Selamat membaca
Let's get started
"Temen ta iki nggon e?" (Yakin ini tempatnya?)
Tanya seorang pria bernama Badrun kepada firman temannya yg hanya dijawab dengan anggukan,
"mblusuk tenan panggon e iki, uadoh tekan kampung, omah nok pucuk gunung, edaan cuk"
"Cok rame ae koen, wes ayo melbu, percoyo ta nang aku"
(njir ribut banget, ayo masuk, percaya aja ke aku) jawab temannya Firman,
Rumah yg menyimpan banyak misteri, dibangun dengan kayu yg kokoh namun usang, diterangi dengan cahaya obor terlihat beberapa patung-patung tua,
Suasana malam mencekam serta binatang malam menemani mereka, tak ada angin yg berhembus seolah tempat ini dikhususkan-
*KRIIIEEEEEETT* suara decit lantai kayu yg mereka injak,
"peteng e se cok" (gelap banget anjir) gerutu Badrun,
*TOK TOK TOK* Firman mengetuk pintu
*TOK TOK TOK" untuk yg kesekian kali firman mengetuk pintu.
"Ojo ngomong wong e ga ono, wes adoh-adoh rene, asu"
(jangan bilang orangnya ga ada, kita udah jauh-jauh kesini, anj*ng) protes Badrun,
(mulutmu itu rusak, sabar bentar dong, ngomel mulu kau) ucap firman.
*HUU HUUUUUU HUUU* terdengar suara tangisan,
"jamput, krungu wong nangis a?"
"lapo? " (ada apa?) bisik suara perempuan, suaranya lirih dan serak.
Suara tersebut berhasil membuat mereka berdua tersentak kaget, "asu!!"
Perempuan itu menatap ke depan tanpa melihat mereka berdua yg ada di sampingnya,
belum selesai firman berkata,
"ga iso, poyang ku ga iso saiki, rong dino engkas balio rene"
(tidak bisa, poyangku ga bisa kalau sekarang, dua hari lagi kembalilah kesini) kata perempuan tersebut.
(mbah saya jauh-jauh kesini, tolong mbah, saya akan membayar berapapun biayanya) kata badrun,
perempuan itu melihat ke arah badrun, lebih tepatnya hanya melirik, "syarat e?"
"kulo beto sedoyo mbah" jawab badrun.
Perempuan itu melompat masuk ke dalam rumah, tak lama pintu terbuka, perempuan itu sudah duduk di belakang mejanya.
Perempuan ini bernama Gandhini, berumur setengah abad,
"Duduk" kata Gandhini,
mereka berdua duduk, terlihat di sekeliling banyak pernak pernik barang antik, boneka, patung, kotak dengan ukiran, keris , parang dan benda pusaka lainnya,
Di sisi lain terdapat beberapa kandang, beberapa ayam cemani, ayam putih, kambing, dan juga hewan lainnya,
"tokno syarat e" (keluarkan syaratnya) perintah gandhini,
"Arep mbok apakno arek iki?" (Mau di apakan anak ini?) Tanya gandhini,
"di pateni ae mbah" (dibunuh aja mbah) jawab firman,
"asu koen, ngga lah" (anj*ng kau, jangan dong) sahut badrun sembari memukul kepala firman.
(buat sakit-sakitan saja mbah beberapa hari, yg penting sengsara) pinta badrun kepada gandhini.
Gandhini berjalan ke arah kamar yg ditutup dengan tirai merah, disana ada seorang anak laki-laki
Nampak tidurnya tak nyaman, dia merengek dan menangis dengan mata terpejam, kakinya menendang langit, tangannya mencakar-cakar,
"le, iki sing terakhir"
(nak, ini yg terakhir) kata gandhini meneteskan air matanya.
Tak lama gandhini keluar,
firman dan badrun kebingungan seolah berkata "udah? Gitu doang?",
namun ia tak berani menanyakan hal itu kepada gandhini,
firman memberi kode kepada badrun agar ia memberi uang yg sudah di janjikan kepada gandhini.
Gandini hanya manggut dan menatap mereka berdua dengan wajahnya yg ngeri, firman dan badrun segera masuk mobil dan memacu kendaraannya meninggalkan rumah tersebut.
Bu Emi menangis tak henti-hentinya melihat Diana putrinya terpasung,
"sopo sing tego gawe anak ku koyok ngene? Tak patenane..!!"
(Siapa orangnya yg berani membuat anakku seperti ini? Akan kubunuh..!!) Teriak Pak Tikno.
(nak, kesinilah, aku mau bicara) panggil wak Suro kepada bu Emi dan pak Tikno,
mereka bertiga kemudian duduk di samping kandang tempat Diana di pasung.
"wes meh rong ulan arek iki koyok ngono, sik mbok jarno ae ta?"
(Sudah hampir dua bulan anak itu seperti ini, apa masih saja kalian biarkan?) Tanya wak suro.
"ga iso ngene terus wak, lek sampeyan sanggup, aku bakal nyediakno opo sing sampeyan butuhno"
(tidak bisa seperti ini terus wak, kalau Anda sanggup, saya akan menyediakan yg Anda butuhkan) jawab pak Tikno.
Ucap bu Emi lirih hampir tak terdengar,
pak Tikno melirik bu Emi,
"ga ono cara liyo"
(ga ada cara lain) tandas pak Tikno, yg kemudian berganti melihat wak suro.
(Aku akan turun tangan, aku ga mungkin tega membiarkan anak itu begini, bagaimana pun aku sudah anggap Diana itu cucuku sendiri), jelas wak suro.
(sudahlah yakin saja, berdoa lah agar kita akan menang) kata pak Tikno sembari mengelus pundak istrinya itu,
bu Emi tak menjawab, ia hanya bisa menatap sedih kondisi putri nya yg mengenaskan.
Dua bulan sebelumnya
_______________
"Bu, Diana pamit berangkat kerja" teriaknya,
"hati-hati nduk" (nduk=nak, panggilan anak perempuan), diana menstater motor butut nya menuju kantor.
tawar seorang laki-laki bernama Yoga,
diam-diam yoga mengagumi diana sejak mereka masih duduk di bangku sekolah.
"Hmmm" jawab Diana sekenanya dengan masih sibuk mengerjakan laporan di komputer,
Diana menghentikan pekerjaannya lalu melihat Yoga,
"move on dong Yog, aku kan udah berkali-kali nolak kamu hehe" ucap Diana dengan nada manja,
"udah ah mau fokus kerja, kamu ngga kerja apa?" Lanjut nya.
Diana hanya menggeleng kepala melihat kelakuan Yoga yg sama sekali tak berubah.
Jam kerja pun usai seperti biasa juga Yoga menunggu Diana untuk pulang bersama.
ia pergi dengan motor nya begitu saja,
Yoga mengejar Diana membuntuti nya dari belakang.
Setelah Diana selesai berbelanja, Yoga meminta nya untuk berbicara sebentar,
Yoga pun manggut.
"Di, aku tau kok perasaan mu ngga berubah ke aku, tapi kamu masih mau kan jadi temen ku? Jangan ngehindar terus, itu buat aku sedih Di" ucap Yoga,
Wajah Yoga nampak sedih mendengar kata-kata itu dari mulut orang yg ia cintai,
"ini gelang persahabatan buat kita pake berdua, kamu mau pake kan Di?" Tanya Yoga
namun ia tak mampu menolak pemberian dari orang yg di anggap kakaknya itu, Diana manggut,
Yoga segera mengenakan gelang tersebut ke pergelangan tangan Diana.
"Ssssshhh ssshhh sssshhh"
suara desisan seperti ular membangunkan Diana dari tidurnya, matanya sibuk mencari kesana kemari dimana sumber suara itu, setelah ia pastikan itu hanya salah dengar atau halusinasi nya saja, Diana melanjutkan tidurnya.
segera ia memegangi kepalanya, jarinya sibuk mencari-cari sesuatu yg ada di rambut nya,
tangannya merasakan segumpal rambut kasar.
rambut itu berwarna sedikit putih seperti rambut orang tua yg beruban,
ia buru-buru membuang rambut itu melempar nya ke lantai,
sekejap saja rambut itu berubah menjadi ular.
Ia naik ke atas kasurnya dengan masih teriak, ia meloncat-loncat ketakutan,
Keesokan hari nya ia terbangun, melihat keadaan sekitar,
"apa semalem itu mimpi?" Tanya nya pada diri sendiri, ia meraba rambut nya dan memeriksa mulutnya,
"ah pasti cuma mimpi" katanya-
"Wis tak siapke nduk maem e, ibu tak nang kebon sik yo, ngirim sarapan e bapak mu"
(sudah ibu siapin makanannya nak, ibu mau ke kebun dulu, anter sarapan untuk bapakmu) kata bu Emi.
Diana hanya manggut, ia melihat makanan di depannya sama sekali tak berselera,
Ia hanya minum air lalu pergi berangkat kerja sama sekali tak menyentuh sarapannya, di tengah perjalanan menuju kantornya,
Diana merasa badanya sangat panas, bukan demam,
Ia segera menghentikan motor nya, melihat kulitnya yg kemerahan ia panik dan segera pergi ke klinik terdekat, ia pun di resepkan obat dan salep untuk kulitnya yg panas dan memerah.
(sebenarnya kenapa sih kamu nak? Sampai merah-merah gini badanmu)
tanya bu Emi sembari mengoleskan salep ke seluruh kulit Diana yg memerah.
(kurang tau buk, berangkat kerja kemarin lalu memerah kayak gini) jawabnya,
"Obat e wes di ombe po rung?"
(Obatnya sudah di minum apa belum?) Tanya bu Emi.
"panas e nekan-nekan buk, kulo titeni kok mesti jam sedoso dalu keraos panas, sakniki mboten panas"
(panas nya datang tiba-tiba bu, saya inget-inget setiap jam sepuluh malam terasa panas, sekarang ga panas) lanjutnya.
(Ya sudah semoga saja ada hasilnya minum obat sama di oles salap nya itu ya nak) ucap bu Emi.
Diana hanya manggut lalu pergi ke kamarnya, sudah dua hari ini ia tak berselera makan sama sekali,
**Malam sekitar pukul 22.00**
Badan Diana terasa panas, ia tak bisa tidur, ia putuskan untuk ke kamar mandi, mungkin setelah berendam, ia tidak akan merasa kepanasan lagi, sepanjang perjalanan ke kamar mandi,
Saat ia mencari menengok kanan-kiri tak ia temukan ular tersebut, ia mempercepat langkah kakinya menuju kamar mandi,
segera ia guyur kepalanya dengan air, *CCEESSSSSS* bagaikan kayu terbakar yg tersiram air,
"Aaaaakkkhhh" teriaknya,
kulit nya semakin memerah membara, Diana menggeliat kesakitan, berteriak meminta tolong,
bu Emi dan pak Tikno segera menghampiri Diana.
(Ya Allah, nak kenapa kamu ini?) Teriak bu Emi,
pak Tikno segera membopong Diana ke kamarnya, kulitnya masih memerah, namun kali ini Diana pingsan, Mungkin karena tidak kuat menahan sakitnya.
"Ayo maem sik nduk, wes pirang-pirang ndino awak mu ra maem"
(ayo makan dulu nak, sudah beberapa hari kamu tidak makan) pinta bu Emi,
Diana hanya terdiam tak menjawab ibunya.
ia ingin mengatakan itu kepada ibunya, namun tenggorokan nya tercekat tak bisa bersuara, "
eeh eh eh" ucap Diana yg tak di mengerti ibunya.
(minum dulu nak) kata bu Emi,
setelah Diana minum, tak berapa lama ia memuntahkan seluruh isi perut nya, nasi dengan darah kental keluar dari mulutnya.
"Nduuk..!!" Teriak bu Emi,
mendengar teriakan istrinya pak Tikno segera mengahampiri bu Emi-
"ga beres iki buk, rupane ono sing macem-macem karo Diana",
(Ada yg tidak beres buk, rupanya ada yg macam-macam kepada Diana) kata pak Tikno,
pak Tikno segera mengambil air dan membacakan doa, lalu mengusap seluruh tubuh diana dengan air tersebut.
hanya sesekali ia mendesis seperti ular, tak lama Diana tenang dan pingsan,
bu Emi dan pak Tikno membiarkan Diana untuk beristirahat.
(Gimana kondisi Diana pak?) Tanya bu Emi,
"yo sik pancet, iki mau aku mek nahan cek ga kelaran, aku te njaluk tulung wak suro"
(ya tetap seperti itu, aku tadi hanya menahan nya agar Diana tidak merasa kesakitan, aku akan minta tolong wak Suro) ucapnya.
"wak Suro ga ngarah gelem, wong e wes leren, pak"
(wak Suro ga akan mau, dia sudah berhenti, pak) ucap bu Emi,
pak Tikno hanya diam lalu meninggalkan bu Emi sendirian di depan kamar Diana.
Diana terbangun dari tidurnya nya, ia melihat ibunya tidur disampingnya,
diam-diam Diana melangkahkan kaki, ia membuka pintu dengan pelan lalu berjalan keluar rumah, ia mengamati sekitar rumah, sepi.
Ia mengambil seekor ayam lalu mencabik nya dan memakan daging ayam mentah-mentah.
Merasa masih lapar Diana segera berlari dan mengejar tikus, ia menelan tikus itu bulat-bulat,
"woi sopo neng kono?" (Woi siapa disitu?) Teriak pak tikno.
Pak tikno yg dari cek kebun, mengarahkan senter nya ke arah bayangan itu, kaget melihat putrinya berlumuran darah dengan membawa bangkai-
"asu..!! Koen duk anak ku, minggat koen tekan awak e anak ku..!!"
(Anj*ng..!! Kamu bukan anakku, pergi kamu dari tubuh anak ku..!!) Teriak nya,
pak Tikno memejamkan mata dengan bibir nya komat kamit membca doa, Diana segera berlari hendak mencekik-
Namun belum sampai ia menyentuh pak Tikno, tubuh nya terpental lalu pingsan, dari dalam rumah terdengar bu Emi teriak mencari dengan memanggil nama putri nya,
"nduk,, Diana" ucapnya.
**Malam berikutnya di jam yg sama pukul 22.00**
(tunggu aja, bentar lagi anak itu akan keluar, udah beberapa hari ini dia terbangun jam segini, selain itu pasti tidur) bisik pak Tikno kepada bu Emi.
(sebenarnya ngapain anak itu keluar? Bajunya berlumuran darah, dari kemarin ga bisa makan, ga kemasukan nasi sama sekali dia) tutur bu Emi.
(mau apa lagi kalo tidak cari makan) jawab pak Tikno,
mata bu Emi terbelalak kaget,
"mangan opo pak?" (Makan apa pak?) Tanyanya lagi,
"sssst" ucap pak Tikno lirih sembari menunjuk kamar Diana dengan kepalanya.
pak Tikno yg hendak mengejar Diana tertahan bu Emi, tangannya menarik lengan pak Tikno,
"melu pak" (ikut pak) pintanya,
"enteni di kene wae, ewangi ndungo, ngerti"
"duh gusti, mugi mawon anak kale garwo kulo selamet" (ya Allah Semoga anak dan suamiku selamat) harap bu Emi dalam doanya.
"cak.. caak Tik..!!" Panggil seorang warga bernama cak Budi,
Ia berlari menghampiri pak Tikno dengan nafas terengah-engah.
"ayo terno aku rono" (ayo antar aku kesana) pinta pak Tikno,
wajahnya menegang, ia sangat khawatir jika warga tau kondisi putrinya.
Ia sedang asyik memakan beberapa ayam milik warga, ia mengunyah nya dengan lahap, tinggal tulang belulang yg tersisa,
pak Tikno nampak sudah tidak kaget menyaksikan putrinya seperti itu.
(ayamnya siapa? Besok datang lah kerumah, akan ku ganti, Bud, aku minta tolong warga suruh kembali ke rumah masing-masing) pinta pak Tikno.
Kejadian seperti ini sudah berlangsung selama seminggu ini, warga pun banyak yg protes karena kelakuan Diana sangat meresahkan warga.
memakannya dan meninggalkan bercak darah dirumah warga tersebut,
"mending endi arek iku di pasung opo di usir tekan kampung iki?"
Bu Emi dan pak Tikno tak bisa berkutik, mereka harus merelakan putrinya itu di pasung.
Ucap diana lirih, bu Emi hanya mengelus rambut anaknya, tak tau harus berbuat apa lagi,
semakin hari kulitnya melepuh mengeluarkan darah dan nanah,
Diana sama sekali tak makan sejak di pasung.
"opo-opoan iki??" (Apa-apaan ini?)
Bu Emi kaget dan menunduk, ia diam-diam membawa ayam mentah agar Diana bisa makan,
"lek ga ngene, Diana ga mangan pak"
(Kalo ga begini, Diana ga makan, pak) jawab Bu Emi lirih,
"ga ngene carane buk..!!"
(Gak begini caranya Buk) ucap pak Tikno setengah berteriak.
"Trus mbok jarno anak e ora mangan? Diana mati duk perkoro setan itu, tapi mati polae keluwen pak..!!"
Pak Tikno dan Bu Emi menangis mereka tak tahu harus bagaimana lagi,
dengan berat hati mereka memberikan ayam mentah itu kepada Diana.
Sebelum pulang wak Suro berpesan kepada pak Tikno
"poso o muteh telong ndino iki, siapno degan, getih pitek cemani sak cukupe, syarat liyane mengko aku sing nyiapke"
Pak Tikno manggut dan mengantar wak Suro ke halaman depan.
mulut bu Emi terus komat kamit membaca doa yg ia bisa.
Wak Suro mengambil darah ayam cemani, meminum nya seteguk, sisanya ia masukkan ke dalam air kelapa muda,
Tak lama wak suro membuka mata, dia manggut-manggut,
"wes ero aku sopo sing ngelamak karo putu ku"
(kini aku sudah tau, siapa yg kurang ajar dengan cucuku)
"Sinten wak? Nopo kulo kenal? Tak patenane wong e"
(siapa wak? Apa aku kenal? Aku akan membunuhmu nya) tanya pak Tikno,
Wak Suro melirik pak Tikno dan menggeleng,
"wes jogoen anakmu, aku sing budal dewe, iki ngono gampang"
Pak Tikno hanya manggut dan menuruti kata-kata Wak Suro.
"Pak arep nang ndi wak suro? Cegaten pak, aku khawatir"
(pak mau kemana Wak Suro? Tolong dicegah aku khawatir)
4. Poyang
*BRUAAKK* Wak Suro mendobrak pintu rumah Gandhini,
"metuo koen..!! ojo api-api budeg"
( keluar kamu..!! jangan pura-pura tidak mendengar) teriak wak Suro.
"lek ero iku putumu, aku ga katene melok-melok, tapi wes kadung nyemplung, aku ga mungkin ngehindar"
(Kalau saja aku tahu itu adalah cucu mu, aku tidak akan ikut campur, tapi aku sudah terlanjur aku gak mungkin menghindar)
"ga usah wedhi, ono aku"
(jangan takut, ada aku) ucap anaknya.
Bukan, bukan anaknya tapi nenek moyang yg merasuki anak ini (next sebut saja poyang),
suara berat nan serak terdengar dari mulut poyang, dia berjalan pelan membungkuk layaknya seperti orang tua.
(jalan saja ga becus, sok nantang) ledek Wak Suro dengan tertawa kecil,
"Hhmmmmhh" ucap poyang terdengar seperti menggeram, ia melotot ke arah Wak Suro.
setelah sekian lama suasana hening,
poyang memuntahkan darah dari mulutnya,
"cabuten setan mu di putuku, opo koen tak tandangi?"
poyang itu merasa tak terima akan kekalahan nya,
"GAK, ANAKMU KUDU SOROH"
(TIDAK, ANAKMU HARUS MENDERITA) bantahnya.
(Sekarang pilihan ada di tanganmu, Ni, kamu lepaskan cucuku, atau kamu kehilangan anakmu ini?) Tawar Wak Suro pada Gandhini.
ia segera membawa poyang ke dalam rumah,
"culno ae mbah, aku ga gelem kelangan anakku"
(lepaskan saja Mbah, aku gak mau kehilangan anakku).
(Apa kamu yakin? Masalahnya nya ini bisa kembali ke orang yang meminta) ucap poyang.
"Babah wes mbah, aku ga iso lek kelangan anakku siji-sijine iki"
poyang manggut dan memejamkan mata, tak lama ia membuka mata.
Poyang berjalan menuju Wak Suro, memberi sebuah kantung hitam,
"umbahen iki karo banyu kembang, kintirno nang segoro"
______________
5. Siapa Dalangnya?
"Assalamualaikum.." ucap Yoga,
"waalaikumsalam, le.. suwe ora rene" (lama gak kesini) ucap bu Emi menyambut kedatangan Yoga,
(Iya maaf budhe, saya tugas keluar kota sebulan ini, keadaan Diana bagaimana?)
Bu Emi tertunduk lesuh dan mempersilahkan Yoga duduk, Yoga memberi bingkisan kepada bu Emi.
(Kamu sudah mendengar kabar Diana ya nak?) Tanya bu Emi balik, Yoga manggut
"Diana niku lare sae budhe, kok tasik enten sing jahat kale Diana"
(Diana itu orang yg baik budhe, kenapa masih ada orang yg jahatin Diana) ucapnya,
"nembe mawon pak dhe" (baru saja pak dhe) jawab Yoga.
Setelah lama mereka berbincang, wak Suro datang, wajahnya terlihat marah,
"ayo melu aku nang segoro, koen pisan le" (ayo ikut aku ke laut, kamu juga nak) ajaknya.
Setelah sampai di laut Wak Suro menjelaskan semuanya, wak Suro membuka kantung hitam itu, disana ada foto dan rambut Diana.
"mariki ayo di parani nang omah e, Yoga melu aku, Tikno jogoen anak karo bojomu"
(sebentar lagi ayo kita ke rumahnya, Yoga ikut aku sementara Tikno jagalah anak dan istrimu).
(Tidak bisa wak, aku harus ikut, akan ku penggal kepalanya..!!) Katanya dengan nada marah,
"yo ngene iki, mulak e aku ga iso ngajak awakmu, lek koen te mateni arek e, iso dadi perkoro, koen di penjara, gelem a koen?"
"pak dhe teng griyo mawon nenggo budhe kale Diana, kersane kulo kale Wak Suro mawon mriko"
pak Tikno pun setuju dan kembali kerumahnya.
Dirumah nya, bu Emi yg masih menunggu Diana,
"buuk..!!" Panggil Diana, bu Emi senang bukan main,
"nduuk" ucap bu Emi sembari memeluk putri nya.
Perlahan luka ditubuh Diana mengering, meski tak 100% kulitnya bersih, setidaknya kulit nya sudah tak melepuh dan mengeluarkan bau busuk lagi,
(Aku buka pasungnya, tadi wak Suro bilang sudah boleh dibuka) kata pak Tikno yg baru saja datang,
setelah pak Tikno membuka pasung, ia segera membopong Diana ke kamarnya,
"pak tak rumat e Diana yo"
"Wak, tirose kajenge teng griyane tiang e" (wak, katanya mau kerumah orang itu) tanya Yoga,
wak Suro tersenyum, "ga usah, engko lak wong e moro dewe, ga ngarah kuat ngempet suwe-suwe"
Yoga nampak bingung,
"wes saiki mulih o le" (sudah, sekarang pulang saja kamu nak) lanjut Wak Suro.
"Sajane aku sik penasaran, wak, sopo sing gawe Diana koyok ngono"
(sebenarnya aku masih penasaran, wak, siapa yg sudah buat Diana seperti ini) tanya pak Tikno kepada Wak Suro.
bu Emi dan pak Tikno nampak kaget,
"adine kowe wero sopo pelakune nduk?" (Jadi kamu tau siapa pelakunya nak?) Tanya bu Emi.
"ojo gawe bapak karo ibu mu bingung, nduk, ndang cerito"
(jangan buat bapak dan ibumu bingung, nak, ayo cerita) ucap pak Tikno.
Flashback Diana
(sudut pandang sebagai "aku")
_________
Handphone ku berdering, ku lihat ada nama seseorang disana.
"maaf mas, aku sibuk kerjaan banyak, ini baru selesai dan mau pulang, sudah dulu ya" jawabku mengakhiri telepon malam itu.
"mas ngapain disini?" Tanyaku, yg hanya di jawab dengan tawa kecilnya.
(Aku ga suka liat kamu sama cowo lain, dek, kamu mau kan balikan sama aku?) Tanya nya.
(cukup bersaudara saja mas, aku juga tidak dekat cowo lain saat ini) jawabku,
malam itu tak akan pernah aku lupa.
Dia begitu marah lalu menarik rambutku,
"Kau akan mati dengan perlahan dan merasakan sengsara untuk waktu yg sangat lama" ucapnya lalu meninggalkan ku, aku berusaha sekuat tenaga untuk pergi dari sana.
jadi aku putuskan untuk shalat malam, selesai aku ambil wudhu dan mengenakan mukenah,
pada rakaat pertama, leherku terasa di cekik.
aku hendak melanjutkan shalat ku lagi,
kejadian itu terulang, leherku kali ini makin tercekik dengan erat, aku berdoa tak henti-hentinya.
Kali ini aku merasakan panas, badanku seperti berada di tumpukan api yg membara,
aku masih bisa menahannya, aku tak mau membuat kedua orang tua ku khawatir.
setiap aku shalat leherku terasa di cekik, dan tiap pukul 10 malam badanku terasa terbakar,
puncak nya ketika aku bertemu ular di kamarku, ular itu masuk ke mulutku.
Flashback selesai
(Sudut pandang sebagai orang ketiga)
________
(BADRUN? YG MEMBUAT KAMU SEPERTI INI ADALAH BADRUN?) Tanya pak Tikno,
kedua orangtua Diana tau mereka sempat menjalin hubungan.
"koen ora usah repot-repot mateni arek iku, arek e wes atuk balesan e, wes mati"
(kamu ga perlu repot-repot membunuh dia, dia sudah dapat balasannya, sudah meninggal) ucap Wak Suro.
*TOK TOK TOK*
panggil seorang di luar rumah,
pak Tikno keluar untuk melihat siapa yg datang,
"ngapunten pak, Diana enten? Kulo badhe nyampe aken niki teng Diana"
(maaf, apa Diana ada? Saya mau menyampaikan ini ke Diana) kata orang itu.
"kowe iki sopone arek biadab iku?"
(Kamu ini siapa nya anak biadab itu?) Tanya pak Tikno.
"Kulo Firman, rencange Badrun, pak"
(saya Firman, teman Badrun, pak) jawabnya.
(Sialan kamu, jangan-jangan kamu juga terlibat ya?) Tanya pak Tikno sembari menarik baju firman.
_________
Cerita Firman
(Sudut pandang sebagai "aku"
_________
(anjir, cewe t*i, aku diputusin) ucap Badrun marah-marah saat datang kerumahku,
aku pun bertanya
"karo Diana? Lapo kok putus?" (Sama Diana? kenapa kok putus?).
(Selingkuh mungkin, entahlah ingin rasanya aku santet, kamu punya kenalan dukun ga?) Tanya Badrun.
(gila ya kamu? Nggak takut kembali ke dirimu sendiri? Resikonya besar loh) jawabku.
(halah, nggak peduli aku, aku sudah terlanjur suka, jika tidak bisa denganku juga tidak bisa dengan yang lain) katanya.
kami berangkat setelah magrib, dan sampai disana sekitar pukul 10 malam.
Kudengar dari Badrun santet nya berhasil, Diana kini di pasung karena penyakit anehnya.
namun tiba-tiba dia menelfon ku, dia bilang malam itu badannya sangat panas.
Kedua orang tua Badrun sudah tiada, hingga hanya aku lah teman dekat nya yg dia mintain tolong.
kadang dia mengeluh lehernya sakit seperti di cekik, aku sama sekali tak bisa berbuat apa-apa.
sepertinya rumah itu sudah di tinggalkan,
aku datang ke beberapa dukun lain, jawabannya semua sama.
kata beberapa dukun yg kutemui, akhirnya aku meminta Badrun untuk meminta maaf kepada Diana,
tapi Badrun bukan orang yg mudah, dia selalu menolak, "tidak sudi" katanya.
dia menyuruhku menulis surat untuk Diana, saat dalam perjalanan kerumah Diana,
aku mendapat kabar kalau Badrun telah meninggal.
Cerita Firman selesai
______
Terimakasih sudah membaca thread saya, semoga bisa berjumpa di thread selanjutnya, tetap jaga kesehatan yaa 😘