My Authors
Read all threads
^^Misteri Di Desaku^^

Cerita ini bukan aku sendiri yg ngalamin, ada beberapa narasumber, tapi bakal aku jadiin satu dan jadi orang yg sama biar ga bingung.

Thread horror story

@bacahorror #bacahorror

@ceritaht #ceritaht

@InfoMemeTwit
Kupijakkan kakiku memasuki pelataran masjid mewah nan megah ini, kuarahkan pandanganku ke kubah berwarnah emas dan hijau, mataku menyapu seluruh tempai ini. Ya, di depan ku sudah dibangun masjid yg besar dan megah, tak kusangka dulu pernah singgah disini,
pernah kos disini ditanah ini.

Pikiranku menerawang jauh, mengingat-ingat kejadian waktu itu, beberapa tahun yg lalu.

-----------
Flashback 7 tahun yg lalu
-----------
Tak terasa waktu menunjukkan pukul 23.00, sudah lama rupanya aku mengerjakan mata pelajaran Geologi yg rumit ini, krauk krauuukkk terdengar suara perutku yg lapar, segera aku pergi ke dapur untuk memasak mie goreng andalanku.
"Ctaakk" kunyalakan kompor sambil menunggu air mendidih kumainkan handphone ku dengan asyik. "Huuuhuuuuuuuu huuuhuuu" aku mendengar suara tangis anak kecil, segera aku mencari asal sumber suara tersebut, kubuka jendela dan kulihat pekarangan rumah ini, lebih tepatnya tempat-
kos ku ini.

Ya aku indekos disebuah rumah yg pemiliknya adalah kakek dan nenek berumur sekitar 60 tahunan, rumah kuno dari kayu model joglo. Tujuan ku kos saat itu karena sekolahku yg lumayan jauh dari rumah, aku masuk sebuah SMA favorit terkenal, makanya aku semangat meskipun-
membuatku jauh dari kedua orangtua.

Aku kaget karena melihat anak kecil berkaus putih lusuh, memakai celana pendek berwarna gelap, wajahnya pucat, berkulit bersih dan berambut lurus cepak. "Ndelok opo kowe nduk?" (lihat apa kamu nak?) terdengar suara keras dan meninggi-
mengagetkanku, aku hanya menelan ludah belum bisa menjawab karena shock.

"Wes tak wanti-wanti kowe ket awal melbu rene, ojo katek ndelok utowo nang karangan mburi, kok dengkal" (sudah saya peringatkan kamu dari awal masuk sini, jangan sampai melihat atau kebelakang pekarangan-
belakang, kok masih ngeyel).

Aku tetap tidak bergeming sedikitpun karena selama yg kutahu kakek adalah seorang yg ramah dan banyak senyum, berbeda dengan kali ini, "kulo...kulo" (saya... saya).
Semua penghuni kos berhambur keluar menuju dapur karena mendengar teriakan kakek memarahiku, aku takut saat itu dan malu karena aku baru masuk kos sudah membuat ulah.
"Wis bengi nduk, ayo podo melbu kamar kabeh, awakmu pisan mei" (sudah malam nak, ayo semua pada masuk kamar, kamu juga mei) tutur kakek kepada kami semua, dengan suara lembut dan senyumnya, yg berubah drastis.
Setelah makan dan tugasku selesai aku beranjak tidur, aku masih memikirkan hal tadi, kenapa kakek dan nenek tidak membuka pintu tersebut, padahal kulihat disana sangat nyaman nan teduh, dan ada sumur yg terlihat tua dan sudah tak terpakai ditutup dengan kayu serta ada bekas-
kamar mandi tak terurus di pojok sebelah sumur.

Tak terasa aku sudah terlelap tidur, aku bertemu anak kecil tadi dalam mimpiku, dia terlihat menangis dan murung, dia melihatku dan berjalan kearahku kemudian menarik tanganku untuk mengajakku bermain.
Kami bermain bola dan petak umpet, kulihat dia sudah mulai tersenyum dan ceria, saat aku bermain petak umpet aku jatuh tersungkur ke tanah lumpur, anak laki-laki tersebut tertawa terbahak-bahak melihatku seperti itu.
Gedebugg.. "aduuuh" tenyata aku terjatuh dari ranjang, kulihat hari sudah terang ,sudah pukul 04.45, aku segera ke kamar mandi berwudhu untuk menunaikan kewajibanku sebagai seorang muslimah
Saat aku berwudhu kulihat tanganku ada beberapa luka dan ada lumpur di siku, kuingat-
kembali ini lumpur dan luka yg sama seperti di mimpiku tadi."

Dimalam berikutnya aku bermimpi lagi bertemu dengan anak laki-laki ini, bahkan berminggu-minggu setiap malam aku memimpikannya bermain bersama dia, sampai aku tahu namanya, ya namanya Juna.
Malam minggupun tiba.

Aku bersama anak-anak kos sedang berbincang santai di teras rumah ditemani gorengan dan teh hangat, kami bercanda dan membahas seputar sekolah dan guru.
Tiba-tiba teman kos ku bertanya,

"Mei wingi nyapo toh kok mbah ngamuk nang kowe?"

(Mei kemarin kenapa sih kok kakek marah sama kamu?), aku menjelaskan seadanya.
"Tenanan mei? Kene ra tau ngerti kok lek ono karangan neng mburi, malah ra tau di kandani blas"

(serius mei? Kita ga pernah tau kalau ada pekarangan di belakang, malah ga pernah dikasih tau sama sekali) celetuk salah seorang teman ku.
Lalu aku bertanya "si mbah duwe anak po ra yo?" (Kakek nenek punya anak apa ngga ya?).

"Yo duwe mei, anak e lanang tapi jarene sih mati pas umur 10 tahun jenenge Juna", (ya punya mei, anaknya laki-laki tapi katanya sih meninggal waktu umur 10 tahun namanya Juna).
"Lah sama dong dengan anak yg kulihat di sumur tempo hari?

Yg datang ke mimpiku dan main bersamaku belakangan ini, dia juga anak laki-laki berumur sekitar 10th an dan namanya Juna" batinku.

Disini rasa penasaran ku dimulai, ada apa sebenarnya disana? Aku memang bisa melihat,
merasakan, dan mendengar "mereka", aku merasa ada yg tidak beres disini, dan aku perlu menyelesaikan hal ini.

Tak terasa sudah larut malam kami satu per satu mulai masuk kamar tak terkecuali aku, akupun terlelap dalam tidurku hingga aku bermimpi..
Iya mimpi yg sama,

Juna datang dan mengajakku bermain seperti biasa, disitu aku hanya diam karena aku merasa ada yg Juna sembunyikan.

"mbak ayo loh numpak sepeda" (mbak ayo dong naik sepeda).
Aku hanya menatap anak kecil di depan ku ini dengan rasa penasaran penuh tanya.

"Kok meneng ae sih mbak, ayo tala dulinan" (kok diem aja sih mbak , aya dong main), sambil merengek Juna menarik-narik lengan bajuku.
"Ora, kowe loh goro nang mbak, kowe ono sing disingitno tekan mbak se? Mbak ra seneng karo Juna, mbak ra gelem dolanan karo Juna neh" ( ngga, kamu loh bohong ke mbak, kamu ada yg disembunyikan dari mbak kan? Mbak ga suka sama Juna, mbak ga mau main sama Juna lagi) jelas ku.
Juna terlihat menunduk sedih, terlihat dari bibir Juna yg ingin bercerita namun seolah menahannya.

Juna mencoba membujukku untuk bermain lagi karena dia juga bingung bercerita atau tetap menyembunyikannya saja.
"Mbak wes ero kowe anak e mbah Rohman kan?(mbah rohman adalah kakek yg mempunyai kos yg aku tinggali ini),mbak pengen kowe ngomong jujur"
(mbak udah tau kamu anak nya mbak Rohman kan? Mbak ingin kamu bicara jujur).
Juna masih terdiam menatapku dengan wajah pucatnya, aku mulai beranjak pergi hendak meninggalkannya karena aku tidak ingin memaksa dia untuk bercerita.

"Iyo mbak, aku arep cerito" (iya mbak aku mau bercerita), mata Juna berlinang air mata sambil meraih tanganku agar aku tidak-
pergi.

Disitu Juna bercerita tentang apa yg menimpa dia.

....cerita tentang Juna....

Juna adalah seorang bocah kelas 4 SD, dia sangat nakal karena memang orang tuanya yg memanjakannya, maklum dia anak satu-satunya, karena kenalakannya dia sering bermain sendiri dan tidak-
punya teman.

Hari minggu adalah hari yg pas untuk bermain.

Juna bermain dipekarangan belakang rumah, dia hendak mencuci sepedanya di dekat sumur, karena memang tidak ada kran air ataupun PDAM saat itu, dia hanya mengandalkan ember.
Jbyuuuurrrr..Juna tercebur dalam sumur, tidak ada yg membantunya saat itu Ayahnya (kakek Rohman) sedang ikut kerja bakti, sedangkan ibunya (nenek Sita) ke pasar. Hari menjelang siang, ayahnya pun telah kembali kerumah berbarengan dengan ibu Juna.
"Le, iki ibu tukokno jajan senenganmu" (nak, ini ibu belikan kue kesukaanmu) teriak ibunya memanggil juna,

"nyapo to buk bengok-bengok? Di parani ae, paling arek e turu di kamar e" (kenapa sih teriak-teriak bu? Hampiri saja paling anaknya tidur di kamarnya) sahut kakek rohman.
Nenek Sita pun segera masuk ke kamar juna, ia melihat anakya tidak ada di ranjang, "ora onok pak e, nang ndi seh cah kuwi?" (Tidak ada pak, kemana sih anak itu?) tutur nenek sita yg mulai panik. Mereka berdua pun mencari ke seluruh rumah, di sekitar rumah termasuk belakang rumah.
"Lah kuwi sepeda e nok kunu kok, berarti cah kuwi ora dolan adoh-adoh buk" (lah itu sepedanya disitu kok, berarti anak itu tidak main jauh buk) jelas kakek rohman meyakinkan nenek sita.

"Wes ayo pak golek i nang tonggo, bek e ta nang omah e kancane cah kuwi"
(Sudah mari kita cari ke tetangga siapa tau anak itu main kerumah temennya) ajak nenek sita, kakek rohman mengangguk tanda setuju, mereka berpencar kerumah tetangga untuk mencari teguh.

Di jalan saat mereka mencari juna, kakek rohman bertemu pak RT, "pak kok kelihatannya-
Panik begitu, apa ada masalah?" Tanya pak RT.

"Ini pak RT, juna dari tadi saya cari-cari belum ketemu, sudah cari kerumah temennya dan ke tetangga tidak ada yg tau keberadaan teguh" jawab mbah rohman,

"kalo begitu kami akan bantu cari pak, saya akan kumpulkan warga dahulu"
tutur pak RT.

Pat RT memukul kentongan agar warga berkumpul, setelah warga berkumpul mereka mencari juna bersama, hingga sore menjelang tak ada warga satupun yg menemukan juna, nenek sita makin panik, bagaimana tidak, anak semata wayangnya hilang.
"Gimana ini pak? Sudah sore juna belum ketemu juga" ucap nenek sita sambil menangis,

"sebentar lagi adzan maghrib, mari kita shalat jamaah dulu, nanti setelah shalat kita berkumpul lagi untuk mencari juna lagi, kita akan mencari ke desa tetangga" ajak pak RT.
Semua warga pun kembali kerumah masing-masing, kakek rohman yg hendak sholat pun mengisi pancuran untuk berwudhu.

Saat timba turun ke permukaan air, terasa ada yg menghalangi, kakek rohman pun memeriksa menggunakan petromax untuk menerangi.
Betapa terkejutnya kakek rohman ketika tau kalau ada sosok tubuh yg mengapung, perasaannya tidak enak, dan mengarah kepada juna, di angkatnya tubuh tersebut dengan timba, setelah tubuh tersebut berada di tanah "buuuuukkkk, juna buuukk" teriak kakek rohman.
Nenek sita yg masih terduduk lemas di dapur pun segera berlari menghampiri suaminya,

"ono opo pak, ndi juna?" (Ada apa pak? Mana juna?) tanya nenek sita, kakek rohman tak menjawab dan masih menatap juna yg sudah membiru dan terbujur kaku.
"Juna? Itu juna pak e?" Tanya nenek sita untuk memastikannya lagi, nenek sita yg tak kuat melihat jasad putranya, ambruk seketika.

"Buk sadar buk, sadar" ucap kakek rohman sembari menepuk-nepuk lembut pipi istrinya, tak lama nenek sita pun bangun.
"Ga pak, juna rung mati, juna sik urip, iku dudu anakku" (tidak pak, juna belum meninggal, juna masih hidup, itu bukan anakku) teriak nenek sita yg tak terima putranya pergi meninggalkan dia untuk selamanya,

"tenang ae buk, juna ga nang ngendi-ndi" (tenang saja buk, juna-
Tidak akan kemana-mana).
Malam itupun kakek rohman dan nenek sita menguburkan juna secara diam-diam di sumur dimana juna meninggal, sumur tersebut di tutup dengan pasir dan semen, lalu ditutup lagi dengan kayu, kakek rohman memutuskan untuk mengatakan kepada warga bahwa juna-
kini sedang dititipkan kerumah neneknya.

Lama tak terdengar berita tentang kakek rohman maupun nenek sita, warga mulai cemas hendak berkunjung kerumah kakek rohman.
"Assalamualaikum pak rohman" salam pak RT dan warga,

Pintu rumah kakek rohman yg terbuka membuat warga masuk kedalam untuk memeriksa.

Mereka takut terjadi apa-apa, warga menemukan kakek rohman dan nenek sita duduk di depan sumur dengan banyak makanan, kue, serta minuman-
yg sudah basi, iya, mereka tetap memberi makan kepada juna dan meletakkannya di sekitar sumur.

"pak rohman bu sita, ini ada apa ini?" Tanya pak RT,

kakek rohman dan nenek sita pun kaget karena warga memasuki pekarangan rumah tanpa izin dari mereka.

"Lapo koen kabeh rene?"
(Ada apa kalian semua kesini?) tanya kakek rohman dengan nada marah, "pasti kalian mau ambil anakku, iya kan?" Tambah nenek sita.

Pak RT dan warga yg tidak tau menahu pun kebingungan apa maksud mereka. "Sssseee..be...narnya, iii.....ttuuu kuburan juna pak RT" sahut dimas dengan-
terbata-bata,

kakek rohman yg naik pitam segera berlari ke arah dimas, namun dihalangi dan ditahan warga lain, "jangan ikut campur kamu" ancam kakek rohman.

Seluruh warga pun di usir oleh kakek rohman,"maksud kamu tadi apa sih dimas? Kenapa kamu bilang itu adalah kuburan juna?
*maafkan🙏🙏 thread nya jadi berantakan🤦, ga sengaja banget 😭

Oke lanjut...
Bukannya juna dirumah neneknya? Tanya pak RT kepada Dimas (pak dimas adalah tetangga dekat kakek rohman) .
"iya memang pak RT, saat pencarian juna waktu itu, saya sempat kerumah pak rohman untuk memberi mereka makanan, pasti mereka tidak sempat masak dan belum makan,
saya mencari-cari mereka tidak ketemu,

sampai saya masuk ke halaman belakang, disana saya melihat mereka sedang mengubur seseorang di sumur,

awalnya saya ragu apa iya itu juna, saya pun pergi dari sana karena takut pak" jelas pak dimas.
"itu pasangan suami istri benar-benar gila" sahut salah satu warga,

"kalo memang seperti itu, mari kita bicarakan ini baik-baik, agar juna juga bisa dikuburkan dengan layak" ajak pak RT,

semua warga pun setuju.
Keesokan harinya pak RT, ustadz Jamal dan pak dimas menuju kerumah kakek rohman, mereka tidak membawa semua warga, ditakutkan nanti mbah rohman merasa terpojok dan di hakimi.

"Mau apa kalian kemari? Lebih baik kalian pergi" teriak kakek rohman. "Tujuan kami kemari baik pak,
kami hanya ingin..."

belum sempat pak ustadz menuntaskan perkataannya, "cukup, aku tidak mau mendengar lagi kata-kata kalian, sekarang juga pergi, aku tidak mau kalian ikut campur" pinta kakek rohman sembari menggebrak meja.
Bertahun-tahun kakek rohman dan nenek sita memutuskan hubungan dengan warga, warga pun mengucilkan mereka berdua dan menganggap mereka tidak waras.

....cerita juna selesai...
"Sabar juna, maafkan mbak ya, jadi ini yg membuatmu tidak tenang?" Tanyaku. "Huhuhu iyo mbak, aku ga tego ndelok wong tuo ku di anggep gendeng, bapak karo ibu wong apik, sayang nang juna" (huuhuhu iya mbak, aku tidak tega melihat orang tua ku di anggap gila, bapak dan ibu-
orang baik dan sayang dengan juna) jelasnya.

"Mbak bantu ya, biar kamu bisa tenang disana, tapi mbak ga janji, soalnya orang tuamu itu memang tertutup" jelasku kepada juna. Juna masih menangis tersedu lalu menghilang, aku masih memikirkan bagaimana caranya aku menyampaikan-
pesan juna kepada orang tuanya.

"Nek, lagi apa?" Sapaku kepada nenek yg sedang di teras rumah, "santai saja nduk sini duduk" pinta nenek sita.

Ya sekarang aku sudah tau bagaimana caraku menyampaikan pesan itu kepada orang tua juna, dengan cara aku mendekati nenek sita dengan-
perlahan.

Nenek sita yg baik dan lemah lembut, begitulah aku mengenalnya selama ini, berbeda dengan mbah rohman yg tegas, keras dan sangat tertutup.
Setiap hari aku mulai mendekati nenek, selama berminggu-minggu, saat aku merasa nenek sudah nyaman denganku, akupun mulai berani mengungkit soal juna.

"Kowe ero teko ndi juna?" (Kamu tau juna darimana?) tanya nenek sita yg saat itu kaget.
Aku menceritakan semua yg aku alami dengan juna, awalnya nenek sama sekali tidak percaya padaku,

Sampai "aku tau kebiasaan juna nek" sambil melirik juna yg disebelah ku, aku meminta juna memberiku sedikit penglihatan, tentang apa saja yg bisa menbuat nenek percaya.
Nenek menatap ku seolah siap mendengar "setiap juna sedih atau ngambek, juna selalu lari ke samping rumah kan nek? Dibawah pohon? Dia juga punya cita-cita saat dia besar ingin mendirikan toko sembako buat nenek dan toko sepeda untuk kakek? Benar kan nek? Juna juga ngasih tau aku-
dimana dia sembunyikan kertas nilai ulangan dia yg jelek" jelasku sembari menunjuk almari bawah.
Nenek sita yg mendengar itu semua mengangguk, menangis dan memelukku, "jika memang juna ada disini, tolong suruh juna untuk datang ke mimipi nenek ya mei" pinta nenek padaku, aku-
melirik juna lagi lalu ia mengangguk, tersenyum dan hilang.

Keesokan harinya nenek sita dan kakek rohman bertengkar hebat, nenek sita bersih keras agar sumur itu dibongkar agar juna bisa dimakamkan dengan layak, namun kakek tidak setuju, kakek rohman pun marah kepada kami,
seluruh anak kos pun di usir.

Aku juga pindah kos, di kos ku yg baru juna tetap datang, "mbak kos e apik, nggen e aman, tapi tetep ati-ati yo" (mbak kos barunya bagus, tempatnya aman, tapi tetap berhati-hatilah) pinta juna padaku.
Aku mengangguk "maafkan mbak ya" ucapku yg saat itu belum bisa membuat juna dimakamkan dengan layak.
Hingga suatu hari juna datang ke mimpiku dia tersenyum "maturnuwun ngge mbak, juna sayang mbak mei" ujar juna sembari memelukku, aku terbangun tak terasa air mata menetes deras-
membasahi pipi seolah ini adalah yg terkahir aku melihatnya.

Benar saja, seminggu, sebulan, dua bulan hingga empat bulan juna tak pernah lagi datang ke mimpiku, aku yg rindu pada juna, penasaran akhirnya aku iseng main-main ke kos lama ku, rumah kakek dan nenek.
Rata dengan tanah, tak ada rumah yg dulu aku tinggali untuk kos, akupun mencoba mencari info mengenai rumah kakek rohman, aku memasuki warung sekedar untuk makan dan bertanya,

"buk, itu rumah kakek rohman kenapa sekarang rata dengan tanah?" Tanyaku kepada ibu penjaga warung.
Ibu itu pun menjelaskan padaku bahwa nenek sudah meninggal setelah tujuh hari kakek rohman meninggal, sebelum nenek meninggal, nenek meminta pada warga untuk menguburkan jasad juna dengan layak dan makam mereka bertiga disandingkan.
Akupun berjalan pulang dengan hati yg sedih, kaget, tapi disisi lain aku bahagia karena juna sudah dimakamkan dengan layak. Saat itu aku ingat hari rabu dua hari setelah aku datang kerumah mbah rohman yg sudah rata dengan tanah.
Di sekolah aku didatangi pak RT dan juga pak ustadz, aku dijemput mereka dan di ajak ke makam kakek rohman, nenek sita dan juna.

"Ini pesan dari nenek sita untuk dek mei" ujar pak RT sembari memberikan ku sebuah surat.
Disitu nenek sita mengucapkan terimakasih kepadaku, dia memutuskan untuk melelang barang yg ada di dalam rumah nya, hasilnya untuk disumbangkan kepada orang yg membutuhkan, dan rumahnya pun di minta agar di ratakan dan tanahnya akan di waqafkan untuk membangun masjid.
Warga sadar jika nenek sita dan mbah rohman orang baik, bukan gila seperti yg selama ini mereka kira. Masjid itu di beri nama AINUR ROHMAN.

------
FLASHBACK SELESAI
------
Chat ku dengan narasumber, pas baca cerita dari dia aku ikut nangis 😢 sedih
Ya, masjid dimana aku berdiri saat ini, disinilah tempat aku kos tujuh tahun yg lalu, dimana aku mengalami kejadian yg tak pernah kulupakan, kejadian yg bisa membuatku belajar jika sayang itu tak cukup untuk selalu bersama, sayang yg sesungguhnya adalah ketika kita membuatnya-
Bahagia.

Setelah selesai sholat Ashar aku pun melanjutkan perjalananku lagi menuju kampung halaman ku.

Ya,setelah lulus kuliah aku bekerja di ibu kota, dan saat ini aku akan pulang karena sangat rindu dengan keluarga terlebih dua minggu lagi adalah hari kemenangan orang muslim
hari raya idul fitri.

Aku menunggu ojol (ojek online) pesananku, sembari duduk di depan masjid, perjalananku menuju rumah memakan waktu sekitar 45 menit. "Dengan mbak mei" sapa ojol yg sudah di hadapan ku. Aku tercengang kaget, bukan, bukan karena bapak ojol yg datang tiba-tiba.
Tapi sosok yg dibelakang bapak ojol ini,

"i...ii..yyyaaaa pak sssaaa...yaaa" jawab ku terbata-bata dengan mata masih menatap sosok ini,

aku yg kebingungan antara mau naik atau tidak, aku tidak mungkin membatalkannya.
"Sebentar ya pak, ada barang saya yg ketinggalan di tempat wudhu" kilah ku,

padahal aku hanya ingin mengalihkan perhatian sosok tersebut agar mau aku ajak komunikasi dan pergi dari motor, sosok itu sangat menyeramkan.
Tubuhnya seperti anak kecil, tapi wajahnya seperti orang tua, keriput, seluruh kulitnya berwarna merah gelap, tidak mempunyai daun telinga, mulutnya mengangah lidahnya pendek, pendek sekali, tidak, lidah nya tidak ada, air liur kuning kecoklatan menetes terus menerus dari-
mulutnya, mengeluarkan bau busuk.

Aku pun berhasil memancing makhluk ini ke kamar mandi,

"untuk apa kamu disana?" Tanyaku,

"aku hanya ikut bapak itu, waktu itu dia lewat ditempatku, aku tak sengaja terbawa olehnya" jawabnya,

"pergilah, jangan menganggu manusia" pintaku.
"Hahahh pergi? Tidak, aku sudah nyaman bersama orang itu" ujarnya,

"rupanya kau makhluk jahat ya, baiklah aku akan membakarmu" ancamku,

aku pun mulai berdoa memohon kepada Allah agar bisa memusnahkan makhluk ini.

"Aaaaah, ampun,, ampun, baiklah aku akan pergi" teriaknya-
bersama hilangnya makhluk itu.

"Alhamdulillah, untung saja makhluk itu bukan jin yg kuat" batinku,

akupun bergegas keluar masjid dan menghampiri bapak ojol yg sudah menunggu lumayan lama,

"sudah pak, mari, maaf ya pak tadi lama" ujar ku sembari menaiki motor.
"Iya ga masalah mbak, sudah dua hari badan saya berat sekali, tapi setelah saya tadi duduk-duduk di masjid itu, badan saya ringan, kembali seperti biasanya mbak, hehe" jelas bapak ojol,

"oh alhamdulillah pak mungkin bapak memang butuh istirahat, memangnya dua hari yg lalu-
bapak habis narik dimana?" Tanyaku.

"Saya anter penumpang kedaerah terpencil, yg melewati hutan kecil mbak, pulang dari situ terasa beratnya bahu saya" jawab pak ojol.

Tak terasa akupun telah sampai di depan rumah, aku memberikan helm dan uang kepada bapak ojol.
"terimakasih pak, jangan lupa tetap berdoa ya pak" ujarku.

Setelah masuk rumah, sepi tak ada orang, ayah dan ibu ku belum pulang dari ladang, orang tua ku seorang petani, memiliki sawah sendiri, di desaku sangat susah mencari buruh tani, karena kebanyakan dari mereka sudah-
bekerja di pabrik, sehingga kedua orang tua ku harus turun tangan sendiri untuk mengurus sawah.

Rumah ini masih sama seperti terakhir saat aku meninggalkannya setahun yg lalu, tak ada yg berubah, hening, sepi, nyaman dan sejuk, sebelum, aku melihat sekelibat bayangan hitam-
menuju dapur,

"ah sudahlah mungkin mereka hanya ingin menyambutku" batinku.

Setelah masuk kamar Akupun meletakkan tas dan sepatuku, lalu bergegas ke kamar mandi (kamar mandi ada di dalam kamarku) sekedar mencuci kaki, tangan dan cuci muka. Setelah selesai aku merebahkan badan,
kulihat gawai ku saat itu masih jam 16.50, sebentar lagi kedua orang tua ku datang.

KRIIEEEEEEEKK.. suara pintu berderit, pintu yg sedang dibuka seseorang,

"buu,,, yah" panggilku, karena kupikir itu pasti orang tuaku yg datang dari ladang, kulihat sekelebat bayangan dua-
Orang melewati kamarku (kamar kedua orang tua ku disamping kamar setelah kamarku yg berada di depan).

Aku mendengar aktivitas dua orang sedang mengobrol, gemericik di kamar mandi juga, "ah mungkin ayah dan ibu ku tidak mendengar suaraku" batinku.
Akupun melangkah keluar kamar untuk menemui mereka, rasa rinduku kepada kedua orang tua ku tak bisa menunggu lagi.

Kubuka pintu kamarku, aku melihat ke arah dapur, gelap, lampu masih mati, kulihat ke arah pintu utama rumah ini tertutup padahal aku yakin, suara tadi setelah-
pintu terbuka, ayah dan ibuku tak menutupnya.

Aku berjalan menuju dapur, kosong, tak ada siapapun disana.

Kuperiksa kamar mandi, kering sama sekali tak ada tanda ada orang yg masuk apalagi menyiram air walau setetes.

Aku terdiam "ah apalagi ini,baru pulang sudah di ganggu"
batinku, aku hendak akan beranjak ke kamarku lagi, sebelum,

"Assalamualaikum, nduk wes teko kowe?" (Assalamualaikum, nduk kamu udah datang?) salam ayahku dengan membawa kantong kresek di tangan kirinya, sedang tangan kanannya untuk menyambut tanganku yg hendak menyalami beliau.
"Ngge yah baru aja datang, ibu kemana yah?" Tanya ku sembari keluar rumah mencari ibu,

"ibu mu ga ikut pulang, nanti ada 1000 hari nya mbah mu kan, jadi bantu-bantu disana, nyoh (ini) makanan buat nanti buka?" Jelas ayah sembari meletakkan kantong kresek tersebut ke atas meja.
"Terus wahyu kemana yah?" Tanyaku lagi,

"adane ga wero adekmu ae Mei, arek iku lek ga kluyuran yo ora urip hehe" (kayak ngga tau adikmu saja mei, anak itu kalo ga berkeliaran mungkin ga hidup hehe) jawab ayahku sembari tertawa terbahak-bahak.
"Sik panggah ae yah lare kuwi" (tetap aja yah anak itu) ejekku, wahyu adik laki-laki ku, dia masih kelas dua SMK saat ini, dia juga sensitif namun tak bisa melihat (mereka) dengan jelas sepertiku, hanya bisa merasakan kehadirannya, jika ditanya kemampuan ini di dapat dari siapa,
dari kakek ku jawabannya.

Kedua orang tuaku tak mempunyai kemampuan ini, aku menganggapnya ini bukan kemampuan, bukan gift, bukan juga istimewa, tapi bagiku ini adalah "penyakit" yg harus disembuhkan, meskipun sudah berkali-kali aku mencoba menghilangkannya.
Selesai shalat berjamaah bersama ayah, aku menyiapkan makanan yg tadi ayahku bawa, kita buka bersama sembari berbicara tentang kehidupan ku di ibu kota.

Setelah selesai berbuka Aku dan ayahku pun bersantai di teras rumah, sembari mengunggu adzan isya dan untuk sholat tarawih.
Tenang dan sunyi, sebelum, aku melihat tetangga ku berlari,

"Ayub, arep nang ndi kok mlayu-malyu?" (Ayub, mau kemana kok lari-lari?) Tanya ayahku kepada mas Ayub (saudara mbak santi) yg membuatnya Berhenti,

"arep nang cak Darmo iki pakdhe, Santi kumat",
(Mau ke mas darmo ini pakdhe , santi kambuh) jawabnya dengan nafas terengah-engah lalu berlari lagi meninggalkan ku dengan ayah yg masih bingung,

"ayah, mbak santi kenapa? Sakit apa kok sampe dipanggilkan pak darmo sih" tanyaku, pak darmo adalah paranormal di desa ku.
"Santi kenek santet nduk" (santi kena santet nak) jawab ayahku sembari duduk dari berdirinya,

"santet?" Aku mengulangnya, ayah menangguk, "wis suwi nduk sak jek e mari nikah" (sudah lama nduk, semenjak setelah menikah) jawab ayahku,

akupun mencoba "melihat" apa yg sebenarnya-
terjadi kepadanya.

....DUKUN SANTET TOYO....

Mbak Santi adalah teman ku saat bermain, meskipun usia ku dengannya terpaut dua tahun, mbak santi adalah kakak kelasku waktu sekolah SD dan SMP.
Mbak santi adalah gadis yg riang, lucu, dan mudah bergaul dengan siapapun, setiap ada kehadirannya, kita selalu dibuat tertawa karena jenakanya dia.

Suatu hari aku melihat Dina, sedang bermain-main dirumah mbak santi, dina adalah anak seorang dukun, yg rumahnya memang sebelahan
dengan mbak santi, waktu itu dina masih duduk di bangku SMP, sedangkan mbak santi sudah SMA.

Dina yg sering bermain dirumah mbak santi pun sudah terbiasa keluar masuk kemanapun yg ia suka, termasuk kamar mbak santi, ia kadang tertidur dikamar mbak santi, dan menganggap kamar-
mbak santi seperti kamarnya sendiri.

Mbak santi sama sekali tak keberatan, malah terhibur karena adanya dina, ia merasa punya adik dan juga teman, karena memang mbak santi anak tunggal. Sampai waktunya tiba, mbak santi menikah dengan teman satu kerja nya, suaminya tersebut-
orang jauh yg memang merantau karena di kotaku adalah tempat indsutri.

Mbak santi ingin suaminya tinggal dirumahnya saja agar dekat dari pabrik tempat mereka bekerja. Dina yg masih suka bermain dirumah mbak santi pun tetap saja keluar masuk kamar dengan sesuka hati, akhirnya-
mbak santi menegur dina.

Disinilah bencana itu datang, "Din, mbak kan wis nikah, pean ojo melbu metu ngono ya di kamar e mbak, ono mas Andri pisan kui loh, ra sungkan ta pean?" (Din, mbak kan sudah menikah, kamu jangan keluar masuk kamar mbak seperti itu ya, ada mas andri juga-
itu, apa kamu ga segan?) tutur mbak santi.

Dina hanya diam dan berlalu pergi, mbak santi pikir dina sudah mengerti karena dia sudah dewasa, namun salah. Dina mengadu kepada bapaknya, "mbak santi medit, atas e aku arep dolan ae ora oleh" (mbak santi pelit, aku mau main aja ga-
boleh) ucap dina kepada bapaknya.

Pak Toyo tak terima anaknya diperlakukan seperti itu, hingga ia mulai berpikir untuk menyantet mbak santi.

Pak toyo adalah dukun yg terkenal kejam, siapapun yg bersinggungan dengan keluarganya akan dibuat sengsara lewat santetnya.
"Kowe kesel kan karo santi? Nyoh uncalno iki di sumber banyune" (kamu marah kan dengan santi? Nih, lemparlah ini di sumber airnya)

*sumber air disini bukan sumur melainkan pipa besar yg ditutup, dengan cara mengebor untuk mendapatkan sumber mata air.
Pernah suatu saat pak toyo sedang mengunjungi sawahnya yg sedang di garap oleh buruh tani sebut saja Sodik,

"buntuen banyune sing kono, cek mili rene yo dek(sodek)", (tutup aliran air yg itu, biar mengalir kesini yo dik) perintah pak toyo kepada sodik.
"Loh mengke sawah e pak Sonto mboten kengeng tuyo e niki cak?" (Loh nanti sawahnya pak sonto ga kena aliran airnya ini mas?) protes sodik dengan sopan.

"Koen lek di kongkon ojo mbantah ae, koen iku mek babu, ero opo? Yo kudu nurut jeragan e ta",
(Kamu kalo disuruh jangan membantah, kamu itu cuma buruh, tau apa? Ya harus nurut sama juragan nya dong) teriak pak toyo tak terima dirinya dibantah,

sodik pun hanya mengangguk karena takut, pak toyo pun meninggalkan ladang,

"wooo wong murko" (huuu orang serakah) gumam sodik.
Pak toyo yg mendengar itupun tak terima, sodik dibuat sakit berhari-hari, sakit nya pun tidak wajar, ketika malam menjelang saja penyakit itu datang, badanya gatal dan panas.

Pak sonto yg baru tau sawahnya mulai kering karena tak dialiri sawah pun akhirnya menanyakan hal-
tersebut kepada pak toyo.

"Pas kepetuk di kene cak, kuwi sawah ku kok mbok sumpet banyune loh, deloken kae sawahku garing, okeh sing mati"

(kebetulan ketemu disini mas, itu sawahku kenapa kamu tutup aliran airnya? Liat itu sawahku kering, banyak padi yg mati) protes pak sonto.
"Sopo yoan sing otek-otek sawahmu? Aku iki gopo karo sawahku dewe, lapo kate ngurusi sawahmu cak!!"

(siapa juga yg menyentuh sawahmu? Aku saja sibuk dengan sawahku sendiri, ngapain juga ngurus sawahmu mas!!) kilah pak toyo.
"Halah sopo maneh? Wong banyu iki miline tekan sawah e cak Pardi, trus nang sawah mu baru sawahku, lek di buntu mestine langsung sawahmu sing akeh banyune, wes ero miline mek titik sik mbok entit ae, kebangetan koen iki!!",
(Halah siapa lagi? Kan air ini mengalirnya dari sawah nya mas pardi, terus ke sawah mu baru ke sawahku, kalo ditutup otomatis sawah kamu yg dapat banyak air, sudah tau mengalirnya sedikit masih saja kamu korupsi), Ucap pak sonto yg saat itu mulai emosi.
"Adine koen ngarani aku?, bangsat koen iku" (jadi kamu menuduh aku? Kurang ajar kamu itu), teriak pak toyo sembari meninggalkan pak sonto.

Semenjak kejadian itu, sawah pak santo selalu kekeringan meskipun di aliri air, selalu gagal panen, bahkan sebelum jadi padi sudah mati.
Kesehatan pak sonto pun mulai menurun, karena terus menerus kepikiran soal sawahnya, bagaimana tidak mata pencaharian utama di keluarga nya mengalami penurunan drastis, disana aku tau akan satu hal, makhluk yg terus menerus mengganggu pak sonto lewat sawahnya.
Mahluk ini adalah hantu paling hits dikalangan persetanan, dimana saat disebutkan semua orang bergidik ngeri, akupun yg sudah terbiasa melihat "mereka" jika bertemu dhemit satu ini rasanya ngeri, ya si hantu berbalut kain kafan putih, namun yg mengganggu pak sonto ini kainnya-
coklat lusuh, sudah tidak putih lagi.

Matanya merah, hidungnya masih tersumbat kapas yg basah dan kotor, wajahnya penuh lubang yg terdapat ulat, mulutnya tidak tertutup, menganga, membentuk huruf O, dengan liur yg menetes, sangat mengerikan, makhluk ini lah yg dikirimkan pak-
toyo untuk membuat sawah pak sonto bermasalah dan kesehatan yg menurun.

Aku tidak tau pasti bagaimana cara si setan ini membuat sawah pak sonto bermasalah, karena saat aku tanya, setan ini hanya teriak-teriak dan memekakkan telingaku saja.
Hingga akhirnya pak sonto meninggal dengan tragis, beliau ditemukan dijalan sawah dengan mata melotot dan lidah yg tergigit dengan giginya sendiri.

Tak hanya satu dua orang saja tetangga ku yg terkena santet pak toyo, masih banyak lagi, namun mereka hanya sakit biasa atau-
sekedar di ganggu makhluk halus, tidak separah yg di alami pak sonto.

Kakek ku pun juga pernah waktu itu di santet pak toyo.
Hanya masalah sepele, kakek tidak mau menjual tanahnya kepada pak toyo, karena memang tanah tersebut akan dibagi-bagikan kepada tiga anaknya, termasuk ayahku.

Meskipun kakek sudah memohon maaf karena tau sifat pak toyo, tetap saja kakek "dikerjain" pak toyo.
Kakek cegukan tidak berhenti, sudah banyak minum air putih, dan pengobatan tradisional lainnya cegukan tersebut tidak berhenti, hingga kakek memeriksakan cegukannya ke medis, di cek pun tak ada masalah atau gangguan yg ditunjukkan dari hasil Lab tersebut.
Kakek sudah berobat kemanapun, medis maupun non medis, ke tempat yg kakek tau, bahkan saran tetangga pun sudah kakek jalani, namun cegukan itu tak kunjung sembuh sudah dua bulan lamanya.

"Kakek mending kerumah mbah siyem aja, tinggal disana dulu sampai benar-benar sembuh-
cegukannya" celetukku.

Rumah mbak siyem (kakak dari kakekku) memang jauh karena harus menyebrangi lautan, itulah,, santet pak toyo akan musnah jika orang yg disantet nya menyebrangi lautan, akhirnya kakek ku berangkat dengan paman, sesuai dengan saranku, tak memakan waktu lama,
setelah kakek sampai di pelabuhan tempat mbah siyem, cegukan tersebut hilang.

Ringtone HP ku berdering,

Aku : hallo..assalamualaikum

Kakek : Waalaikumsalam, nduk iki (ini) aku

Aku : oh ngge kek, gimana kek? Sudah sembuh?
Kakek : iyo nduk alhamdulillah, iki aku tas totok, cegukan ku wis ilang (iya nak alhamdulillah, ini aku baru sampai, cegukan ku sudah hilang)

Aku : nggepun kek alhamdulillah, kakek teng mriku mawon riyen, pun keseso mantuk (ya sudah kek alhamdulillah, kakek disitu saja dulu,
jangan buru-buru pulang)

Kakek : iyo nduk, paling seminggu neh aku bali (iya nak, mungkin seminggu lagi aku pulang)

Aku : ngge kek
Kakek : yawis ngunu ae, sampekno salam ku nang ayah karo ibumu yo, assalamualaikum (ya sudah gitu saja, sampaikan salamku kepada ayah dan ibumu ya,
assalamualaikum)

Aku : siap kek, Waalaikumsalam
Tuutt...tttuutt...tttttuuuuut

Sebenarnya masih banyak lagi korban-korban lainnya warga diluar desaku, saat ini giliran mbak santi. Malam pun tiba, Dina diam-diam memasuki pekarangan rumah mbak santi, pipa air tersebut berada di-
samping rumah mbak santi.

Dina berusaha membuka pipa tersebut lalu melempar bungkusan putih tersebut ke lubang pipa sesuai perintah bapaknya.

Samar-samar aku melihat isi dari bungkusan putih itu beberapa helai rambut dan bunga-bunga setengah kering.
Hari berlalu, mbak santi pun hamil, keluarga sanak saudara mbak santi berdatangan untuk acara tiga bulanan.

"Andri, Nang ndi bojomu? Kon metu, dayoh e wis akeh sing teko kae" (Andri, kemana istrimu? Suruh keluar, tamunya sudah banyak yg datang itu) tanya bu Mina ibu mbak santi.
"Sekedap buk, kulo timbali, wau tirose mundut jilbab" (sebentar bu, saya panggil, tadi katanya ambil jilbab) jawab mas Andri.

Bu mina mengangguk pergi menemui beberapa warga yg baru datang.
"Dek.. ayo toh ndang, wis akeh sing teko, gek ndang dimulai pengajian e" (dik.. ayo dong cepetan, udah banyak yg datang, supaya cepat dimulai pengajiannya) ucap mas andri setengah berteriak kepada istrinya yg berada dikamar.
"Hihihi,,, hihihiiii" terdengar suara mbak santi tertawa,

"kok malah ketawa sih dek" ujar mas andri sembari membuka tirai kamarnya, mas andri tercekat kaget, melihat istrinya duduk di atas lemari setinggi hampir tiga meter,

"astagfirullah, lapo se penek'an di kunu pean iki?"
(Astagfirullah, ngapain sih naik-naik disitu kamu ini?) kata mas andri yg masih belum menyadari jika istrinya itu sudah dirasuki makhluk kiriman pak toyo, mata mbak santi melotot, mengunyah rambutnya yg panjang, serta ditangan kanannya ia memegang bangkai tikus lalu ia jilat.
Mas andri masih mematung melihat istrinya seperti itu, istrinya yg biasanya terlihat cantik, lembut dan ceria sekarang hanyalah kengerian yg terlihat, mas andri berlalu keluar dan memuntahkan isi perutnya tak tahan melihat tikus yg istrinya jilat.
"Mana santi? Acaranya sudah mau dimulai ndri" sapa mas Ayub (sepupu mbak santi),

"di...kamar yub" jawab mas andri lirih sembari menunjuk ke arah kamarnya.

"San, santi, ayo acaranya mau dimulai" teriak mas ayub memanggil mbak santi.
"sebentar yub" jawab mbak santi yg lalu keluar dari kamarnya,

mas andri tergopoh-gopoh hendak ingin memberitahukan kepada mas Ayub mengenai apa yg ia lihat,

"loh dek" ucap mas andri kaget,

"ada apa sih mas kok keliatannya kaget gitu" tanya mbak santi yg bingung.
"Sudah ayo keluar, sudah ditunggu dari tadi" ajak mas Ayub,

mbak santi pun keluar dengan menggandeng suaminya, mas andri masih heran dan merasa ngeri dengan kejadian tadi, tapi kenapa sekarang istrinya baik-baik saja seolah kejadian tadi sama sekali tak pernah terjadi.
Mas andri masih menatap mbak santi seolah meyakinkan dirinya bahwa hal tadi benar-benar terjadi, bukan hanya mimpi atau bayangan saja, mbak santi yg sudah duduk di antara keluarga lain melihat mas andri dengan tatapan tajam dan senyum menyeringai.
Mas andri menelan ludah mencoba menghilangkan rasa takut yg ada dalam pikirannya.

Acarapun dimulai dan lancar,

"mas kenapa sih kok liatnya gitu amat? Aku cantik kan? Hehe" canda mbak santi kepada suaminya,

"iya kamu cantik dek" jawab mas andri.
Setelah shalat subuh berjamaah dengan sang istri, mas Andri memberanikan diri untuk menceritakan kejadian yg ia lihat,

"apa? Masak sih mas? Mboten (tidak) kok mas, aku kemarin cuma ambil jilbab trus Ayub manggil aku, ya aku keluar mas" jelas mbak santi.
Mas andri memilih untuk tidak melanjutkan dan terpaksa percaya, karena memang tidak mungkin mbak santi bohong,

"mungkin mas aja yg kecapean ya dek jadi ngayal yg ngga-ngga" jawab mas andri, ia tak mau membuat istrinya kepikiran hal lain selain bayi yg dikandungnya.
Selama mbak santi mengandung tak hanya sekali dua kali ia kesurupan, beberapa kali mbak santi kesurupan kadang bu mina ataupun mas andri yg mengetahuinya, malam itu adalah puncaknya, mas andri yg sedang terlelap tidur mendengar suara gaduh.
DUGG..DUUG..DUG..

mas andri pun terbangun dari tidurnya, mencari mbak santi tak ada di sampingnya, mata mas andri menyapu seluruh isi ruangan, sebelum, mas andri melihat mbak santi berjalan dengan membentur-benturkan kepalanya ke tembok, seolah akan menembusnya.
"Santi !!!"

Teriak mas andri sembari berlari ke arah mbak santi, dengan tangan mengganjal kening mbak santi agar keningnya tak terus-terusan terbentur ke tembok,

"istighfar dek" pinta mas andri, perlahan mbak santi menoleh ke arah mas andri.
Mata mbak santi melotot, terlihat urat-urat dimatanya yg merah, darah berlumuran di mulut dan baju mbak santi.

Mas andri melihat dibawah kaki mbak santi terdapat bangkai-bangkai tikus yg menyisakan tulang serta kepalanya, mas andri tercengang kaget.
AAKKKKKKHHHH,, teriak mas andri yg lehernya sudah tercekik, mbak santi mencengkeram leher suaminya, mas andri tak bisa berkata apapun karena tenggorokannya sangat sakit, mas andri mencoba membaca doa dan ayat kursi, BRUGG,, mbak santi ambruk pingsan.
Kedua orang tua mbak santi pun mendatangi kamar mereka karena terdengar suara gaduh berisik,

"santi lapo le?" (Santi kenapa ndri?) tanya pak Eko ayah mbak santi,

"kumat maneh ta ndri?" (Kambuh lagi kah ndri?) Sahut bu mina, mas andri mengangguk sembari membopong mbak santi.
"Mboten saget ngeten terus pak,buk, kulo wau di tekek santi" (ga bisa seperti ini terus pak, buk, saya tadi di cekik santi).

AAAAAAAAHH teriak mbak santi, sembari mencakar-cakar wajahnya, memukul-muluk perutnya.
"Sik tak jaluk tulung darmo yo" (sebentar aku akan minta tolong darmo ya) ucap pak eko, "buk tolong panggil ayub buat bantu saya megangin santi, saya tidak kuat menahannya sendiri" pinta mas andri kepada ibu mertuanya,

"iyo ndri" jawab bu mina.
Mbak santi yg kerasukan mulai meronta-ronta dan mendorong suaminya, lalu berlari keluar rumah dengan bertelanjang kaki.

Mas andri mengejar mbak santi dan berpapasan dengan mas Ayub juga bu mina, "santi mlayu rono buk, yub ayo ewangi aku nguber" (santi lari kesana buk,
yub ayo bantu aku ngejar).

Mas ayub mengangguk sembari menyusul mas andri yg sudah mendahului nya.

Mbak santi lari kerumah warga dan melukai banyak orang.

"Tolooong tolong.." teriak salah satu warga, mas andri dan mas ayub pun segera berlari menuju sumber suara berasal.
"Ndri, kamu mau kemana?" Sapa pak eko dengan pak darmo disebelahnya,

"mau ngejar santi pak, santi lari dan melukai beberapa warga" jawab mas andri,

"ya sudah ayo kita kesana" ajak pak darmo.

Deretan rumah warga sudah tertutup karena takut akan hadirnya mbak santi yg-
kesurupan.

"Itu santi" teriak mas ayub yg melihat mbak santi di sebelah rumah warga, santi mencakar-cakar wajah pak Mukmin, pak mukmin yg ketakutan sudah terkapar pingsan,

"woi setan,, keluar kamu dari badan santi" perintah pak darmo.
Mbak santi menoleh dengan wajah yg sangat seram mengerikan, wajahnya penuh dengan darah, rambutnya awut-awutan berantakan dengan lidah memutar-mutar mengelilingi mulutnya,

"hihihi,, " ya, dia si kuntilanak, tapi bisu.
Ntah bisu atau memang tak mau bicara, ia hanya tertawa melengking lalu menangis, tak hanya satu makhluk yg ada di dalam tubuh mbak santi, selain kuntilanak ada juga anak kecil perempuan dengan kepala miring seperti hampir patah, lalu sosok kakek yg sangat-sangat jahat tanpa mata.
Satu lagi, tak luput yaitu setan yg dulu menganggu pak Sonto, si pocong.

Pak darmo kualahan karena memang yg dihadapinya itu makhluk-makhluk yg sangat jahat, ilmu pak darmo sendiri tak jelas entah ilmu putih atau hitam, sepertinya dua-duanya ia pelajari,
namun belum ia kuasai benar-benar.

Pak darmo membuat pagar sementara di tubuh mbak santi, meskipun tidak akan bertahan lama, setidaknya mbak santi bisa lebih tenang, dan untung saja kandungan mbak santi baik-baik saja. "Aku akan kerumah guruku, aku akan meminta bantuan" ucapnya
Mbak santi yg sedang pingsan dibawa ke rumah sakit, karena kondisi fisiknya yg sangat memprihatinkan,

"bu, pak, dan mas andri, usia kandungan mbak santi sudah dekat dengan masa persalinan, setelah saya periksa, lebih baik segera dilakukan operasi caesar, ini demi kebaikan ibu-
dan bayinya" tutur dokter.

"Baik dok kalo memang itu yg seharusnya, lalukan saja, kami ingin yg terbaik untuknya" jawab mas andri.

Setelah itu pun mbak santi melakukan lahiran sc, dan alhamdulillah bayi nya lahir dengan selamat.

Selama dirawat dirumah sakit kedua orang tua-
mbak santi meminta agar anaknya diberi obat tidur.

Karena takut jika tiba-tiba kesurupannya kambuh dirumah sakit, terlebih pak darmo belum pulang dari tempat gurunya.

Beberapa hari telah berlalu, mbak santi pun diperbolehkan pulang, mas Andri , bu mina dan pak eko sangat-
bahagia dengan kehadiran keluarga baru yaitu si bayi.

Mbak santi pun terlihat normal, bukan terlihat, dia memang normal saat itu, ia tak pernah mengingat kejadian apa yg telah menimpanya, keluarganya pun tak mau memaksa agar mbak santi mengingat kejadian menyeramkan itu.
Sore pun tiba mas andri pulang dari pabrik pukul 17.00 sampai dirumah pun sudah adzan maghrib,

"Dek, mas pulang" ucap mas andri yg hendak masuk kamar,

"ya Allah, dek opo-opoan seh pean iki" (ya Allah dik, apa-apaan sih kamu ini" teriak mas andri sembari merebut anaknya dari-
gendongan istrinya.

Mas andri yg tau bahwa yg di depannya bukanlah istrinya melain kan makhluk-makhluk kiriman pak toyo (sampai kejadian ini keluarga mbak santi belum tau jika ini ulah pak toyo), mas andri mengambil anaknya dari istrinya karena mbak santi akan mencekik bayinya.
Kejadian itu selalu terulang jika magrib menjelang, beberapa ustadz dan orang pintar pun sudah berusaha menolong tapi belum bisa mengeluarkan makhluk-makhluk yg ada ditubuh mbak santi, pak darmo pun tiba dirumah, ia segera pergi kerumah mbak santi.
"Di jaring? Prasane anak ku iwak opo? Sing genah ae lek ngomong cak" (dijaring? Kamu kira anakku ikan apa? Yg bener kalo ngomong mas" teriak pak eko yg tak terima dengan saran pak darmo,

"Mek iku tog saiki sing iso di usahano" (cuma itu saja sekarang yg bisa di lakukan)
terangnya.

"Wis to pak opo salah e di coba? Ero dewe kan wis pirang wong sing ngobati santi? Rung ono sing iso" (sudah lah pak apa salahnya di coba? Tau sendiri kan sudah berapa orang yg ngobati santi? Belum ada yg bisa) jelas bu mina meyakinkan suaminya,"kamu setuju kan ndri?"
Imbuh bu mina.

Mas andri yg tak tega melihat istrinya seperti itu hanya bisa pasrah, sembari melihat anaknya yg masih bayi, tak terasa air mata mas andri menetes.

Sesuai saran pak darmo, setiap sore menjelang magrib pun mbak santi harus di kurung dalam jaring, agar sukma mbak-
santi tak bisa dibawa oleh "mereka".

---------
__________

"Wis adzan nduk, ayo budal teraweh" (sudah adzan nduk, ayo berangkat tarawih) ajak ayah membuyarkan penglihatanku, penglihatan yg sangat menyedihkan, aku tak tega menyaksikan teman ku seperti itu, aku dan ayah segera-
bersiap untuk bergegas ke masjid depan rumah.

Sepulang dari masjid aku meminta ayah agar menemaniku untuk melihat kondisi mbak santi, "yo ayo tak terno" (ya mari ayah antar) jawab ayah.

Setelah sampai di depan rumah mbak santi aku merasa kaget, ternyata disana sudah banyak-
makhluk tak kasat mata.

Banyak orang pintar yg memasang dan memagari rumah ini, justru sama sekali tak meringankan mbak santi, malah membebani hal-hal seperti ini, aku yakin keluarga mbak santi pasti merasa hawa rumahnya tidak enak.

Bagaimana tidak,energi mereka saling bentrok
antara peliharaan dukun satu dengan yg lain.

"Ayo gek melbu" (ayo cepet masuk) ajak ayah sembari menepuk bahuku, aku mengangguk, berjalan hati-hati di antara kerumunan warga tak kasat mata ini, di dalam sayup-sayup aku mendengar suara orang mengaji, TOK TOK TOK...
"assalamualaikum" salam ayahku.

Pintu rumah perlahan terbuka, "Waalaikumsalam, wah kedayoan tamu agung iki" (Waalaikumsalam, wah kedatangan tamu agung ini) ucap pak eko, "mari masuk" lanjut pak eko.

Aku masih berada di depan pintu tak peduli dengan basa-basi ayah dan pak eko.
Aku tecengang kaget, melihat banyak sosok bungkus putih yg sangat-sangat menyeramkan, muka mereka menghitam dan baunya, aku sama sekali tak tahan, seperti bangkai, seolah mereka tau aku akan datang, mereka bersiap seperti tentara, aku segera berdoa kepada Allah agar aku-
dikuatkan menghadapi mereka.

"Pak, mending mbak santi pergi dari kampung ini, pergi sejauh-jauhnya, jangan pernah kembali kerumah ini lagi, kalau bisa mbak santi melewati lautan, karena santet pak toyo akan menghilang tak akan mempan lagi, mbak santi di obati pun tidak akan-
pernah sembuh, karena yg pak toyo tanam ada disumber air samping rumah" jelas ku.

Aku pun berlari pergi, tak kuat menahan bau yg sangat menyengat tersebut, kepala ku terasa pusing, perutku mual karena benturan energi-energi warga tak kasat mata, aku tak bisa berlama-lama disana.
"Ayo nduk, kamu kerumah mbak min(tetangga yg sudah aku anggap saudara) aja ya, bapak mau jemput ibumu" ujar ayahku.

"Mboten pak, mei ke masjid aja, mei mau menetralisir energi jahat yg mei bawa dari rumah mbak santi" jawabku.

Setelah sampai masjid aku mengambil wudhu dan-
Shalat melepaskan semua yg ada dipundakku, rasanya sangat nyaman dan aman ketika aku bersujud pada-Nya.

Keesokan harinya saat sahur, aku bertemu dengan ibuku, melepas rindu dan saling bertukar cerita. "Ayahmu wis cerito mambengi nduk, mugi ae santi ono oleh e yo" (ayah mu-
semalam sudah cerita nduk, semoga aja santi ada hasilnya" kata ibuku.

"Ngge Aamiin buk" jawabku sembari menata makanan dan piring yg ada di meja makan.

"Mbak.." sapa wahyu yg baru keluar dari kamar mandi,

"waduh muleh jam piro joko e iki?" (Waduh pulang jam berapa anak-
perjaka ini?) godaku kepada wahyu.

"Bar latihan karate langsung muleh kok, jam 1 hehe, tak delok mbak mei wis turu" (setelah latihan karate langsung pulang kok, jam 1 hehe, aku liat mbak mei udah tidur) jelasnya.

"Mana oleh-olehnya" lanjutnya. "Oalah nyopo iku mek ono karepe-
toh?" (Oalah menyapa tadi ada maunya ya?) ucapku dengan tertawa kecil.

Akupun berjalan menuju kamar untuk memberikan sesuatu kepada adikku lalu menyerahkannya, "wuiih kereen mbak" mata wahyu berbinar melihat satu set alat lukis yg selama ini ia inginkan, wahyu sangat pandai-
menggambar.

Sore pun tiba, aku menghabiskan waktu hanya dengan menonton tv kartun yg sejak aku SD hingga sekarang masih ada,

"Mbak aku mau ngomong, mumpung ibu belanja" bisik wahyu, "apa? Cerita aja" jawabku dengan wajah tetap menatap tv.
"Akhir-akhir iki aku bisa liat mbak, sering banget malahan" jelas wahyu,

akupun menoleh ke arah wahyu, sembari mengecilkan volume tv, aku melihat wajah wahyu menengang, seolah tak nyaman dengan kejadian yg ia alami.
"Ada yg mengikutiku mbak" ucapnya lagi,

"oh itu..?" Kataku sembari menunjuk kursi tamu yg berada di belakangku,

"dia hanya usil ga jahat, tapi bahaya juga kalo dia suka kamu" imbuhku,

"ya itu mbak, pertama aku bisa liat ya dia yg aku liat, trus lama-lama aku bisa melihat-
setan lain, sekelebat hitam, si kunti itu, kadang sosok berbalut kain putih dan itu buat aku terganggu" jelasnya.

"Lama-lama juga terbiasa kok, sudah pokoknya kamu harus tetap beribadah jangan pernah ninggalin sholat, ngaji juga yaa" pesan ku padanya,

TOK TOK TOK,,
Wahyu berjalan ke arah pintu lalu membukanya "pak eko, monggo pak masuk" sambut wahyu.

"Mbak mu ada kan?" Tanya pak eko,

"mbak pak eko nyari mbak ini loh, duduk pak" ucap wahyu.

Kulihat setan yg mengikuti pak eko tak berani masuk kerumah ku, mereka menunggu diluar rumah,
pak eko pun duduk, tepat di kursi dimana si kunti(yg mengikuti adikku) tadi duduk.

"Monggo di unjuk rumiyen pak" (silahkan diminum dulu pak) ujarku menawarkan pak eko segelas air mineral yg memang sudah disiapkan dimeja,

"wis nduk, aku rene mek takon, opo bener jaremu iku?
Pak toyo sing nyantet santi?"

(Sudah nduk, aku kesini cuma mau memastikan, apa benar katamu kalau pak toyo yg menyantet santi?) tanya pak eko.

"Dina, tanya saja kepada dina pak, dia yg akan menceritakan semua nya, tapi bapak bawa beberapa warga untuk menemui dina" jelasku.
Pak eko pun pulang, aku sangat tau dari wajahnya pak eko beliau sangat marah karena sungguh tak menyangka tetangganya lah yg menyantet, padahal anak mereka berteman.

Dina adalah gadis lugu dan polos, meskipun dia sudah berumur 17 tahun sifatnya seperti anak kecil, ia selalu-
selalu menurut ketika diperintah.

Apapun yg menjadi keinginannya harus terpenuhi, jika ia merasa tidak senang selalu bercerita kepada bapaknya.

"Dina, sini.." panggilku yg saat itu kulihat dina sedang bercengkerama dengan temannya di depan masjid,
"dalem mbak mei, mbak mei datang dari jakarta apa dina mau dikasih oleh-oleh?" Tanyanya polos, aku mengangguk sembari memberi dia coklat.

"Buat kamu, mbak boleh tanya ga? Tapi dina harus jawab jujur ya?" Ucapku sembari memengang kepala dina. "Tanya apa aja boleh kalo mbak mei"
jawabnya,

"ya udah ayo ikut mbak"

aku mengajak dina ke dalam masjid, dimana pak eko dan beberapa warga sudah menunggu.

Aku : dina, kamu masih main dirumah mbak santi ga?

Dina : ngga mbak udah lama, mbak santi ga ngebolehin aku (sambil memakan coklat yg aku beri)
Aku : kenapa emangnya?

Dina : mbak santi marah karena aku main ke kamarnya

Aku : mbak santi ga marah din, cuma nasehatin kamu aja, biar kamu tau mana yg baik mana yg buruk

Dina : oh, jadi mbak santi ga marah sama aku?

Aku : ngga kok, kamu tau mbak santi sakit?
Dina : tau, bapak yg buat sakit

Disini pak eko dan beberapa warga mulai geram.

Aku : kok kamu tau din?

Dina : ya tau lah kan dina yg disuruh bapak "mendem pasangannya" (naruh media santet)

Aku : kamu taruh dimana? (Meskipun aku sudah tau, tapi disini aku ingin semua keluar-
dari mulut dina, agar warga percaya dan ada bukti)

Dina : di sumber air samping rumahnya hehe
(jawab dina sama sekali tak merasa bersalah)

"Biadab encene toyo" (ucap pak eko) sembari bangun dari duduknya. Dina yg melihat pak eko marah menyebut nama bapaknya pun segera-
menggeser tubuhnya ke belakangku,

"takut mbak" ucapnya lirih, aku tersenyum dan menggeleng kepada dina agar ia tenang.

"Jangan emosi dulu pak eko, sebaiknya mbak santi cepat-cepat dibawah pergi dari desa ini" ucapku. Malam itu pun berakhir, kami semua pulang kerumah-
masing-masing.

"mbak.. kok aku ketok ono wong di obong yo" (mbak..kok aku melihat ada orang dibakar ya) ujar wahyu yg masuk ke kamarku.

"Maksudnya apa sih yu?" Tanyaku bingung,

"waktu itu aku pernah bermimpi kalau temenku kecelakaan mbak, dan itu benar-benar terjadi" ucapnya.
"jadi kamu bisa melihat hal yg akan datang dek?" Tanyaku sekali lagi.

Wahyu menggelengkan kepala, "mboh" (tidak tau).

Setelah beberapa hari aku mendengar bahwa santi telah pulang kerumah suaminya, lebih tepatnya ke kampung halaman orang tuanya, yg menyebrangi lautan.
Bersamaan itu kakekku datang.

"Sing nyantet aku toyo kan?" (Yg menyantetku toyo kan?) tanya kakek, akupun menaggguk,

"pasrahkan saja sama Allah kek, pembalasan yg adil adalah dari Allah" ucapku.

"Pak toyo mbak, yg kebakaran pak toyo" sahut wahyu yg tiba-tiba bangun dari-
tidurnya di kursi.

Wahyu berlari keluar rumah, aku dan kakek mengikuti wahyu dibelakangnya,

"astagfirullah" aku melihat para warga menyeret pak toyo dengan kondisi yg mempirhatinkan, pak toyo di amuk warga.

"Obong ae dukun asu ngene iki" (bakar saja dukun anjing ini)
ucap salah satu warga.

"Ojo ngerusuhi tangan, opo mane iki wulan poso wulan bejo" (jangan mengotori tangan apalagi ini bulan puasa bulan baik) teriak kakek mencoba menghentikan warga,

"ga iso, anak ku mati gara-gara toyo, anakku di santet toyo
(ga bisa, anakku meninggal gara-gara toyo, anakku di santet toyo) kata pak Tejo sembari menggotong mayat anaknya yg kaku.

Beberapa warga yg sudah membawa minyak tanah dan bensin segera mengguyurkan ke tubuh pak toyo, aku segera menyuruh wahyu agar menarik kakek dari sana,
aku yg tak kuat melihat nya segera berlari masuk kedalam rumah, kedua orang tuaku masih di ladang saat itu.

Ya, pak toyo dibakar warga, tepat di malam takbir yg esoknya adalah hari kemenangan.

Tangis keluarga pak toyo kian menjadi, saat jenazahnya sudah gosong, mengeluarkan-
bau daging yg terpanggang.

Polisi pun datang untuk meminta keterangan dari warga yg terlibat.

..... kisah dukun santet toyo selesai....
Pagi itu aku melihat gawai ku, membuka salah satu sosial media, scroll.. scroll.. kebawah dengan jari jemariku, masih banyak ucapan "selamat hari raya idul fitri" meskipun ini sudah lima hari setelah hari H, mataku berbinar tertuju pada foto.
Foto sebuah keluarga kecil yg sangat bahagia, ya, keluarga kecil mbak santi, terlihat senyum bahagianya sembari menggendong bayinya, dengan pelukan mas andri yg mesra, meskipun wajahnya terlihat tirus karena lebih kurus, tapi aku yakin mbak santi sudah benar-benar terbebas-
dari santet pak toyo.

......KUBURAN BERPINDAH TEMPAT.....
"Mbak, pean tau kerungu kuburan sing ngalah-ngaleh ngga?" (Mbak, kamu pernah denger kuburan yg pindah-pindah belum?) tanya wahyu,

"ojo ngelucu lah yu" jawabku dengan santai dengan masih menatap foto mbak santi,

"tenan, aku ga goro mbak, wis pirang wulan iki gumer kabeh-
wong kene",

(Serius, aku ga bohong mbak, sudah beberapa bulan ini viral di warga sini), ucap wahyu meyakinkan ku,

"oh,, piye? Se ceritani mbak" (oh, gimana? Coba ceritakan pada mbak) ujarku dengan masih melihat gawaiku, karena tak terlalu serius menanggapi omong kosong adikku.
"Ora ah, mbak ga percoyo se, mbak kan iso ndelok, pasti ero lah" (ga ah, mbak ga percaya sih, mbak kan bisa lihat, pasti tau lah) kata wahyu yg mulai jengkel,

"ya udah kalo ga mau cerita" ancamku,

"iya aku tak cerita, temen dan warga yg tau mbak, aku belum pernah ketemu juga-
Sih hehe. Wahyu pun menceritakan kepadaku.

Sore itu teman-teman wahyu bermain bola dilapangan desa, sedang asik main tiba-tiba bola terlempar ke arah pekarangan samping pabrik kertas,

"ayo ambil sana" pinta Gandi kepada Romi,

"aduuh kok aku sih" jawabnya,
"kan kamu yg nendang kesana rom" ucap Soni.

Dengan berat hati romi pun mengambil bola tersebut, selain malas berjalan jauh, pekarangan disana memang gelap meskipun hari masih terang.

Setelah romi sampai ia segera mencari bola kesana kemari, karena memang rumput disana tinggi.
Romi pun menemukan bola nya, di sebelah gundukan besar dan tinggi,

Ya, kuburan yg hanya satu, romi yg kaget pun teriak "asu... ket kapan ono kuburan di kene" (anj*ng, sejak kapan ada kuburan disini), romi pun berlari ke arah teman-temannya yg sudah menunggu.
"Lah ndi bal e rom? Goblok e bali gowo awak tok" (lah mana bola nya rom? Bodoh banget, kembali cuma bawa badan) ejek soni di susul gelak tawa temanya yg lain.

Romi yg masih pucat dan ngos-ngosan masih diam tak menjawab.
Tak lama romi berkata, "ga wani jupuk aku, ono kuburan cuk dikono, kuburan e sik anyar pisan" (ga berani ambil aku, ada kuburan njir disana, kuburannya masih baru pula) jelas romi,

"hahaha dari kapan ada kuburan disana? Mimpi kamu ya?" Sahut Galih.
"Ayo kalo ga percaya" tantang romi, galih, soni, farhan, budi dan empat temannya yg lain pun mengikuti romi dengan di pimpin galih yg berada di depan sendiri.

"Iko delok en, opo ga kuburan su..!!!" (Tuh liat, apa bukan kuburan njing..!!) teriak romi.
Benar saja kuburan tersebut menggunduk tinggi seperti makam baru, tanahmya masih basah dan merah, masih ada taburan bunga, dengan nisannya hanya terbuat dari batu dibalut dengan kain hitam, bau kuburan tersebut semerbak wangi.
"Cuk gendeng sopo ngubur di kene? Kan ono makam umum" (njir gila, siapa yg mengubur disini? Bukannya di makam umum) gerutu farhan,

"sudah ayo pulang, besok beli bola baru, dan lapor ke pak RT, bapakmu Son, biar di usut ini kuburan siapa" jelas romi.
Mereka mengangguk setuju lalu pulang kerumah masing-masing.

Malam hari beberapa orang yaitu pak Sultan, pak Rosid, dan pak Anto meronda keliling RT 1, untuk memastikan keamaan, gang I, gang II, gang III semua aman, terkahir mereka berkeliling di gang IV, gang yg akan terhubung-
Ke RT 2.

Di gang IV terdapat kolam lele, dimana saat akan melewati RT 2 pun harus melewati jalan yg bersebelahan dengan kolam tersebut, mereka bertiga berjalan menyusuri jalan dan melewati kolam lele, karena setelah kolam masih banyak rumah, suasana yg gelap karena penerangannya
Yg minim.

"Sik to kebelet aku tak ngoyoh, mumpung di kolam ono jeding e" (sebentar ya aku kebelet mau kencing dulu mumpung di kolam ada kamar mandinya) kata pak Rosid.

Kedua temannya menunggu dibawah pohon jambu monyet yg memang ada sebuah kursi panjang disana.
Setelah dari kamar mandi pak rosid terjatuh seperti menyandung sesuatu,

"aduh...sikilku(kakiku)" dilihatnya ada batu yg dililit kain hitam yg saat ia senter i adalah kuburan,

"jangkrik, asu tenan!! kuburan e sopo di kene iki?" (Sial, anjing bener!! kuburannya siapa sih disini)
Teriak pak rosid.

"Sid lapo koen?" (Sid kenapa kamu?) tanya pak sultan yg mendengar teriakan pak rosid.

"Rinio ono kuburan iki" (kesini ada kuburan), pak sultan dan pak anto pun mendekat ke arah pak rosid,

"loh gendeng, kuburan e sopo iki sid?" (Wah gila, kuburan siapa ini-
sid?) tanya pak sultan.

Mereka bertiga saling bertatapan dan menelan ludah, sebelum, mereka lari tunggang langgang.

Keesokan harinya saat warga kerja bakti hari minggu, "yah, aku kemarin main bola di lapangan, ada kuburan di pekarangan samping pabrik" ucap soni kepada ayahnya.
"Yg bener kamu? Jangan guyonan" jawab ayah soni,

"sumpah yah, ayo kesana kalo ga percaya" tantangnya,

Pak anto yg mendengar pun "pak RT di kolam juga ada kuburan, masih baru pula" sahut pak anto,

"kok semua pada ketemu kuburan sih" tanya pak RT bingung.
"Anak-anak saksinya yah, soni ga bohong sumpah" ucap soni meyakinkan,

"iya pak, sultan sama rosid juga lihat" kata pak anto tak mau kalah, "ya sudah nanti selesai kerja bakti kita lihat ke TKP masing-masing ya" ajak pak RT.
Setelah kerja bakti selesai, Sesuai rencana, mereka akan melihat kuburan yg dimaksud.

Warga pun ikut berbondong-bondong menyaksikan kuburan siapa, ditakutkan ada tindak kejahatan lalu mayatnya dikuburkan dengan sembarangan.
Saat sampai di lokasi, soni dan teman-temannya pun kaget, bagaimana tidak, tempat yg kemarin berdiri kuburan sama sekali tak ada bekas, tanahnya kembali seperti semula dengan penuh rerumputan, soni CS pun mencari kesana kemari tak kunjung ketemu.
"Ah,, salah lihat mungkin kalian ini" celetuk salah seorang warga, soni cs yg kebingungan tak bisa berkata apa-apa, hanya menggaruk kepalanya yg tak gatal.

"Sekarang ke kolam lele ya pak !!" Ajak pak sultan antusias, semua warga berjalan ke arah kolam lele.
Kolam ini memang sudah tak terurus karena memang banyak saingan dan sepi, akhirnya pemiliknya meningalkan begitu saja, pemiliknya adalah warga desaku juga namun beda RT,

"disini kemarin pak sumpah" kata pak rosid,

"saya malah kesandung disini, itu bekas rumputnya masih ada"
imbuhnya.

"Sial.. kok bisa ilang sih kuburannya" kata pak sultan, beberapa warga ada percaya ada yg tidak,

"sebenarnya kemarin waktu saya rapat dengan pak Lurah, ada juga pak Warno (ketua RT 3) juga menceritakan hal yg sama, beberapa warga disana juga menjumpai kuburan yg-
saat di datangi sudah tak ada" jelas pak RT.

"Apa itu kuburan nya bisa pindah-pindah ya pak" ucap seorang warga, pat RT hanya menggeleng kepala,

"entahlah,, selama kita saling tidak mengganggu biarkan saja, bukannya kita memang hidup berdampingan?" Warga mengangguk setuju,
lalu pulang kerumah masing-masing bergelut dengan pikirannya sendiri.

______

"Sampai sekarang pun masih ada kok mbak yg ketemu sama kuburan itu, hiii ngeri banget ya mbak" ucap wahyu,

"haha lecek(penakut)" ledekku, wahyu hanya diam memasang wajah cemberut nya.
.....kisah kuburan berpindah selesai....

"Assalamualaikum mei.." terdengar suara dari luar, aku pun membuka gagang pintu untuk melihat siapa yg berteriak memanggilku.

"Loh Nadya, kok nangis, ayo masuk sini" pinta ku sembari memapah nadya, nadya teman ku saat di bangku sekolah
dia gadis yg sangat tertutup dan pendiam.

Aku mengambilkan air mineral dan memberikan kepada nadya, dia menangis sesenggukan tak berhenti.

"Aku kesini mau cerita mei, aku denger kamu pulang makanya aku kesini, sebenarnya udah lama banget aku mendem ini sendiri, sekarang aku-
udah ga kuat mei" jelas nadya dengan isak tangis yg masih mengiringi.

"Ibu ku mei,, dia di pelet kata orang pinter, tapi aku ga percaya, sampai, semuanya udah terlambat, bantu aku mei",

kulihat wajah nadya, matanya bengkak seperti sering menangis terdapat kesedihan yg teramat,
dimatanya, airmatanya membasahi pipi dan ujung bibirnya, dia bercerita dengan bibir yg bergetar.

.......LINTRIK (pelet pengasihan)......

Ibu Maya (ibu nya nadya) adalah seorang janda berumur 52 tahun, Nadya adalah salah satu teman ku yg hidupnya selalu tercukupi karena-
memang dari keluarga kaya. Dahulu Bapak nadya adalah pejabat sedangkan ibunya seroang wirausaha, bu maya mempunyai beberapa minimarket.
Tapi sayang, keluarga nadya yg selama itu bahagia harus merasakan kesedihan, karena bapak nadya harus pergi meninggalkan keluarganya untuk selamanya, kala itu nadya sedang kuliah.

Setelah sekian lama ibu maya menjanda, akhirnya setahun yg lalu ibu maya-
menikah dengan seorang laki-laki bernama Dewo.

Meskipun usia bu maya terpaut jauh dengan Dewo yg berusia 29 tahun, mereka tetap melakukan pernikahan, awalnya nadya dan kakaknya (mas Rio) tidak mengizinkan ibunya menikah karena usia mereka terpaut cukup jauh,
namun bu maya tetap saja ngotot, bahkan mengancam akan pergi meninggalkan kedua anaknya jika tidak di izinkan.

Dengan berat hati pun nadya dan mas rio mengizinkan ibunya menikah lagi, mereka berdua merasa aneh, karena ibunya yg selama ini sangat sayang dengan kedua anaknya,
lembut, sabar ,dan juga selalu mengedepankan kebahagian kedua anaknya sekarang berubah.

Di minggu pertama pernikahan ibunya semua baik-baik saja, tak ada yg perlu di khawatirkan, sampai,

"Rio, mana adikmu? Ibu mu ngomong!!", ucap bu maya dengan ketus,

"adek masih ke toko buk
tadi katanya beli garam, ibu kenapa kok jarang masak sekarang? Malah nadya yg sering nyiapin makan buat rio" jelasnya.

"Mulai sekarang kalian pikiran aja sendiri, kalian udah besar, ibu mau fokus ngurus ayahmu (dewo)" jawab bu maya,

"ayah?, kalau dia jadi ayah harusnya kerja-
dan bertanggungjawab nafkahin kita, bukan cuma diem dirumah, elus-elus kerisnya, malem-malem keluar ga jelas, bakar dupa, musyrik, dan yg lebih parah dia merintah-merintah ibu dan kasar" ucap rio tak terima.

"Kamu jangan kurang ajar ya rio, kamu harus sopan sama ayahmu,
apa kamu ga tau kalau bisnis ayahmu itu semua di handle online?" Jelas bu maya,

"kenapa mas? Buk?" Tanya nadya yg baru datang.

"Kebetulan kamu udah datang nad, ibu mau jual toko yg di perempatan Pattimura" jelas ibu maya,

"kenapa dijual buk?" Tanya nadya,
"buat investasi ayahmu, tanam saham" jawab bu maya.

"Investasi barang klenik maksud ibu?" Sahut rio dengan nada sewot,

"bukan urusan kalian, ibu ga minta izin kalian, ibu cuma ngasih tau aja, jadi mulai besok kamu (Rio) ga perlu urus toko itu lagi" kata bu maya sembari-
Meninggalkan mereka berdua.

"Ga bisa kayak gini terus mas, selama ini ibu udah jual semua aset milik bapak, mas tau kan toko itu satu-satunya sumber mata pencarian kita yg tersisa, kalo toko itu di jual, pemasukan kita dari mana?" Tanya nadya panjang lebar.
"Ya, mas ngerti nad, besok mas bakal ngomong sama dewo" jawab rio menutup pembicaraan mereka malam itu.

Malam itu nadya tak bisa tidur, dia hanya memandangi langit-langit kamarnya, berharap semua kembali seperti dahulu saat ayahnya masih ada, tak terasa air matanya menetes,
kian deras membasahi bantalnya.

"Daripada ga bisa tidur mending shalat malam dulu" pikir nadya,

dia membuka kamar menuju musholla yg melewati kamar ibunya, samar-samar nadya mendengar suara perempuan bersenandung,

"ibu? Malam-malam seperti ini bernyanyi?" Tanya nadya-
dlm hati.

Pintu kamar bu maya yg terbuka sedikit mempermudah nadya untuk melihat di dalamnya, mata nadya terbelalak melihat seorang wanita membelakanginya, mengenakan pakaian khas noni belanda, rambut nya pirang, dan ikal.
Dia tetap bersenandung dengan bahasa yg nadya tak mengerti dan masih membelakangi nya,

"oh itu? Dia Emma, kamu mau kenalan sama dia ga?" Kata Dewo mengagetkan nadya,

nadya segera menoleh ke arah dewo yg tersenyum kecil dengan membawa keris kesayangannya ditangannya.
Nadya menggeleng lalu menyempatkan menengok ke arah noni belanda tadi, tidak ada, ia sudah tak disana.

Nadya segera beranjak pergi ke kamarnya dan mengurungkan niat untuk sholat malam, ia memaksakan matanya untuk terpejam agar tak lagi mengingat hal yg baru saja terjadi.
Esoknya sesuai janji Rio, ia akan berbicara dengan ayah tiri nya itu.

Saat itu dewo berada di taman samping rumah, rio segera menghampiri dewo, sebelum rio berkata

"ada yg bisa dibantu rio?" Tanya dewo.

Ya, dewo mengetahui kedatangan rio meskipun dewo-
membelakanginya,

Rio yg keheranan pun berpikir macam-macam tentang dewo, dia sangat yakin ada yg tak beres dengan si dewo,

dia bukan orang sembarangan, sempat terlintas dibenak rio untuk mengurungkan niatnya berbicara dengan dewo.
Namun segera ia tepis karena ini juga demi kebaikan dia dan adiknya,

"kamu mau larang saya untuk menjual toko itu?" Tanya dewo yg masih tak merubah posisi.

"Iya, tolong urungkan niat mu, toko itu satu-satunya penghasilan kami" jawab rio dengan lantang.
"Hahahah" jawab dewo dengan tertawanya yg keras lalu berjalan menghampiri rio,

"kamu nurut aja, saya paling ga suka sama pembantah" imbuhnya sembari menepuk bahu rio,

rio yg tak terima pun berniat mengejar dewo.
Tapi tiba-tiba badan rio mematung, kaku, tak bisa di gerakkan sama sekali, tenggorokannya seperti di cekik, sakit, sangat sakit sekali, rio hanya bisa melihat dewo berbalik badan ke arahnya tersenyum menyeringai lalu memasuki rumah.
Rio segera berdoa membaca ayat kursi dan 3 surah qul (Al-ikhlas, Al-falaq,, dan An-naas) tak lama badan rio mulai bisa bergerak,

leher nya masih sangat sakit, ia segera masuk ke dalam rumah,

"astagfirullah, mas kenapa lehermu?" Tanya nadya.
"Kenapa nad?" Tanya rio penasaran,

"ngaca sana" pinta nadya,

rio segera menuju etalase kaca yg tak jauh dari tempatnya berdiri,

lehernya memerah membekas seperti cengekraman tangan, benar saja ia tadi merasa tercekik.
"Siapa mas yg udah nyekik?" Tanya nadya,

rio menggeleng "rumah ini udah ga aman nad" kata rio lirih,

nadya manggut setuju, "dewo mesti nggowo setan jahat melbu rene mas" (dewo pasti memasukkan setan jahat kerumah mas) kata nadya.
"Ga bisa di diemin nad, aku bakal minta tolong sama temen ku, kebetulan bapaknya itu seorang kyai" ucap rio,

"aku ikut mas, aku ga mau dirumah sendiri, takut sama Emma" kata nadya lirih,

"sopo?" (Siapa?) tanya rio.
"Sssttt nanti aja aku cerita, mending kita sekarang cepet-cepet pergi ke temen mas rio" ucap nadia setengah berbisik.

Mereka berdua pun segera menuju rumah yg rio maksud, jarak yg lumayan jauh, memakan waktu sekitar 4 jam menggunakan motor.
Mereka pun sampai, Rio memarkirkan motornya di depan rumah sederhana nan asri ini,

"mas omah e adem ayem" (mas rumahnya dingin tentram) puji nadya,

rio tak menghiraukan kata-kata adiknya itu, wajahnya sangat serius, ia ingin masalah ini segera selesai.
"Wadyah, ketekan dayoh gedhe iki" (waduh, kedatangan tamu besar nih) sapa Agung, teman rio,

"bisa aja kamu gung" jawab rio,

setelah mereka duduk dan agung kembali dengan membawa minuman dan kudapan "monggo" kata agung.
"Jangan repot-repot gung, soalnya aku datang kesini mau repotin kamu sama ayahmu soal hal lain" jelas rio,

"ada masalah apa bro? Cerita lah" kata agung, rio pun menceritakan semua kepada agung.
Agung manggut dan "ayah baru nanti malam balik bro, kamu dan adikmu istirahat dulu aja ya, aku ga tega kalo biarin kalian pulang dan balik lagi, jauh bro, apalagi kalo malem jalannya rawan" jelas agung memberi saran.
"Makasih banget ya gung, kamu udah mau bantu kami, dan maaf banget udah merepotkanmu" kata rio,

"santai bro, ayo aku anter ke kamar, kamu di kamarku aja, biar adikmu istirahat dikamar mbak" jawab agung,

"apa ga ngerepotin mbak nya nanti?" Tanya nadya,
"ora, mbak ku nang morotuo e kok"
(ngga bakal, soalnya mbak kerumah mertua nya) jawab agung.

Sekitar jam 1 dini hari, ayah agung datang, agung pun menceritakan semua kepada ayahnya,

"pun sakniki monggo shalat sareng, shalat tobat, shalat hajat,
supados gusti Allah nyukani pinunjuk",

(Mari sekarang kita shalat berjamaah, shalat taubat dan shalat hajat, agar Allah memberi kita pentujuk) ajak pak kyai kepada mereka bertiga (agung, rio dan nadya).
Seusai shalat dan dzikir mereka berbincang ringan, pak kyai belum membahas soal keluarga nadya.

"Nad leher ku puanas" bisik rio kepada nadya,

nadya segera melihat leher kakaknya itu, dan benar saja bekas itu terlihat menghitam, makin lebam.
"InshaAllah demit e mulai bereaksi" kata pak kyai,

"reaksi gimana pak? Minta tolong pakai bahasa indonesia aja ya pak, saya tidak terlalu paham bahasa jawa halus" kata rio sopan,

pak kyai tersenyum manggut.
"Ibumu ini di pelet, pelet nya pakai lintrik" kata pak kyai,

"lintrik?" Tanya nadya mengulang,

pak kyai manggut, "lintrik ini ilmu pengasihan, siapa saja yg di pelet dengan lintrik akan terbayang-bayang wajah orang tersebut, dan dibuat tergila-gila menyukai orang itu"
jelasnya.

"Jadi maksudnya, ibu di pelet dewo pak?" Tanya nadya,

"betul, dan dewo sendiri yg melalukannya, tidak hanya pelet lintrik, tapi ibu kalian dibuat bertekuk lutut menuruti semua perkataan si dewo ini dengan pelet lainnya, dewo ini bersekutu dengan banyak iblis,
saya hanya bisa bantu menahan lintriknya, tapi hasilnya kita serahkan saja kepada Allah" jelas pak kyai panjang lebar.

"Lalu yg mencekik saya ini siapa pak?" Tanya rio,

pak kyai tersenyum, "itu jin lain, yg sama-sama jahatnya, dia bisa mengontrol pikiran manusia-
sehingga mencelakai dirinya sendiri" jawab pak kyai.

"Wujudnya seperti apa pak?" Tanya rio lagi,

"perempuan, setinggi 3 meter, berkuku panjang, seluruh badannya melepuh gosong, tanpa rambut dia masih diluar, ga berani masuk kedalam rumah sini" jawab pak kyai dengan tenang.
"Ada lagi pak, waktu itu saya melihat noni belanda, kata dewo dia bernama Emma" tutur nadya,

"itu jin yg bersemayam ditubuh ibumu, jin itulah yg sebenarnya menyukai dan tertarik kepada dewo" jelas pak kyai.
"Lalu kita harus gimana pak?" Tanya rio,

"selalu mengaji dirumah, jangan pernah tinggalkan ibadah, ajak ibu kalian juga, dan berikan ini kepada ibu kalian" jelas pak kyai sembari memberi air mineral dan sebuah kertas yg sudah dilipat.
"Apa ini pak?" Tanya rio lagi,

"air ini diminumkan atau di campurkan ke minuman yg ibu kalian minum, jangan sampai habis, selalu isi dan tambah air dibotol ini, jaga agar selalu penuh, sementara kertas itu taruh di bawah bantal ibu kalian" jelas pak kyai.
"Apa ini untuk menghilangkan efek lintriknya itu pak?" Tanya rio,

"tidak, ini hanya agar jin noni belanda itu tidak betah berada di dalam tubuh ibu kalian, harusnya lintrik juga dilawan dengan lintrik yg lebih kuat, tapi itu musyrik, tetap mohon dan berdoa kepada Allah"
jawab pak kyai.

Esoknya rio dan nadya pun pamit pulang, mereka tak sabar untuk melakukan apa yg dipinta pak kyai,

"mas, bahu ku berat banget" keluh nadya,

"ya didepan nanti kalau ada warung, kita istirahat disana, kamu kecapean nad" ucap rio, nadya manggut.
Setelah beberapa menit rio dan nadya berhenti disebuah warung kecil dengan pengunjung yg ramai berbincang,

"nad kok pucet temen se, moto mu koyok panda, ireng ngono" (nad, kamu pucet banget, sekitar matamu juga hitam kayak panda) kata rio.
"Masak sih mas? Aku ngerasa berat banget bahuku, lidah juga rasanya kaku, buat ngomong rasanya ga enak mas" kata nadya lalu mengeluarkan kaca dari tas nya,

dia melihat wajahnya di cermin seperti bukan dirinya, terkesan ngeri dan tatapannya kosong.
"Mas, aku wedhi" (mas aku takut banget) kata nadya lirih sembari mencengkeram baju kakaknya,

mata nadya berkaca-kaca, ia tau akan terjadi sesuatu yg tak ia inginkan,

"lawan, jangan takut, selalu dzikir, baca ayat kursi sesering mungkin, pikiran jangan pernah kosong" pinta-
rio lalu memeluk adiknya.

Tak mau kalah dengan nadya, rio juga merasa perasaannya tidak enak, lehernya yg masih sakit, meskipun semalam sudah diberi "minuman doa" dari pak kyai, sakit itu datang dan pergi tiba-tiba, ia merasa panas dan perih di tempat bekas lehernya yg lebam.
Seusai makan dan beristirahat mereka melanjutkan perjalan, sebelumnya perjalanan hanya memakan waktu 4 jam, kini sudah 5 jam mereka belum sampai rumah juga.

"Sadar ga sih mas, kita lewatin jalan ini udah berkali-kali loh" kata nadya,

"iya nad, aku tadi juga mikir gitu,
tapi aku kayak bodo amat gitu, kamu juga kenapa baru ngomong?" Tanya rio.

"Aku dari tadi mau ngomong tapi ketahan mulu mas, rasanya aku males banget mau ngomong, mulutku rasanya lengket, ditambah lagi badanku lemes banget" jawab nadya.
"Kayak e kita kena oyot mimang nad" kata rio,

"oyot mimang?" Tanya nadya mengulang,

"iya, kita berhenti aja dulu kita doa ya" kata rio menghentikan motornya di sisi jalan.

"Jadi oyot mimang ini maksudnya kita di puterin disasarin, terus-terusan dibuat bingung dengan-
jalan yg sama" jelas rio,

"sampe kapan gini terus mas?" Tanya nadya,

"kata alm bapak dulu sih kalo kena oyot mimang kita harus nengok ke atas langit, tapi tetap kita berdoa dulu ya" ajak rio.
Mereka berdua pun berdoa dan segera menengok ke atas,

"wes ayo lanjut, mariki sorop" (udah, ayo jalan lagi, bentar lagi mau maghrib) ajak rio,

Nadya manggut dan mengenakan helm.

Sekitar satu jam setengah mereka sudah sampai di depan rumahnya,
"alhamdulillah mas, wes ga nyasar" (alhamdulillah mas, ga tersesat lagi) kata nadya sumringah,

"kondisimu gimana? Udah enakan belum?" Tanya rio.

Nadya mengendikkan bahu "mboh rasane ga karuan awak" (ngga tau lah, rasanya badanku ga nyaman) jawab nadya,
"ya udah mandi, shalat terus istirahat nad" saran rio.

"Dari mana aja kalian?" Tanya bu maya, rio tak menjawab hanya menyalami tangan ibunya lalu masuk kamar tanpa berkata sepatah kata pun.

Seusai shalat isya rio memikirkan bagaimana caranya agar minuman ini terminum oleh-
Ibunya, karena sama sekali tak mungkin ibunya langsung mau minum air ini begitu saja.

Rio teringat kondisi terkahir nadya yg tidak sehat, ia segera menghampiri nadya ke kamarnya,

"nad, udah tidur?" Tanya rio, nadya terbaring di tempat tidurnya.
Rio berniat ingin mengecek suhu badan nadya, terlihat mata nadya terbuka lebar, dia belum tidur.

Rio mengajaknya bicara namun ia tetap diam, rio memperhatikan mata nadya denga seksama.

Mata nadya menghitam, full hitam,

"nad, jangan bercanda ah" kata rio mencoba menenangkan-
Dirinya, nadya tetap diam, kulit disekitar matanya terlihat keriput menghitam, bibirnya perlahan mengangah mengucapkan kata yg tak rio mengerti.

"Nad, please sadar, jangan buat aku takut, nad, nadya, istighfar dong nad" teriak rio sembari mengguncangkan badan nadya,
tak lama nadya terduduk dengan cepat, menoleh ke arah rio dan berteriak memekikkan telinga.

Rio mundur berusaha keluar dari kamar nadya, nadya terus mengejar rio dengan tangan siap mencekik leher rio, rio segera jongkok dan membenamkan wajahnya karena ia sangat ketakutan.
"Lapo mas?" (Ngapain mas?) tanya nadya yg sudah berada di ambang pintu,

rio masih ketakutan ia ragu dan tak menjawab pertanyaan adiknya itu,

nadya yg kebingungan segera menghampiri kakanya.

"Jangan!!! jangan..!!!" Pinta rio,
"kenapa mas? Jangan buat nadya bingung deh" protes nadya,

"iNi beneran kamu kan nad? Kamu ga mau nyelakain aku kan?" Tanya rio.

"Apaan sih? Ya ngga lah ngapain aku nyelakain mas rio? ini nadya mas, siapa lagi coba?" Tanya nadya,

"kamu dari mana?" Tanya rio,
"habis ambil minum barusan, nih minumnya" jawab nadya.

"Serius lo barusan keluar? Trus tadi siapa nad?" Tanya rio lagi,

"ya mana aku tau mas, emang kenapa?" Tanya nadya balik

"tadi aku kira kamu kesurupan nad, mas bener-bener takut, tapi alhamdulillah kalo kamu baik-baik aja"
jawab rio.

Nadya manggut,

"mas gimana? Airnya udah dikasih ke ibu belum?" Tanya nadya,

"belum lah nad, aku bingung gimana caranya, kamu tau ga gimana caranya?" Tanya rio.

"Ya udah siapain airnya nanti coba aku yg kasih ke mama" kata nadya,
"oke aku ambilin bentar, trus nanti kertasnya gimana?" Tanya rio lagi,

"nunggu si dewo keluar rumah aja mas, biar aman ga resiko" jawab nadya, rio pun setuju.

"Buk, ayah kemana?" Tanya nadya,

"biasa, urus kerjaan, ketemu sama client nya" jawab bu maya,

nadya manggut,
"buk nadya buatin teh hangat, diminum dulu" pinta nadya,

"ngga, kamu ngasih apa-apa kan itu di minuman ibu?" Tanya nya.

"Kasih apa buk? Ngga ada, ya udah ngga apa-apa kalo ibu ngga mau minum" kata nadya lalu pergi menghampiri rio,

"wes ndang, wong e metu" (cepetan dilakukan,
orangnya lagi keluar) kata nadya, rio manggut dan segera memasuki kamar ibunya.

Setelah rio berhasil meletakkan kertas tersebut, ia segera pergi dari sana,

"aaakkkhh, sakit banget nih leher" kata rio bermonolog,

ia segera mencari cermin,
luka di lehernya semakin parah kali ini tak hanya lebam, luka itu melepuh.

"Mas, aku udah masukin air nya ke dalam botol minum nya ibu" kata nadya kegirangan,

"bagus deh nad" jawab rio seadanya, ia masih fokus ke lehernya.
"Ya Allah, mas lehermu kok makin parah, ayo mas berobat ke dokter aja" kata nadya.

"Tapi kan ini bukan sakit medis nad, apa bisa?" Tanya rio,

"namanya juga usaha mas, daripada kayak gitu, senggaknya nanti dikasih salep atau obat pereda nyeri" ucap nadya, rio manggut.
Seminggu telah berlalu, rio rutin mengisi air doa dari pak kyai, kondisi rio makin memburuk meskipun sudah periksa ke dokter kulit, sementara nadya sering jatuh sakit, jarang bicara dan tak mau makan sudah tiga hari ini.

Bu maya dan dewo sering adu mulut,
karena bu maya sudah tak menurut seperti sebelumnya, ia juga mulai memperhatikan rio dan nadya, tapi itu semua sudah terlambat karena toko (minimarket) itu sudah terjual.

Malam itu rio berinisiatif untuk menelpon agung,
ia berniat akan menceritakan yg telah terjadi kepada keluarganya saat ini.

"Astagfirullah, kok ga cerita dari awal kemaren bro? Aku kesana aja ya sama ayah" kata agung dalam telepon.

"Thanks banget gung, kamu udah bantu dan sampe bela-belain kesini, maaf banget gung kondisiku-
ga memungkinkan buat kesana" kata rio,

"ngga masalah, aku malah seneng kok bisa bantu, malam ini InshaAllah aku kesana sama ayah" ucap agung mengakhiri obrolan.

Sekitar jam 11 malam, agung, ayahnya dan seorang lagi pak suryo pak lik nya agung datang,
rio mempersilahkan masuk, pak suryo hanya geleng-geleng,

"wakeh yo ingon-ingon e lik?" (Banyak banget kan peliharaan nya lik?) tanya agung ke lik suryo.

"Wes wes, setan alas ngendi ae ono iki" (wah wah, jin hutan dari mana aja ada disini) ucap lik suryo,
sedangkan pak kyai hanya tersenyum kecil,

"mana adikmu?" Tanya pak kyai ke rio,

"di dalam pak" jawab rio sembari menunjuk kamar nadya.

"Mas, njenengan melbet mawon ningali adik e, kersana lare niki kulo sing nangani"
(mas, Anda masuk saja memeriksa adiknya, biar anak ini saya yg tangani) pinta lik suryo,

pak kyai manggut dan menuju kamar nadya bersama agung.

Lik suryo mengambil daun bidara dari tas nya membaca doa lalu menekan dahi rio dengan jempolnya,
"apa yg kamu rasakan?" Tanya lik suryo,

"dileher rasanya ada yg jalan gitu lik" jawab rio, lik suryo segera menempelkan beberapa daun bidara di leher rio.

"Aaaaaaakkkkkkhhh, sakit lik, puanaas" teriak rio, kebetulan saat itu bu maya dan dewo sedang pergi menemui-
kolektor barang antik di luar kota,

"tahan, tahan, istighfar, terus bertakbir, lawan dan jangan mau kalah" kata lik suryo memberi arahan.

Sedangkan di sisi lain pak kyai dan agung memeriksa kondisi nadya,

"yah, setan ngelamak iki ga duwe unggah-ungguh,
mosok arek digawe ga iso mangan, ga iso ngomong koyok ngene, ayo wes yah, obongen ae"

(Yah, setan kurang ajar ini, ga punya sopan santun, masa anak ini dibuat sampe ga bisa makan, ga bisa bicara kayak gini, udah lah ya, ayo dibakar aja) ucap agung antusias.
"Ggrrrmmmmmm" nadya menggeram, melotot mendengar perkataan agung,

"heh, setan, metuo, opo tak obong?"

(Hei setan, keluar atau aku bakar?) Perintah agung sembari menunjuk nadya,

nadya menggeleng, "ga, aku di kongkon gawe arek iki mati pelan, cek nelongso sek"
(Ngga, aku diperintahkan untuk membuat anak ini menderita dan mati pelan-pelan) kata nadya dengan suara berat dan menggema,

"wes ga usah kakean omong gung, budaaalll"

(udah ga perlu banyak bicara gung, gaspoll) perintah pak kyai kepada agung.
Pak kyai segera membaca doa,

"gung jupuk en 7 bidara e, uleg'en, blonyo ono di sikil e"

(gung ambil 7 daun bidara, tumbuk lalu oleskan ke kaki nadya)

perintah pak kyai yg masih memejamkan mata dan melanjutkan membaca doa.
Agung segera melakukan yg diperintahkan ayahnya, nadya menjerit sejadi-jadinya, tak lama ia pingsan.

"Alhamdulillah wes metu dhemit e" (alhamdulillah udah keluar tuh setan) ucap agung.

Setelah beberapa lama nadya pun tersadar,

"nad, gimana keadaanmu?" Tanya rio buru-buru-
menghampiri nadya,

"sakit semua badanku mas, laper banget" jawab nadya,

"ya udah aku ambilin makan, tunggu sini, disini ada beliau-beliau ini yg membantu kita nad" jelas rio.

"Maturnuwun sanget ngge pak"

(terimakasih banyak ya pak) ucap nadya, mereka bertiga manggut,
"rumah ini sudah di pagar, InshaAllah hal-hal yg jelek ga akan masuk, ibu kalian perlahan akan sembuh atas izin Allah, kalian harus sabar" jelas pak kyai menutup obrolan malam itu.

Sebulan setelah itu, bu maya cerai dengan dewo, bu maya merintis usaha lagi mulai dari nol.
Semua kembali seperti semula setelah 2 tahun bu maya bercerai dengan dewo.

Sedangkan dewo yg mengetahui bu maya kaya lagi, ia mulai mendekati bu maya lagi, bu maya tak pernah terbujuk rayuan si dewo sampai hal yg buruk menimpa bu maya.
Bu maya jatuh sakit, di mulai dari gatal disekujur tubuhnya, lalu mengeluarkan nanah dan bau tak sedap, sudah 3 bulan bu maya di rawat dirumah sakit, makan, minum, (maaf) pipis dan BAB pun lewat bantuan selang.

Bu maya sama sekali tak bisa bergerak dan berbicara,
"mas gimana ibu? Masa gini terus? Ga ada kemajuan malah kondisinya memburuk kayak gini" kata nadya merengek.

"Gimana lagi nad? Mas juga bingung" kata rio yg juga meneteskan air matanya,

"ini pasti karena dewo bangs*t itu, dia yg buat ibu kayak gini mas,
mas minta tolong lagi dong sama mas agung" pinta nadya.

"Nad, agung udah pindah keluar jawa dia susah di hubungi, pak kyai udah setahun yg lalu wafat, sedangkan aku ngga tau nomer nya pak suryo nad" jelas rio,

"jadi apa kita tetap diem? Biarin ibu kayak gini mas?" Tanya nadya,
"Sabar nad, kita harus tetap berdoa ya" kata rio.

......flashback nadya selesai........
Aku mengelus menenangkan nadya,

"iya nad, dewo yg udah lakuin, mau tau ga dengan cara apa?" Tanyaku,

"apa mei?" Tanya nadya balik,

"maaf ya nad, dewo pake media pembal*t ibu kamu" jawabku.

"Bener-bener baj*ng*n si dewo, mei, tolong mei, aku ga mau ibu ku kayak gini terus"
kata nadya tak berhenti menangis,

"boleh tanya ga aku nad?" Ucapku, nadya manggut.

"Nenek mu masih ada?" Tanya ku,

"ada mei, kenapa?" Jawabnya,

"alhamdulillah nad, sekarang ayo kerumah nenekmu" ajakku,

"hah? Sekarang mei? Mana mungkin mei? Ini udah malem" kata nadya.
"Ngga masalah nad, lebih cepat lebih baik, nenek mu disini kan?" Tanyaku lagi,

nadya menggeleng, "nenek ku di Jakarta mei, ikut tante, kami udah kama lost kontak karena tante takut nenek ku ngasih warisan ke ibu" jawab nadya.
Aku terdiam cukup lama,

"emangnya kenapa sih mei kok harus ketemu nenek?" Tanya nadya,

"karena (maaf) kita butuh air seni (next sebut aja air keramat ya) nenekmu nad" jelasku,

"buat apa mei?" Tanya nadya yg kaget.
"Buat dibasuh keseluruh badan ibumu nad, ini emang ga masuk akal dan menjijikkan menurut sebagian orang, tapi jin yg ada dalam tubuh ibu mu ya lawannya pake air keramat ibu kandung dari korban" jelasku.

"Apa ga ada cara lain mei?" Tanya nadya,

"cara lain?"
Aku mengulang pertanyaan nadya, aku memejamkan mata sebentar, aku melihat gambaran samar.

"Ibu nya dewo masih ada ga nad?" Tanyaku,

"setahu ku sih udah meninggal lama mei, ibu dulu pernah cerita" jawab nadya,

"nad tapi kamu tau kan alamat nenek mu itu?" Tanyaku.
Nadya manggut, "kita segera kesana aja ya nad, kamu pasti ngga mau kan ibumu menderita kayak gitu?" kataku meyakinkan nadya, nadya menggeleng.

"Jelas aku ngga mau ibu menderita mei, tapi besok aja ya kita berangkat? Aku harus ngomong ke mas rio dulu dan prepare buat besok mei"
kata nadya.

"Oke nad, kamu istirahat yg cukup, jangan mikirin macem-macem ya" pesanku,

"iya mei, makasih ya, besok aku jemput kamu, dan pesenin pesawat buat flight besok ya" kata nadya, aku manggut.
Esoknya sesuai rencana aku dan nadya "terbang" menuju rumah neneknya.

Singkat cerita aku dan nadya udah dapetin air keramat nenek nadya

(aku ga bakal bahas gimana dapetinnya karena YBS ngga mau ini di publish, ini masalah keluarga mereka).
Setelah berhasil mendapatkan air keramat kami segera menuju rumah sakit dimana bu maya di rawat,

"nadya tolong kamu baca surat Al-kahfi ya, dan untuk bang rio, mei minta tolong abang adzan dan iqomah berulang kali sampai proses ini selesai" pintaku.
Mereka berdua mengangguk mengerti, aku segera berdoa, dan membasuhkan dengan air keramat ke seluruh badan bu maya,

tubuh bu maya mengejang hebat, bu maya berteriak histeris, lalu memuntahkan isi perutnya.
Keluar darah hitam pekat berbau busuk, dengan belatung dan bangkai tulang belulang, bu maya berteriak mengkibas-kibaskan tangannya kepanasan, lalu melompat-lompat, seluruh badannya terlihat mengeluarkan asap.
Kulihat nadya shock dan akan berlari menuju ibunya,

"tolong fokus lanjutin ngajinya nad, jangan terpengaruh" kataku,

nadya dan rio melanjutkan tugasnya, kudengar suara mereka bergetar menahan tangisannya.
Aku tetap melakukan tugasku, membasuh sisa air keramat itu ke wajah serta rambut bu maya, iblis itu marah mengerang kesakitan dan berteriak panas, aku tak memperdulikannya, aku membaca doa khusus hingga bu maya berhenti berteriak.
Entah berapa lama kami melakukan "pengusiran" itu, yg jelas semua suster dan pasien berkerumun di luar ruangan bu maya di rawat, mengintip ingin tau apa yg sedang terjadi, sebelumnya kami sudah meminta izin pihak rumah sakit.
"Bang, nad, jangan lupa pesen ku ya, setelah ini basuh dan mandikan bu maya dengan daun bidara, setelah itu dibilas dengan sabun dan air bersih, lakukan ini tiap hari sampe bu maya bener-bener sembuh" pesanku.

"Makasih banget ya mei, kamu udah mau bantu" kata rio, aku manggut.
Setelah beberapa hari kejadian itu nadya menelponku,

"hallo nad, gimana kondisi ibumu?" Tanyaku,

"alhamdulillah mei, kamu kesini ya, aku udah minta mas rio jemput kamu, bentar lagi mungkin nyampe" pintanya.
"Iya nad aku siap-siap dulu deh" kataku mengakhiri pembicaraan kami,

benar saja selang beberapa menit rio datang dan kami menuju rumah mereka.

Setelah aku sampai dirumah nadya, aku melihat seorang wanita duduk di kursi roda.
Wajahnya terlihat berwibawa, bibirnya tersenyum,

di belakangnya ada seorang perempuan seumuranku,

ya itu nadya dan yg berada di kursi roda adalah bu maya.

Nadya segera menghampiriku dan memelukku, ia meneteskan air mata,
"Sekali lagi, makasih banget mei, kamu udah bantu banyak" kata nadya,

aku menggeleng, "nad ini semua atas izin Allah, kita harus bersyukur dengan cara selalu berbuat baik dan rajin ibadah, karena Allah masih ngasih kita kesempatan dan kesehatan" kataku.
"Bijaksana banget si mei, makin suka sama kamu" kata rio,

"ciee,, ada yg ngakuin perasaannya" goda nadya ke rio, aku menghampiri bu maya,

"gimana keadaan bu maya sekarang?" Tanyaku,

"Jauh lebih baik mei, terimakasih banyak ya, semoga Allah membalas kebaikanmu" ucap bu maya.
Bagi kebanyakan orang, bisa berkomunikasi dengan "mereka" adalah hal yg luar biasa, tapi percayalah, kita menjadi luar biasa karena kita bisa membantu dan menolong orang yg membutuhkan kita.

(Sekali lagi aku bilang ya, si mei ini bukan penulis, tapi mei adalah teman si penulis)
Sekian cerita ini, saya tutup dengan ucapan terimakasih sebanyak-banyaknya untuk para pembaca, maafkan jika ada tulisan yg kurang berkenan.

Wassalam
Good night
Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh.

Enjoying this thread?

Keep Current with ikka ayyu

Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

Twitter may remove this content at anytime, convert it as a PDF, save and print for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video

1) Follow Thread Reader App on Twitter so you can easily mention us!

2) Go to a Twitter thread (series of Tweets by the same owner) and mention us with a keyword "unroll" @threadreaderapp unroll

You can practice here first or read more on our help page!

Follow Us on Twitter!

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just three indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3.00/month or $30.00/year) and get exclusive features!

Become Premium

Too expensive? Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal Become our Patreon

Thank you for your support!