiliki sifat sebagai Makhluk (sebagaimana makhluk itu dihidupkan oleh-Nya, bernafas, lapar, berhasrat, dsb.), dan Allah tidak memiliki sifat seperti yg dimatikan-Nya, berumur, membusuk, terbatas, menyesal, dll.
Begitulah sebuah cerita mengenai pengalaman seorang narasumber yg untuk pertama kalinya menyadari sesuatu hal yg "berbeda" tentang dirinya.
Sebelumnya saya sudah meminta izin terlebih dulu kepada narasumber untuk menuliskan cerita ini dalam thread saya, dan alhamdulillah...
...beliau menginzinkan saya untuk menuliskan kembali dgn gaya penulisan saya.
Cerita ini saya tuangkan di sini dgn tujuan dan harapan teman-teman dapat mengambil hikmah yg benar-benar mendasar bagi kehidupan kita, terutama yg beragama Islam.
Saat ini, saya dan narasumber sedang membahas beberapa pengalamn beliau lainnya yg kami rencanakan untuk kami tuangkan dalam thread-thread "TU7UH" saya berikutnya.
Semoga di thread-thread berikutnya akan ada beberapa penjelasan untuk teman-teman yg kurang mengerti cerita ini...
...karena gaya penulisan saya yg kurang jelas.
Sekian dari saya, mohon maaf apabila ada kesalahan dalam penulisan dan pernyataan yg sekiranya kurang pantas.
Saya mohon pamit, wassalamu 'alaikum warrahmatullaah wabarakatuh.

#bonkioongpamit
Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh.

Enjoying this thread?

Keep Current with bonkioong

Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

Twitter may remove this content at anytime, convert it as a PDF, save and print for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video

1) Follow Thread Reader App on Twitter so you can easily mention us!

2) Go to a Twitter thread (series of Tweets by the same owner) and mention us with a keyword "unroll" @threadreaderapp unroll

You can practice here first or read more on our help page!

Follow Us on Twitter!

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just three indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3.00/month or $30.00/year) and get exclusive features!

Become Premium

Too expensive? Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal Become our Patreon

Thank you for your support!