My Authors
Read all threads
PENGHUNI
PABRIK TAHU KELUARGA
-SEBUAH MISTERI TURUN TEMURUN-

[ Horror Story ]

@bacahorror
@ceritaht
@bagihorror

#bacahorror
#bacahoror
#ceritahoror
Hallo selamat malam, kali ini gw akan membawakan sebuah cerita horror, yg kemudian gw di percaya, untuk gw bawakan disini. Kepada pemilik cerita, salam hormat dan terimakasih.
PABRIK TAHU yg kemudian menjadi bahan omongan masyarakat tentang para penghuninya, ternyata bukan hanya omong kosong belaka. Terdapat misteri turun-temurun yang tertutup rapat
walau sudah sangat kental dengan beberapa kejadian yang tidak pernah masuk di akal. Tentang penghuni pabrik tahu ini tetap menjadi pertanyaan yang semakin berkembang dengan mahluk tak kasat mata itu.
Sebelum gw mulai ceritanya, yang belum mengetahui “TAHU” itu apa silahkan search dahulu, atau gambaran singkatnya adalah salah satu jenis makanan yg sudah tidak asing lagi bahkan melegenda.
Oke, langsung aja gw mulai ceritanya. Selamat menikmati.
-sudut padang Putra Dwika Wijaya-

Anak pertama pemilik Pabrik Tahu
“Putra, libur kuliah kali ini kamu harus pulang, bantu-bantu bapakmu di rumah kasian dia sudah tua, malahan kemarin baru saja sembuh dari sakit” sebuah pesan singkat masuk kedalam Hp ku.
Pesan itu dari Ibu, aku membacanya setelah baru saja libur di hari pertama, semester kali ini. Dan memang wajar, Ibu menyuruhku pulang karna hampir bisa dikatakan jarang pulang, di kota kembang ini.
Tidak lama aku tlp ibu langsung.

“bagaimana bu kabar ayah?” tanya Putra

“mulai membaik Put, kmu jadi pulang kapan? Sekalian jemput adikmu” ucap Ibu
“jadi hari ini, malahan sore sepertinya aku pulang langsung” sahut Putra

“iyah beberapa hari kmren ibu bulak balik mengurus Tahu, walau kebanyakan mang Ujang yg mengantikan bapak semntara” ucap Ibu
Dwi Rini Susanti, perempuan terkuat yang pernah aku tau, perempuan tersabar dan pahlwan, bahkan aku sering menyebutnya malaikat. Entah hatinya terbuat dari apa, bisa bertahan dan sekuat sampai hari ini dan kondisi seperti ini.
Sekrang tahun 2014 tidak terasa genap umurku di kepala 2 aku hanya mencoba menuntaskan amanah orang tua, agar terpelajar walau kenyatanya tidak sama sekali
menyukai bacaan, membuatku belajar sastra, sampai mencintainya begitu saja. Di usiaku sekarang, didikan Bapak salah satu didikan yang membuatku selalu ambigu dan tidak pernah pecaya sekalipun.
Tidak lama, setelah tlp ibu aku langsung mengabari Rini.

“Rin ini kakak, ibu menyuruh pulang bareng gimana?” ucap Putra di tlp

“iyah Ibu juga udah mengabari aku kak, katanya ayah sudah mulai sembuh” sahut Rini
“sore ini kakak jemput kamu ke kosan” ucap Putra singkat

“eh kak, sepertinya kita memang harus diam dulu di rumah libur sekarang, aku ksian kata ibu, dia yng mengurus TAHU selama ayah sakit” jawab Rini
Setelah selsai berbicara dengan Rini, langsung aku berkemas karna hari sudah mulai siang, selsai menyiapkan segalanya termasuk menyiapkan Mobil karna sudah lama jarang aku pakai, biasanya hanya mengunakan motor saja untuk segala aktivitasku di kota ini.
Sambil mengemil dan membuka beberapa file keluarga di laptop, aku tersenyum mengingat Rini karna hampir banyak sekali foto dia. Rini Dwina Wijaya sudah semakin cantik, adik aku satu-satunya
tahun pertamanya tinggal satu kota denganku, walau aku dan Rini berbeda kampus dan berbeda juga sesuatu yang kita cita-citakanya.
Rini lebih ingin menjadi pengajar, dan dengan segala rasa tertariknya pada sejarah, dia juga dengan segala keberuntungannya bisa masuk salah satu kampus yang dia inginkan, sudah cukup aku mengambarkan Rini dengan segala kebawelanya sudah seperti Ibu.
“Rin 15 menit lagi kakak sampai, jgn lama kakak gk msuk gerbang kosan kamu males parkir yah” ucap Putra di tlp

“iyah aku sudah siap, ibu juga tidak titip apapun, hanya bilang sebelum larut malam sudah sampai di rumah kak” sahut Rini
“iyah kamu kabarin aja ibu, ini sedikit macet, tau sendiri jalan ke atas ke kosan kamu gini bgt macetnya” ucap Putra

Jalanan sore di hari senin di kota ini tidak perlu ditanya lagi kenapa bisa macet seperti ini, karna terbiasa jadinya bias-bias saja menikmatinya.
Setelah melewati kemacetan akhirnya Rini sudah ada di dalam mobil dengaku. Perjalanan menuju rumah lumayan memakan waktu sekitar 3 jam mengunakan kendaraan Roda 4, sepanjang jalan Rini tidak berhenti bercerita tentang apapun pengalaman barunya.
Dan aku hanya menghabiskan beberapa batang rokok, walau Rini selalu komplain dengan kebiasaan sudah lama aku ini, tiba-tiba Rini bertanya.
“kak kita hanya beda dua tahun umur kita, kenapa kakak bisa sebenci itu pada Pabrik Tahu dan Bapak? Maaf aku bertanya ini” ucap Rini dengan penuh ketidakenakan

“nanti saatnya juga kamu tau sendiri jawaban atas pertanyaan itu” sahut Putra dengan nada datar
“kakak pecaya dengan cerita orang-orang di sana tentang cerita menyeramkan pabrik ayah?” sahut Rini

Karna memang sebelumnya aku dan Rini tidak pernah membahas apapun tentang salah satu usaha keluarga yang sampai saat ini bisa memberikan apa yang aku mau.
Segala yang belum Rini ketahui hanyalah rasa penasaran belum tentu dia bisa mengerti akan keadaan.

“kakak percaya, apalgi mang Ujang tangan kanan bapak, sangat dekat dengan kakak dari kecil, kalau kamu Rin?” tanya Putra
“aku tidak, sama sekali tidak, beberapa logika yang aku pelajari tidak menuntut aku harus pecaya hal begitu, apalgi tentang perempuan dekat pohon tua di belakang Pabrik itu” sahut Rini menjelaskan
“Rin kamu dan kakak dua karakter yang berbeda, jangan harus sama apalagi soal yang berhubungan dengan mahluk gaib dan keanehan, lagian itu sudah menjadi ceritakan dari jaman kakek, Pabrik itu sudah begitu” ucap Putra menjelaskan dan Rini hanya menatap wajah Putra
“sebenarnya ada apa sih dengan Pabrik itu? Aneh sekali sampai sebegitu menyeramkanya, aku beberapa kali jaman SMA suka binggung ditanya sama teman soal Pabrik Tahu bapak itu loh kak” sahut Rini dengan lucunya mengomel
“hahaha, jangkan kamu kakak lebih duluan merasakan itu Rin.” Jawab Putra sambil tertawa karna lucu dengan omelan Rini

Benar kata Rini, saking angkernya, Pabrik Tahu punya bapak suka menjadi pertanyaan padaku juga
padahal aku tidak mengaminkan apa yang pernah mang Ujang ceritakan padaku, hanya mendengar tanpa menyaksikan langsung yang terjadi dalam ceritanya.
Lagiannya, Pabrik itu masih beroprasi dan ditangan bapak semakin berkembang, walau dilema buatku dibalik kesuksesan bapak masih banyak hal yang tidak aku suka. Bukan tanpa alasan tentunya.
Perjalanan menuju rumah, tinggal setengahnya lagi, Rini masih saja berputar dengan pertanyaan pabrik tahu itu, mau bagaimanapun hal-hal aneh
atau katakan menyeramkan tidak akan bertemu jika disatukan dengan logika, Rini hanya tentang benar dan salah, iyah atau tidak dan kenapa saja Pabrik Tahu bisa seperti itu.

***
“kak, sebentar lagi sampai, apa kita ke pabrik dulu gtu yah, jam segini biasanya pekerja bapak lagi pada istirahat, kita belikan makanan mereka pasti senang” ucap Rini mempunyai inisiatif seperti itu
“ide yang bagus, beli gorengan dll aja Rin yah tar di depan kamu turun” sahut Putra

Setelah Rini membeli makanan dll, aku mengabari mang Ujang bahwa aku akan berkunjung kesitu,
mang Ujang tentunya sangat senang karna memang sudah lama tidak berjumpa dan saling mengabari soal bapak dan pabriknya hanya via tlp.
Aku dan Rini sudah semakin dekat dengan Pabrik Tahu itu, Pabrik itu di ujung kampung, otomatis untuk sampai dahulu menuju pabrik aku harus melawati jalanan belakang kampung,
karna memang bisa di akses, untuk keperluan trasnportasi yang memang pada jaman dulu kakek membuka jalan tersebut.
Dari kejauhan sudah terlihat Pabrik Tahu itu, memang dari jaman aku mulai tau bahwa itu adalah usaha keluarga, bangunanya tidak pernah di renovasi total, hanya beberapa saja bagian dalamnya,
bagunan tua dengan kanan dan kiri masih kebun, memang jika melihat begini, kesan menyeramkan akan datang duluan. Apalagi untuk pembuangan limbah, dari jaman kakek sudah mempunyai seperti kobakan sendiri (seperti kolam yg dan saluran air pembuangan)
Semakin mendekat aku sudah melihat mang Ujang membukakan gerbang, kebetulan aku sampai pas sekali baru beres waktu ibadah solat magrib sat ini.
Kesan pergantian sore ke malam, menambah kesan Pabrik ini semakin membenarkan, apa yang sering orang-orng katakan “angker”
“Putra, anak lelaki Wijaya Karta Kusuma dan Rini anak perempuannya ibu Dwi Rini Susanti, lama sekali tidak berjumpa hehehe” ucap mang Ujang ketika aku dan Rini baru saja turun dari mobil
“hahaha, mang Ujang, pengasuh aku yang selalu membela ketika aku salah menurut bapak” jawab Putra sambil berpelukan dengan mang Ujang dgn hangat

“neng Rini, semakin cantik, udah gede, padahal amang tau kecilnya, anak perempuan yg selalu bapak Jaya banggakan” ucap mang Ujang
“mang itu ambil di bagasi belakang aku bawa makanan hehe” sahut Rini

Setelah mang Ujang mengambil makanan langsung saja, aku dan Rini berjalan menuju halaman Pabrik ini, memang hanya karna suasana saja yang membuat aku membenarkan Pabrik Tahu ini menyeramkan.
Tapi cerita dan segala tanggapan masyarakat disini yang pernah melihat kebenaranya belum bisa aku iyahkan.
Aku dan Rini menyapa dan bersalaman satu persatu pekerja tetap bapak ini,
Mang Toha, mang Deden, Jajang, Bagus, dan Agus yang sedang sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing. Melihat sekeliling dalam Pabrik ini tidak sama sekali kesan angker ini, aku dapatkan entah karna terbiasa atau entah karna aku adalah bagian dari keluarga.
Mengelilingi sambil berbagi makanan yang mang Ujang pisahkan, tentunya mengobati sedikit rasa rinduku pada Apih, kakeku dan Ning, sebutan dekat untuk neneku yang dua-duanya sudah meninggal
ketika aku dan Rini masih sekolah menengah pertama (SMP) segala kenangan di pabrik ini, menjadi saksi aku dan Rini di masa kecil, sering dan ingat betul, aku jadikan tempat ini bermain.
Kemudian aku, Rini dan mang Ujang ke ruangan pengemasan Tahu, bi Ema, bi Cucu, Lisa, Evi dan bi Tami. Terutama bi Tami pekerja bapak yg paling lama karna sudah tua bahkan umurnya aku rasa diatas umur bapak.
Setelah berkeliling, ada bagian belakang Pabrik seperti teras khusus untuk bapak dan ibu menghabiskan banyak waktu. Tidak lama, aku duduk disana dan Rini menghadap ke kebun Ibu yg menanam banyak tumbuhan dan bunga disana.
“sepertinya aku sedikit berubah kak, soal ketidak pecayaan aku terhdap pabrik ini.” Ucap Rini pelan

“kenapa memangnya?” tanya Putra singkat

“suasanya memang pantas orang-orang menyebutnya seram” ucap Rini dengan perlahan
“memang tanggapan warga disini seperti itu apalagi ini d ujung kampung, tidak terhitung sudah hampir 20th lebih amang saja berkeja disni bareng bapak Jaya, ayah kalian” ucap mang Ujang, sambil menyodorkan teh hangat pada Putra dan Rini
Walaupun hal itu membuat Rini dan Putra kaget.
“lagian amang tidak pernah menyalahkan tanggapan orang-orang pada tempat usaha ini, sejarah, masa lalu dan banyak faktor lainya
yang membuat tempat ini menyeramkan kata orang-orang, bahkan amang mengiyahkan ada penghuni lain disini, di pabrik ini” ucap mang Ujang dengan menatap kosong
Seketika suasana hening, aku merasakan sangat dalam apa yang dikatakan mang Ujang saat ini, walau yg aku tau dia suka becanda tapi apa yang dia katakan sangat dalam, mungkin itulah bahasa hati, yg sampai saat ini masih aku pelajari.
“mang maaf kalau aku bilang gtu barusan” ucap Rini tidak enak hati

“tidak apa mamang bilang begini karna kalian juga sudah besar dan amang anggap kalian dewasa” sahut mang Ujang, mengusap matanya
“sebegitu dalamnya mang?” tanya Putra

“sangat Put, apalagi semenjak bapak sakit-sakitan belakangan ini” ucap mang Ujang, menatap sayu Putra dan Rini
Karna jam sudah menujukan puku 19:00 lebih dan sudah beberapa kali dering hp Rini berbunyi panggilan dari Ibu, aku dan Rini pamit untuk segera menuju rumah.
Tiba-tiba angin yang mengoyangkan 3 pohon jati di hadapanku ini sangat kencang dan mang Ujang mentap pohon itu sangat tajam, aku tidak mengerti kenapa ada angin kencang tiba-tiba. Tapi selanjutnya, aku abaikan dan berjalan kembali menuju halaman depan Pabrik
Setelah pamit, aku dan Rini masuk kedalam mobil, otomatis pandanganku saat berada dalam mobil menghadap lurus ke pabrik itu. Melihat pohon besar, belakang pabrik saking tingginya, daun paling atas terlihat di halaman parkir yg lumayan luas ini.
“penghuni lain” yg diucapkan mang Ujang menggangku pikiranku, apalagi saat memandang pohon itu. Langsung aku hidupkan mobil, tumben tidak langsung menyala perlu beberapa kali mencoba, baru menyala.
“kak kenapa kelihatanya gelisah sekali, sampai berkeringat begitu” ucap Rini, karna khawatir dan tiba-tiba seperti itu

“gpp Rin, kakak baik-baik aja” ucap Putra, berbohong
Padahal aku sedang tidak baik karna melihat sosok disamping pabrik dekat mobil yang biasa digunakan mengantar tahu, ada sosok yang memperhatikan.
Tatapanya pas sekali ketika aku melihat ke arah situ. Dan langsung seketika, aku melihat spion mobil ada bayangan yg melintas dengan cepat. Hal itu tidak aku bilang ke Rini karna aku saja dibuat sangat kaget sekali.

***
Perjalanan menuju rumah tidak jauh, hanya karna memang rumah letaknya paling depan di kampung ini, jadi perlu melewati bbrapa perumahan warga sekitar.
Didalam mobil aku lihat Rini hanya melamun kosong.

“heh memikirkan apa kamu Rin?” tanya Putra, menepuk pundak

“ihh kaget bgt aku kak” sahut Rini, singkat

“ya kamu melamun segala” jawab Putra
“sepertinya, aku harus tarik omongan aku yg barusan di jalan soal ketidak percayaan kepada pabrik ini tentang menyeramkan itu” ucap Rini

“kenapa memangnya? Kakak rasa itu hal yang wajar, soal percaya atau tidak pada mahluk gaib Rin” sahut Putra
“tapi tadi aku melihat mang Ujang ada 2 kak, pas mang Ujang di teras bareng kita mengobrol, aku melihat ke arah mang Toha yang sedang membakar kayu masa dia jelas ada dbelakang dia” jawab Rini menjelaskan, dengan tatapan cemas pada Putra
“kakak tidak bisa bilang itu salah penglihatanmu saja, kakak juga melihat seperti ada yang memperhatikan, pas menyalakan mobil susah sekali” sahut Putra

“kenapa hal itu sih kak, apa semenyeramkan itu pabrik bapak itu?” tanya Rini, sangat penasaran sekali
Tidak sempat aku jawab, karna sudah dekat dan garasi rumah sudah terbuka sepertinya , bi Imah pembantu rumah sudah di suruh ibu juga.
Baru saja turun, benar saja bi Imah sudah menyambut aku dan Rini.

“tega bgt kata Ibu tidak lama lagi den Putra sama neng Rini sampai, tapi ini udah jam 8 lebih baru sampai” ucap Bi imah mengeluh
“eh iyah bi maaf, tdi mampir dlu ke Pabrik bawa makanan sambil liat-liat” sahut Putra

“iyah Bibi aku kangen bgt ihh sama bibi” sahut Rini

“yaudah-yaudah, Bibi bawain dulu barang bawaan kalian, gih ibu sama bapak sudah nunggu kalian dari sore, kasian” jawab bi Imah
Bi imah, salah satu orng kepercayaan ibu di rumah, sepertinya juga bi Imah tau betul segala yang terjadi d rumah, bagaimana tidak, karna dia tau juga sejak aku lahir apalagi Rini.
Rumah, melihat sekitar hanya rindu dengan segala yang pernah terjadi disini, dulunya rumah ini punya Apih kakekku, karna dlu aku ada keluarga tinggal di pulau yang berbeda,
sejak umurku 2th aku pindah ke rumah ini, faktor kakek dan nenek sudah tua juga salah satunya, begitulah ibu pernah bercerita.
Bagunanya, lebih tua dari Pabrik itu, perombakan hanya bagian dalam saja beberapa kali, sisanya masih seperti bagunan tua jaman th 80-90an bisa dibilang dikampung ini, rumah ini paling tua.
Walaupun menurut orang2, rumah tua selalu dengan kesan menyeramkan tapi aku selalu merasa nyaman.

“gimana ini, baru jam segini kalian baru sampe?” tanya Ibu
“hehe nih bu Rini, ngajak dulu ke Pabrik” sahut Putra menyalahkan

“engga Bu, kak Putra yang mau-mau aja yaudah jdinya mampir” ucap Rini pembelaan

“bapak mana bu?” tanya Putra

“barusan sekali masuk kamar, nunggu kalian lama juga” sahut Ibu, seadanya
“yah padahal aku kangen sama bapak” ucap Rini sambil manja-manja sama Ibu

“gini, gini Put apalagi kamu, sebelum makan, intinya selama kamu liburan, bapak pengen kamu yg urus dulu Pabrik, gimana?” tanya ibu
“tidak tau bu, bukan menolak, tapi aku ingin bicara dulu dengan bapak, mungkin ini waktu yang tepat dengn kondisi seperti ini.” Ucap Putra menjelaskan.

Setelah hanya, mengobrol sebntr dengan Ibu aku langsung saja makan duluan, meninggalkan Rini dengan Ibu yang masih kangen2nan
Seperti biasanya di rumah aku selalu makan hanya ditemanin bi Imah.

“den gimana tadi abis dari Pabriknya?” tanya bi Imah, sambil menemani Putra makan

“seperti biasa bi, di temenin mang Ujang” ucap Putra
“ibu kemaren cerita katanya aden mau ngurus dlu pabrik sementara?” sahut bi Imah

“iyah Bi ibu cerita apalagi? Oiyah bapak sakit apa sebenarnya?” tanya Putra
Bi imah tidak pernah berbohong, aku kenal bahkan sudah seperti Ibu kedua di rumah ini, dengan tatapan seperti ingin menangis, bi Imah menjawab.
“anu den…” ucap bi Imah terbata-bata

“begini bi, demi kebaikan semua lagian hargai aku, jgn ada yang ditutupi, kasih tau aja aku bi, lagian aku sudah cukup dewasa untuk menaggapi masalah bukan?” sahut Putra, meyakinkan bi Imah
“demi allah bibi gak tau apa-apa tentang sakit bapak apa dan kenapa, tapi setau bibi dari obrolan ibu ada sangkut pautnya dengan Pabrik itu den” jawab bi Imah, dengan terbata-bata
“aku juga menyangka ada sesuatu yg berkaitan dengan itu bi, lagian baru lagi aku kesna kenapa ada mahluk tak kasat mata itu memperhatikan aku, Rini bahkan sampai melihat mang Ujang jadi dua ini aneh sekali bi, bibi percaya itu” tanya Putra, meyakinkan
“jauh sebelum hari ini aden cerita, pabrik dan penghuni lainya memang suka menujukan diri seperti itu, itulah kenapa orng2 menyebutnya pabrik angker, untung ke bantu sama Tahu nya yg emang enak sekali. Dan bibi percaya dengan apa yang aden katakan” jawab bi Imah
Sambil mengabiskan opor ayam kesukaanku, sesekali aku melihat wajah Bi imah, kenapa matanya sangat berlinang seperti sedih, entah bingung, entah dia pengen menangis. atau hal ini sesuatu yg sngat dalam baginya.
“benar bi, apa yah kaitanya dengan sakit bapak, walau bibi tau aku tidak pernah berdamai dengan bapak karna kelakuan menjijikan itu kepada ibu” ucap Putra
“ini percis dengan kejadian sebelum Apih kakek aden dan Ning nenek aden sebelum meninggal, tidak ada yang pernah tau sebenarnya apa sakitnya, dan kenapa penyebabnya, tapi kemunculan mahluk gaib di pabrik suka semakin menjadi.” Sahut Bi imah, sampai meneteskan air mata
Perkataan bi Imah yg ini membuat aku berburuk sangka dengan kelakuan bapak selanjutnya, aku hanya bisa menenangkan bi Imah dan kemudian jalan menuju kamarku.
Pelan-pelan sambil memikirkan satu kalimat yg diucapkan bi Imah “kejadian ini percis dengan kejadian sebelum Apih dan Ning, kakek dan neneku meninggal”
Jelas aku akan percaya sangat pada ucapan bi Imah, dia sebagian saksi bagaimana keluarga besarku sampai sekarang, bagian dari perjalanan keluargaku.
“Rini mana Bu?” tanya Putra

“sudah ke kamar dia, tumben kamu makan lama, cerita apa dengan bi Imah?” tanya Ibu tumben sekali seperti menghawatirkan sesuatu.

“soal kuliah Bu, aku masuk kamar dulu” jawab Putra singkat, karna masih berputar dengan pikiranya dan banyak pertanyaan
Semakin mendekat ke kamar, aku mendengar jelas ketawa perempuan di kamarku, aku pikir Rini karna masih ada yang perlu dia obrolakan dengan aku. Jelas sekali tertawa-tawa. Memang kamarku jarang aku kunci. karna, kalau bi Imah mau membereskan kamar lebih mudah.
“Rin apasih berisik bgt lagi liat apa?” tanya Putra, sambil membukan pintu kamar
Dan aku dibuat mematung diam memandang sekeliling, sambil menatap kosong, tidak ada siapa-siapa di kamarku.
Hanya jendela yang terbuka dan hordeng kamar yang tertiup angin, karna tumben jendela di buka semuanya, biasanya jarang sekali. Pikirku hanya satu dalam panik dan keringat mulai keluar. “siapa suara perempuan itu”
“bi…bibi… ibu tolong panggilakan bibi suruh kesini, bantu aku bereskan pakaian yang aku bawa dari kosan” ucap Putra, berbohong
“iyah, iyah tumben kamu teriak-teriak berisik sudah malam” jawab ibu
Memang kamarku dengan ruang santai keluarga tidak terlalu jauh sekali,
sambil menunggu bi Imah ke kamarku, aku hanya duduk di kasur memadang kosong ke arah jendela, siapa suara itu dan kenapa jendela tumben terbuka. ini tidak biasanya.
“kenapa den?” tanya bi Imah, kelihatan sekali Putra sangat kaget

“bukanya pelan-pelan kaget aku bi” sahut Putra

“iyah maaf den, cuman tumben katanya pakaian mau d bereskan bibi hehe?” tanya bi Imah heran
“sini duduk dulu bi serius ini, aku gak becanda” jawab Putra sambil menarik bi Imah duduk di kasur

“bibi disini aja den” sahut bi Imah, sambil duduk di lantai

“yaudah aku juga duduk disini” ucap Putra, langsung bersila
“gini bi, sumpah, ini sebelum aku masuk kamar aku denger suara ketawa2 pikir aku itu Rini pas masuk tidak ada siapa-siapa, sisanya, jendela tumben terbuka, apa bibi yang membuka sebelumya” tanya Putra dengan serius menatap tajam bi Imah penuh ketakutan.
“iyah bibi yang membuka jendela den” ucap bi imah, belum selsai, Putra memotong omongan bi Imah

“3 jendela bibi buka?” tanya Putra, penasaran
“tidak den hanya satu, itu juga bibi di suruh bapak, bapak sudah beberapa hari sebelum waktu magrib selalu disini, tapi tidak pernah membuka tiga jendela seperti itu” sahut bi Imah, sambil menunjuk ke arah jendela
“bapak?!!!” tanya Putra, dengan nada kaget

“iyah den suara tertawa seperti apa yang aden denger?” tanya Bi imah, sama penasaranya seperti Putra
Baru saja aku menjawab, suara yang sama percis sebelumnya aku dengar datang kembali, sangat jelas tertawa jelas, membuat bulu pundaku merinding, karna jelas dan aku yakin bi Imah juga mendengar hal yang sama.
“seperti itu bi, gk mungkin kalau itu suara Rini, kamar ini jauh bi iyahkannn…benar kan bi....” jawab Putra panik, karna sangat menakutkan
“iyah benar, sama percis suara itu setelah sekian lama akhirnya datang kembali, itu suara yg pernah bibi dengar den, sebelum kakek dan nenek meninggal” sahut bi Imah, dengan suara pelan dan berat menatap arah kosong, tatapanya sangat terlihat tegang sekali.
Aku hanya diam tanpa suara, masih heran dan masih bnyak tanda tanya.

“ada hubungannya dengan Pabrik Tahu atau apa ini bi” jawab Putra, panik
“tidak ada yang benar-benar tau den, bahkan Ibu sekalipun, tapi soal jendela bibi tidak tau den, kalau aden takut mending jangan tidur disini” jawab bi Imah singkat, kemudian bangun, menutup semua jendela kembali.
Kemudian bi Imah keluar kamarku begitu saja, tidak seperti biasanya. Aneh juga pikirku dengan sikap bi Imah seperti itu, tapi ada apa ini sebenarnya, saling berkaitan dengan masa lalu atau apa, semakin banyak pertanyaan dipikiranku.
Aku terbaring diatas kasur, didalam kamar yang sudah lama aku tinggalkan. Pikiranku dibuat berpikir dengan segala keanehan yang baru saja aku alami,
di hari pertama kepulanganku ke rumah ini dan setelah pulang mampir dari Pabrik. Ini membuat kacau pikiranku, karna sebelumnya aku belum pernah mengalami hal seperti ini. dalam situasi seperti ini.
Benar seperti apa yang di katakan Jalaluddin Rumi, “Ada suara yang tidak menggunakan kata-kata. Dengarkanlah.” Aku harus belajar tentang itu, tentang kejadian yang sekarang terjadi
Yang aku mau malam ini, sebelum tidur, berdamai dengan kebencian kemudian menerima dengan akal segala keanehan yang baru saja terjadi,
walau menakutkan sekali, tidak mungkin ini tiba-tiba terjadi jika tidak ada maksud atas kejadian mengerikan ini, benar-benar penuh misteri.
Besok aku harus berbicara dengan bapak, bertanya apapun yang menganggu selama ini, yg hadir dalam pikiranku. Keanehan pabrik, sosok penghuni dan segala sesuatu yang ingin aku ketahui. Egoku bicara “demi kebaikan” nafsuku bicara karna "penasaran"

***
“bisa bantu tolong ambilkan botol itu, saya tidak bisa jongkok karna perut saya lagi hamil besar” ucap perempuan cantik, berambut keriting gantung, dengan mata sangat sayu.
Bahkan aku menatapnya untuk beberapa detik, karna takjub sekali dengan kecantikannya.
“hallo mas... Saya bicara dengan kamu loh, bisa bantu aku” ucap kedua kali perempuan itu

“Iyah-iyah mba gimana? Bantuin apa mba?” sahut Putra terbata-bata, masih kaget
“Itu mas botol minuman saya jatuh, mas kenapa segitunya melihat saya hehe” jawab perempuan, sambil tersenyum malu, sangat cantik

Pandanganku, sebelum mengiyahkan dan membantu mengambil masih saja tidak bisa lepas dari wajah perempuan yg tidak aku kenal ini
“Ini mbak botolnya” ucap Putra, sambil mengasongkan botol

“Ahh, sakit ini sakit, perutku sakit sekali mas” jawab perempuan, tiba-tibalangsung mendudukan badan di lantai

Aku sangat kaget, apa ini akan melahirkan atau kenapa karna benar-benar tidak tau sama sekali.
“Mas tolong... mas... tolong...” ucap perempuan itu kesakitan

“Aku harus gimana mba?” jawab Putra gugup, dan langsung jongkok berhadapan tidak jauh dengan perempuan itu.
Tidak lama berselang, jeritan perempuan itu semakin kencang hanya bicara “tolong sakit” terus seperti itu berulang-ulang. Darah dari arah antara paha perempuan itu keluar seketika, darah yang sangat merah. Aku masih belum berbuat apa-apa mematung diam tanpa kata apapun.
“Sini kamu mas...” ucap perempuan itu, sambil mengarahkan pisau tajam ke Putra, seperti ingin menusuk punggung putra dari arah atas

“mba jangan mba, salah saya kenapa mba!?” sahut Putra, menahan tangan perempuan dengan pisau di tangan kananya
Dari teriakan kesakitan, tiba-tiba suara perempuan itu menjadi ketawa yang sangat menakutkan, aku hanya bisa berteriak sejadi-jadinya dengan kencang karna pisau itu sedikit demi sedikit sudah mendekat dengan badanku.
“arrrrgghhh...” suara Putra menahan dngan sekuat tenaga dan mulai berlinang air mata
“Putra... Heh bangun kamu ini teriak kencang sekali udah pagi ini, kenapa kamu ini” ucap Ibu, membangunkan Putra

“Hah... Hah... Hah… iyah bu aku bangun ini” jawab Putra, kaget
Kenapa harus mimpi dengan perempuan itu, dan sudah lama sekali tidak mimpi semenyaramkan seperti barusan, biasanya mimpi tidak jelas ini jelas sekali. Perempuan hamil, cantik, ingin menusukku.
Pikiranku, walau mata sudah terbuka masih mencoba mengingat apa maksud dari mimpi itu dengan detail, walau masih percaya itu hanya serbuk tidur, tapi aku harus menyimpan ingatan tentang mimpi itu juga.
“Eh masih melamun, kirain ibu langsung mandi. Cepet mandi, makan, udah kebiasaan bgt kamu kelewat solat subuh, kebiasaan disana ini” ucap Ibu, mengomeli Putra
“Iyah iyah mau ini, nanti aku ke meja makan, bilang sama bapak bu, aku mau bicara panjang denganya yah” sahut Putra, sambil bangun berjalan ke kamar mandi

“iyah tapi harus tenang jangan pake emosi, kasian bapak belum sembuh total” jawab Ibu
“Selalu kasian orang lain apa kabar diri ibu sendiri kurang lama lagi waktu yang sudah berlalu ini bu” ucap Putra sambil masuk kamar mandi

Aku tau ibu tidak akan pernah mau berdebat denganku soal perasaan yang dia pendam selama ini
walau aku tidak berusaha memahami urusan mereka antara Istri dan Suami, aku hanya anak yang tidak bisa bersandiwara dengan waktu yang sudah cukup lama.

Selsai mandi, langsung aku menuju tempat makan.
Dari kejauhan sudah duduk Bapak yang saling berhadapan dengan Ibu posisi duduknya dan juga adik cantik aku Rini, yang kelihatan sangat cantik, aku hanya tersenyum dan bicara dalam hati “apa harus menunggu ada masalah sehingga bisa duduk seperti itu”
“Hay, kamu cantik sekali mau kemana sih heh” ucap Putra iseng sambil mengelus rambut Rini

“Iihh...Bu liat tuh, dia udah mulai genit sama cewe, udah berapa banyak cewe yang kamu gituin kak?” tanya Rini sambil ketawa
“Sudah, sudah Put ayo duduk sana kita makan, baca doa seperti biasa” ucap Ibu

Seperti biasa itu ucap ibu, yang sangat lucu saat mendengar, seperti biasa itu sering ini makan seperti jarang sekali, berapa tahun yg lalu mungkin.
Aku sesekali menatap bapak, masih dengan raut muka yg arogan, terlihat banyak pikiran, dan sekarang aku baru sadar, badanya yg 4 bulan lalu aku pulang masih agak lumayan gemuk, sekarang mulai kurus.
Tidak terlalu lama waktu makan, karna sangat terlihat antara Ibu, Rini, Bapak dan Aku ada sesuatu yang ingin disampaikan. Selsai makan Bi Imah membereskan di bantu Rini, heranya bi Imah tidak sama sekali memandang aku, kenapa dia ini, tidak seperti biasanya.
“Putra...” panggil Bapak

“Iyah pak, gimana? Sebelum bapak bicara, mau bagaimanapun kekesalan aku pada bapak, aku sekarang sudah dewasanya dan sedang belajar semakin dewasa
seperti itukan yang bapak dan ibu mau. Putra kaget dengan kesakitan bapak, bapak tidak usah minta maaf, dan Putra mau mengurus Pabrik selama Putra disini.” Jawab Putra dengan tenang
“Iyah bapak terlalu banyak salah, syukurlah bapak tenang dengarnya, segala apapun tanya saja sama mang Ujang disana, lagian barusan pagi sekali mang Ujang kesini dan udh bicara sama bapak soal itu, gimana kuliah kamu dan adik kamu?” tanya bapak dengan nada pelan
Ibu kelihatan senang dengan apa yang aku ucapkan seperti itu, padahal aku sedang memancing persetujuan dengan bapak setelah obrolan basa-basi yang sangat menjijikan ini, apalagi yang baru aku ucapkan.
“Baik, lancar, urusan Rini disana sudah tanggung jawab aku saja pak” jawab Putra

“Yasudah Ibu sama Rini mau ke pasar bi Imah ikut juga, jam berapapun hari ini kamu ke Pabrik saja, itu motor lama kamu benerin dlu ke bengkel, biar buat sehari-hari disini” sahut Ibu
Tidak lama setelah aku mengiyahkan omongan Ibu, bapak langsung bangkit berjalan menuju teras samping yang sudah biasa dia gunakan setiap pagi diam duduk disitu.
Aku tau betul itu bukan bapak yang aku tau, bicara seadanya dan sosoan tenang pdahal raut wajah tidak bisa menutupi kehawatiran bapak pada kondisi seperti ini.
Untungnya sesisi rumah skrng hanya aku dan bapak, sudah lama aku menunggu momen seperti ini, aku lihat dari kejauhan ke arah bapak duduk, tidak ada rokok di mejanya, apa dia sudah berhenti. Mungkin saja, atau apa sedang sakit saja.
Setelah mengambil rokok ke dalam kamar, aku berjalan menemui bapak ke teras, rokok sudah aku nyalakan dan ini pertama kali aku berani dihadapan bapak merokok.

“hari yang cerah, udaranya segar, tapi sayang pak.” Ucap Putra sambil duduk disebelah bapak
Bapak hanya menengok sebentar, terlihat kaget anaknya ini berani menyapa.

“sejak kapan kamu merokok? Jangan terlalu banyak tidak baik itu Put” jawab bapak singkat

“Ibu tau, Rini juga sejak aku kuliah saja, kenapa memangnya pak?” tanya Putra
“tidak apa, tumben kamu tdi di depan Ibu, Rin dan Bapak bicara seperti itu ada apa?” tanya bapak

Bagus ini awalan yang baik pikirku, tanpa aku yang terlebih dahulu bicara bapak sudah paham dan bertanya padaku.
“bapak tau tentang kesepakatan? Atau perjanjian omongan lelaki?” tanya Putra

“Lalu?” jawab bapak, singkat
“Aku sudah memaafkan bapak dengan segala perbuatan bapak, sekarang aku ingin bertanya dan jawaban yang dipegang seorang lelaki kata bapak dulu pernah bilang, yaitu omonganya, benarkan pak? Bapak pernah bilang begitu?” tanya Putra
“iyah benar bapak pernah bilang seperti itu” jawab bapak sambil memandang ke arah Putra

“aku tidak tau awalnya bertanya apa, kenapa pak bapak sakit apa? Ada kaitanya dengan Pabrik Tahu? Yg sudah berpuluh tahun bapak teruskan dari kakek itu?” tanya Putra, perlahan
“kenapa kamu tanya soal Pabrik dan menyangkutkan dengan penyakit bapak ini?” ucap Bapak, dengan tegas

“Aku hanya bertanya lagian apa salahnya bapak bilang, lagian untuk kesembuhan bapak tidak ada salahnyakan? Ayolah pak anggap aku dewasa untuk mengetahui semuanya” sahut Putra
“Kamu jangan mengada-ada, bapak baik2 saja lagian tidak ada sama sekali urusanya dengan Pabrik itu! Tugas kamu cuman bantu bapak urus sementara sampai bapak sembuh total, lagian selanjutnya pabrik itu kamu yg urus setelah bapak!” ucap Bapak dengan nada tegas
“sudah sana, asap rokokmu itu” bentak bapak

“Yasudah kalau mau bercerita jangan segala masuk kamar aku ketika aku tidak ada, mumpung aku lama di rumah bicara saja pak.” Jawab Putra, sambil meninggalkan bapak
Aku pikir bapak akan mudah terbuka, ternyata tidak, dia masih sama seperti dulu. Laki-laki yang sudah mulai menua tetap dengan sikap seperti itu. Dengan begitu, aku sudah bulat memutuskan memang harus aku sendiri mencari tau keanehan ini.
Baru saja aku duduk di kursi depan, baru selsai mengeluarkan motor trail aku yg dulu, yg akan aku bawa ke bengkel dulu, buat daily aku ke Pabrik, tiba-tiba seperti ada orang tua gila, laki-laki gtu memperhatikan aku di arah gerbang.
Bergegas sambil menaiki motor, aku sapa dia.

“Kenapa pak? Ada perlu apa?” tanya Putra

Laki-laki tua yg kelihatan seperti gila itu hanya tersenyum dan melambaikan tangan ke arah lurusan kamar aku
karna kamar memang mentok ke dinding benteng rumah, jadi jika di lihat dari depan sangat jelas posisi jendela kamarku.

“hallo kek saya bicara sama kakek loh” ucap Putra, semakin yakin itu orang gila
Lelaki tua itu, seketika menatapku tajam dan ketawa terbahak-bahak, kemudian berkata “kasian kamu nak, harus bertanggung jawab” pelan sekali. Tidak aku respon, kemudian setelah menutup gerbang aku tarik gas motorku ini, mengbaikan laki-lki tua dengn rambut pnjng tidak terurus itu
Karna masih penasaran, belum jauh aku melaju, aku tengok ke belakang dan laki-laki tua itu sudah tidak ada. Siapa dia? Nanti sampai di Pabrik aku tanyakan ke mang Ujang.
Perjalanan dari rumah ke Pabrik tidak lama kurang dari 10 menit, sampai di Pabrik hari pertamku menggantikan bapak sekitar jam 9 kurang.
Dari halaman gerbang aku melihat sekeliling, masih pagi saja suasananya seperti ini. Tidak jauh berbeda dengan kemarin sore. Karna banyak rimbun pepohonan jati tua.
Segera aku parkirkan motor d tempat yang biasa pegawai bapak parkir, sedari pagi blm melihat hp. Chat grup kelas, anak-anak nongkrong seperti biasa. Tapi tumben ada chat masuk dari Rini yang jumlahnya banyak.
Segera aku baca dan aku mengerti maksudnya apa, Rini ingin bicara denganku serius tentang obrolan ibu, aku suruh saja Rini kesini, ke Pabrik.
Langkah kaki memasuki pabrik, melihat sekeliling hanya beberapa saja yang sedang sibuk berkerja. Kelihatan dari jauh mang Toha dan mang Deden sedang menimbang kedelai, untuk produksian hari ini.
Karna pagi-malam adalah proses pembuatan dan malam sekitaran jam 02:00 Tahu yang sudah siap baru di kirim ke beberapa pasar dan pelanggan, secara keseluruhan aku sudah paham betul soal pabrik, sebenarnya tugasku lebih mengontrol keuangan masuk dan keluar, meneruskan saja.
Masuk kedalam pabrik,

“salamualaikum…” ucap Putra

“eh den putra, pagi sekali den” sahut mang Toha

“iyah nih den, jam segini baru timbang2 kedelai gini den sbntr lagi baru dicuci dan dipasak dlu” ucap mang Deden
“oh iyah tidak apa-apa mang aku hanya keliling saja, mang Ujang mana yah?” tanya Putra

“jam segini biasa mang Ujang blm pulang dari rumah Hj. Roy juragan kedelai den, biasanya pengiriman subuh baru dibayar pagi, sama mang Ujang” jawab mang Toha
“oh begitu yah, yaudah silahkan lanjut mang, aku paling di belakang dulu” sahut Putra

Segera aku berjalan melewati tungku pembakaran dan melewati tempat pencucian yang ukurnya sangat besar, ada bau yang asing, seperti Dupa.
Aku ikuti bau itu, ternyata benar ada seperti kemenyan dan Dupa dalam satu wadah dibalik tempat pembakaran, bahkan aku tidak mengerti untuk apa.
Tidak lama, aku duduk di tempat biasa bapak menghabiskan waktu di pabrik, melamun kenapa tempat ini bisa menyeramkan, ada apa sebenarnya.

“Put, dari kapan disisni? Amang baru saja pulang, tadi kata Toha kamu udah disni aja” tanya mang Ujang
“barusan blm lama mang, nih ngerokok mang” sahut Putra

“ada-ada ini, jadi gimana? Yang sibuk biasanya malam Put, kalau pagi yah gini-gini aja, malam kan harus ngitung jumlah yang keluar dll ngebagi dll
sepertinya malam saja kamu ksini biar amang yang urus dari pagi ke malam, seperti biasa.” Sahut mang Ujang menjelaskan

“oh begitu mang baik kalau gtu, mang boleh aku bertanya” tanya Putra
“bi Imah sudah menjelaskan, Ibu sudah bercerita, Rini juga, bahkan Bapak pada amang, Put sudahlah biarkan saja Pabrik ini sebagai mana mestinya, tidak perlu kmu menganggu mereka yang sudah lama disini dan di rumah,
lagian masa lalu dan ini sudah turun temurun Put susah.” Jawab Mang Ujang yang sudah paham dengan apa yang ingin dikatakan Putra

“oh begitu, bisa saja aku tidak berbuat apapun asal aku tau cerita semuanya seperti apa? Gimana setuju?” sahut Putra memberikan kesepakatan
“cerita apa Put, amang tidak tau dengan apa yang kamu maksud bahkan amang juga tidak tau apa-apa amang hanya berkerja pada bapak dengan waktu yg lama” jwb mang Ujang dengan nada terbata-bata

“aku pikir mang ujang tidk akan sama dengan Bi Imah, Ibu dan Bapak” sahut Putra, kecewa
“Bukan begitu Put, ini sudah terlalu lama dan sudah terlalu berlalu, semua kejadianya, bahkan amang bnran tidak tau apa-apa, kecuali bapak” ucap mang Ujang
“Bapak, iyah aku juga yakin begitu, yasudah anggap aja kita sedang berbicara hal itu mang, jam berapa malam ini aku balik lagi kesini?” sahut Putra
“Jam 10 juga boleh Put, karna biasanya jam segitu semua tahu lagi dibungkus sama bibi-bibi, jadi sudah bisa ketebak berapa banyak dll nya, oiyah di meja sana ada semua catatan kamu pelajari dlu aja yah” ucap mang Ujang
Setelah obrolan singkat dengan mang Ujang, aku langsung mengambil buku2 dll yg perlu aku ketahui soal proses Pabrik Tahu ini, iyah sistem Pabrik ini masih mengunakan jaman dulu, belum komputerisasi. Jadi mau tidak mau balpoint dan buku masih jadi andalan.
Segera aku melangkah melewati dalam Pabrik ini, aneh sekali aura nya beda, ini kali kedua, setelah membicarakan tentang sisi sensitif Pabrik ini pasti begini, setelah kmren dan juga sekarang.
Melewati tungku pembakaran, aku kaget, bukan main disiang bolong seperti ini ada yang meniup kedua telingaku, dengan kencang. Padahal hanya ada mang Deden yang sedang meyiapkan Kayu bakar, di arah lumayan jauh.
Aku melihat sekeliling tidak ada siapa-siapa, aku lanjut berjalan seperti terus ada yang memperhatikan aku dari berbagai sudut, ini benar-benar takut
dibalik keranjang panjang menumpuk ke atas memang gelap, ketika mata mengarah kesana ada 2 bola mata putih, seketika per sekian detik, aku melihatnya
Segera aku berjalan lumayan cepat. Menuju parkiran motor. Masih dengan nafas yang belum tenang sama sekali, dan keringat tentunya sudah mulai turun. “Masa iyah disiang bolong begini, apa karna aku tadi membahas hal yang sama dengan kemarin”
Aku segera pulang menuju rumah, bi imah tetap saja sikapnya beda padaku.

“Rin...” ucap Putra mengetuk Pintu kamar Rini

“Iyah kak, buka aja” jawab Rini

“Kakak baru saja pulang dari Pabrik dan lagi-lagi banyak hal aneh loh Rin” ucap Putra menjelaskan
“gini kak, ibu banyak cerita padaku soal Pabrik dan segala keangkeranya” jawab Rini

“Terus kenapa Ibu tidak cerita pada kakak?” sahut Putra
“Kakak bukan orang yang bisa di ajak kompromi kak seperti aku, harusnya untuk dpt mengobrol banyak kita kadang harus pura-pura setuju jangan kaya kakak yg selalu bersisikukuh keras” ucap Rini, menjelaskan
“Lantas? Ini urusanya dengan mahluk tak kasat mata Rin, apa kakak salah pengen semuanya normal-normal saja tanpa harus mengalami keanehan semua ini” sahut Putra
“Tidak salah tentu benar, tapi ini semua ada kaitanya karna ulah kakek kak pada semasa dia mulai mengembangkan Pabrik ini setelah Buyut meninggal” jawab Rini

“Lalu apa yang bisa kakak perbuat?” tanya Putra
“Sayangnya aku tidak tau cerita selanjutnya kak, intinya di bapak, bapak hanya yang meneruskan tradisi sesajen dll, kuncinya di bapak itu yang aku pahami kak” jawab Rini pelan-pelan
Aku hanya bisa berpikir dengan apa yang dikatakan Rini padaku, memang benar seharusnya aku jangan terlalu menunjukan apapun, bersikap biasa saja.
“Saranku, nanti pasti kakak malam kesana lagi kan, ke Pabrik?” tanya Rini

“kenapa kamu bisa tau? Kakak kan belum cerita” jawab Putra
“Ibu sudah kasih tau aku tugas kakak disana dll, saranku, coba lebih peka dengan keadaan disana kak, mereka menunjukan diri dll mungkin ada maksudnya, ya walau menakutkan,
siapa tau, jika pentunjuk tidak bisa dapatkan dari mereka, siapa tau mereka yang gaib itu juga bisa jadi petunjuk” ucap Rini menjelaskan
Benar juga pemikiran Rini, lagian demi kebaikan. Lagi-lagi aku harus mengakui Rini lebih tenang mengahapi masalah seperti ini, aku harusnya bisa tapi ketika mengalami hal seperti itu akal dan pikiran jernih kadang tidak bisa di kontrol harus setenang mungkin.
Setelah obrolan selsai, Rini melanjutkan aktivitas nya, aku segera menuju ruang tengah karna sudah tidak terasa hari ini mulai siang sekali, pikirku tidur siang sebentar untuk nanti malam bisa menjadi solusi.

***
Sore pertama di hari kedua kepulanganku, masalah satu persatu bermunculan, aku tidak menyangka lambat laun berada di suatu masalah yang tidak aku inginkan sama sekali
segala satu persatu isyarat belum bisa aku rangkum tentang apa sebenarnya yang akan terjadi. Dan kenapa keinginan tau tentang misteri Pabrik ini bukan semakin reda malah semakin deras.
Tapi aku selalu percaya “good things are coming down the road. Just don't stop walking” iyah aku harus terus berjalan, mungkin ini salah satu yang nantinya akan lebih mendewasakan aku.
“den, ini kopi sengaja bibi buatkan buat aden” sahut bi Imah

“Iyah bi makasih, aku minta maaf soal kejadian kmren malam di kamar jika bibi tersinggung dengan sikap atu omongan aku, maaf yah bi” ucap Putra
“Harusnya bibi yang bilang begitu, bibi hanya tidak mau aden ada dalam masalah apapun den” sahut bi Imah

Aku ingat omongan Rini sebelum tdr siang barusan, aku harus pintar memainkan peran. Tapi, rasa bersalahku pada bi Imah tulus makanya aku sampai meminta maaf
“Tidak apa bi, aku sudah tau merasakan keanehan di Pabrik tdi pagi, malam ini aku mulai menjalankan tugas Bapak dll bi doakan saja yah” ucap Putra dengan pelan
“bibi percaya aden bisa tapi ingat pesan bibi, tidak semuanya harus jelas pada suatu masalah, ingat meminta maaf jika salah dan jangan merasa benar ketika salah” sahut bi Imah
“Baik bi, mau gimanapun aku pasti mendengar pepatah bibi, bibi sudah seperti ibu aku” ucap Putra

Setelah itu bibi kembali ke dapur, sedari pagi setelah ibu berangkat ke pasar aku belum melihatnya juga, sama dengan ayah.
Batang perbatang rokok aku nikmati di depan rumah dengan kopi yang bi Imah buatkan untuku, sedang menikmati langit yang mulai turun akan berganti warna, tiba-tiba bi imah berjalan melewatiku dan membuka gerbang.
“Siapa yang akan datang bi?” teriak Putra

“ibu sama bapak den” sahut bi Imah

“Ohh...” jawab Putra

Dari mana mereka tumben sekali keluar, bukanya bapak sedang sakit dasar aneh-aneh saja, terlihat bapak keluar dari mobil dan ibu.
“Dari mana pak?” tanya Putra

“Ibu dari rumah temen jenguk lagi sakit” jawab Ibu

Bapak langsung berjalan dengan muka seperti banyak pikiran sekali, berat wajahnya, langkahnya tidak biasa iyah bapak sedang tidak baik-baik.
Dan aku tau, barusan ibu sudah berbohong padaku, karna dari raut wajahnya terlihat masih cemas, namun tidak aku pikirkan.
Melihat jam ditanganku jam 20:30 segera aku mengabil jaket, memasukan buku2 catatan Pabrik ke tas yang tdi aku bawa biar lebih gampang.

“mau kemana kamu?” tanya bapak, ketika Putra melewati ruang tengah

“Pabrik pak” jawab Putra singkat
“Makasih yah nak” jawab Bapak singkat

Tumben bapak setenang itu, jarang sekali ucapanya dengan nada tenang.

Segera aku menuju pabrik, tidak lama sampai diparkiran lebih penuh karna pekerja bapak lengkap lebih dari 20 pekerja kalau jam-jam segini, karna sedang sibuk-sibuknya.
Aku tidak masuk ke jalan utama biasanya, aku masuk lewat ruang pengemasan disana ada bi Ema, bi Cucu, Lisa, Evi dan ada perempuan tua yang sudah lama aku kenal sekali, bahkan aku dulu suka di ajak bermain ketika disini, iyah bi Tarmi.
“Hah aden pulang? Kapan pulang den” ucapnya sambil mendekat padaku

“baru bi, baru lihat bibi padahal pas pertama pulang aku mampir kesini, tapi gak liat bibi” tanya Putra sambil salam ke bi Tarmi
“Aduh bibi skrang sudah tua sekali den, jadi kadang tidak kesini, Cuma kalau gk kesini kasian bapak, kurang tenanga lagian bibikan dari dulu gini2 aja den kerjanya” jawab bi Tarmi

“Bi sini...” ajak putra mengajak bi tarmi ke tempat biasa Putra duduk d belakang
Bi Tarmi mengikuti langkahku, beberapa pegawai menyapaku yang blm tau aku skrng yg mengantikan peran Ayah, mang Ujang tidak lupa memberikan minum dan membawakan makanan yang terbuat dari singkong.
“Ih den bibi masih banyak kerjaan” ucap bi Tarmi

“Tidak apa aku ingin ngobrol2 udh lama bi loh” jawab Putra

“Gimana gimana, bibi seneng bgt aden bisa disni. Pantesan dari kmren semua pegawai bapak dpt gangguan aneh, iyahlah anak laki-lakinya skrng sering kesini” ucap bi Tarmi
“maksudnya bi aku engga paham” tanya Putra

“dari dulu kalau ada orng baru atau pegawai jaman kakek atau jaman bapak kamu pasti suka digangguin den” ucap bi Imah

“tau kenapa awalnya bi itu bisa kaya gitu” tanya Putra
“kenapa aden tanya itu? Saya pergi dlu yah den masih banyak yg harus dibungkus” ucap singkat bi Tarmi menunjukan ketidaksukaan atas pertanyaan Putra.
Oke aku terlalu berharap bi Tarmi akan bercerita tentang awalnya Pabrik ini berdiri dan menceritakan semuanya padaku, ternyata tidak. Sangat rapat sekali orang-orang lama disini bahkan untuk memberitauku sesuatu saja sangat susah.
“gubrak….” Suara jatuh dari arah pohon jati, sangat kecang.

Tanpa ada angin, membuyarkan pikiranku. Segera aku berdiri mentap ke arah pohon itu, tiba-tiba bau harum bunga yang tidak tau bungga apa ini seperti melati yang kental yang aku cium
tiba-tiba suasana tidak enak sekali, padahal aktivitas dalam pabrik sangat berisik.

Bau melati tidak lama menjadi anyir seperti bau darah gtu aku tidak bisa menjelaskan dengan baik, aku masih menatap ke arah pohon tua itu, berdiri mematung
tiba-tiba dari arah lain ada perempuan hamil berjalan menuju ke arah dimna suara itu pertama aku dengar.

Aku mencoba tenang, walau bulu pundak sudah mulai terasa berdiri, aku berpikir tenang.
Perempuan hamil, perasaan aku pernah memimpikanya, apa sama dengan mimpiku yang ingin membunuhku dengan pisau.
Belum saja setengah malam aku lalui, ucapan selamat datang Pabrik ini padaku dengan segala misterinya cukup membuat aku harus mengiyahkan cerita-cerita pegawai bapak atau warga di sekitar sini.
Sialnya, perasanku yang takut masih beradu dengan penasaran, aku coba duduk dengan tenang dan mengalihkan padanganku ke arah pohon dekat kobakan pembuangan itu ke buku catatn Pabrik.
“huh…” baru saja membuka beberapa lembar buku, ada suara di belakang aku, berulang-ulang “huh…” seperti meniupkan angin ke arah leherku.
Aku masih menahan untuk tidak membalikan badan. Lagian tidak mungkin pegawai bapak becanda seperti ini, lalu siapa yang berada dibalik badan aku itu.
Dalam hati menghitung “satu, dua, tiga” segera aku balikan badan, menengok ke belakang, “gubrak...” suara kucing hitam, loncat dari arah belakang, tepat dimana aku membalikan badan.
Tarikan nafas panjangku membuat sedikit lega dan heran “masa iyah kucing bisa meniupkan seperti angin ke arah belakang leherku. Terlihat dari kejauhan, mang Ujang sedang berjalan menuju arahku.

Membawa secangkir kopi, dengan langkah yang tidak biasa, terlihat buru-buru sekali.
“kenapa mang? Kelihatanya rusuh sekali? Tanya Putra

“tidak apa Put, nih kopi, sambil kamu menunggu disini, amang tidak bisa menemani kmu malam ini, anak amang yang kecil sedang demam” ucap mang Ujang, menjelaskan
“oh sudah lama sakitnya mang? Yaudah tidak apa mang, lagian aku paham dan semua tugasku tinggal meneruskan ajakan?” sahut Putra

“iyah, amang juga sudah tlp bapk buat bilng yg sama kaya kek kamu, yaudah amang pamit dulu yah” ucap mang Ujang
Malam pertama tugasku, benar-benar harus sendiri. Walau pekerja bapak masih banyak yg sedang berkerja sampai waktu tengah malam biasanya.
Rumah mang Ujang yang aku tau memang di kampung sebelah lumayan 30 menitan dari Pabrik ini. Aku hanya berjalan-jalan mengelilingi pabrik smbil melihat proses pembuatan Tahu ini. Melihat jam masih jam 22:00 lebih.
Dalam pikirku, dari jaman Buyut, Kakek dan Bapak ini adalah tempat perjuangan, perjuangan membesarkan usaha ini, yang hingga membuat aku mendapatkn kehidupan yang layak.
Setelah berkeliling, aku kembali ke teras belakang pabrik untuk duduk, sambil menikmati malam yang semakin hangat. Suasana disini skrng jauh lebih baik. Beberapa batang rokok satu persatu aku nikmati.

Melihat Hp ternyata ada chat masuk dari Rini.
“tidak lama kakak berangkat, bapak seperti kerasukan di kamar kakak, sampe hj Roy juaragan kedelai itu datang dengan orng yang bisa gtu. Terdengar dari obrolan mereka, tumpukan kayu pabrik.
coba kakak kesitu lihat ada apa. Dan satu lagi, kobakan belakang pabrik dan pohon jati kedua dari arah gerbang kak, mereka bicara itu yang aku dengar” isi chat Rini
Aku sedikit kaget, membaca isi chat Rini seperti ini. Segera aku balas

“oke Rin ntr kakak cek kesitu, gimana kondisi rumah? Hp kakak di silent jadi sorry baru balas” balasan pesan ke Rini dari Putra
Menyesal sekali, pesan dari Rini sudah 45 menit yg lalu, tapi tidak apa setidaknya ada pentujuk baru yg Rini berikan padaku, Hp yg biasanya aku silent aku ubah ke dering untuk mengantisipasi kejadian seperti tadi.
Sedang asik-asiknya mengecek beberapa medsos pribadiku karna tanggung sudah melihat Hp, tiba-tiba ada langkah mendekat, segera aku tengok, karna masih kaget kejadian kucing itu.
“eh mang Abi, aku kirain siapa, baru dateng mang?” tanya Putra

“iyah den putra, biasa amang supir malam hehe, dari kemaren tumben mobil kalau sudah ke isi bawaan suka susah di hidupin, barusan sudah amang cek ini itunya normal-normal aja
tadinya mau pulang lagi, Cuma mang Ujang bilang den Putra yang seterusnya disini gantiin bapak yg masih sakit, seklian udah lama juga gk ketemu” sahut mang Abi
“yasudah mang temenin aku aja sekalian disini, bawa apa itu mang?” tanya Putra

“sampai lupa, bi Tarmi barusan bikin Ubi rebus, nih den buat aden enak, cocok bgt sama kopi hitam hehe” jawab mang Abi
Mang Abi, supir bapak paling setia aku tau beliau sejak kecil dan pasti mang Abi juga mengetahui kejadian-kejadian menyeramkan di tempat ini.

“eh mang sebelumnya suka ada kucing hitam disini yah?” tanya Putra

“kucing hitam? Mana ada kucing disini den” jawab mang Abi, heran
Benar saja sangkaanku, dari dulu juga tidak pernah ada kucing disini terus kucing apa itu?

“amang paham maksud aden apa? Aden juga pasti sudah meraskan gangguan yah di Pabrik ini” tanya mang Abi, perlahan

“iyah mang banyak sekali” jawab Putra singkat
“yah beginilah den keadaan Pabrik, semenjak ditangan bapak, bapak tidak pernah anggap semua ini serius, padahal amang sudah bosan sekali, dengan beberap sosok disini, poconglah, kuntilanak bahkan hal-hal aneh pernah amang alamin.” Ucap mang Abi, menjelaskan
“awalnya kenapa yah mang?” tanya Putra

“tidak pernah ada yang tau den awalnya gimana, sekalipun amang” jawab mang Abi sambil menjatuhkan badanya untuk rebahan
Begitu juga dengan mang Abi, sekarang aku bisa menarik kesimpulan sederhana, pegawai bapak dari dulu sekalipun awalnya bisa begini tidak ada yang tau, mereka hanya sebagai pegawai, yang menjalankan tugasnya masing-masing.
Aku lihat mang Abi memejamkan matanya, tidur. Karna memang seharusnya jam kerja mang Abi bukan sekarang, datang terlalu cepat, biasanya mang Abi berkerja jam 02:30 mengantarkan barang ke pasar.
Aku ingat pesan Rini, segera aku bergegas menuju tumpukan kayu disebalah pabrik, karna pesan Rini itu, nama tempat itu disebut terus. Tidak lama aku sudah ada disni, di tempat tumpukan kayu bakar yang menumpuk tinggi.
Suasananya memang beda sekali, kayu-kayu yang menumpuk tinggi ke atas. Aku duduk di tempat kayu yng tidak terlalu tinggi. Ingat sekali, area ini, pagi tadi area mang Toha berkerja untuk mengambil kayu, kemudian menggodok kedelai.
Melamun sedikit, tiba-tiba ingat dengan dupa dan kemenyan yang pagi ada di samping tungku pembakaran, segera aku kesana. Langkah demi langkah melewati tumpukan kayu, tiba-tiba ada suara seperti tangisan.
Langkahku terhenti, diam mematung, mendengarkan dengan jelas, aku pastikan itu benar suara tangisan. “gubrak...” tumpukan kayu paling atas tiba-tiba jatuh, hampir saja menimpa kepalaku!!! untung saja masih bisa menghindar, repleks sekian detik.
“huhhh…” tarikan nafas panjangku karna benar-benar kaget dan suara tangisan itu masih ada, semakin jelas.

“ning…ning…ning…” sangat pelan

tiba-tiba sangat jelas juga, aku mendengar suara itu jelas sekali, sangat jelas “ning…ninggg…” lagi-lagi suara itu ada lagi!
“den Putra sedang apa disini?” tanya suara yang mengagetkan Putra

“eh mang Toha, kaget aku ini!” jawab Putra
“ini sedang mengecek stok kayu saja mang” ucap Putra

“kirain sedang apa, ini sampe jatuh dari atas yah, untung gak kena aden” sahut mang Toha sambil membenarkan kayu yang jatuh
Aku masih penasaran dengan suara tangisan, yang kemudia ada satu seperti nama “NING” siapa itu, nama orang atau apa, dalam pikirku. Setelah mang Toha membenarkan tumpukan kayu yang jatuh.
“mang dupa sama kemenyan yang ada didekat tungku pembakaran itu buat apasih?” tanya Putra

“tidak tau den, cuman kata Bapak itu sudah di lakuin sejak jaman masih ada kakek, amang kan baru 8th den kerja disini” jawab mang Toha, dengan tenang
“ohh gtu yah, kalau aku singkirkan gpp kali yah mang?” sahut Putra

“amang tidak tau den, dan amang tidak berani, itu terserah aden saja” ucap mang Toha sambil jalan meniggalkan Putra
Kenapa raut wajah mang Toha begitu tegang, ketika aku bilang singkirkan saja, heran sekali.

Aku lanjutkan jalan keluar dari tumpukan kayu, baru saja dibagin akhir tumpukan kayu, suara “ning...ninggg…ning” ada lagi, pelan, segera aku menengok ke belakang.
Di ujung tumpukan kayu paling ujung hanya ada satu lampu kira-kira 5 watt, bayangan lampu itu menyorot ke arah kayu, tapi kagetnya aku, ketika aku tatap beberapa detik, hal yang membuat aku kaget. Ada sosok yang berdiri, banyangan besar
hanya bentuk kakinya saja yang menjulang tinggi ke atas, aku gerakan kepala dan mata dari bawah mengikuti banyangan itu, benar-benar besar, kakinya saja sampai atap Pabrik ini.
Dekat pembakaran tungku, bau yang paling kental tercium adalah bau air bekas pemasakan kedelai, yang di buang ke pipa, yang kemudian, pipa itu mengalir ke kobakan belakang Pabrik (pembuangan limbah)
Tiba-tiba seketika aku terpatung melihat banyangan kaki itu, bau melati seperti di teras hadir dengan angin yang melintasi hidungku, hnya seketika bau itu berganti menjadi bau anyir seperti darah.
Aku langsung cabut dari dari tempat ini, berjalan tergesa-gesa melewati tungku pembakaran dan mengambil wadah yang isisnya dupa dan kemenyan, dan segera aku buang!
Aku masih kaget dengan kejadian barusan, sambil duduk disamping mang Abi yang masih tidur, aku melihat sudah jam 12 malam lebih sedikit.
Beberapa pegawai dan bibi yang membungkus sudah pada pulang, yang terakhir bi Tarmi masih saja membereskan barang-barang lainya, aku bangkit yng niatnya untuk mendekat ke pohon Jati kedua dari arah gerbang dan kobakan pembuangan
niat itu aku urungkan karna kejadian di tempat kayu sudah membuat aku sangat takut. Segera aku berjalan ke arah bi Tarmi.

“belum pulang bi” tanya Putra

“belum den, bibi biasanya nebeng ikut ke mang Abi kalau pulang” jawab bi Tarmi singkat
“oiyah, aman tapi bi buat pengiriman hari ini?” tanya Putra

“aman den, ini catatanya, biasanya bibi kasih ke bapak atau ke mang Ujang karna sekarang aden yang disini, yaudah bibi kasih ke aden aja” jawab bi Tarmi

“iyah bi makasih, bibi silahkan istirahat bi” ucap Putra
“den…apa bibi salah liat? Tdi aden kenapa diam di luar dekat motor lama sekali?” tanya bi Tarmi

“diluar? Bibi liat aku di luar sana bukan?” jawab Putra sambil menunjuk ke arah halaman parkiran
“iyah den, disana sekali dekat motor aden, tapi bibi panggil-panggil gk nengok sama sekali” sahut bi Tarmi

Kejadianya sama dengan Rini awal mula datang sebelum mangrib ke pabrik ini di hari pertama kepulanganku, bahkan Rini melihat mang Ujang ada dua
aku mengiyahkan apa yang dilihat bi Tarmi itu adalah aku padahal itu bukan. Hanya karna kasian bi Tarmi agar istirahat tenang sambil menunggu mang Abi jalan sekitar 2 jaman lagi.
Hal-hal seperti ini walau termasuk sudah lebih 2x aku alami gangguan dari penghuni lain di pabrik ini tidak membuat aku semakin tenang, masih saja ketakutan dan tidak tenang ada dalam diriku.
Dari sini aku melihat, mang Toha, mang Deden, Jajang, Bagus dan Agus sedang membereskan satu persatu ke dalam motor inventaris, untuk nantinya mengirim juga sekitar dua jam lagi
dan beberapa pegawai lainya yang sudah beres satu persatu pamit padaku, karna memang aku sedang memeperhatikan aktivitas mereka.
Aku sekarang benar-benar mencoba memahami tempat ini, walaupun aku bagian dari keluarga pemilik pabrik, tatap saja sama bagi mereka penghuni yang tak kasat mata itu, aku adalah baru.
Memang untuk memahami dengan penghuni disni aku sadar, logika saja dan pemikiran tidak serta merta cukup. Andai saja aku tidak memiliki niatan baik pada usaha keluargaku ini, aku akan memilih menghabiskan liburan kali ini, dengan berpergian, tentunya.
Aku berjalan balik untuk membangunkan mang Abi ke teras belakang, ternyata mang Abi sudah bangun, dan pamit padaku untuk segera siap-siap dan aku iyahkan, karna jam sudah hampir pukul 02:00 dini hari, sekarang.
Aku menyalakan rokok, sambil berjalan mendekati apa yang dikatakan Rini, menuju pohon jati ke dua sebelah kobakaan, dekat dengan tanaman-tanaman milik Ibu ini.
Tidak bohong jam segini dengan suasana seperti ini, cepat sekali membuat bulu pundaku merinding, suasanya tidk bisa aku gmbarkan. Aku hanya berjalan berkeliling, dan berhenti d kobakan besar pembuangan ini, kobakan ini berjalan menuju sungai besar utama.
“apa memang jaman dulu kakek sudah merencankan tempat ini sedemikian rupa” anehnya suasana disini makin tidak masuk akal, tiap angin yang dating, cukup membuat aku semakin tidak mau lama-lama diam disini.
“kepluk…” ada yang melempar sesuatu ke tengah kobakan pembuangan ini, segera aku balikan badan, tidak ada siapa-siapa, aku putusakan berjalan menuju mereka, yang sedang memuat Tahu.
Lagi-lagi ada yang meniup dua telingaku, ini membuat aku harus mengambil langkah cepat, karna ketakutan. Melewati teras kembali, kucing yang pernah aku tanyakan ke mang Abi ada lagi, sedang melihat aku dengan tajam. hal apa lagi ini!!!
Jujur ini membuat aku lelah, lelah sekali malam ini, malam pertama ini, dan aku sadar ini karna ulahku sendiri.
Satu persatu motor berangkat, menuju pasar dan pelangan, tidak lama mang Abi dan bi Tarmi pamit untuk berangkat, beberapa pekerja lainya juga sama pamit pulang, termasuk mang Toha yang rumahnya dekat sini.
Setelah semua catatan beres semua aku rekap jumlah dll nya, aku duduk sendiri didepan halaman pabrik, sekitar pukul 03:30 menuju pagi.
“den mending aden pulang kasian sudah terlihat ngantuk sekali” ucap mang Deden

“sebentar lagi mang” jawab Putra

“mang, sejak kapan amang kerja dengan bapak?” tanya Putra
“sudah lama sekali, hanya beda 4 th dengan mang Ujang, kenapa gtu den?” jawab mang Deden

“tidak apa-apa hanya saja, sampai segininya yah pabrik ini, amang nginap disni?” tanya Putra

“iyah bagian jadwal piket hari ini amang menginap” ucap mang Deden
“apa tidak takut mang?” tanya Putra

“hhaha amang sudah biasa dengan gangguan penghuni lain disni, tapi yah gimana den andai bisa bersih disni lebih enak hehe” sahut mang Deden menjelaskan.
Setuju dengan apa yang dikatakan mang deden andai bisa bersih, jauh dari gangguan penghuni lain, itu salah satu keinginanku.
Tapi keinginan besarku lain ingin jels tau betul sejarah tempat ini, kemudian kenpa sudah berlangsung lama sekali, pasti aku yakini ada suatu misteri yang turun-temurun, aku yakin sekali.
Menuju pagi, sudah jam 03:40 aku sudah tidak bisa menahan ngantuk yang semakin datang, lelah dengan segala kejadian yang baru saja terjadi. Mang deden pamit segera menuju kamar yang tersedia di samping pabrik berdekatan dengan mushola di samping parikirn pabrik.
Akupun segera berbegas melangkah, tiba-tiba ada suara seperti benda jatuh di dalam “gubrak…” sangat keras, aku hentikn langkah dan melihat ke dalam tidak ada benda yang bergeser atau jatuh dari ketinggian,
kemudian aku melangkah menuju keluar, benar-benar jelas ada suara tertawa perempuan didalam sangat jelas, karna sudah lelah, aku abaikan dengan rasa takut yg kemudian datang kembali.
Segera aku menaiki motor, untuk menuju rumah, keluar dari parkiran seperti ada yang mengikuti aku d belakang, sesekali menengok spion tidak ada apa-apa, atau mungkin perasaan aku saja. Tiba-tiba hpku berdering aku lihat sambil jalan, panggilan masuk dari mang Ujang.
“iyah mang gimana?” tanya Putra

“put lagi d jalan yah, yaudah gpp, tar amang sebentr lagi abis subuh ke pabrik, gpp catatan titip ibu aja ntr amang juga mampir ke rumah” jawab mang Ujang

“baik mang aku lanjut ke rumah dulu” ucap Putra
Baru saja kepikiran untuk kasih kabar mang Ujang, dia sudah tlp aku duluan, jadinya aku akan ke rumah dan membangunkan Rini, karna aku punya rencana bagus.
Sampai dirumah pas sekali dengan adzan subuh, terlihat bi Imah sedang menyirami tanaman-tanaman rumah. Langsung mebukakan gerbang dan aku masuk hanya bersapa dengan bi Imah, karna aku sudah lelah dan ingin segera bertemu dengan Rini.
“gimana lancar malam pertama kamu di Pabrik” tanya Ibu

“lancar bu aku menikmati peran bapak disana, walau banyak gangguan mungkin mereka penghuni disana belum kenal aku saja” jawab Putra
“ehh kamu ini, biarkan saja lagian memang seperti itu kan kamu juga sudah tau dari lama” ucap Ibu

“iyah untung-untung yang sudah biasa, modelan aku bisa celaka karna ulah sendiri ketakutan kan bu” sahut Putra menjelaskan
Ibu akhirnya menyruh aku istirahat sesudah solat subuh, karna jawabnku seperti itu, tidak membuat ibu mngelurkan sepatah katapun, lagian mungkin ibu bisa menerima apa yang aku katakan padanya.
Di mushola rumah aku lihat Rini baru saja selsai solat, dan akupun sama baru selsai solat di kamar, segera aku panggil dia ke kamarku

“ssttt.. Rin hey sini” ucap Putra

“iyah kak gimana kakak mengikuti apa perintahku?” tanya Rini, perlahan
“iyah Rin kakak, sudah cape. Cuma benar ditumpukan kayu seperti ada bayangan hitam kakinya saja menjulang tinggi sampai atap, terus ada suara gini Rin, ning…ning…ning dan bau aneh-aneh apalgi kakak hampir tertimpa tumpukan kayu coba.” Ucap Putra, menjelaskan
“ditempat kayu itu kak?” tanya Rini

“iyah Rini disitu” jawab Putra

“serem bgt ih lit bulu pundaku berdiri kak, Ning… bukankah itu nama nenek yah kak Nining kan?” ucap Rini

“oiyah kan nama nenek itu yah Rin, tapi apa hubungn coba kan?” tanya Putra
“tidak tau kak, tapi sepertinya ini semakin jelas kak” jawab Rini

“semakin jelas gimana Rin?” ucap Putra

Tapi Rini kadang selalu benar, apa semua kejadian adalah petunjuk.
“sepertinya masa lalu jaman kakek sampai sekarang jaman bapak ad kaitanya erat kak, Ning… iyah nama nenek itu benar” sahut Rini sambil berpikir

“lalu Rin?” tanya Putra, penasaran

“kakak dikobakan dan pohon jati melihat apa atau ada kejadian apa?” tanya Rini
“tidak melihat apa-apa Cuma gangguanya kerasa beda Rin suasana jam 2 dini hari dong bayangin saja sama kamu, udah gini aja kakak lelah sekali, pagi ini mang Ujang bakalan datang ke ayah
kamu kasih ini dan biasa kamu cari info lagi yah, pasti mereka membicarakan soal pabrik dan kakak.” Sahut Putra, meberikan tugas ke Rini
“baik kak, aku sudah yakin mang Ujang dan Bapak banyak yang disembunyikan” ucap Rini, paham dengan apa yang d suruh Putra
“soal kejadian ayah kesurupan dll nya sore kakak bangun tdr baru kita ngobrol lagi yah Rin dan sepertinya ada kaitanya dengan hj Roy juragan kedelai itu” ucap Putra
Akhirnya Rini meninggalkanku untuk tidur, setelah Rini keluar aku lupa tidak bilang kalau ada kejadian lain, yang aku membuang wadah Dupa dan Kemenyan, lalu gangguan lainya, mungkin karna aku lelah.
Tapi aku pikir pagi ke tiga berada di rumah di hadapkan dengan kondisi seperti ini seperti ada gairah baru, dunia baru. Walau berkaitan dengan mereka yang gaib.
Tapi aku pikir pagi ke tiga berada di rumah di hadapkan dengan kondisi seperti ini, seperti ada gairah baru, dunia baru. Walau berkaitan dengan mereka yang gaib.
Benar seperti prinsip dasar Sherlock Holmes aku ingat “Jika kau telah menyingkirkan hal yang mustahil, apapun yang tersisa, betapapun mustahilnya, adalah sebuah kebenaran” sore ini semoga Rini dapat info baru dan aku akan banyak yang dibicaran dengan dia.

***
Sekarang aku bisa merasakan, yang orang-orang sering bilang, katanya “tidur dalam keadaan banyak masalah itu tidak enak, bangun-bangun harus kembali memikirkan masalah” tapi aku pikir bukankah hidup tentang membereskan satu masalah, kemudian datang masalah baru?
Melihat jam di Hp tidak terasa sudah jam 15:00, sore selanjutnya aku berada di rumah, dengan beberapa penasaran yang belum aku tuntaskan karna masih banyak pertanyaan.
Pikiranku hanya soal Rini, pagi tadi dan apa kata ayah, ibu, mang Ujang dan bi Imah. Apa yang mereka bicarakan, dan aku masih sangat yakin Rini adiku sangat pintar
Pasti dia mendapatkan informasi yang benar-benar ingin aku tau, hanya itu pikiranku sambil menatap kosong ke atap kamar, aku mendengar langkah kaki mendekat ke kamarku, kemudian berhenti didepan pintu.
“Masuk tidak di kunci” ucap Putra

Menunggu beberapa detik, tidak ada jawaban sama sekali.

“Siapa, masuk saja tidak di kunci.....” ucap Putra kedua kali
Tetap tidak ada jawaban, membuat aku harus bangun dengan terpaksa, ketika baru saja bangun. Tiba-tiba dua bola mataku dibuat terpaku melihat pintu kamar terbuka sendiri, tanpa ada angin sekalipun. benar-benar terbuka bgitu saja.
Seketika, aku melangkah menuju pintu, melihat kanan dan kiri tidak ada siapapun. Pikirku, harusnya ada angin kencang untuk sekedar membuka pintu dari bahan kayu Jati seperti ini, lalu langkah kaki itu?
“Baru saja bangun, sudah disambut dengan hal aneh lagi, entah keanehan yang keberapa ini” ucap Putra mengelengkan kepala
Segera aku menuju kamar Rini, tapi Rini tidak ada di kamarnya, aku putuskan untuk mandi, sambil membawa handuk balik lagi ke kamar, aku melihat Rini tepat dimana Bapak biasa duduk.
Dia sedang membaca sebuah buku dengan santai.
“Rin, gimana tadi pagi?” tanya Putra penasaran

“Banyak yg aku dengar kak obrolan bapak dengan mang Ujang” sahut Rini dengan nada pelan

Aku tidak berkata lain lagi selain menunggu Rini menceritakan hal lainya
“apa yg diperbuat kakak, membuang sesajen itu salah kak, mang Ujang mengetahui karna mang Toha melapor. Mang Ujang menceritakan semua, yang ingin kakak tau pada Bapak, sayangnya obrolan terbuka itu, bahkan aku sama Ibu dan bi Imah ada disitu memperhatikan” ucap Rini
“salahnya kakak dimana membuang sesajen dan mereka bilang apa lagi?” tanya Putra dengan penasaran, dan nada kesal.
“bapak hanya menyalhkan dan bilang nanti bisa bilang baik-baik pada kakak, lalu bi Imah menceritakan juga tentang suara perempuan dan segala gangguan hal-hal gaib yang kakak rasakan pada bapak juga, dan bapak hanya tersenyum” jawab Rini menjelaskan
“terus saja semuanya buat aku penasaran, lantas nama NING itu siapa?! Mereka bilang juga tidak?” tanya Putra

“engga kak, sama sekali hanya aku paham, dari raut muka bapak terlihat kaget...” jawab Rini
Tiba-tiba aku tidak mengetahui dari mana bapak datang karna fokus pada obrolan dengan Rini.
“Rini bisa bapak bicara dulu empat mana dengan kakak kamu?” tanya Bapak

“boleh pak lagian aku mau jalan dulu sama temen” jawab Rini sambil pergi

Aku kaget apa ini obrolan yang sengaja bapak siapkan untuk aku.
“bapak sudah tau semuanya Put” ucap Bapak sambil duduk

“harus dari mana aku mulai bertanya pak?” jawab Putra dengan tegang
“biarkan bapak bercerita dan kamu pahami, kadang kita hanya bisa menerima sesuatu yang sudah terjadi, tanpa harus mengubahnya. Kamu setuju?” ucap Bapak tenang

“tidak selalu begitu.” Jawab Putra, seadanya.
“iyah bapak tau kamu akan menjawab seperti itu, kamu adalah bapak di usia muda, menolak sesuatu yang tidak masuk akal, seolah yang kamu pahami benar, iyah bapak juga begitu pada kakek dulu waktu muda. Tentang pabrik dengan penghuni lainya itu” ucap Bapak
“lalu pak?” tanya Putra kemudian

aku melihat Bapak seolah antara ragu dan yakin untuk menyampaikan apapun itu padauk, tapi aku tidak bisaa lepas menatap raut muka sama-sama tidak enak antara aku dan Bapak.
“lalu tidak ada yang tau, kecuali cerita nenek kamu Nining yang bercerita pada bapak, dan semuanya berubah. Suara yang kamu dengar, gangguan yang kamu alami, itu adalah sosok yang bernama “NINGSIH!” kematianya tragis dibelakang Pabrik Tahu itu, pada jaman kakek kamu
Tapi sayang semuanya menutupi, termasuk kakek. Lalu bapak mengetehaui dan berjanji akan menutup rapat cerita ini. Walau akhirnya, rahasia itu sekarang kamu yang mengetahui.” Jawab Bapak, dengan nada pelan dan tatapan kosong.
“Ningsih? Kematian tragis? Kenapa itu pak?” tanya Putra

“kamu bilang awal kepulangan dan bicara pada Bapak, lelaki hanya omonganya yang bisa dipegang, apa kamu bisa memegang omongan selanjutnya?” jawab Bapak
“untuk apa ini menjadi rahasia?! Apa bapak bersekutu dengan mereka para penghuni itu? Sesajen segala!!!” ucap Putra kesal
Aku tidak mengetahui apa maksud Bapak untuk merahasiakan, itu hanya pesan yang dia dapatkan dari Nenek, bukankah kita berbeda dengan mahluk yang tak kasat mata itu. Disini, sikap tidak menerimaku muncul karna ego dan kekesalan semata.
“bapak hanya meneruskan, semua awalnya kakek kamu, semua ini sudah turun temurun, Ningsih akan datang, ketika ada orang yang menganggu tempat dia
Bapak bukan menakuti kamu, tapi rantai ini sudah terlalu jauh tidak terputus, bahkan Bapak tidak tau bagaimana nantinya” jawab Bapak sambil meneteskan air mata.
Aku tidak setuju dengan apapun yang dikatakan bapak, rahasia macam apa ini dikeluarga besarku, bahkan aku tidak percaya Ibu tidak mengetahui sama sekali, hanya bapak yang tau, itu hanya omong kosong!
Obrolan sore ini tidak puas sama sekali. Setelah obrolan, bapak pergi, dan aku melamun setelah mengetahui, satu nama Ningsih.
Apa ada kaitanya dengan mimpi perempuan hamil, gangguan suara, sosok dan pesan dari orang gila, lalu dari semua kejadian ini masih abu-abu. Aku tetap tidak setuju dengan sebuah kata “Rahasia” untuk sesuatu yang semuanya harus jelas.
Nama Ningsih dan kejadian tragis masih jadi tanda tanya besar untukku. Apalagi ini sudah cukup lama dijaman Kakek, jika itu benar, tidak mungkin pegawai di jaman kakek seperti mang Ujang bahkan tidak mengetahuinya.
Penasaranku tidak habis hanya mengetahui setengah cerita dari bapak, bahkan semakin penasaran, pasti aku akan mencari tau sebenarnya apa yang terjadi di Pabrik Tahu Keluarga ini sehingga misterinya sampai turun-menurun.

-- To be continued --
Oke gw mohon maaf jika di cerita kali ini sangat membuat kalian merasa tanggung, penasaran dan perlu kejelasan. ini awalan pembuka dari “penghuni Pabrik Tahu Keluarga” karna ada kabar baik ceritanya bakalan lanjut di bagian II.
Jujur gw tidak bermaksud menyingung pihak manapun, jika ada kesamaan nama dan cerita gw mohon maaf. Nama tokoh, latar dll adalah nama samaran sesuai dengan kesepakatan gw dengan pemilik cerita.
Dan gw selalu percaya, “biarkanlah setiap cerita bertemu dengan tuanya masing-masing, memberi makna sebebas pembaca yang inginkan”. Kritik dan saran silahkan langsung Dm gw, gw bkalan senang sekali.
Akhir kata, terimakasih kepada pembaca, kepada para suhu-suhu yg selalu support gw, spesial kepada pemilik cerita, salam hormat dari gw! Sampai jumpa dicerita selanjutnya.
Typing to give you story!
Bewarel! They can be around you when you’re reading the story!
Love you and enjoy.

@bacahorror
@ceritaht
@bagihorror

#bacahorror
#bacahoror
#ceritahorror
#ceritahoror
Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh.

Enjoying this thread?

Keep Current with qwertyping (horror writer)

Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

Twitter may remove this content at anytime, convert it as a PDF, save and print for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video

1) Follow Thread Reader App on Twitter so you can easily mention us!

2) Go to a Twitter thread (series of Tweets by the same owner) and mention us with a keyword "unroll" @threadreaderapp unroll

You can practice here first or read more on our help page!

Follow Us on Twitter!

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3.00/month or $30.00/year) and get exclusive features!

Become Premium

Too expensive? Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal Become our Patreon

Thank you for your support!