Seorang gadis muda yang baru saja lulus SMA akhirnya mendapatkan pengumuman bahwa dirinya lulus seleksi penerimaan pada salah satu kampus di Malang. Oh ya, kejadian ini terjadi pada tahun 2000, dimana belum ada aplikasi sosial media kecuali wartel dan telfon umum.
Wanita ini berasal dari selatan pulau Bali, untuk nama lebih baik saya samarkan saja menjadi Dini. Ia seorang gadis dengan tinggi 163 cm, berkulit putih dan mempunyai rambut hitam lebat nan panjang sampai ke pinggang. Hal tersebut menjadi nilai plus dalam dirinya.
Waktu kita percepat saja sampai akhirnya ia sudah menetap di sebuah kost dekat kampus. Setahun pertama ia kuliah disana, semua baik-baik saja. Nilainya baik, sering memberi kabar lewat telfon, bahkan sempat pulang ke Bali saat liburan. Semua baik-baik saja sampai di tahun kedua.
Menjadi seorang mahasiswa adalah hal yang lumrah jika kita mengikuti kegiatan-kegiatan yang bersifat akademis dan non akademis. Beberapa orang memilih menjadi BEM dan DPM, ada yang mengikuti UKM (Sejenis ekstrakulikuler) dan ada juga yang mengikuti kegiatan di luar.
Dini adalah seorang gadis yang pintar bermain gitar dan menyanyi. Menjadi anak rantau membuatnya mau tak mau harus berhemat, bahkan harus mencari uang tambahan seperti mengerjakan tugas teman, menjadi tukang fotocopy materi pelajaran , dan mengamen di cafe-cafe.
Awalnya coba-coba namun akhirnya ia mulai sering mengisi malam di cafe-cafe untuk menghibur para pengunjung. Oh iya, cafe yang aku maksud adalah tempat makan yang harga makanannya tak semurah di warteg namun kualitasnya sama, bukan cafe diskotik kelap kelip.
Pagi harinya ia kuliah sampai menjelang sore, setelah itu dirinya sempat pulang untuk mempersiapkan diri agar malam harinya bisa mengisi acara di cafe. Rutinitas itulah yang ia lakukan hampir tiap hari selama awal tahun kedua.
Semua berjalan lancar sampai akhirnya ia kenal dengan salah satu mahasiswa. Mahasiswa ini kita panggil saja namanya Raka. Ia sering melihat Dini mengisi acara-acara di cafe dan berinisiatif menawarinya untuk mengisi acara internal organisasinya di kampus.
Menerima tawaran ini, Dini menyanggupinya. Ia sadar tak akan dibayar tapi tampil di sebuah acara seremonial yang mengundang beberapa pejabat kampuspasti suatu yang membanggakan menurutnya. Ah… memang kebanggaan seseorang begitu beragam.
Ingat ya, pada tahun ini belum ditemukan smartphone dan sosmed seperti WA, Line, Telegram bahkan Twitter. Karena hal tersebut belum ada, jadi untuk perangkat dan pengisi acara lebih sering bertemu dam kumpul untuk membahas hal-hal yang penting bahkan tak penting.
Pada momen inilah Raka dan Dini bertemu berkali-kali. Mereka sering berdikskusi sambil tertawa dan semakin dekat seperti remaja pada biasanya. Sesekali saat gladi bersih mereka saling melempar pandangan layaknya anak muda.
Sampai hari H acara, Raka menunjukan perhatian lebih seperti ikut menonton dari depan dan menemani Dini sebelum dan sesudah tampil.
“Din, besok kuliah?” Tanya Raka sambil merapikan alat-alat musik di belakang.
Dini mengangguk sambil meminum teh botol melalui pipet.
Raka menggaruk kepalanya sambil melihat ke sembarang arah.
“Besok makan yuk Din.”
Dini meletakan botol kaca itu di lantai dan berdiri, “Weh, aku ada job besok. Dateng aja ke cafe *sensor* jam 7 ya.”
Mereka berpisah setelah itu, tapi itu bukanlah akhir karena esoknya Raka datang ke cafe tempat Dini mengisi acara. Dengan baju rapi serta wewangian khas anak muda saat itu, tak lupa rambut gondrongnya yang diikat agar terlihat tampan. Dan tak lupa uang untuk biaya makan.
Raka duduk di kursi bagian depan sambil memesan minuman. Kenapa minuman? Karena ia berharap hari itu bisa makan bersama dengan Dini. Dari awal sampai lagu terakhir, Raka tetap disana duduk tanpa memalingkah wajahnya. Mungkin ini gaya anak jaman itu menyatakan rasa.
“Udah dari tadi ya?” Sapa Dini sambil menghampiri Raka.
Raka langsung bangun dan menarik kursi di sebelahnya, “Iya kan aku nonton dari tadi.”
“Oh iyaya.” Kata Dini sambil duduk di kursi.
Mereka bercengkrama sambil menyantap makanan masing-masing.
Malam itu berjalan baik, mereka berdua saling tertawa dan membicarakan banyak hal. Setiap Dini mengisi acara di sebuah cafe, disanalah Raka berada. Ia selalu duduk di kursi paling depan sambil menikmati alunan musik dan segelas minuman segar.
Kisah itu berjalan lancar, melewati hari, malam, minggu, senja dan waktu. Sampai tepat pada waktunya, Raka menyatakan perasaan itu kepada Dini. Raka mengatakan bahwa semua yang ia lakukan itu murni untuk membuktikan bahwa dirinya serius.
Tapi pucuk dicinta, ulam pun tak ia dapatkan. Hey, itu tak seperti pepatah pada umumnya. Ternyata cintanya bertepuk sebelah kaki. Kenapa kaki? Karena tangan sudah pasti tak bisa menggapai hal itu. Benar sekali. Dini menolaknya secara tegas dan baik.
Apa itu tegas dan baik? Aku beri contohnya. Jika kau ditolak dengan buruk, pasanganmu akan berkata, “Hey! Berani-beraninya kau mencintaiku. Cih!”
Tapi Dini menolaknya dengan tegas dan baik, “Maaf ya, kau kesini fokus kuliah. Kamu baik tapi jangan melakukan hal itu lagi.”
Kalau aku jadi Raka, lebih baik aku mengubur perasaanku sedalam mungkin sampai tikus tanahpun tak akan melihatnya. Cuma dua kalimat tapi rasanya seperti langit sedang runtuh dan menimpa dirinya. Raka memberikan senyuman dan pamit untuk pulang.
Sesampainya di rumah, dirinya bingung bukan kepalang. Tembok, lemari, meja, kursi, kolom bahkan poster Anjasmara pun ia jadikan pelampiasan emosi. Sampai malam hari, Raka tak bisa tidur, mungkin ini yang namanya overthingking tanpa titik terang.
Raka tak datang ke kampus selama hampir seminggu. Kita tak tau hidupnya seperti apa saat itu, tapi kita semua tau perasaannya bagaimana. Malu plus hancur. Kita semua berharap bahwa Raka baik-baik saja dan menerima penolakan itu dengan lapang dada.
Tapi jika itu terjadi, thread ini akan selesai sampai disini saja. Tidak dong. Entah apa yang ia lakukan, dimana dia memperoleh info, siapa yang mengantarnya dan apa alasan yang tepat untuknya saat itu. Raka mendatangi rumah seorang dukun untuk minta pelet.
Seminggu setelah kejadian itu, ia kembali datang ke kampus. Namun kali ini kita tak membicarakan Raka lagi, tapi Dini. Malam saat ia pertama kalinya melihat Raka, di otaknya hanya ada pemuda tersebut. Seperti burung dara mengitari kandangnya.
Jujur saja, sampai ditulisnya thread ini pun aku tak tau jenis pelet apa yang diberikan. Tapi ini memang pelet, bukan pengasih-asih. Di awal, Dini hanya mengalami halusinasi, tapi setiap malam ia selalu bermimpi sedang liburan atau pergi bersama Raka.
Mimpi itu membayanginya setiap malam. Dini sudah melupakan sembahyangnya, yang ia lakukan adalah hanya bertemu Raka dan Raka dan Raka dan Raka dan Raka. Saking banyaknya aku tulis berkali-kali. Kuliahnya terbengkalai, ia mulai jarang mengambil job lagi.
Bahkan selama 6 bulan, Dini tak memberi kabar atau pulang ke Bali. Mulai dari sinilah titik temunya. Keluarga di Bali terpecah menjadi dua sisi. Satu sisi khawatir Dini menghilang diculik, sedangkan yang lainnya percaya bahwa ia sedang dipelet.
Keluarga yang curiga ia diculik, langsung berangkat ke Malang untuk mencari Dini disana. Sedangkan keluarga yang lain mencari orang pintar untuk menemukan anaknya.
“Dini udah gak ada di Malang, dia ngilang gitu aja. Udah gak kuliah hampir satu semester ini lo.” Kata salah satu keluarganya yang menyusul ke Malang.
“Dia dibawa sama laki-laki ke tempat yang jauh tapi masih di Jawa.” Kata orang pintar ini.
Kita tak tau harus percaya yang mana tapi kalau diperhatikan lagi, dua hal itu berhubungan. Mereka mencari Dini melalui dua jalan yang berbeda namun sama-sama tak menemukan titik terang. Sampai akhirnya salah satu kerabatnya bertemu seorang Pendeta Hindu dari timur Bali.
“Oh dia dibawa ke Jakarta sama seseorang.” Kata Pendeta ini.
Keluarganya pun memohon agar bisa disadarkan kembali. Awalnya pendeta ini menolak, tapi melihat penderitaan keluarga Dini, akhirnya beliau menerima permohonan itu.
“Tenang, Dini masih hidup. Seminggu lagi saya coba tarik.” Begitu kata beliau.
Hari berjalan bergitu lama sambil menunggu, sampai akhirnya tiba saatnya Pendeta ini mulai melakukan ritual narik urip atau memanggil dari jarak jauh.
Dengan didampingi oleh beberapa kerabat dari Dini, Pendeta ini mulai bermeditasi dan masuk ke alam sunia loka (dimensi lain). Di dalam tempat yang sunyi dan gelap, sedikit berair dan lembab, tiba-tiba ada suara getaran gigi dari kejauhan.
“Bah ini dia penyebabnya.” Ternyata muncul sosok gundorowo besar bertaring panjang dan berbulu lebat. Matanya bersinar seperti ruby merah memancar ke arah Pendeta ini. Pendeta ini langsung melesat ke arah gundorowo itu.
Jika orang sakti yang melihat ke arah langit, ia akan melihat dua cahaya sedang berterbangan saling menabrak satu sama lain. Karena pertarungan antara pendeta dan gundorowo ini hanya bisa disaksikan oleh sebagian orang saja melalui mata ketiganya.
Jika dua sukma sedang melawan satu sama lain, maka yang terlihat hanyalah cahaya-cahaya saja. Gundorowo ini adalah perwujudan dari dukun tempat Raka mencari pelet tersebut. Dukun itu menggunakan sarana jin gundorowo yang ia tangkap dari sebuah tempat/hutan.
Hampir 2 jam melakukan perlawanan, akhirnya gundorowo ini kalah. Saat akan kabur, pendeta ini mengunci sukmanya di sunia loka yang menyebabkan dukun itu mati suri. Nah disanalah saat yang tepat membuat perjanjian.
“Saya mohon ampun. Iya saya tarik saya tarik.” Begitu kata dukun ini sambil memohon ampunan.
“Hampir satu tahun kamu melakukan hal buruk sama dia. Sekarang tarik semua barang jeleknya. Sama satu lagi, kalau kamu malah, sakitin aja yang nyuruh kamu!”
Sebetulnya banyak yang mereka bicarakan, tapi sang narasumber hanya mengingat inti-inti kejadian itu ya jadinya begini saja. Apalagi keluarga Dini tak mau membicarakan hal ini lagi. Jadi kasus ini hanya aku dengar sepotong-sepotong dari beberapa orang dan aku sambung kembali.
Setelah kekalahan si dukun, Dini tiba-tiba menghubungi ke rumah dan mengaku sedang berada di daerah Menteng. Ia lupa kenapa bisa sampai disana, bahkan dirinya bekerja di sebuah toko elektronik sebagai sales. Dengan cepat keluarga pergi ke Jakarta untuk menjemputnya.
Beberapa kerabat mengatakan bahwa mereka mejemput Dila di tempat lain dan langsung mengajaknya pulang tanpa pamit kepada Raka. Tapi kerabat lainnya mengatakan mereka sempat berdebat dengan pemuda itu sambil memberikan hadiah berupa bogem mentah.
Tapi yang pasti adalah semenjak itu Raka kembali ke Malang dan menderita penyakit aneh dimana ia sering berteriak ke pojok ruangan yang sepi, kadang juga ia ditemukan sedang pingsan di kamar mandi, bahkan berat badannya semakin lama semakin turun.
Kenapa bisa tau? Itulah fungsi penerawangan. Semenjak itu Dila pulang ke Bali dan kuliah disini. Ia mengambil jurusan manajemen pariwisata dan sempat bekerja sebagai penjaga konter hape. Sekarang Dila sudah menikah, tapi sampai hari ini ia tak tau kenapa dirinya bisa ke Jakarta.
Pesanku adalah, jika kalian mencintai seseorang, maka cintailah sewajarnya. Tak ada yang abadi kecuali waktu yang terus berputar. Saat kamu memutuskan masuk ke dunia hitam, maka kamu akan mendapatkan hasil dari apa yang kamu pilih.
Oh iya, ini adalah seri pertama dari cara orang mendapatkan cinta dari orang lain dengan ilmu hitam. Minggu depan aku akan ceritakan cara lain untuk melepaskan diri dari pelet. Bukan berarti kalian bisa menggunakan cara ini, hanya orang yang tepat yang bisa menggunakannya.
Dila itu sosok hantu yang ada di kamarku. Barusan aku nelfon orang biar gak diganggu sama dia, tapi pas aku selesai telfonan, eh diganggu, jadi gini:) mana malam jumat kliwon lagi.
Oh ya jangan lupa follow untuk konten horror dan ghibah