SAMBIL NUNGGU JAM 10, DI RT DULU YA
KALAU INI DAPET 300 RT, LANGSUNG AKU TULIS SEBELUM JAM 10
Om Swastiastu,
Om Awighnamastu Namo Siddham.
Om Hrang Hring Sah Parama Siwaditya ya Namah Swaha
Matur izin untuk menceritakan kisah ini.
Sebelum membaca diharapkan untuk
1. Baca tengah malam dan Lampu Matikan 2. Jangan ada suara sedikitpun 3. Baca doa sebelum membaca 4. Jika tidak kuat membaca silahkan dihentikan
***
Cerita ini bukan dialami oleh author, tapi cerita ini diceritakan oleh seorang nenek2 dari salah satu desa di Kabupaten Karangasem.
Sebelum memulai cerita ini alangkah baiknya kita berdoa sejenak, karena nenek ini kabarnya sudah meninggal beberapa tahun karena diserang leak.
Dalam cerita ini, author akan membawakan sudut pandang dari nenek ini, nenek ini bernama Ni Made Rerod, akan kita panggil saja Men Rerod (men dalam bahasa bali artinya ibu). Dan kejadian ini terjadi pada tahun 1975
***
Malam hari purnama, sinar bulan menerangi bumi alas di desa ini bagai lampu yang memberikan kesejukan dikala gelap menyerang, aku bersama 5 anakku dan suamiku tinggal di sebuah rumah gubuk dekat perbukitan yang jauh dari sentuhan perkotaan, bahkan lampu pun belum ada.
Suamiku seorang pengumpul gula merah, setiap ladang di desa ini pasti mempunyai pohon lontar, disanalah suamiku mencari niranya lalu dimasak menjadi gula merah kemudian dijual ke warung dan pasar.
Selain itu ia juga menjadi buruh untuk mengurusi ternak orang / saudagar desa.
Aku dan beberapa anakku membantu perekonomian keluarga dengan mengumpulkan kayu bakar disekitar ladang dan hutan, tapi khusus untuk diriku mempunyai lokasi pengumpulan kayu yang berbeda.
Aku setiap hari harus mendaki bukit untuk mencari kayu bakar yang dihargai mahal.
Bahkan kalau tidak ada kayu bakar dibukit itupun, aku pasti menebang pohon2 yang tidak terlalu besar, lalu membawanya pulang dan dijemur agar bisa dijual nantinya, intinya apapun keadaannya di bukit tersebut, aku harus pulang membawa sesuatu.
***
Biasanya pagi hari aku akan mengurus kayu bakar untuk diikat lalu dibawa ke pasar bersamaan dengan membawa gula merah hasil buatan suamiku.
Siang hari setelah semua daganganku habis, aku akan membantu pekerjaan rumah seperti memasak dan bersih2.
Sambil menunggu kedatangan suamiku, aku dengan 2 anakku yang paling kecil akan menyiapkan peralatan untuk memasak nira menjadi gula, agar esok bisa dijual dipasar paginya.
Seperti itulah kegiatanku setiap hari, tidak ada perubahan dan tidak ada gangguan apapun.
Oh iya hampir lupa juga memberi tahu bahwa aku dan suamiku adalah seorang perokok, kau pikir aneh ? ku beri tahu ya setiap wanita di desa ini pasti merokok dan tidak ada pembeda antara laki dan perempuan dalam berbagai hal, bahkan disini ada perempuan yang bekerja sebagai supir.
Tapi rokok yang kami gunakan rokok tingwe (linting dewe), bukan seperti sekarang yang tinggal keluarin duit dikasi rokok, tingwe menurut kami lebih nikmat dan lebih terasa.
Biasanya aku melinting disore untuk bekal mencari kayu bakar nantinya.
***
Untuk mengambil kayu bakar ke bukit, tidak mungkin dilakukan siang hari karena begitu banyak kegiatan yang harus dilakukan di siang hari.
Jadi, untuk ke bukit akan aku lakukan dinihari pukul 1 pagi dengan berjalan kaki melalui jalan setapak yang sudah biasa kugunakan tiap hari.
Setiap dinihari aku akan berangkat membawa kapak kecil, tas kain berisi bekal seperti air dan rokok, senter ? jelas tidak mungkin orang desa ini mempunyai senter, kami biasanya membawa petromak/tidak sama sekali karena kadang cahaya bulan sudah cukup menyinari jalan setapak ini.
Ditambah lagi aku sudah melewati jalan ini selama hampir setengah hidupku, jadi aku sudah tau dimana letak batu besar, jurang, pohon tinggi bahkan kuburan didekat bukit pun aku sudah hafal.
Namun dalam beberapa hari ini, tersiar kabar bahwa ada terror pengeleakan yang gencar di desa ini yang sedang mencari tumbal, beberapa orang yang bekerja malam pun membatalkan pekerjaannya.
Berbeda denganku, kalau aku tidak ke bukit tiap malam, besok apa yang aku jual ?
***
Ditambah terror celuluk yang menampakkan diri beserta recangnya, konon beberapa orang sudah didatangi atau dihantui setiap senja dan malam, tapi yang ada dalam pikirku yaa sama seperti sebelumnya, aku tidak mau keluargaku kelaparan karena sebuah rumor yang belum pasti adanya.
Memang dalam beberapa kali, aku melihat “endihan” dilangit setiap malam, konon itu adalah leak atau manusia yang belajar ilmu pengeleakan atau bisa saja itu 2 orang yang sedang beradu ilmu pengeleakan, kalau aku deskripsikan itu seperti 2 nyala api yang berputar diatas langit.
Saat melihat itu, aku hanya bisa berlari sejauh mungkin, mencari pohon atau semak untuk bersembunyi atau juga tiarap ditanah menjadi solusi terakhir jika berada di tanah lapang.
Konon dengan tiarap ditanah kita bisa menghindari sesuatu2 yang berterbangan diatas.
Jika kamu diposisi itu, disarankan untuk berlari sambil berdoa, karena itulah solusi terbaik menghindari endihan.
Di desa ini, penampakan seperti itu sudah menjadi hal yang biasa namun banyak yang waspada karena bisa saja, tetanggamu yang menjadi leaknya.
***
Hari itu, aku ingat sekali malam bulan purnama kesanga, pukul 7 malam aku tidur setelah memasak dan sembahyang dirumah.
Biasanya memang aku harus tidur dahulu agar tidak mengantuk nantinya, lalu bangun tengah malam dan langsung bersiap untuk berangkat ke bukit.
Saat sebelum tidur, aku seperti mendapat firasat untuk tidak ke bukit, sebuah firasat buruk dimana aku tidak akan mendapatkan apapun saat pergi ke sana.
Tapi balik lagi, memangnya perut keluargaku akan kenyang karena firasat ? ya tidak dong.
Pukul 12.30, aku terbangun dari tidur dan langsung ke gentong air untuk cuci muka.
Oh iya disini belum ada kamar mandi jadi kalau kita mau mandi, kita harus mandi dipancoran umum. Setelah mencuci muka dan gosok gigi, aku lihat suamiku merokok sambil duduk di dapur.
***
“bli nak ngujang ditu ?” (bang ngapain disana ?) tanyaku
Ia menjawab “mare gati suud mekupukan dini” (baru aja selesai beres beres cepet disini)
“oh, icang kal ke bukit e ngalih saang malu, ken silih kapak e” (oh aku mau ke bukit nih nyari kayu bakar, mana pinjem kapaknya)
Tiba2 ia memegang tanganku lalu berkata
“he, de je kemu, ngoyong malu jumah awai nak jani purnama kesanga, leak2 e pesu mekejang” (hey, jangan kesana ya, diem dulu dirumah sehari aja, hari ini leak2 nya keluar semua).
Aku menjawab “men yen sing kemu ape adep mani ?” (terus –
- kalau gak kesana apa kita jual esok?)
Ia menjawab “kanggoang je ape ye ade to abe” (ya apa yang ada itu bawa)
Lalu aku diam aja sambil mengambil kapak dan air minum di dapur
“osing kenken peh jani be kal maturan” (gapapa peh sekarang dah sembahyang) jawabku.
Setelah itu dia tak berkata apapun, kulirik dia dari samping dan aku lihat dia membuang mukanya, cepat - cepat aku bereskan barang yang akan aku bawa karena suasana didapur sungguh sangat tidak mengenakan.
Lalu aku keluar mengambil jaket dan tas kecil dan berkata :
“he, kal mejalan jani” (hey, mau otw nih)
Lalu ia menjawab singkat “gih” (ya)
Lalu aku berjalan pergi meninggalkan rumah, memang aku sadari aku tidak mendapat restu dari suami, tapi kalau aku tidak pergi apakah anak2ku kan memakan restu besok ? sudah pasti tidak.
***
Aku berangkat agak tergesa2 karena hati sudah tidak enak melihat mimik wajah suami, jadi aku tidak terlalu fokus mengecek barang2 yang aku bawa di tasku.
Yang paling penting aku sudah membawa kapak untuk menebang pohon di bukit, setidaknya aku pulang nanti membawa kayu.
Malam purnama kesanga, aku berjalan melewati jalan setapak tanah dengan rumput dipinggir2nya, di kanan kiri jalan ini adalah hutan.
Jadi rute yang akan aku lewati pertama2 adalah HUTAN, SUNGAI, TEBING dan terakhir HUTAN.
Mungkin ada yang bertanya kenapa tidak dihutan dekat rumahku ?
Jadi dihutan dekat rumahku hanya ada kumpulan pohon mangga dan disana ada desas desus penunggu hutan yang berwujud celuluk dengan beberapa rencangnya, maka dari itu lebih baik aku tidak berurusan dengan mereka.
Dari 4 rute yang akan aku lewati, hanya 2 rute saja yang terkenal angker yaitu hutan dekat rumah dan sungai, aku akan menceritakan tentang sungai ini karena ini bukan sembarang sungai.
Sungai ini merupakan sungai musiman dimana jika musim hujan baru berubah menjadi sungai.
Sungai ini diapit oleh 3 kuburan, ada kuburan anak2, kuburan ida bagus (orang berkasta) dan kuburan biasa.
Konon di sungai ini sering dijadikan tempat bertarungnya para pengguna ilmu pengeleakan, jadi jika kamu beruntung kamu akan menemukan api api berterbangan disini.
***
Dihutan ini aku percepat langkahku, tanpa penerangan dan hanya berbekal cahaya bulan aku berjalan menghadap ke bawah.
Jujur saja aku takut melihat sesuatu yang mungkin saja ada disebelah kanan kiriku bahkan diatasku, konon celuluk2 disini bisa berada diatas pohon juga.
Untuk menggambarkan durasi perjalanan ke kalian, hutan ini membutuhkan waktu 1 jam untuk berjalan melewatinya, untuk sungai membutuhkan waktu 1 jam untuk menyusurinya, di tebing juga 1 jam setelah itu baru menemukan hutan yang banyak kayu bakarnya.
Bisa dibayangkan selama itu aku harus berjalan melewati hutan dan sungai, tiba2 aku mendengar suara lolongan anjing
“AAUUUUUUUUUUU”
Lolongan anjing yang saling bersautan seakan2 mengitariku, akhirnya tanpa pikir panjang aku sedikit berlari agar cepat melewati hutan ini.
Saat berlari kecil, tiba2 aku mendengar suara
“BUGGG BUGGG”
Langsung aku mempercepat lariku, kenapa ? kata seorang penjaga ternak disini bahwa sebelumnya, beliau mendengar suara itu juga lalu mengeceknya dan itu adalah keputusan yang salah.
Karena saat mengeceknya, ia melihat DUA MAKHLUK CELULUK DENGAN BAJU YANG KUMEL SEPERTI MANUSIA TAPI BERWAJAH CELULUK, MENARI SAMBIL MEMBENTURKAN KEPALA MEREKA SATU SAMA LAIN.
Setelah berita itu tersebar banyak orang tak berani melewati hutan ini.
***
Aku berlari sampai dimana aku tidak mendengar suara bug bug itu lagi, sekitar 15 menit berlari aku sudah tidak mendengar suara itu lagi.
Aku memperlambat langkahku dan benar saja aku tidak mendengar apapun lagi dan suara anjing yang sebelumnya melolong pun sudah tak ada.
Aku berjalan pelan sampai menemukan batu besar ditengah hutan, disana aku sandarkan badanku sambil meminum air, aku meminum air dari botol yang aku bawa dan baru 2 tegukan, sebuah kejadian yang tidak kusangka menimpaku.
Tiba2 terdengar suara
“MULEH MULEHH HERRRHHH HERRRHH” (Pulang pulaangg)
Tanpa melihat kanan kiri aku langsung berlari dan berkata
“Nyelang Jro tiang memargi” (saya mohon permisi jro)
Aku berlari sampai lumayan lama sekitar 10 menitan dari batu tersebut.
Setelah lumayan jauh aku berlari akhirnya aku berfikir lebih baik kembali atau melanjutkan perjalanan, sambil berjalan pelan aku berfikir kalau aku kembali pasti bertemu dengan makhluk itu, tapi kalau lanjut berjalan aku tak tau apa yang akan aku temui nantinya.
Tidak mungkin juga aku pulang dengan tangan kosong, setelah lama aku berjalan sambil berfikir akhirnya aku memutuskan untuk lanjut jalan saja, karena ini masih gelap dan aku tidak mau berurusan dengan makhluk itu.
***
Sambil berjalan dan berfikir, aku bahkan tak sadar sudah sampai disungai, sungai yang tidak ada airnya karena tidak ada hujan dalam beberapa minggu lalu.
Di sungai ini aku hanya perlu menyusurinya melalui pinggir menuju ke hulu, kalau berjalan pelan pasti sekitar 1 jam sampai.
Aku berjalan sambil melihat kebawah karena disebelah kananku adalah kuburan anak2, bukan seperti kuburan modern yang ada nisan nya dan ada batunya, tapi gelap banyak pohon dan berkabut, kenapa berkabut ?
Ayolah ini sangat dekat dengan Gunung Agung sudah pasti sangat dingin.
Disini kalau orang kota, mungkin baru bisa turun dari kasur sekitar jam 10, sedangkan orang asli disini sudah mandi jam 6 di pemandian umum.
Balik lagi ke cerita, bisa dibayangkan seramnya kuburan ini dan konon kuburan ini ada TANGAN – TANGAN nya dan beberapa makhluk lainnya.
Mau tau apa itu tangan – tangan ? kalau orang Bali pasti sudah tau beberapa.
Tangan – Tangan merupakan salah satu rerencang dari penghuni kuburan, dimana tangan – tangan ini adalah salah satu dari 4 makhluk yang berwujud potongan badan manusia.
Ada tangan – tangan, ada kaki – kaki, ada kepala (gundul peringis), ada basang – basang (usus dan berbagai macam isinya), tapi disini aku hanya menjelaskan tangan – tangan saja.
Tangan- tangan ini sifatnya berputar layaknya baling2 lalu menabrak badan kita yang sedang berdiri.
Kalau kita ditabrak oleh tangan- tangan sudah pasti kalau tidak LUMPUH ya MATI, jadi solusi terbaiknya adalah TIARAP ditanah.
Jadi katanya kalau tiarap ditanah sudah pasti tidak ditabrak tangan – tangan, jika muncul suara “WUSSH WUSH” seperti baling2, berarti ia datang.
***
Berjalan menyusuri sungai, disungai ini banyak batu2 besar bekas erupsi Gunung Agung tahun 1963, jadi kemungkinan disini susah untuk berlari kecuali kamu turun ke sungainya.
Masih santai menyusuri pinggir sungai aku menoleh ke kanan dan melihat siluet anak kecil diantara kabut.
Aku sontak terdiam dan tiba2 saja siluet itu seperti mendekat tapi tidak terlihat berjalan kaki, layaknya melayang tapi tidak terlalu tinggi.
Aku masih terdiam tapi sosok anak kecil itu mendekat dengan pelan dan
“WUUSSSSS”
Sudah berdiri dengan jarak 3 meter depanku lalu berkata
“MILUUU SIKKK HAAAAAAAAKKK”
TIBA2 WAJAHNYA YANG MEMUTIH MEJADI ROBEK, MATANYA HITAM MENGELUARKAN DARAH DAN MULUTNYA TERBUKA LEBAR.
SONTAK AKU BERLARI KEMBALI, KARENA JALAN KEMBALI LEBIH MENURUN JADI LEBIH CEPAT.
“haduhhh ratu betara” gumamku,
aku menoleh ke belakang TERNYATA ANAK ITU MELAYANG MENGIKUTIKU DENGAN GERAKAN KEPALA PATAH KANAN PATAH KIRI PATAH KANAN PATAH KIRI BERULANG ULANG DAN TETAP DENGAN EKSPRESI WAJAH YANG SEPERTI ITU.
Aku terus berlari ke kembali pulang, tujuanku sudah aku kubur dalam2, aku berlari memotong sungai dan masuk ke kuburan ida bagus yang ditutup kabut.
Karena masuk kesini adalah jalan cepat menuju pulang tapi aku salah, lagi2 aku mengambil keputusan yang salah ditambah panik.
AKU MELIHAT 3 ENDIHAN BERWARNA HIJAU, BIRU DAN MERAH SEDANG MENARI DIATAS SEKKA 6 DI SETRA TERSEBUT.
BENAR BENAR MENARI TAPI SALING BERTABRAKAN SATU SAMA LAIN, SAMBIL MENANGIS AKU BERBALIK KE ARAH KANAN DAN BERLARI MENEROBOS POHON TEBU DISAMPING SETRA TERSEBUT.
AKU TERUS BERLARI SAMPAI KEHABISAN TENAGA BAHKAN MATAKU SUDAH KUNANG KUNANG KEMASUKAN KERINGAT DINGIN DAN KECAPEAN BERLARI DARI TADI BERANGKAT.
AKU TERUS BERLARI SAMPAI SAMPAI AKU MEMASUKI HUTAN DEKAT RUMAH INI DAN MELEWATI BATU BESAR YANG TADI.
***
Akhirnya aku sudah berada di dalam hutan ini, sungguh lemas sekali dan tidak ada tenaga untuk berlari lagi.
Akhirnya aku duduk dipinggir jalan sambil meminum air, lelah sekali untuk berlari sejauh itu dan diikuti oleh sesosok makhluk yang bahkan aku tidak tau sedang apa mereka.
Ngosngosan sudah pasti, tapi sekitar 15 menitan aku sudah bisa tenang dan berfikir kembali, sambil berfikir aku mengeluarkan rokok dan berniat untuk merokok barang 1 atau 2 batang.
Saat ingin menghidupkannya, aku mencari korek di tasku dan ternyata tidak ada sama sekali.
Dengan rokok dimulut, aku berdiam menatap langit dan bintang serta bulan yang bercahaya terang, aku tak dapat apa2 hari ini bahkan nyawaku hampir terancam saat masuk ke setra ida bagus tadi.
Sejenak aku berfikir kenapa tidak mengikuti saran suamiku yang menyuruhku tuk dirumah.
Aku memaasukkan rokokku ke dalam kantong tas & aku bangkit untuk melanjutkan jalan pulang, saat bangun aku lihat seorang wanita seperti aku dengan rambut panjang sambil merokok disebuah pondok kayu tanpa dinding.
“wahh pasti nak ngalih saang to” (pasti orang mencari kayu bakar)
Aku senang sekali melihat seorang pencari kayu bakar disini, setidaknya ada teman agar tidak sendirian di hutan ini.
Untuk memulai pembicaraan aku keluarkan rokokku dan setengah berlari ke arahnya, niatku adalah untuk meminta api padanya dan memulai sebuah percakapan.
Kenapa aku tau dia manusia ? karena dihutan ini gelap sekali dan pohon rindang menghalangi cahaya bulan.
Dari jauh aku lihat wanita ini menoleh dan dimulutnya tampak cahaya kecil seperti sedang merokok dan aku tau banyak yang berprofesi sebagai pencari kayu bakar disini.
***
Aku berlari kecil mendekatinya, dari belakang ia hanya menggunakan kain sampai dada dan rambut acak2an tapi panjang.
Karena aku sudah ada dibelakangnya aku panggil dia
“ee om swastiastu, idih apine dek, ngalih saang masi o ?” (Swastiastu, minta api dik, nyari kayu bakar ya ?)
DAN DIA MENOLEH, TERNYATA WAJAHNYA BERBENTUK SEPERTI RANGDA SETENGAH MANUSIA DAN TAU APA YANG BERCAHAYA ? MULUTNYA !
MATANYA MELOTOT KELUAR NAMUN MASIH SEPERTI MATA MANUSIA DAN CALING NYA MULAI AGAK PANJANG SEDIKIT DAN INI YANG PALING SERAM ……
LIDAHNYA KELUAR DARI MULUTNYA YANG BERCAHAYA DAN LIDAHNYA PANJANG SAMPAI DADA DENGAN NYALA API DIPINGGIRNYA. SONTAK AKU KAGET DAN DIA BERSUARA
“GRAAAAHHEHHHHHHHHHH"
“GRAAAAHHEHHHHHHHHHH”
“GRAAAAHHEHHHHHHHHHH”
MELENGKING SEKALI
Jika tak terbayang suaranya, buka link video dibawah inim dari detik 00.00 sampai 00.47 saja, hampir 11 12 lah suaranya.
AKU SONTAK BERLARI MENJAUH SAMBIL MENANGIS, KENAPA AKU MENANGIS ??
KARENA INI BUKAN JIN, TAPI INILAH ORANG NGELEAK, KALAU DALAM BAHASA BALI INI BARU TAHAP “NGELEKAS”
DIMANA MANUSIA BARU AKAN BERUBAH MENJADI LEAK ATAU SEJENISNYA.
DAN YANG PALING SERAM ADALAH….
DIA BERLARI MENGEJARKU SAMBIL MELOMPAT LOMPAT DENGAN SATU KAKI BERGANTIAN, AKU BERLARI DAN SUARA NGEREH ITU TETAP DIBELAKANGKU DISELINGI SUARA TERTAWA
“BWAHAHHHHAHAHAHAAA, GRAAAAAAHHHHHHEHHEH”
SEAKAN AKAN DIA DEKAT SEKALI DENGANKU DAN AKUPUN BERLARI TANPA ARAH.
AKU TERUS BERLARI SAMPAI AKHIRNYA AKU KELUAR DARI HUTAN INI DAN SAMPAI DI DEKAT PEKARANGAN RUMAHKU.
Saat aku menoleh ke belakang, aku lihat CAHAYA API terbang menjauhi diriku dan masuk kedalam hutan tersebut.
***
Aku berlari cepat ke dalam rumah dan langsung masuk ke kamar, aku lihat suamiku bangun tergesa2 sambil bertanya
“engken ne engken ??” (kenapa ni kenapa ?)
Aku sambil ngosngosan menjawab
“mih jeg alihe jak anake ngeleak” (dicari sama orang ngeleak).
Terus suamiku keluar mengambil tirta lalu mencipratkan itu beberapa kali ke kepalaku, setelah itu disuruh minum 3x, seperti ritual pemberian tirta biasanya.
Lalu ia berkata padaku
“yen rerahinan to ngoyong jumah de pesu” (kalau ada hari sakral itu diem dirumah jangan keluar).
Aku hanya mengangguk dan karena jujur wajahnya masih terbayang dikepalaku, bahkan kulitnya yang keriput dan matanya yang melotot masih terlintas sampai hari ini.
Tiba2 suamiku mengatakan sesuatu yang membuatku kaget.
Beliau bilang saat aku pergi, beliau ingin memanggilku untuk masuk dulu tapi saat ia ingin menyusulku ke dalam hutan,
DIA MELIHAT SOSOK MANUSIA YANG MENARI NARI SAMBIL MELOMPAT LOMPAT DENGAN SATU KAKI BERGANTIAN, SEAKAN2 SEDANG MELAKUKAN RITUAL PENGELEAKAN SEBELUM NGELEKAS.
SAAT ITU SUAMIKU LANGSUNG BERLARI PULANG DAN MENGIKHLASKAN AKU SAAT ITU, IA PIKIR AKU AKAN MATI MENJADI SANTAPAN MAKHLUK TERSEBUT.
Karena itu saat aku masuk kamar, suamiku kaget karena mengira aku sudah akan meninggal.
Untuk sedikit gambaran, rumahku ini TIDAK MEMPUNYAI TEMBOK PEMBATAS PEKARANGAN DAN PAGAR, jadi dari hutan langsung bisa masuk kepekarangan dan langsung masuk ke ruang tamu dan kamar.
Kalau dari kamar ini, kita bisa melihat keluar jendela dan langsung melihat hutan.
Besoknya aku sakit selama 1 minggu, panas dingin dan disana tidak ada dokter satu pun, jadi yang didatangkan adalah tabib yang menggunakan bahan2 herbal untuk mengobati.
Beliau memberiku minyak dan menyuruhku untuk meminumnya mentah2 setiap hari sekali.
Dua hari kemudian aku sembuh seperti sedia kala, semenjak saat itu aku selalu mengajak roombongan untuk berangkat ke bukit agar lebih aman.
Aku juga diberikan bekal untuk menjaga dari segala gangguan mahluk halus.
***
Sekian cerita dari Men Rerod, sebelum mengakhiri cerita ini saya ingatkan untuk mengirimkan doa kepada beliau, karena seperti bahasan twit pertama, beliau diakhir ayatnya sakit dan konon menjadi tumbal atau korban dari orang yang melakukan ilmu pengeleakan..
YANG TAK LAIN SAUDARANYA SENDIRI.
***
Om Santhi Santhi Santhi Om
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Sebelumnya terima kasih kepada beberapa kontributor yang sudah mendukung saya melalui saweria.com 🙏
Jika temen² ingin menjadi bagian dari kontributor dan membantu saya lebih semangat lagi dalam hal menulis, caranya dengan ikut berpartisi dalam saweria.
Dengan minimal nominal 10rb kalian bisa membantu aku lebih banyak berkarya lagi untuk kedepannya.
Sebelumnya aku mau minta maaf, kemarin aku lupa kalau hari ini ada job dokumentasi event pernikahan dan bener-bener kelabakan karena satu temenku gak bisa berangkat jadi harus dibackup oleh aku sendiri :(
Namaku Luh De, sudah pasti ini nama samaran karena gila saja aku mengatakan yang sejujurnya di platform ini. Aku seorang perawat di rumah sakit swasta yang terkenal di Bali. Ah bukan terkenal di Bali, mungkin di wilayah Denpasar dan sekitarnya saja.
Seorang gadis muda yang baru saja lulus SMA akhirnya mendapatkan pengumuman bahwa dirinya lulus seleksi penerimaan pada salah satu kampus di Malang. Oh ya, kejadian ini terjadi pada tahun 2000, dimana belum ada aplikasi sosial media kecuali wartel dan telfon umum.