, 388 tweets, 51 min read
My Authors
Read all threads
" PERJANJIAN DENGAN NYI RATU "

Thread horror story

@bacahorror #bacahoror
Gelap, dingin, dan suara rintik hujan, itu yg dirasakan Nina malam itu saat ia membuka mata melihat diluar jendela, dia merasakan sakit disekujur tubuhnya, ntah apa yg membuatnya seperti ini, Nina tak tau, yg ia ingat tadi dirinya berbincang dengan ibunya diteras rumah.
"Aduuh" keluh Nina dengan memegang bahu kanannya, "sabar nduk bar iki wis totok kok" (sabar nak, sebentar lagi sudah sampai kok) sahut suara lelaki yg saat ia toleh adalah Pak Teguh bapak Nina.
"Pak e arep nang ndi se iki? Aku kenopo pak Kok awak ku loro kabeh?" (pak mau kemana sih ini? Aku kenapa pak kok badanku sakit semua) berondong Nina dengan pertanyaan yg tidak dijawab oleh pak Teguh.
Mobil melaju dengan kencang tak ada sepatah katapun terucap dari mereka bedua, hanya suara derasnya hujan yg menemani mereka dijalan yg sepi ini, setelah lama perjalanan.
Mereka berdua pun tiba di sebuah rumah, tak layak disebut rumah karena disana hanya terlihat seperti gubuk tua, ada satu pintu tanpa jendela dengan atap jerami, dindingnya terbuat dari anyaman bambu dan satu lampu kuning 5 watt yg menambah kesan ngeri di gubuk ini.
Nina melihat suasana sekitar, tanpa penerangan sama sekali, hanya tanah lapang yg di itari semak serta pohon menjulang tinggi, terdengar suara binatang malam dan lolongan anjing kala itu.
"Ayo melbu !! " (ayo masuk) ajak pak Teguh sembari menarik tangan Nina yg masih merasa lemas dan sakit diseluruh badannya, yg dibalas dengan anggukan Nina.
Pak Teguh menyuruh Nina duduk disebuah kursi panjang yg terbuat dari kayu, atau biasa disebut amben. Mata Nina menyapu seluruh isi ruangan, terlihat Nina sangat cemas, ia merasa sedang ada yg mengawasi.
"Entenono di kene diluk" (tunggu disini sebentar), pinta pak Teguh kepada Nina. Ini adalah gubug yg tidak ada penghuninya, terlihat dari barang-barang usang yg sangat berdebu dan tak terurus.
Nina merasa ada yg mengelus lembut rambutnya, Nina menoleh ke arah tersebut, disana terlihat seorang wanita muda, cantik, menggunakan riasan dan aksesoris khas keraton kerajaan, tak lupa mahkota bersematkan berlian hijau yg menghias kepalanya.
Wanita itu tersenyum padanya dengan lembut, membuat Nina membalas senyuman wanita itu. "Nyingkrio koen iblis laknat !!!" (pergi kamu iblis terkutuk !!!) suara keras mbah Ragil yg menggelegar membuat Nina tersentak kaget.
Terlihat lelaki tua memakai pakaian hitam dengan ikat kepala bermotif batik, berambut dan berjenggot putih memegang tongkat berkepala ular, di belakangnya ada bapak Nina, pak Teguh.
"Wong tuek... koen ojo melok-melok, arek iki saiki wes dadi tek ku dewe haaahahaa" ( orang tua.. kamu jangan ikut campur, anak ini sekarang sudah menjadi sepenuhnya milikku hahahaha) sahut wanita tersebut, tapi kali ini suaranya menjadi parau dan berat.
Nina mengarahkan pandangannya ke arah suara wanita tadi, betapa kagetnya Nina melihat wanita yg tadinya cantik bak ratu, sekarang yg ia lihat hanya sesosok bayangan tipis menyerupai nenek tua.
Mata Nina seolah tak mau lepas dari pandangan tersebut, wajah wanita tua itu sangat-sangat menyeramkan, keriput diwajahnya berwarna merah menyala seolah terbakar, mulutnya mengangah lebar terlihat disana seperti sarang belatung.
Sosok itu mendekat dengan cepat seolah hendak memasuki tubuh Nina. "Aaaaaakkkh" teriak sosok tersebut merasa kesakitan, mbah Ragil menggapai rambut putih sosok tersebut dan menariknya.
"Ojo wani-wani koen melbu nang arek iki maneh, utowo koen tak obong" (jangan berani-berani kamu masuk ke anak ini lagi, atau kamu akan kubakar) ancam mbah Ragil.
"Aku ga wedhi karo awakmu gil, ayo coba lek koen wani ngobong aku" (aku ga takut denganmu gil, ayo coba kalo kamu berani bakar aku) tantang sosok itu dengan lantang.
Mbah Ragil tersenyum tipis lalu bibirnya komat-kamit mengucap mantra-mantra untuk membakar sosok itu. Sosok tersebut hanya menertawakan mbah Ragil seolah itu adalah hiburan yg menggelitik untuknya.
"Panas.. panas, pak panas pak panas pak, ga kuat aku pak" Nina menjerit, berteriak, dan menangis , tubuhnya menggeliat dan berguling-guling, membuat pak Teguh tak tega melihat anak semata wayangnya kesakitan.
"Wes mbah ojo diterusno, saaken Nina anakku mbah" (sudah mbak jangan diteruskan, kasian Nina anakku mbah) pinta pak minto kepada mbah ragil. "Iblis kurang ajar".
Sosok tersebut masuk dengan mudah ketubuh Nina yg tergeletak lemas di tanah. "Rupane iblis iki wes atuk ijin anakmu, le" (rupanya iblis ini sudah dapat izin dari anakmu, nak) jelas mbah Ragil sambil mengambilkan air dan ia bacakan mantra.
"Trus piye loh mbah? Kulo pun mbeto Nina teng pundi-pundi, mboten hasil mbah, kulo mboten purun anak kulo di pundut iblis" (lalu bagaimana mbah? Saya sudah bawa nina kemana-mana, tidak ada hasil mbak, saya tidak mau anak saya di ambil iblis).
"Iki salah e bapakmu le, bapakmu buat perjanjian dengan iblis itu, akibatnya kamu lihat kan sekarang? Anakmu sudah di ikat dengan iblis itu" tutur mbah ragil, pak Teguh hanya tertunduk lesu karena tidak tau harus berkata apa.
Pak Teguh ingat betul kejadian saat itu, disaat dimana adiknya juga menjadi korban keserakahan bapaknya. Pak Teguh merasa ini semua harus diselesaikan agar tidak ada korban lagi.
------
Flashback 30 tahun yg lalu
------

Note : cerita yg di alami Nina terjadi sekitar 15 tahun yg lalu, sedangkan "flashback 30 tahun yg lalu" di alami pak Teguh, jadi untuk saat ini sudah kurang lebih 45 tahun yg lalu cerita ini ada.
"Raniiiii, mrinio nduk lungguh kene" (Raniiii, kesini nak duduk sini) panggil pak Romli bapak Rani dan Teguh. Rani yg terlihat sedang asyik bermain mendekat kepada ayahnya dengan berlari kecil.
"Mengko melu bapak yo?" (Nanti ikut bapak ya?) ajak pak Romli kepada putri bungsunya itu. "Wah ono tanggapan maneh piye pak? Mestine lah pak Rani melu" (wah ada pertunjukan lagi apa pak? Pastinya lah pak Rani ikut) jawab Rani dengan antusias.
Pak Romli adalah seorang pimpinan di sanggar tari yg terkenal saat itu, Rani darah dagingnya juga sangat menggemari tari menari karena memang sejak kecil ia selalu di ajak pak Romli untuk menghadiri undangan.
Berbeda dengan Teguh, yg kesehariannya hanya bekerja, mencari rumput untuk pakan sapi serta menangkap ikan untuk makan sehari-hari, jika mendapatkan ikan lebih banyak ia akan menjual ke pasar dan memberikan uangnya kepada ibunya.
Kala itu Teguh masih berumur 18 tahun sedangkan adiknya Rani 16 tahun, Rani tumbuh menjadi gadis yg sangat cantik, kulitnya putih bersih, dengan rambutnya yg panjang hitam agak bergelombang, pipi dan bibirnya terlihat merah merona.
Sifat Rani pun juga baik sesuai seperti rupanya yg cantik, dia gadis yg ceria, cerdas dan suka menolong, siapa lagi kalo bukan mirip dengan bu Tanti, ibu Rani dan Teguh.
Begitu pula dengan teguh, pria gagah dan tampan, rajin beribadah namun pendiam, sifatnya juga tak jauh beda dengan adiknya yg sama-sama baik, karena bu Tanti selalu mendidik dan mengajarkan kebaikan kepada mereka bedua.
Malam telah tiba, sesuai janji pak Romli akan mengajak Rani ke acara yg pak Romli pimpin. "Rani mengko ora oleh nakal yo nduk, ora oleh ngerepoti pak mu" (Rani nanti ga boleh nakal ya nak, ga boleh merepotkan bapakmu) tutur ibu nya.
Rani menganggukan kepala seolah mengerti dan menyalami mencium punggung tangan ibunya "assalamualaikum buk Rani berangkat" sembari melambaikan tangan kepada ibu dan kakaknya.
Saat tiba di acara tersebut Rani duduk disamping bapaknya, dia mengamati gerak-gerik penari dan sesekali mengikuti gerakannya, lantunan musik gamelan yg sangat cocok dengan tarian yg Rani lihat.
Bruukk.. salah satu penari terjatuh dan tak sadarkan diri, pak romli telihat kaget langsung berlari menghampiri penari tersebut di ikuti Rani dibelakang pak romli, penari tersebut dibopong dan dibawa ke sebuah bangunan utama dekat dengan panggung.
Rani yg ingin menghampiri bapaknya tertahan karena banyak warga yg juga ikut penasaran ada apa sebenarnya yg terjadi, Rani melihat selendang penari yg pingsan tadi.

Ia mengambil selendang berwarna hijau tersebut berniat untuk mengantar ke pemiliknya.
si penari yg pingsan tadi tentunya, Rani mencoba mencari celah agar ia bisa melewati kerumunan warga.

"Amiit pak amit buk" (permisi pak permisi bu) usaha Rani sia-sia saja, tubuhnya yg kecil tak bisa melewati warga untuk masuk ke pintu dimana bapaknya berada,
akhirnya ia memutuskan untuk menyingkir dulu.

Dipandanginya selendang tadi, sangat indah dan menawan, di ujung kanan dan kirinya terdapat payet-payet kecil berwana kuning keemasan, tercium bau semerbak wangi dari selendang yg ia pegang.
"Gawenen cah ayu" (pakailah anak cantik) terdengar bisikan lembut di telinga Rani, ia menoleh ke kanan dan kiri memastikan dimana sumber suara tadi, hanya terlihat warga yg berlalu lalang dengan kesibukannya masing-masing.
Tanpa ia sadari, Rani mengenakan selendang itu, ditaruhnya di lehernya sembari tangannya memegang ujung kanan dan kirinya, Rani menari dengan lentik seolah sudah terlatih bertahun-tahun.
"Wah tibak e aku iso yo nari koyok penari ahli" (wah ternyata aku bisa juga menari seperti penari profesional) ia merasa terkagum akan dirinya sendiri, ia melangkah ke panggung.
Disana ia menari dengan gemulai, pengiring musik pun ikut memainkan musiknya, gamelan, gong, kendang, dan rindik bersahut-sahutan menciptakan irama yg syahdu.
Warga yg tadinya bergerombol menunggu penari yg pingsan menoleh ke arah panggung seolah terhipnotis oleh penampilan Rani, para petinggi desa yg tadinya geram karena acara tidak berjalan lancar pun tersenyum dengan sumringah melihat tarian Rani.
Sedangkan di ruangan pak romli sangat cemas dengan apa yg terjadi kepada penari tersebut, bagaimana tidak, penari yg pingsan ini adalah orang yg sangat penting untuk pertunjukan tarinya.
"Kang.. anakmu nari di panggung kae loh" (mas.. anakmu menari di panggung itu loh) salah satu penari memberitahu kepada pak romli mengenai Rani.

Pak romli bergegas nenuju ke arah panggung, wajahnya menengang khawatir apa yg anaknya itu perbuat akan mengakibatkan hal yg tak-
Di inginkan, begitu sampai di depan panggung pak romli mengangguk puas.

"Ternyata nyi ratu suka kepada Rani anakku" (kita sepakat menyebutnya nyi ratu saja ya, saya tidak menyebutkan nama aslinya) pak romli melihat tamu dan warga sangat menikmati tarian yg Rani mainkan.
Dari sinilah dimulainya kehidupan rani yg sebenarnya, ia menjadi seorang penari yg dikagumi banyak pasang mata, namun di sisi lain ia tidak tau jikalau nyawanya sedang terancam.
Minggu berganti bulan, nama sanggar pak romli makin di akui, Rani makin di kenal, dia merasa cita-citanya telah tercapai. "Huuh pegel eram yo" (huuh cape sekali ya) keluhnya sembari menyandarkan tubuhnya ke kursi.
"Nduk wis muleh to, kono mangan sik, wis tak cepake di mejo" (nak sudah pulang ya, sana makan dulu, udah ibu siapkan dimeja) pinta bu Tanti agar Rani menyegerakan untuk makan.
"Grrrrrr" Rani mengeram dengan keras, tangannya mencengkeram erat kursi yg terbuat dari kayu hingga kukunya mulai mengelupas, matanya kosong melotot dan masih terus mengerang dengan keras.
Bu Tanti kaget melihat putrinya sepertu itu, "leee... teguh.. mrinio lee, adekmu lee" (nak.. teguh.. kemari nak, adikmu nak) teriak bu tanti. Teguh berlari dengan membawa rumput ditangannya.
"Adek lapo iki buk?" (Adek kenapa ini buk?) tanya teguh yg sama bingungnya dengan ibunya, "yo mboh le, iki mau ket teko tanggapan adekmu, susulen bapakmu cepetan" (ngga tau nak, ini tadi baru datang dari acara adikmu, jemput bapakmu cepat).
"Nduk nyebut nduk iling o nduk" (nak istighfar nak sadar nak), Rani mendorong ibunya hingga terpental ke dinding rumah, "ojo nyedek i arek iki, arek iki wes dadi wek ku" (jangan dekati anak ini, anak ini sudah jadi milikku) teriak Rani dengan suara serak dan parau.
"Nyi Ratu.. " kata pak Romli lirih, Rani masih melotot dan membuka mulutnya, menaiki meja dengan kaki nya menghentak-hentak menciptakan bunyi dug dug dug, matanya melirik ke kanan dan ke kiri, tangannya mulai menari-nari.
Teguh menatap bapaknya dengan curiga "ono opo asline iki pak?" (Ada apa ini sebenarnya pak?) tanya teguh yg dibalas hanya dengan lirikan tajam pak Romli, pak Romli mengambil air yg sudah dirapalkan mantra keMudian menciprat-cipratkan ke arah Rani.
"Ngapunten nyi ratu kulo supe" (maaf nyi ratu saya lupa) kata pak romli dengan tangan melipatnya ditaruh di atas kepala sembari menunduk, Rani terjatuh dan terkulai lemas, lalu pak romli membawanya ke dalam ruang khusus miliknya.
"Buk aku wedhi rani lapo-lapo, asline iblis opo se sing bapak gowo? Mesti ben mari tanggapan rani kesurupan" (Bu aku takut rani kenapa-napa, sebenarnya iblis apa si yg bapak bawa? Setiap pulang dari undangan rani kesurupan), bu Tanti hanya bisa menangis tak menjawab pertanyaan-
putranya.

Krieeeetttt,, pintu terbuka setelah dua jam lebih pak romli keluar dari ruangan, wajahnya mulai menengang rahangnya dikuatkan hingga berbunyi kret kret dari giginya, "lalino opo sing mbok delok, lek ga gelem uripmu soroh" (lupakan apa yg kalian lihat,
jika tidak mau hidupmu dalam kesulitan).

"Wes pak mending mandek sampe kene ae, ojo di terusno lek ga gelem rani dadi korban" (sudah pak mending berhenti sampai sini saja, jangan dilanjutkan kalo ga mau rani jadi korban).
Plaaakkk, tangan pak Romli melayang ke arah kepala teguh, "arek cilik ero opo koen? Ojo meteges" (anak kecil tau apa kamu? Jangan sok), teriak pak romli dengan keras.
"Le wis bengi mapan o turu" (le sudah malam segera tidur) tutur bu tanti menenangkan teguh sembari mengelus kepalanya, teguh masuk kamar dengan gondok, ia tak bisa berbuat apa-apa untuk melindungi rani.
Keesokan hari nya rani sudah terlihat segar dan ceria kembali, ia membantu ibunya memasak di dapur, "ran piye? Wis enak ta kowe?" (Ran gimana? kamu udah enakan?) seloroh teguh yg tiba-tiba datang.
Rani menoleh ke kakaknya lalu ke ibunya, "yawes biasa se mas lek mari nari awakku kesel kabeh" (ya udah biasa kan mas setiap selesai menari badanku cape semua) jawab rani sekenanya, ia sama sekali tak mengingat kejadian dimana dia kesurupan.
Bu tanti nampak gelisah dan memberi kode ke teguh agar berhenti membahas kejadian semalam dengan menggeleng kepala dan telunjuk tepat di depan bibirnya.
"Ran tak delok-delok awakmu saiki ra tau shalat se" (ran aku liat-liat kamu sekarang ga pernah shalat sih) protes teguh kepada adiknya, "mboh aku males mas, ben jupuk wudhu kulitku dadi panas, lek tak pekso sholat tambah panas"
(Entahlah aku malas mas, tiap aku ambil wudhu kulitku jadi panas, kalau ku paksa shalat makin jadi panasnya) jelas rani. "Shalat ga shalat duk urusanmu, urusen awakmu dewe" (Shalat ga shalat bukan urusanmu, urus saja dirimu sendiri) sela pak romli yg tak tau sejak kapan datang.
Teguh malas berdebat dengan bapaknya, akhirnya ia pamit menyalami ibunya dan pergi untuk mencari ikan. Dalam perjalanan teguh masih memikirkan adiknya itu, ia punya firasat buruk yg akan menimpa adiknya.
Beberapa bulan kemudian.. "Panggon opo iki pak?" (Tempat apa ini pak?) disana terdapat sebuah pendopo, meskipun masih siang hari disana terasa gelap, ntah karena pohon-pohon yg menghalangi sinar matahari masuk ataukah memang disini sarangnya kegelapan.
Pak romli meminta rani untuk duduk bersila memghadap ke sebuah arca yg di balut kain merah, meskipun di luar ruangan tapi rani merasa hawa engap di dadanya, seolah anginpun tak ingin berhembus disana.
"Kowe pengen kan nduk di senengi wong akeh? tarian mu luweh apik? Sering di tanggap?" (Kamu ingin disanjung orang banyak kan nak? Tarian mu lebih bagus? Sering di undang?) tanya pak romli kepada rani.
Rani tersenyum sumringah dan mengangguk dengan semangat, "topo o di kene, ojo ngereken suoro utowo opo-opo sing ngeriwuk awakmu" (bertapalah disini, jangan menghiraukan suara atau apapun yg mengganggu mu) lanjut pak romli.
"Sampe kapan pak?" Tanya rani, "nganti aku teko" (sampai aku datang), Rani memulai ritual bertapanya dengan membaca mantra yg bapaknya berikan tadi, ia mencoba berkonsentrasi.

Mulai terdengar suara memanggil namanya berkali-kali, suara berlari-lari di sekitar pendopo dan suara-
tertawa yg sama sekali tidak rani pedulikan, sampai ada hantaman keras di sisi kanan rani, ia hampir lupa akan membuka matanya karena kaget, tapi ia urungkan, ia ingat pesan bapaknya.
Saat bertapa rani melihat sebuah cuplikan dalam matanya yg tertutup, ia melihat seorang wanita muda, sangat cantik, menggunakan riasan dan aksesoris khas keraton kerajaan, tak lupa mahkota emas bersematkan berlian hijau yg menghias kepalanya.
"Kamu mau aku menjagamu? Akan kujaga kamu dari orang yg jahat" tutur si wanita cantik itu dengan senyum lembut dibibirnya, tak perlu waktu lama, rani langsung menganggukkan kepala tanda ia setuju.
"Baiklah, mulai sekarang aku adalah milikmu dan sebaliknya, aku akan selalu membantumu dan mempermudah jalanmu anakku" lanjut si wanita itu.
"Kamu siapa?" Tanya rani, "aku? Aku adalah dirimu" jawabnya. Rani merasa tubuhnya berat, dingin dan kaku tak bisa di gerakkan, Rani mencoba menggerakkan jari jemari nya juga tak bisa.
"Nduk" rani mengenal suara tersebut, iya itu bapaknya, rani hendak ingin mengakhiri pertapaannya, membuka mata dan mencari dimana bapaknya, kosong, sepi tiada siapapun disana, hanya gelapnya hutan ia di pendopo seorang diri.
Tidak, dia tidak sendirian, ada makhluk "lain" disana, terlihat seperti kuda tapi bukan kuda biasa, kepala kuda tersebut adalah kepala manusia, hanya telinganya saja menjulur panjang seperti kuda.
Sebelum, siluman itu menghantam wajah rani dengan keras, siluman itu tidak sendiri, dibelakangnya banyak makhluk mengerikan seperti sosok kuda tadi, tiplok tiplok tiplok,, suara kaki kuda memecah keheningan malam.
Rani berlari dengan cepat, berusaha menghindari siluman-siluman tersebut, kakinya berkali-kali menginjak ranting-ranring kering pepohonan, keringat mengucur deras, nafasnya terengah-egah, tak ia hiraukan.
Dalam pikiran nya bagaimana caranya lari dari pasukan siluman kuda ini, bruuukkkk , rani terjatuh tersungkur ketanah dengan darah segar mengalir di hidungnya, "mau apa kalian?"
Hanya suara ringkikan dari pasukan ini, lalu,, jjddduuuaaarrrr "berani sekali kamu makhluk rendahan", ancam wanita tadi. Dalam sekali libas dengan selendangnya pasukan siluman kuda tersebut tersungkur ke tanah, kemudian ada yg menghilang, ada juga yg lari terbirit-birit.
"Kamu lihat? Aku bisa mengalahkan mereka dengan mudah bukan? Rani terkagum melihat kehebatan wanita cantik itu, "bapak..." belum sempat rani berbicara "bertapamu belum sempurna tapi kamu sudah membuka mata, itulah resikonya jika kamu bodoh" potong wanita tersebut.
"Aku tidak bodoh, tadi aku mendengar suara bapakku, dia bilang tapaku selesai jika bapak datang" protes rani geram, ia tak terima dihina. "Nduk lapo kowe di kunu iku?" (Nak ngapain kamu disitu?) teriak pak romli dari kejauhan.
"Bapak lak wis ngomong ojo.." (bapak kan udah bilang jangan...) "iyo iyo pak aku wes ero aku salah tapi ojo ngilokno aku, aku ga goblok" (iya iya pak aku udah tau aku salah, tapi jangan menghina aku, aku tidak bodoh) jawab rani kesal.
Pak romli hanya menggaruk kepala bingung kenapa malah rani yg marah, seharusnya dia lah yg marah. "Wes ayo muleh, cerito e di omah ae" (sudah ayo pulang ceritanya dirumah saja).
Setahun sudah sejak rani bertapa saat itu, sanggar tari pak romli makin sering dapat undangan, biasanya yg sebulan hanya 2-3 kali kali ini bisa sampai 8-10 kali, harganya pun mulai dipatok tinggi, tak hanya di kotanya saja, luar kota pun sudah mendengar kehebatan pertunjukan -
sanggar pak romli.

Pak romli pun sering kedatangan tamu penting dari luar kota, hanya untuk bertemu sang penari legenda yg terkenal saat itu, ada yg mencoba melamar, ada yg hanya ingin sekedar menjalin kerja sama.
"Nduk alhamdulillah yo kowe saiki dadi penari hebat" (nduk alhamdulillah ya kamu sekarang menjadi penari hebat) kata bu tanti sembari membelai pipi putrinya itu, "tapi nduk.. lek kowe kesel ngomong o bapakmu yo, kesehatanmu luwe penting"
(Tapi nduk kalau cape bilang bapakmu ya, kesehatanmu lebih penting) lanjut bu tanti, "aku ga kesel, aku malah seneng buk, iki kan cita-cita ku, ekonomi kene wes apik pisan" (aku ga cape, aku malah senang buk, ini kan cita-citaku, ekonomi kita juga mulai membaik) jawab rani ketus.
"Ya wis saiki ndang shalat sik nduk sak durung e mapan turu" (ya sudah sekarang shalat dulu nak sebelum tidur) pinta bu tanti. "Grrrr..metuo ojo cedek arek iki, lek shalat yo sholat o dewe" (grrrr... keluar jangan dekat anak ini, kalau mau shalat ya shalat aja sendiri)
bentak rani dengan suara menggeram, sembari menarik tangan bu tanti agar keluar kamar, bu tanti menangis karena putrinya telah berubah, lebih tepatnya ia bukanlah putrinya, ia orang lain, putrinya yg dulu telah tiada.
Tangisan bu tanti terdengar oleh teguh, "bu, nyapo kok nangis? Rani ngelamak maneh?" (Bu kenapa menangis?apa Rani kurang ajar lagi?) tanya teguh, teguh juga merasa adiknya telah berubah, "ga kenek di jarno iki"
(Ga bisa dibiarkan ini) teguh geram lalu menuju kamar rani tapi ditahan oleh ibunya, ibunya menggelengkan kepala, tapi teguh tetap menggedor pintu kamar rani. "Metuo koen, anak durhaka koen iku ran" (keluar kamu, anak durhaka kamu itu ran) teriak teguh.
Rani tak menghiraukan namun teguh tetap menggebrak-gebrak pintu tak terima ibunya diperlakukan buruk oleh adiknya, bukan.. oleh iblis. Bruuuaaakk.. teguh berhasil mendobrak pintu kamar rani.
Kosong, tak ada siapapun disana, sebelum teguh mendengar suara tawa cekikan, "hihihii, arek sik ambu kencur kate ngelawan aku? Rinio le !!" (hihihii anak masih bau kencur mau melawan aku? Kesini nak !!) ejek rani dengan suara parau dan seraknya.
Bu tanti dan teguh tercengang kaget, melihat rani yg menempel di tembok seperti cicak, rani disana dengan posisi merangkak lalu merambat-rambat ke atap dengan sangat cepat, "ojo melok-melok lek ga gelem adekmu matek" (jangan ikut campur jika tidak mau adikmu mati).
"Iblis jahanam koen, metuo !! Koen ga pantes nok dunyo, sajane nggen mu ngunu di neroko" (Iblis jahanam kamu, keluar !! Kamu ga pantas di dunia, harusnya tempatmu di neraka) bentak teguh.
Rani yg kesurupan tertawa dan mulai turun hendak mencekik leher teguh dan bu tanti, "wes hop, sepurane anak karo bojoku ga ngerti" (sudah berhenti, maafkan anak dan istriku tidak tau) ucap pak romli sembari menjambak rambut teguh dan bu tani menyeretnya keluar.
Pak romli menutup pintu kamar rani, dan menatap bu tanti lalu teguh secara bergantian, "penggawean mu masak karo ngurus omah, penggawean mu ngarit pakan ingon nangkep iwak, sak luwih e opomane urusan rani, ojo melu-melu, aku ga gelem rencana ku ajor gegoro koen-koen".
(Tugasmu memasak dan mengurus rumah, lalu tugasmu ambil rumput untuk ternak, selebihnya apalagi urusan rani, jangan ikut campur, aku ga mau rencana ku hancur gara-gara kalian) jelas pak romli.
"Tapi aku khawatir karo rani pak e" (Tapi aku khawatir dengan rani pak) jawab bu tanti dengan terbata-bata karena isak tangisnya yg tak bisa ditahan, "rani aman lek koen karo anakmu iki ga utek-utek rani",
(Rani aman jika kamu dan anakmu ini tidak menyentuh rani). Malam itu teguh tak bisa tidur, ia masih memikirkan adiknya, ia harus segera mengeluarkan rani dari jeratan iblis itu, sampai teguh teringat kakeknya.
Tok tok tok,, "assalamualaikum mbaah" pagi ini teguh kerumah kakeknya untuk meminta tolong, "Waalaikumsalam" sahut mbah ragil, "loh teguh, le ono opo adoh-adoh rene? Karo sopo kowe? Ibu mu ngendi?"
(Loh teguh, nak ada apa jauh-jauh kesini? Dengan siapa? Ibumu kemana?) berondong mbah ragil dengan pertanyaan yg hanya teguh jawab "mbah tolong adekku rani", mbah ragil mengernyitkan dahi menarik nafas panjang lalu menghembuskan pelan.
"Coba tak delok teko kene" (coba ku terawang dari sini) ucap mbah ragil sembari menutup matanya, duduk bersila dengan tangannya di atas paha, mbah ragil hanya menggelengkan kepala lalu membuka mata.
"Wes jero le, sukmo e adek mu wes di gowo, adek mu sing ngei izin" (sudah dalam nak, sukma adikmu sudah dibawa, adikmulah yg memberi izin) tutur mbah ragil, "iblis laknat" teriak teguh geram.
"Aku iso ae ngetokno iblis iku, tapi aku ga iso mbalikno sukmo adekmu, wes lebih teko sangang wulan adekmu di gowo, pilihan e loro lek ga gendeng yo kosong koyok mayit urip"
(Aku bisa saja mengeluarkan iblis itu, tapi aku ga bisa mengembalikan sukma adikmu, sudah lebih sembilan bulan adikmu dibawa, pilihannya dua jika tidak gila ya kosong seperti mayat hidup) jelas mbah ragil.
"Ojo bosen-bosen buka Al-Quran wocoen sering-sering, cek iblis iku ga kerasan, cek ga gawe perjajian liyone karo bapakmu" (jangan bosan buka Al-Quran dan bacalah sesering mungkin, agar iblis itu tidak betah, agar tidak membuat perjanjian lain dengan bapakmu) lanjut mbah ragil.
"Perjanjian?" Teguh mengulang, mbah ragil mengangguk dan memintanya pulang untuk selalu mengawasi adiknya, "jogoen ibumu, jembarno atine cek kuat" (jagalah ibumu, besarkan hatinya agar kuat) pesan mbah ragil sembari menepuk bahu teguh.
Teguh mengangguk pertanda dia mengerti lalu pamit menyalami mbah ragil, "maturnuwun mbah pinarak assalamualaikum" (terimakasih mbah, mari assalamualaikum) , "Waalaikumsalam hati-hati" jawab mbah ragil dengan anggukan.
Sepulang dari rumah mbah ragil, teguh melakukan apa yg mbah ragil sarankan, tiap subuh dan sebelum tidur ia mengaji melantukan ayat-ayat suci dan selalu berdoa kepada sang pencipta.
Iblis itu tak ada takutnya sama sekali, dia malah meledek "ngajio terus, aku ga wedhi, malah ibumu saiki sing tak incer" (mengajilah terus, aku ga takut, malah ibumu sekarang yg aku incar) ledek rani.
Memang bu tanti sudah seminggu ini sakit, beliau hanya bisa berbaring di ranjangnya karena lemas, mengginggil bercampur panas yg dirasakan, teguh setiap hari merawat dan melayani bu tanti dengan sabar.
"Romliiiii..." terdengar suara teriakan dari arah rumah, teguh sama sekali tak menggubris, biar saja bapaknya yg menangani, toh dia sudah tidak boleh ikut campur, teguh hanya melihat dari jendela kamar ibunya.
Terlihat lelaki berusia sekitar 50 tahun, memakai beskap dan celana hitam, blangkon di kepalaya, berkumis tipis, wajahnya merah padam terlihat seperti sedang marah, dilihat dari caranya berpakaian itu menandakan dia orang berada atau seorang petinggi di kota.
"keluar kau romli" ancam lelaki itu sembari mengeluarkan golok yg terselip di pinggang belakang, tak lama pak romli keluar dengan tenang, "ada apa pak? Silahkan masuk ke gubug saya".
"Bukan itu maksud kedatanganku kesini, aku ingin kau dan anakmu bertanggungjawab" tegas lelaki tersebut. "Bertanggungjawab seperti apa? Apa aku harus ikut menguburkan anakmu itu? Jawab pak romli dengan nada tetap tenang.
"Cuih,, kurang ajar!!! aku ga sudi tangan mu menyentuh anakku, nyawa harus dibayar nyawa" ancamnya, teguh mulai penasaran ada apa? Apa maksudnya nyawa dibayar nyawa? Apa adik dan bapaknya sudah membunuh seseorang?.
Teguh keluar dari kamar ibu nya yg masih terkulai lemas diranjang, terlihat rani sedang terseyum sinis, "lek seneng aku yo kudu wani mati hahaha" (jika menyukai ku ya harus berani mati hahaha) gumamnya.

"Wes pirang nyowo sing mbok entekno liwat adekku?" (Sudah berapa nyawa-
Yg kamu habisi melalui adikku?) bentak teguh, rani menoleh pelan menatap teguh dengan tajam.

Jarinya mulai menghitung "baru delapan, mungkin sebentar lagi sembilan atau bisa sepuluh" jawab rani sambil melirik kamar dimana ibunya tidur, "setan.. iblis laknat" teguh marah-
Tangannya akan mencekik rani.

"Mas,, ini rani huhuhu" rani terlihat menangis, teguh merasakan adik nya yg saat itu kembali, langsung melepaskan tangannya dari leher rani, "rani..adekku", bruuggg tubuh teguh terpental jauh, rani tertawa puas lalu keluar rumah.
"Habisi saja" bisik rani kepada bapaknya. "Baik,, mari kita lihat, apa yg bisa saya pertanggungjawabkan disini" tantang pak romli dengan sinis, tetangga berdatangan mengerumuni mereka berdua.
"Silahkan bapak mulai duluan" lanjut pak romli, lelaki tadi menghampiri pak romli dan mengarahkan goloknya ke leher, ke kepala, ke perut, tak ada satupun yg berhasil, terkahir golok tersebut melayang ke kaki pak romli.
Golok itupun patah seolah telah mehantam baja, "sudah? Sekarang giliran saya" tanya pak romli, ssriiinggg.. celurit pak romli berhasil mengenai tangan kanan lelaki itu, membuat tangannya putus mengeluarkan darah segar.
Disusul teriakan lelaki tersebut, sekali lagi celurit diarahkan ke kaki kiri lelaki itu, lagi-lagi kaki itu patah, darah mengucur deras dengan suara teriakan yg lebih keras. "Aaaaahhhhh, Bunuh saja aku, untuk apa aku hidup jika anakku satu-satunya telah tiada" pinta lelaki itu.
Rani berjalan mendekat bapaknya yg siap untuk melayangkan celuritnya tepat ke kepala lelaki itu, "Cukup, aku lebih senang melihatnya menderita daripada mati dengan mudah, dia sudah berbuat kurang ajar kepadaku di malam itu" bisik rani kepada bapaknya.
"Kalian.. singkirkan dia dihadapanku" pinta pak romli kepada beberapa orang disana. Lelaki tersebut masih mengumpat, marah dan mengadu kesakitan saat dibawa beberapa orang pergi. Setelah kejadian itu para warga lebih takut dan menjaga jarak dengan keluarga pak romli.
Keadaan bu tanti makin memburuk, pak romli sama sekali tak peduli akan hal itu, yg ia pikirkan hanya harta dan harta saja, hingga bu tanti menghembuskan nafas terakhirnya, pak romli tidak ikut menguburkan istrinya.
Teguh yg muak dengan sikap ayah dan adiknya pun pergi dari rumah, ia pergi ke tempat kakeknya, mbah ragil. Disana ia banyak belajar ilmu kebatinan dan semakin mendekatkan diri kepada sang pencipta.
Sampai terdengar kabar di telinga teguh kalau pertunjukan tari bapaknya akan di adakan di desa dimana ia tinggal, malam itu ia iseng ingin pergi melihat bagaimana penampilan adiknya.
Karena memang teguh tak pernah melihat adiknya tampil saat pertunjukan, ditambah lagi ia sangat rindu dengan adiknya meskipun dia bukan benar-benar adiknya, ia tau rani telah pergi adiknya saat ini hanya di gantikan iblis yg jahat.
Setidaknya melihat saja sudah cukup untuk mengobati rasa rindunya kepada rani. Mbah ragil dan teguh duduk di tengah-tengah penonton, sangat ramai mulai dari anak-anak hingga orang tua mereka berbondong-bondong melihat tontonan gratis tersebut.
Panggungnya yg megah berdominan warna merah, anggota pemain alat musik berjajar rapi di sebelah kanan, 7 penari berbaris membentuk pola, termasuk rani yg berada di tengah bak ratu dengan dayangnya.
"Uayu tenan yo rani, coba rani gelem dadi bojoku" (cantik banget ya rani, coba rani mau jadi istriku) celetuk salah seorang pemuda di depan teguh, "wooo mimpii.." ejek salah satu temannya yg di ikuti gelak tawa bersama.
Mereka tak tau rani yg di lihat adalah iblis yg sangat jahat. Pertunjukan tari dimulai, disana juga terlihat pak romli di barisan para petinggi dan orang penting, mereka terlihat bahagia menikmati tarian yg rani suguhkan.
Gerakannya yg gemulai, rambutnya melambai kesana-kemari, tangannya yg lentik memegang selendang dengan lunglai, tak ada yg salah saat rani berada di atas panggung.
Seusai pertunjukan tari, banyak laki-laki yg mengerumuni rani sekedar ingin berkenalan dan menjabat tangan, tak ada yg rani hiraukan, sampai seorang lelaki gagah dan tampan menyapa rani.
"Dek rani" rani melihat ke arah pemuda yg memanggilnya, mereka berdua saling bertatapan, pemuda tersebut mengenalkan dirinya "Mahesa,," sembari menjabat tangan dengan rani. Rani tersenyum lalu pergi meninggalkan mahesa.
Mahesa mulai tertarik dan sering mengunjungi rani dirumahnya, sering pula datang di setiap pertunjukan tari dimana rani di undang. "Dek rani, bisa bicara?" Rani mengangguk dan duduk di sebelah mahesa.
"Dek rani kamu tau kan siapa aku? Aku ingin menikahimu, kamu tak perlu repot-repot bekerja menari dari panggung satu ke panggung yg lain, aku akan memberi apapun yg kamu minta" rayu mahesa.
Mahesa adalah anak dari keluarga kaya raya, ayahnya adalah satu-satunya orang yg mempunyai perkebunan kopi terbesar di daerah tersebut, jadi tidak mustahil bagi mahesa jika untuk mengabulkan apapun yg rani minta.
"Baiklah, aku mau menikah dengan mu, tapi tentunya dengan syarat" ucap rani. "Apapun syaratnya aku pasti bisa mengabulkannnya" jawab mahesa dengan yakin.
"Aku menginginkan pusaka yg ada di ruang ayahmu" pinta rani, "pusaka?" Ulang mahesa, rani mengangguk dan melanjutkan "pusaka itu dibungkus dengan kain berwarna hitam, berada disebuah kotak kayu yg berukir".
"Aku beri kamu waktu sampai besok, jika esok kamu tidak bisa membawa pusaka tersebut..." belum selesai rani berbicara, "beres, aku akan memberikan pusaka itu kepadamu" potong mahesa.
Mahesa tak tau pusaka apa yg di minta rani, dan kenapa rani menginginkan pusaka tersebut, yg ia pikirkan bagaimana caranya agar ia dapat mengambil pusaka tersebut dan rani mau menikah dengannya.
"Wong lanang goblok" (lelaki bodoh) ucap pak romli yg mendengar percakapan rani dengan mahesa. Rani menyuruh mahesa segera pulang dan melaksanakan perintahnya, dan dibalas anggukan oleh mahesa.
Dirumahnya, mahesa mulai mencari cara agar ia bisa masuk ke ruang khusus ayahnya, karena disana pintu selalu terkunci, tidak ada yg pernah berani masuk apalagi tanpa seizin ayahnya.
"Siapkan semua yg akan dibawa, jangan sampai ada yg tertinggal" ucap seorang wanita kepada lelaki yg sedang memanggul tas di pundaknya, "ada apa ini bu?" Tanya mahesa kepada wanita itu yg adalah ibunya.
"Oh.. ini nak ayahmu dan ibu besok mau keluar kota untuk beberapa hari, mau cek tanah yg akan jadi perkebunan kopi kita" jelas bu Sapta. Mahesa hanya menganggukan kepala, ia tak perduli kedua orangtua nya pergi kemana.
Yg terpenting ini adalah cara dia untuk menyelinap dan mengambil pusaka yg Rani minta. "Le kamu bantu pak Toyo untuk mengawasi perkebunan kopi kita yg disini" pinta pak Sapta ayah mahesa, "Baik yah" jawab mahesa.
Keesokan harinya mahesa sudah bersiap untuk melancarkan aksinya, dia memastikan tak ada orang yg melihatnya, saat ia membuka pintu itu, benar saja pintunya terkunci, jika ia nekat untuk mendobrak pintu nya, ayahnya pasti tau.
Mahesa tak tau apakah ada kunci cadangan, karena kunci ruangan ini selalu ayahnya bawa kemanapun ayahnya pergi, "bagaimana mahesa?" Bisik lembut seorang wanita yg saat mahesa toleh adalah Rani, ia kaget bagaimana bisa Rani berada disini.
"Rani,, kamu kesini? Kamu tau rumahku?" Tanya mahesa dengan penasaran, "tentu, siapa yg tak tau rumah juragan kopi" jawabnya dengan senyuman, "apakah kamu sudah mengambil pusaka yg aku minta mahesa?" Lanjutnya.
"Emmmm anu ran, sebentar lagi, kamu tunggu yaa, aku pasti akan mendapatkannya" ucap mahesa dengan terbata-bata, "cepatlah ambil atau aku akan berubah pikiran" ancamnya dengan nada manja, "ini pintunya.." belum selesai mahesa berbicara.
"Ssstttt.. bukalah" potong Rani, mahesa menuruti Rani meskipun ia akan tau ini tidak bisa dibuka tanpa kunci yg ayahnya bawa, ckleekk.. pintu terbuka dengan mudah, mahesa menatap Rani dengan wajah heran namun senang.
Rani menganggukkan kepala pertanda mahesa harus melakukan rencananya, "ayo masuk rani" ajak mahesa yg hanya dijawab dengan gelengan kepala rani, "baiklah kamu tunggu disini ya" pinta mahesa, "semoga berhasil" jawab rani sembari mengelus pipi mahesa.
Dalam ruangan ini terdapat beberapa lemari kuno, dua lemari berukuran besar sedangkan tiga lainnya berukuran sedang, semua lemari berwarna coklat gelap dengan kaca, terbuat dari kayu berukir disisi kanan kirinya, sedangkan di dinding banyak lukisan.
Mahesa memulai mencari kotak yg rani maksud mulai dari lemari paling depan, terdapat banyak keris, dan pusaka lainnya, begitu pula lemari kedua hingga sampai di lemari terakhir, ia membuka pintu dan ternyata terkunci.
Mahesa keluar untuk meminta tolong kepada rani, mungkin saja keajaiban seperti tadi terulang kembali, ia menemukan rani masih di posisi terakhir mahesa memasuki ruang, "kenapa? Dikunci??" Mahesa mengangguk dan tersipu malu.
"Sudah, bukalah, aku akan menunggumu dirumah" jelas Rani, "sebentar, setelah aku mengambil pusaka itu, aku akan mengantarmu pulang" jawab mahesa. Ia mencoba membuka pintu lemari yg tadi di kunci, dan benar saja pintunya bisa dibuka dengan mudah.
Tangan mahesa sibuk mencari dan membuka beberapa kain, mencari kotak yg dimaksud Rani, sampai mata mahesa tertuju pada kain berwarna hitam di pojok atas, perlahan mahesa membuka, benar saja kotak itu berwarna gelap dan ada ukiran disekelilingnya.
Perlahan mahesa membuka kotak tersebut untuk memastikan benarkah di dalam sini ada pusaka yg rani inginkan itu, hawa diruang pun berubah menjadi dingin, angin berhembus kencang entah dari mana, karena ruang tersebut memiliki jendela kaca namum tertutup.
Seketika kepala mahesa menjadi berat, matanya terasa gelap, kotak tersebut bergetar di tangan mahesa, ia takut lalu segera menutup kotak tersebut, ia berencana untuk keluar dan menghampiri rani yg menunggunya di depan pintu ruang ini.
Mata mahesa mencari-cari dimana Rani berada, "ceklek" pintu rertutup, mahesa kaget dan berniat membuka pintu itu, terkunci, iya pintunya terkunci dengan sendirinya, mahesa tak terlalu memikirkan hal itu, dengan semangat ia pergi kerumah Rani.
"Kulonuwun.." (permisi) tok tok tok, tak lama pak Romli membuka pintu "ayo melbu, Rani wis ngenteni kae" (ayo masuk, Rani sudah menunggu tuh) ajak pak Romli seakan tau kedatangan mahesa saat itu.
"Nduuk, raniii...." panggil pak Romli sembari duduk di samping kiri mahesa, rani keluar mengenakan pakaian berwana merah membuat mahesa makin terkagum melihatnya, "maturnuwun mas" (terimakasih mas) ucap rani menyusul duduk di depan mahesa.
"Jadi mas mahesa sudah mendapatkan pusaka itu bukan? Mana?" Tanya rani, "sudah ran, ini.." jawab mahesa sembari mengeluarkan kotak dari karung yg ia bawa lalu menyerahkan kepada Rani, "ini milikmu mulai sekarang" lanjutnya.
Rani memberi kode kepada pak Romli agar bapaknya lah yg menerima kotak tersebut, "serahkan kepada bapakku, mahesa" pinta Rani, mahesa menyerahkan kotak pusaka tersebut kepada pak romli.
Pak romli membuka kotak itu, terdapat pusaka seperti keris berukuran sedang dan bercabang dua, seketika muncul makhluk tinggi besar seperti kera, berbulu coklat keemasan yg berlutut di depan pak romli, tentu saja mahesa tak bisa melihat makhluk ini.
"Silahkan diminum" ucap pak romli, mahesa melihat sebuah gelas berisi air yg entah kapan sudah ada di hadapannya di meja, mahesa meminumnya, ia merasa minuman tersebut rasanya aneh, bau anyir seperti darah.
Saat mahesa melihat lagi, benar saja air yg tadinya jernih telah berubah menjadi darah "hooeeeekkk,, dd.. darr...raaah !!!" Rani tertawa keras, suaranya yg lembut menjadi serak, "mahesa... mahesa.. goblok, hahahah" ejek iblis itu kepada mahesa.
"Kalian membohongi ku? Siapa kau sebenarnya Rani?" Teriak mahesa, "aku akan memberitahu mu siapa aku sebenarnya" jawab iblis yg ada ditubuh Rani, mata Rani menatap tajam mahesa, mencengkeram lehernya dan membawa mahesa ke suatu tempat.
Mahesa membuka mata ia melihat sekelilingnya gelap dan pengap, sebelum cahaya obor menyinarinya, tepat dibawah mahesa, rani dan pak romli menatap mahesa dengan senang, mahesa menempel di langit-langit gua.
"Iblis bangsat, cepat turunkan aku dari sini" teriak mahesa, "kenapa kamu melakukan ini? Apa yg sebenarnya kalian inginkan?" Lanjutnya, "hahaha kami hanya memanfatkan tanganmu untuk mengambil pusaka itu" jelas Rani.
"Kenapa harus aku? Kenapa tidak kamu ambil saja sendiri mahluk terkutuk !!" Protes mahesa, "aku tidak bodoh sepertimu, pusaka itu tidak bisa dipegang sembarang orang, hanya pemilik dan keturunan nya saja lah yg bisa mengambilnya"
"Kamu pikir aku mau membakar diriku hanya untuk mengambil pusaka itu?" Lanjut rani, "untuk apa? Untuk apa kalian menginginkan pusaka itu?" Tanya mahesa, "untuk kekayaan dan kejayaan tentunya" sahut pak Romli.
"Menurutmu ayahmu kaya raya karena apa? Sebentar lagi kehidupanmu dan keluargamu akan hancur" lanjut pak romli, "kalian memang bukan manusia, kalian iblis terkutuk, kalian lebih baik mati" teriak mahesa tak terima dengan perlakuan mereka.
"Sebelum memikirkan kematian kita, pikirkan dulu nyawamu, apakah kamu bisa bertahan di atas sana? Hahaha" ejek rani sembari pergi meninggalkan mahesa di dalam gua yg gelap, pengap dan kotor.
Dan benar saja, tak butuh waktu lama usaha Pak Sapta bangkrut, terlilit hutang banyak sehingga seluruh aset kekayaannya dijual, Mahesa pun tak terdengar lagi kabarnya, karena tak ada manusia yg berani masuk ke gua tersebut.
Sementara dirumah mbah ragil, teguh sudah mulai melupakan bapak dan adiknya, ia mulai membangun panti untuk anak yatim dan anak terlantar, hal ini teguh lakukan semata-mata karena rasa rindunya kepada adiknya rani, dengan ini ia merasa mempunyai banyak adik dan saudara.
Pak Romli sendiri sudah mempunyai banyak cabang sanggar tarinya, ia hanya terima beres tanpa susah-susah turun tangan seperti dahulu, tanah dan sawah milik pak romli dimana-mana, rumahya pun sudah dibangun sedemikian rupa mewah dan megahnya.
Dug dug dug .. pyar pyarr.. Rani melompat-lompat dan membanting semua perkakas dirumahnya, pak Romli yg mendengar suara tersebut langsung lari menghampiri sumber suara berasal.
"Nyi ratu.. kenapa? Ada apa ini?" Tanya pak romli kebingungan, "koen.. wes ingkari janjimu romli, koen kudu mati" (kamu.. sudah mengingkari janjimu romli, kamu harus mati) ucap Rani dengan nada tinggi.
Memang akhir-akhir ini pak Romli mulai sadar, ia merasa kesepian tanpa anak dan istrinya, ia melamun mengenang masa-masa dimana istri dan anaknya tersenyum bahagia meskipun hidup sederhana, hingga semua persyaratan dan sesajen untuk nyi ratu dilupakan.
Pak romli sudah mulai beribadah meskipun jarang, darah segar dari sapi untuk nyi ratu sudah mulai ia berikan jarang-jarang, ia tak peduli lagi dengan harta, atau kemarahan nyi ratu, bahkan ia ingin segera menyusul istrinya.
"Nyi ratu aku sudah tidak menginginkan kekayaan lagi, bagiku sudah tidak ada artinya itu semua, untuk apa aku melakukan semua ini jika istri dan anakku pergi? Semua orang yg sudah kubuat hancur dan mati, untuk apa?" Jelas pak Romli dengan tegas.
"Aku sadar ini semua karena mu, karena rayuan mu, dan karena bersekutu denganmu lah aku menjadi seperti saat ini" lanjut pak Romli, "manusia tidak tau terimakasih, tidak tau diri kau Romli" tandas nyi ratu.
Ya, iblis yg selama ini ada dalam tubuh rani adalah nyi ratu, pak Romli mendapatkannya dari sebuah gunung saat ia bertapa dahulu. Gubraakkk.. nyi ratu melempar tubuh pak romli sehingga hidung pak Romli mengeluarkan darah.
Nyi ratu terus menerus menyerang pak romli tanpa ampun, saat ini ia mencekik leher pak romli dan mengangkat nya setinggi lima meter, nyi ratu melayang sembari tertawa dengan keras, seolah belum puas ia menghantamkan badan pak romli ke pohon.
"Mandek o koen iblis !!!" (Berhenti kamu iblis !!!) teriak Teguh dari jauh, nyi ratu melempar pak romli ke arah teguh, teguh berlari menghampiri bapaknya, "pak.." kata teguh lirih, "aku akeh salah e, sepurane sing akeh wis nggawe urip mu soro le"
(aku banyak salah, maafkan sudah membuat hidupmu susah nak) iba pak romli kepada teguh. Teguh hanya bisa menangis, "wes tak sepuro kabeh pak, aku mau duwe firasat ga enak, mulak e aku rene, adakno koyo ngene" (sudah aku maafkan pak, aku tadi berfirasat buruk, makanya aku kesini,
ternyata seperti ini) sesal teguh.

"Marino iki kabeh le, jupuk en selendang warna ijo di kamar e rani, obongen nyebut asmo gusti Allah peng pitu" (akhiri ini semua nak, ambillah selendang berwarna hijau di kamar Rani, bakarlah dengan menyebut nama Allah tujuh kali), pintanya.
Teguh lalu bergegas masuk kedalam rumah dan ke kamar Rani, sebelum, ia dihadang nyi ratu dan mencekik leher teguh, "iblis keparat, lepaskan ,, aaahhhh" teguh tak bisa melepaskan cengkraman nyi ratu, ia berusaha berdoa dan membacakan ayat-ayat suci.
Buugg,, tubuh nyi ratu terpental terkena serangan mbah Ragil, "pergilah biar dia aku yg urus" perintah mbah ragil, Teguh sibuk mencari selendang yg bapaknya maksud, hingga ia menemukan selendang itu tergantung di sebelah lemari.
Teguh berlari ke dapur mencari korek, setelah itu ia berdoa kepada yg maha Esa , menyebut Asma Allah sebanyak-banyaknya karena ia tak sempat menghitung. Bulll selendang tersebut terbakar diikuti suara teriakan nyi ratu.
Teguh berjalan keluar menghampiri kakek dan bapaknya, ia masih memegang selendang yg separuh masih terbakar, "kurang ajar koen arek bangsat, titenono ae aku mesti balik gawe ngajorno uripmu lewat anakmu haaahhhh paanaass"
(Kurang ajar kamu anak bangsat, ingatlah aku pasti akan kembali untuk membalas menghancurkan hidupmu melalui anakmu, haaahhhh panaasss) teriak nyi ratu, disusul dengan tubuh Rani yg terkulai lemas.
Malam itu begitu sunyi, tak ada suara binantang malam, angin yg tadinya berhembus lembut pun enggan untuk menyapa, sayup-sayup terdengar suara musik yg biasa mengiringi tarian Rani lalu tak lama suara itu menghilang.
Keesokan harinya di adakan pemakaman pak Romli dan Rani, Teguh mewakili permintaan maaf bapak dan adiknya, agar mereka berdua lebih tenang dan di permudah jalannya, mbah Ragil dan teguh kembali kerumah dan sudah ikhlas.
Tapi mereka salah, perjanjian itu belum berakhir, perjalanan nyi ratu untuk mengobrak-abrik kehidupan keluarga Teguh belum selesai hingga kini.

-------
Flashback berakhir
-------
Mbah ragil mengusap-usap wajah, tangan dan kaki Nina dengan air yg sudah dibacakan doa tadi, "wes tak coba netralisir tok iki, cek iblis iku ga ngelamak, ga iso macem-macem" (sudah aku coba menetralisir saja ini agar iblis itu tidak kurang ajar, tidak bisa macam-macam).
Pak Teguh hanya memandangi wajah putrinya itu dengan iba, "coba aku ga nggowo nina rono, pasti iki ga kedaden" (coba aku ga bawa nina kesana, pasti ini ga akan terjadi) sesal pak teguh.
"Petang wulan iko aku nggowo bojoku karo nina nang umah e bapak, tujuan ku mek pengen ngenalno nina kampungku biyen mbah" (empat bulan yg lalu aku membawa istriku dan nina kerumah bapak, tujuanku hanya ingin memperkenalkan nina dengan kampung halamanku) jelas pak teguh.
"Lah kok dadi iblis iku melok, padahal biyen wis di obong, aku anggep iblis iku wes ga ono mbah" (lah ternyata iblis itu ikut, padahal dulu sudah dibakar, aku anggap iblis itu sudah tiada mbah) lanjutnya.
"Perjanjian e durung mari" (Perjanjiannya belum selesai) kata mbah Ragil, "Perjanjian?" Ulang pak Teguh, mbah ragil mengangguk pelan "tapi mek bapakmu, iblis iku karo sing kuoso sing ero isi perjanjian iku"
(Tapi hanya bapakmu, iblis dan yg maha kuasa yg tau isi perjanjian itu) lanjut mbah ragil. "Eemmmm" Nina tersadar "pak ayo muleh, aku wedhi di kene" (pak ayo pulang, aku takut disini) rengek nina.
"Nginep di omah e akung ae yo nduk?" (Menginap dirumah kakung saja ya nak?) pinta mbah ragil, "eh nduk bapak kelalen, iki mbah ragil, akung mu nduk" (eh nak bapak kelupaan, ini mbah ragil kakung mu nak) jelas pak teguh.
Nina menyalami dan mencium punggung tangan kakungnya lalu tersenyum sopan, "wes ayo nang omahku" (sudah mari kerumahku) perintah mbah ragil. Setelah sampai dirumah mbah ragil, mereka beristirahat.
Keesokan harinya waktu sore hari Nina duduk di teras rumah kakungnya, nina merasa desa ini sangat asri, tenang dan nyaman, terlihat di depan rumah yg penuh dengan tumbuhan berwarna-warni, bunga mawar, kamboja, dan kaktus berjajar rapi.
Orang yg berlalu lalang menyapa dengan ramah, angin semilir dari pepohonan menambah kesan betah di benak nina, berbeda jauh dengan komplek nina yg berada di kota, bangunan yg saling berhimpitan penuh kendaraan dan polusi akibat kemacetan.
"Krasan to nduk dikene?" (Betah kan nak disini?) sahut mbah ragil membuyarkan lamunan nina di sore itu. Nina mengangguk dan terseyum, ia masih canggung dengan kakungnya, karena memang baru di umur 20 tahun ini nina bertemu dengan kakungnya.
Ya, setelah kematian adik dan bapaknya dahulu pak teguh memutuskan untuk merantau pergi ke sebuah kota, agar masa lalunya yg sangat pahit itu bisa ia lupakan, tapi malah kembalinya dia ke desa bapaknya membuat ia kembali merasakan pahit di masa lalu terulang kembali.
"Nduk ero sopo wingi?" (Nak, tau siapa kemarin?) tanya mbah ragil, nina menoleh ke kakungnya dan mengingat kejadian semalam, "wong ayu iku? Apa sing elek kung?" (Orang cantik itu? Apa yg jelek kung?) tanya nina dengan polos.
"Hahaha, nduk nduk, iku nyi ratu, wong siji, lek ngamuk dadi elek wujud asli e" (hahaha nak nak, itu nyi rati, orang yg sama, jika marah jadi jelek wujud aslinya) jelas mbah ragil, "nyi ratu?" Ulang nina, mbah ragil menggeleng kemudian berdiri.
"Duduk wong, tapi iblis nduk, diceluk nyi ratu" (bukan orang lebih tepatnya iblis nak, dipanggil nyi ratu) tutur mbah ragil. "Nyi ratu, apa dia yg datang ke mimpi ku waktu itu?" Ucap nina lirih yg masih terdengar ditelinga mbah ragil.
"Opo nduk? Sadurunge awakmu wes ketemu? Yo opo nduk?" (Apa nak? Sebelumnya kamu sudah bertemu? Bagaimana nak?) tanya mbah ragil kaget, nina mengangguk, matanya menatap pelataran rumah dan mengingat kejadian waktu itu.
"Waktu itu nina mimpi, disana aku datang kesebuah rumah yg sampingnya ada sungai, aku bermain di sungai yg airnya jernih itu, tiba-tiba tanganku menyentuh sesuatu, dan aku lihat itu adalah sebuah selendang.." jelas nina.
"Selendang? Warna apa nak?" Tanya pak teguh yg tiba-tiba datang, "warna hijau dengan payet emas di ujung kanan dan kirinya, aku mengambilnya dan tak lama ada seorang wanita cantik yg kemarin mengelus rambutku, dia tersenyum dan berkata..." belum selesai nina berbicara
"Ngomong opo nduk? kowe jawab opo?" (Bicara apa nak? Kamu jawab apa?) potong mbah ragil, mbah ragil menatap pak teguh dengan cemas, "ia bertanya apakah aku mau dijaga olehnya? Lalu aku menganggukkan kepala, aku merasa dia seperti ibu, pak" jawab nina.
Pak teguh dan mbah ragil memeluk nina bersamaan, mereka takut hal yg menimpa Rani akan terjadi kepada Nina. "Ayo budal, ga usah suwe-suwe, iblis iki kudu di ilang i, ojo sampe sukmo e nina di gowo koyok Rani biyen"
(Ayo berangkat, tidak perlu berlama-lama, iblis ini harus dimusnahkan, jangan sampai sukma nina dibawa seperti rani dulu) tegas mbah ragil, "kemana mbah?" Tanya pak teguh, "nang Gus Wildan" jawab mbah ragil.
"Nduk sing akeh wirid yo, pasrahno kabeh nang sing kuoso" (nak yg banyak dzikir ya, pasrahkan semua kepada yg maha kuasa) pinta pak Teguh kepada Nina, perjalan ini akan sangat panjang, Nina sama sekali tak menyangka ia akan seperti ini.
Saat perjalanan Nina banyak diam, jalanan naik turun, pepohonan yg bedempetan menambah kesan asri khas suasana pegunungan, mereka memang sengaja berangkat subuh agar sampai disana siang menjelang sore.
Gledugg,, suara seperti ban mobil melindas sesuatu, pak Teguh tak menghiraukan, ia menganggap hanya bebatuan dijalan, GLEDUGG..untuk yg kedua kalinya mobil seperti melindas batu, aneh padahal pak Teguh melihat jalan mulus tak ada bebatuan ataupun lubang.
Terlihat Nina sudah mulai tertidur karena memang lamanya perjalanan, GLEDUGG, lagi... pak Teguh memperlambat laju kendaraannya, ia merasa hawa dalam mobil tidak enak, saat pak teguh melihat mbah Ragil menajamkan mata ia enggan membangunkannya.
Pak teguh berhenti dan hendak membuka pintu mobil, "ojo mbok buka" (jangan dibuka) ucap mbah ragil yg saat pak teguh toleh mbah ragil tetap memejamkan mata, "rumangsamu aku mau turu ta le?" (Kamu kira aku dari tadi tidur ya nak?).
Lanjut mbah Ragil, "mbah montor e hawa e ga enak, aku mau keroso...." (mbah hawa di mobil ga enak, aku tadi juga merasa...) belum sempat pak teguh menyelesaikan ucapannya, "sssstt" potong mbah ragil, "ayo jalan" lanjutnya.
Dua jam kemudian mereka telah sampai tujuan, mereka melakukan shalat berjamah lalu dipersilahkan untuk masuk ke bangunan utama rumah ini, "mbah Ragil ngge? Pun di tenggo Gus Wildan teng lebet" (mbah Ragil kan? Sudah ditunggu Gus Wildan di dalam) tanya salah seorang santri.
Ya, Nina dibawa ke pesantren Gus Wildan, hawa disana sangat sejuk dan nyaman, jauh dari aura negatif, bangunan besar itu dikelilingi sebuah dua danau kecil dan satu danau berukuran lebih besar, pepohonan rindang juga hadir disana.
Suasana disini jauh beda dengan suasana hutan dimana gubug tua yg kemarin ia datangi, meskipun sama-sama hutan dan jauh dari keramaian kota, di dalam nya terdapat satu masjid besar, kamar santri, ruang kelas, kantor, kantin, dan perpustakaan yg mengelilingi lapangan di tengahnya.
Sedangkan di belakang terdapat bangunan utama, sebelah kanan ruang Gus Wildan, sebelah kiri aula besar tempat santri berkumpul. "Assalamualaikum" ucap mereka bertiga berbarengan, "Waalaikumsalam" jawab suara laki-laki, berbaju dan bersorban putih.
Terlihat seorang laki-laki duduk bersila dengan dua orang santri di depannya, lelaki tersebut mengangguk kepada dua santri ini lalu mereka berdua pergi dengan mencium tangan lelaki yg di depannya itu.
"Masuklah kawanku" sambut ramah lelaki tersebut, mbah ragil mempersilahkan pak teguh dan nina masuk lalu duduk di tempat dimana dua santri tadi duduk, "kabaripun sae gus?" (Kabarnya baik Gus?) tanya mbah Ragil,
"alhamdulillah sae, mas Ragil pripun?" (Alhamdulillah baik, mas Ragil bagaimana?) sahut lelaki tersebut yg tenyata beliau lah Gus Wildan. Gus Wildan adalah pengurus sekaligus pemilik persantren ini, usia beliau yg tak lagi muda namum terlihat masih gagah dan bugar,
wajahnya teduh, rambut dan jenggotnya yg putih menambah nilai bahwa beliau bukan orang sembarangan.

"Ayo pulaaanggg aku ga suka disini" bentak Nina yg tiba-tiba teriak membuat para santri yg berada di luar melihat ke arah jendela yg bisa terlihat siapa yg berteriak,
Gus Wildan mengangguk-angguk melihat mbah ragil dan pak teguh secara bergantian.
Seolah ingin meminta izin untuk menangani iblis ini, mbah ragil dan pak teguh mengangguk pertanda setuju, Gus wildan mengurut tasbihnya dengan telunjuk sembari membaca doa, kemudian mengalungkan tasbih itu ke Nina dan menekan keningnya.
Nina yg tak sadarkan diri segera di bopong dua orang wanita pengurus pesantren, lalu dibawa ke kamar tamu. "Tenang mawon, InshaAllah Nina pun aman sementara niki, wau perjalanan teng mriki pripun? Enten halangan?"
(Tenang saja, InshaAllah Nina sudah aman sementara ini, tadi bagaimana perjalan kesini? Ada halangan?) ucap gus wildan menenangkan dan mengubah topik pembicaraan, "enten halangan gus namung kedik, alhamdulillah selamet lancar nganti tujuan".
(Ada halangan gus cuma dikit, alhamdulillah selamat lancar sampai tujuan) jawab mbah ragil dengan senyum, "mbah tadi di perjalanan ada apa sebenarnya?" Tanya pak teguh, "pas di dalan alas mau kene di dang karo siluman ingon e nyi ratu"
(Waktu di jalanan hutan tadi kita di hadang oleh siluman peliharaan nyi ratu) jelas mbah ragil, "siluman mbah?" Ulang pak teguh, mbah ragil mengangguk "mobilmu tadi jegluk-jegluk terasa melindas sesuatu kan? Itu adalah siluman yg kamu tabrak, siluman itu ingin menganggu kita"
jelas mbah ragil.

"Terus tadi kenapa ga boleh buka pintu mobil mbah?" Tanya pak teguh lagi, "rumangsamu aku mau merem iku turu? aku ngalangi karo mageri montor iku kate mBok buka? Cek siluman iku melbu? Trus gowo anakmu po piye?"
(Kamu kira aku tadi memejamkan mata itu tidur ya? Aku tadi menghalagi dan memberi pagar mobil itu mau kamu buka? Biar siluman itu masuk? Trus bawa anakmu apa gimana?" Goda mbah Ragil kepada pak Teguh.
"Hehe ngge sepuntene mbah, kulo mboten semerap" (hehe iya maaf mbah saya tidak tau) jawab pak teguh tersipu malu. "Alhamdulillah berarti Allah masih melindungi kita semua ngge, lalu kedatangan mas ragil kesini ada apa gerangan? Apa ada yg bisa saya bantu?" Tanya gus wildan.
Mbah Ragil pun menceritakan awal mula semua ini terjadi, gus wildan mengangguk mengerti "baiklah kalo begitu, sebentar lagi mau maghrib kita jamaah bersama lalu istirahat, mari !!" Ajak gus Wildan kepada mereka berdua.
"Mas Ragil jangan khawatir, InshaAllah nanti malam saya akan mencari petunjuk untuk menangani iblis tersebut, semoga Allah segera memberi kita petunjuk" imbuh gus wildan, "terimakasih gus, jika ada yg perlu saya bantu tolong libatkan saya" pinta mbah ragil.
Gus Wildan mengangguk tersenyum sembari mengelus bahu pak teguh dan mbah ragil, mereka berdua di antar ke kamar tamu oleh petugas pesantren. Keesokan harinya mbah ragil, pak teguh ,Gus wildan dan beberapa santrinya menemui nina.
Nina sudah mulai tenang, namun hanya diam tak merespon saat ditanya, bahkan ia tak makan dari kemarin, "saya akan mencoba melindungi sukma Nina agar tidak dibawa oleh iblis itu, disini ada dua gerbang, pertama gerbang untuk masuk ke dunia kita, lalu yg kedua gerbang untuk masuk-
ke dunia mereka, Sementara nina berada ditengah antara gerbang dunia kita dengan gerbang dunia mereka, disinilah saya bisa menahan agar sukma nina tidak masuk gerbang mereka, namun saya belum bisa membawanya kembali ke gerbang dunia kita karena di jaga siluman tersebut-
Siluman itu tidak hanya satu, tapi ada tujuh, bukan karena saya tidak bisa mengalahkan mereka, namun gerbang dari dunia kita inilah yg tidak bisa dibuka, akibatnya nina disana tidak bisa melihat gerbang ini karena dihalangi dan dikunci, kunci inilah yg belum saya tau cara-
Membukanya, semalam saya sudah mencari petunjuk pun belum dapat jawaban, hanya samar-samar saja" terang gus wildan.

Pak teguh terlihat sedih, ia sangat-sangat takut nasib Nina akan sama seperti Rani, pak teguh mengelus-elus kepala nina, tak terasa air mata pak teguh menetes,
"hilangkan pikiran jelekmu itu" pinta mbah ragil kepada cucunya.

"InshaAllah nanti malam kita akan mengadakan pengajian bersama, kita bershalawat serta bermunajad kepada Allah ta'ala, tolong siapkan untuk nanti malam ya" perintah gus wildan kepada santrinya, "baik gus" jawab-
salah satu santri tersebut.

Tujuh hari berlalu dengan tiap malam di adakan pengajian rutin, kondisi Nina masih sama seperti pertama sampai, hanya diam saja makan pun tak bisa, dengan terpaksa Nina di infus agar kondisinya tetap stabil dan tidak drop.
"Alhamdulillah kita dapat jawabannya, mas Ragil, dek Teguh" tutur gus wildan dengan semangat, mbah ragil dan pak teguh pun terlihat sumringah dan penasaran bagaimana caranya untuk memusnahkan iblis tersebut.
"Semalam setelah kita mengadakan pengajian, saya seperti biasa shalat tobat, shalat hajat, dan shalat tahajud, lalu saya pasrahkan kepada Allah, di mimpi itu saya melihat tujuh sumber air mata yg berbeda, dan tujuh masjid pula yg berbeda" imbuhnya
"Jadi maksud gus wildan, kita harus mencari 7 masjid dan mengumpulkan 7 air dari masjid tersebut?" Tanya mbah Ragil, gus wildan menangguk mantap, "lalu untuk apa air dari 7 masjid tersebut gus?" Sela pak Teguh.

Gus wildan hanya tersenyum,
"dek teguh nanti juga akan tau", pak teguh, mbah ragil dan tiga orang santri (Khaliq, Musa, Mirza) pilihan gus wildan yg akan pergi, mereka mempersiapkan segala keperluan yg akan dibawa, gus wildan sendiri tidak mungkin ikut karena harus mengurus pesantren terutama menjaga nina.
Pencarian ini tidaklah mudah karena bukan sembarang masjid yg akan dituju, karena masjid tersebut haruslah dibangun ditanah waqaf. Tujuan pertama adalah masjid terdekat, rombongan mbah Ragil yg hendak shalat dhuhur dan akan menjumpai pengurus masjid (marbot) pertama.
"Assalamualaikum" ucap salah satu santri yg bernama khaliq kepada seorang bapak yg sedang membersihkan karpet, "Waalaikumsalam" jawab bapak tersebut sembari menatap rombongan satu-persatu, "ada yg bisa saya bantu?" Imbuhnya.
Setelah mbah Ragil menjelaskan tujuannya, pak marbot pun menjelaskan bahwa masjid ini bukan dibangun di tanah waqaf melainkan dari hasil tanah yg warga beli, setelah mendapat jawaban tersebut rombongan mbah Ragil pamit untuk melanjutkan perjalanannya.
Perjalanan ke masjid kedua agak jauh karena mereka harus keluar dari gunung ini, mereka memutuskan untuk pergi ke kota karena disana pasti banyak masjid. Perjalanan memakan waktu 4 jam untuk ke kota, saat adzan maghrib berkumandang banyak orang yg bertamu kerumah Allah ini.
Karena memang lokasinya dipinggir jalan, setelah melaksanakan shalat magrib dan dirasa cukup sepi meskipun masih ada beberapa jamaah di masjid yg menunggu adzan isya sekaligus, "Assalamualaikum, pak saya ingin bertemu dengan marbot masjid disini" sapa khaliq dengan sopan.
"Oh,, Waalaikumsalam, boleh dek, tapi mohon tunggu sebentar karena tadi pak marbot sedang keluar membeli lampu" jawab seorang pria sembari menunjuk lampu samping masjid yg mati dan memang harus diganti.
"Baik pak, terimakasih" ucap khaliq,, mereka menunggu marbot masjid kembali, tak berapa lama marbot pun datang lalu pria tadi menyampaikan bahwa ada yg ingin menemuinya. "Assalamualaikum,, apa benar bapak-bapak sekalian mencari saya?" Sapa marbot tersebut.
Mereka serempak menjawab salam dan mbah Ragil menjelaskan tujuan mereka datang. "benar pak, ini adalah masjid yg dibangun diatas tanah waqaf, kalau memang tujuan saudara baik, silahkan dengan senang hati kami mengizinkan" jelas pak marbot.
"Alhamdulillah Terimakasih banyak pak, semoga Allah membalas kebaikan saudara sekalian" ucap mbah ragil yg di susul anggukan pak teguh dan para santri seolah mereka juga mengucapkan terimakasih, para santri membantu pak teguh mengambil air.
Mereka menaruh air dari masjid ke wadah yg sudah gus wildan persiapkan dari pesantren, wadah itu berupa bambu besar sepanjang satu meter lalu terdapat tutup diujungnya, setelah sholat isya berjamaah rombongan pamit untuk melanjutkan perjalanan.
"Daripada bermalam di jalan dan tidur di mobil, apa tidak sebaiknya saudara-saudara istirahat disini? Kebetulan dibelakang masjid terdapat beberapa bilik yg memang ditujukan untuk para musafir seperti panjengan (kalian)" tawar marbot.
"Alhamdulillah, jika memang bapak mau kami repotkan, dengan senang hati kami terima tawaran bapak" jawab mbah ragil dengan sopan, "jelas pak, saya sama sekali tidak keberatan untuk menolong saudara seiman, saya juga merasa tidak direpoti" terangnya.
Malam itu semua rombongan istirahat dalam bilik yg ada di belakang masjid ini, mereka bersyukur karena tidak bermalam di mobil dan bergantian menyetir, malam ini akan mereka habiskan untuk istirahat karena masih ada 6 masjid bahkan bisa lebih, yg menunggu mereka datangi.
Setelah shalat subuh berjamaah rombongan pamit untuk melanjutkan perjalanan, pak marbot berpesan untuk berjalan ke arah selatan, disana ada masjid yg dibangun di atas tanah waqaf, "kami sangat berterimakasih kepada bapak karena sudah sangat membantu kami" ucap pak Teguh.
"Sama-sama pak" jawab marbot dengan senyum sembari menyalami mereka satu-persatu, singkat cerita mereka sudah mendapatkan 6 sumber air masjid yg berbeda setelah hampir seminggu mereka mencari, tujuan terakhir mereka kali ini ke sebuah desa terpencil karena kota terdekat sudah-
di datangi.

Note: perjalanan mereka mencari masjid berhari-hari, yg di datangi belasan masjid, namun masjid yg dibangun di atas tanah waqaf hanya bertemu 6 kala itu, saya skip agar cepat karena dalam perjalanan ke masjid pun lancar, selain masjid ketujuh(terakhir).
Jam menunjukkan pukul 19.20 Rombongan mbah Ragil melewati sebuah jembatan sebelum masuk desa tersebut. Aaaaah.. teriak salah satu santri bernama mirza, mirza berteriak lagi sembari memegangi dadanya, "lihat itu !!!" Teriak khaliq dan menunjuk ke arah depan mobil.

Disana mereka-
melihat siluman, tak hanya satu, siluman itu ada empat. Sosok itu setinggi lima meter, kurus tak menyisakan daging, berambut putih kusut panjang namun jarang, sedikit bungkuk dan memiliki ekor panjang melingkar, seperti tengkorak hidup yg berbalut kulit keriput dan melepuh.
"Aaaaaahhh" teriak mirza lagi, tidak siluman itu tidak hanya empat namun lima, karena satu lagi telah mencengkeram mirza, "za, cepat baca doa yg di ajarkan gus Wildan" ucap khaliq, mbah ragil melawan enam siluman tersebut, sedangkan pak teguh berdoa sebisanya.
Memang pak teguh dulu pernah belajar ilmu kebatinan ke mbah Ragil, tapi setelah pindah ke kota, ia enggan untuk menggunakan ilmu-ilmu itu, terlebih ilmunya masih sangat dasar, jadi pak teguh sudah banyak melupakan amalan dan doa-doa yg pernah ia pelajari dahulu.
KLAAAPP, seberkas cahaya bersinar disebelah mbah ragil, gus wildan? bukan, hanya sukma nya, gus wildan membantu mbah ragil mengatasi siluman ini, sedangkan dua santri lain berusaha membantu mirza agar terlepas dari cengkraman siluman ini.
Gus wildan mentransfer energinya kepada Mbah ragil yg mulai kewalahan dan kehabisan tenaga, seketika mbah ragil kuat kembali, gus wildan mengeluarkan pusaka dari tangannya lalu menancapkan ketanah, seketika enam siluman itu terpental lalu menghilang.
Mirza pun bisa melepaskan diri dari cengkraman siluman sialan itu, lalu siluman ini menyusul teman-temannya yg lebih dulu pergi. "Alhamdulillah" ucap gus Wildan sembari tersenyum lalu menghilang, pak teguh memastikan kondisi para santri dan mbah ragil lalu menyetir menggantikan-
Musa menuju masjid selanjutnya.

Tak ada yg berbicara dan membahas kejadian tadi, mereka terlihat shock dan membutuhkan ketenangan. Pak teguh berinisiatif untuk berhenti disebuah warung untuk makan malam dan istirahat, warung itu besar namun sepi.
"Badhe teng pundi pak?" (Mau kemana pak?) Tanya pemilik warung kepada pak Teguh "niki buk badhe teng desa Blimbing" jawab pak teguh (Ini bu mau ke desa Belimbing). "Oalah pak, pun yahmenten kok kajenge mriko" (oalah pak, sudah jam segini kok mau kesana) ucapnya menahan ngeri.
Konon desa yg akan mereka datangi nanti adalah sebuah desa yg terkenal angker, karena terdapat sebuah pabrik terbengkalai tak jauh dari desa Belimbing yg merupakan instana jin, maka dari itu ketika fajar terbenam pun jarang ada yg berani keluar masuk desa tersebut.
"Kenapa bu? Kan masih jam delapan ini masih sore" sahut khaliq, "walah mas desa itu setelah magrib aja udah sepi loh" tegas nya, "tidak masalah bu, kami kesana hanya ingin ke masjid yg ada disana kok" kata mbah Ragil.
Ibu itu mengangguk dan tak membahas untuk bertanya karena ada seorang pembeli yg mengajaknya bicara. Setelah selesai makan dan istirahat mereka melanjutkan perjalanan, desa ini memang sangat sepi, gersang dan tandus, jika siang pasti lebih terasa panasnya.
Saat masuk tugu desa disana tertulis "DES BE IM ING" huruf A , L dan B nya hilang, tugunya nampak berkerak dengan cat mengelupas, terlihat sekali desa ini sangat terpencil, rumah warga pun terlihat sederhana, jarak antara rumah satu ke yg lain juga berjauhan, terpisahkan oleh-
kebun milik masing-masing rumah.
"Tong tong tong" terderngar bunyi kentongan di pukul, pak Teguh terhenyak kaget tiba-tiba ada seekor kera di depan mobil dan tak sengaja tertabrak, "astagfirullah" ucap pak Teguh, "jaman wes modern sik ono ae sing ngipri"
(Jaman sudah modern masih ada saja yg ngipri) sahut mbah ragil, *fyi ngipri=pesugihan kera* ,banyak warga yg keluar dan berkerumun ke pos, kebetulan pos kamling tak jauh dari mobil mereka berhenti, terlihat kera tadi sekarat di depan mobil.
"Jadi maksud mbah, ini kera jadi-jadian?" Tanya mirza, mbah ragil mengangguk, "coba lihat dengan mata bathin kalian" ucapnya, ketiga santri memejamkan mata sembari berdoa, "astagfirullah, benar mbah" jawab santri dengan serempak.
Pak Teguh yg tak tau apa-apa hanya menggaruk kepalanya yg tidak gatal, tak lama warga yg tadi berkumpul di pos ronda menghampiri rombongan mbah ragil, dan ingin melihat kera yg sudah tertabrak itu.
"Mohon maaf, bapak-bapak ini siapa? Mau kemana? Sedang apa di desa kami?" Tanya seorang warga, "kami.." belum sempat musa menyelesaikan ucapannya, "loh ketek e dadi wong iku" (loh kera nya berubah jadi orang itu) teriak seorang warga sembari menunjuk ke arah kera tadi.
Semua warga kaget menyaksikan kejadian tersebut, bagaimana bisa seekor kera berubah jadi manusia?, saat dilihat ternyata warga mengenali siapa orang ini, "parman, parman sing ngipri?" Ucap seorang warga, "astagfirullah" sahut para warga bersamaan.
"Wes saiki ayo digowo muleh nang umah e, pasti bojo e golek i" (sudah sekarang ayo bawa pulang kerumahnya, pasti istrinya mencari" beberapa warga membopong lelaki bernama parman ini kerumahnya.
"Atas nama warga disini saya minta maaf dengan kejadian ini pak, memang bekangan ini warga sering melihat kera itu berkeliaran, tapi tidak ada yg merasa kehilangan, kemungkinan parman melakukan aksinya di kampung lain" ucap seorang pria setengah baya.
"perkenalkan saya Didik kepala desa Belimbing, mari duduk di pos sembari berbincang" imbuhnya, mereka menuju pos bersama.

Kali ini Musa yg menjelaskan maksud kedatangan mereka ke desa itu, "Subhanallah, kasihan sekali gadis itu, semoga masalah ini segera selesai ya pak,
dan Alhamdulillah memang benar masjid di desa ini dibangun di atas tanah waqaf, kebetulan yg mewaqafkan tanahnya untuk masjid disini adalah keluarga dari parman, yaitu mertua nya" tutur pak Didik.
"InshaAllah tanah itu dari hasil yg halal, karena saya sangat tau sejarah tanah tersebut" imbuhnya, "Alhamdulillah pak terimakasih, kalo boleh kami di izinkan untuk mengambil air dari masjid di desa ini" pinta pak Teguh.
Rombongan mbah Ragil pun pergi ke masjid yg di maksud dengan diantar pak Didik, jarak masjid dari pos ronda lumayan jauh, meskipun jarang ada rumah tapi desa ini termasuk luas karena banyak kebun, setiap rumah rata-rata punya kebun di samping , belakang atau depan rumahnya.
Setelah sampai di masjid, mereka bergegas mengambil air dan berencana segera pulang, agar pengobatan Nina bisa segera dilakukan, "pak apa ga sebaiknya kita istirahat saja disini? Ini sudah larut malam, takutnya kalau siluman tadi muncul lagi" ucap mirza.
"Memang sebaiknya saudara sekalian istirahat dahulu, besok setelah shalat subuh baru melanjutkan perjalanan, kebetulan dirumah saya ada beberapa kamar kosong, kamar anak saya yg saat ini tinggal dirumah suaminya" saran pak Didik.
Mereka pun menyetujuinya, karena memang kondisi mereka yg tidak fit, rumah pak Didik tak jauh dari masjid, hanya sekitar 100 meter.

Subuh pun tiba, setelah sholat jamaah sesuai rencana mereka akan pamit pulang.
"Koen sing nabrak bojoku" (kamu yg menabrak suamiku) teriak seorang perempuan di depan masjid, "koen kudu tanggungjawab, bojoku mati gegoro koen" (kamu harus tanggungjawab, suamiku mati gara-gara kamu) lanjutnya.
"Sabar ndah, iki ngunu wes takdir e bojomu, duk salah e sopo-sopo, bojomu sing wes musyrik" (sabar ndah, ini adalah takdir suamimu, bukan salah siapa-siapa, suamimu yg musyrik) jelas pak Didik, perempuan bernama Indah istri dari parman yg tadi histeris lalu jatuh pingsan.
"Lebih baik bapak-bapak sekalian segera pergi dari sini, pasti anak bapak juga sudah menunggu" pinta pak Didik, "lalu bagaimana dengan perempuan itu pak?" Tanya pak Teguh, "biar kami yg mengurusnya pak, jangan khawatir" jawab pak Didik.
Singkat cerita rombongan mbah Ragil sampai di pesantren ba'da ashar, "alhamdulillah mas Ragil dan rombongan selamat sampai tujuan, nanti malam seusai shalat isya kita mulai pengobatannya, sekarang silahkan mas Ragil dan dek teguh istirahat dahulu" ucap gus wildan.
Malam pun tiba, Nina dibawa ke aula santri, para santri bersiap untuk membantu dengan berdoa bersama, tujuh bambu yg berisikan air dari tujuh masjid pun sudah disiapkan, gus wildan mengambil salah satu bambu dan menuangkan air kedalam gelas untuk Nina minum.
Sisanya pak teguh di minta untuk mengguyurkan ke kepala dan tubuh Nina, "cukup untuk hari ini, kita lakukan hal yg sama selama enam hari ke depan dan tetap melaksanakan doa bersama" jelas gus wildan.
Di hari pertama itu Nina di jaga beberapa santriwati, takut jika nina bereaksi lagi, sebelum meninggalkan nina pak Teguh mengelus kepala nina dan berharap putrinya itu segera pulih kembali, betapa kagetnya pak teguh saat melihat nina tersenyum.
"Nduk awakmu wes iso ngguyu, sabar yo nduk mariki awakmu iso bali rene" (nak kamu sudah bisa tersenyum, sabar ya nak sebentar lagi kamu bisa kembali kesini) ucap pak teguh lirih, Ddrrrrrttttt ddddrrrrttt getar Hp jadul pak Teguh.
"Assalamualaikum pak" ucap suara wanita di ujung telepon, "Waalaikumsalam buk" jawab pak teguh
👩: gimana pak Kabar nina?
👨: alhamdulillah buk udah ada perkembangan
👩: alhamdulillah pak, kapan pulang?
👩: ya pak, ibu selalu mendoakan bapak dan nina, ini ibu pinjam Hp nya bu RT, ibu mau tau kabar bapak dan Nina, apa masih lama pak pulangnya? Sudah sebulan loh kalian pergi hhuhuhuuu.
👨: sabar ya bu, maafkan bapak, InshaAllah satu atau minggu lagi bapak sama nina pulang, jangan-
khawatir buk, ibu doakan saja kami ya.
👩: ibu selalu doakan bapak dan nina, sudah dulu ya pak, ga enak sama bu RT kalo lama-lama, assalamualaikum.
Tuuuut tuuutttt ttuutt.
👨: Waalaikumsalam.
Malam selanjutnya telah tiba, seperti malam sebelumnya gus wildan meminumkan air sedangkan pak teguh yg mengguyur Nina, hari kedua Nina sudah mulai bisa minum dan makan, namun masih diam dan di suapi oleh pengurus pesantren.
Dihari ketiga hingga hari keenam semua berjalan lancar, Nina pun sudah bisa bicara sedikit demi sedikit. Sampai tiba dihari ketujuh, malam itu angin sangat kencang mengakibatkan beberapa pohon tumbang, untungnya tidak sampai mengenai santri, hanya atap gedung kantin yg rusak.
Semua santri terlibat mengadakan doa bersama, ada yg di masjid dan sebagian di aula santri, "hiihihiii kalian semua akan mati" teriak nina, bukan, bukan nina tapi nyi ratu, "menungso goblok, ga ono sing iso ngalahno aku, aku ga iso musnah"
(Manusia bodoh, tidak ada yg bisa mengalahkanku, aku tidak akan musnah) sumbarnya, "kau iblis jahat akan kalah dengan kebaikan, kau dari api akan musnah dengan air suci, jika Allah mengizinkan, kami semua akan bisa memusnahkanmu" ucap gus wildan.
Nyi ratu yg kepanasan berada dalam tubuh nina terlalu lama lalu keluar, dan menampakkan wujud aslinya, separuh wajah dan tubuhnya adalah wanita muda cantik berpenampilan khas ratu kerajaan, sebelah lagi adalah wanita tua, keriput dengan kulit memerah padam seperti hangus.
Semua santri yg kaget beristighfar dan makin kencang berdoa, gus wildan dan mbah ragil mengejar nyi ratu ke arah hutan, "malam ini dia harus benar-benar musnah" ucap mbah ragil yg dibalas anggukan oleh gus wildan.
"Gunakan pusaka andalan mas ragil yg tidak pernah mas gunakan itu" pinta gus wildan, mbah ragil nampak bingung, pusaka apa yg dimaksud kenapa dirinya tak tau malah gus wildan lah yg memberi tau, gus wildan yg melihat mbah ragil kebingungan lalu berkata,
"Batu cincin itu mas" sembari melirik cincin batu akik yg mbah ragil gunakan, mbah ragil manatap akik berwara putih kecoklatan tersebut, ia ingat ini adalah pemberian kakak gus wildan karena dulu ia pernah menolong kakaknya.
Mbah ragil berdoa dan memohon kepada sang maha kuasa agar kali ini diberi pertolongan untuk memusnahkan iblis itu, cccsssssss akik itu bercahaya lalu cahaya tersebut keluar dari akik dan membentuk gumpalan putih bersih.
Nampak sebuah pusaka berbentuk kujang dengan pegangan kepala macan, "mari mas kita selesaikan bersama" ajak gus wildan, disana berjejer pasukan siluman, dari siluman kuda yg pernah menyerang rani dahulu, siluman yg menyerang rombongan mbah ragil di perjalanan,
dan masih banyak siluman lainnya.

Selama ini mereka tidak pernah berani mendekati pesantren karena memang "pagar" di pesantren sangat kuat, tapi kali ini sudah berada diluar pesantren, siluman tersebut keluar secara bersamaan seolah ingin melindungi ratunya.
"Aku akan mengurus sebelah kanan, mas ragil sebelah kiri" pinta gus wildan, sesuai ucapan mereka segera menghabisi satu per satu siluman-siluman tersebut tanpa mengeluarkan keringat, mereka percaya akan kekuatan doa para santri dan ridho Allah.
Dua jam berlalu mbah ragil dan gus wildan sudah benar-benar menghabisi siluman ini dengan sukma nya, begitu sukma mereka kembali, mereka segera mencari keberadaan nyi ratu bersembunyi, "keluar lah iblis laknat, jangan hanya bersembunyi" teriak mbah ragil.
JDUUUUAAAARRRR terdengar bunyi ledakan di pesantren, "kurang ajar, iblis itu sudah menipu kita gus, dia sengaja memancing kita kesini agar Nina bisa ia bawa dengan mudah" ucap mbah Ragil geram, "mari segera kita kesana mas" ajak gus Wildan.
Belum sampai mbah ragil dan gus wildan di pesantren, santri berbondong-bondong keluar pondok "ninaaaa" teriak pak teguh, "gus, nina dibawa iblis itu" ucap salah satu santri, "kita tidak bisa masuk ke alam mereka dengan raga kita mas, mari kita lepaskan sukma kita"
Jelas gus wildan.

"Tetap berdoa, fokus, jangan sampai pikiran kalian kosong, jaga santriwati juga, pak teguh mohon tunggu sini dan bantu kami lewat doa" imbuhnya. Mbah ragil dan gus wildan duduk bersila, memejamkan mata dan mengucapkan doa.
Seketika mereka berdua sudah berada di alam "mereka" , "sudah kubilang, anak ini milikku, kalian tidak akan bisa mengambil dia dariku, seperti Rani dahulu, kau gagal menyelematkannya, Ragil" ucap nyi ratu, "kali ini atas izin Allah aku tidak akan membiarkanmu menang lagi iblis"
jawab mbah ragil.

Terjadi perang antara nyi ratu, mbah ragil dan gus wildan (disini narasumber tidak memberi saya gambaran bagaimana mereka melakukan pertarungan), "sia-sia saja, dia tak akan mempan di hajar dengan pusaka ini, dia hanya menguras energi kita" tutur mbah ragil.
"Air tujuh masjid itu, kita bisa menggunakannya, ini basuhlah badan dan pusaka kita dengan air ini" jelas gus wil sembari mengeluarkan sebotol berisi air tujuh masjid yg sudah ia jadikan satu, mbah ragil mengambil air tersebut dan melakukan yg gus wildan minta.
Gus wildan terbang menghampiri nyi ratu,, JLLEEEEBBB dada sebelah kanan nyi ratu tertusuk oleh pusaka gus wildan, di susul mbah ragil yg menancapkan kujangnya ke arah kepala nyi ratu, AAAAKKKKKHHHH teriak nyi ratu, setelah itu sisa air yg ada dalam botol dan menyiramkan ke luka-
bekas tusukan tadi.

CEEESSS, suaranya seperti air yg menyiram kayu yg sedang terbakar, nyi ratu teriak kesakitan, gus wildan segera mencengkeram leher nyi ratu, sementara tangan lainnya di depan wajah nyi ratu seolah akan menyedot kekuatan iblis itu, seketika nyi ratu lenyap-
digantikan kepulan asap hijau pekat.

Gus wildan memasukkan kedalam botol kaca bekas air tujuh masjid tadi lalu menutupnya, mbah Ragil segera membopong Nina yg masih terkulai lemas, "gus kenapa Nina belum sadar juga?" Tanyanya, "ritual terakhir kita belum selesai mas,
mari kita segera kembali ke pondok" jawab gus wildan.
"Alhamdulillah Nina, anakku" ucap pak Teguh sambil mengambil Nina dari gendongan mbah Ragil, "tolong ambilkan air yg di bambu" perintah gus wildan kepada santrinya,
seperti biasa santri membantu doa, dan pak teguh mengguyur tubuh nina, sementara gus wildan sudah memberi minum kepada Nina saat sebelum nyi ratu datang dan marah.
"Pak teguh, saya boleh bertanya kepada bapak?" Tanya gus wildan, "ngge angsal gus, nopo ngge?" (Iya boleh gus, apa ya?) jawab pak teguh, "mohon maaf sebelumnya, apa ada yg pak Teguh sembunyikan? Sesuatu hal yg belum bapak ceritakan mengenai Nina?" Desak gus wildan.
"Sebenarnya..." belum selesai pak teguh berbicara, "firasatku bener berarti" ucap mbah ragil. "Maaf mbah, maaf gus...saya tidak menyangka akan seperti ini, iblis itu menipu daya ku lewat Rani" pak teguh pun menjelaskan.
"Tiga hari sebelum aku kembali ke desa bapak, Rani datang dalam mimpiku, ia berpesan jika arwahnya masih ada disana,ia ingin aku membebaskan sukma yg sempat ditahan oleh nyi ratu, dengan syarat Nina harus kubawa karena hanya keturunan dariku lah yg bisa membebaskan sukma Rani.
Akhirnya aku membawa nina dan istriku dan beralasan hanya ingin mengenalkan kampung halamanku kepada keluarga kecilku, sesampainya disana Rani datang lagi dalam mimpiku, ia menyuruhku untuk membuka galian dibelakang rumah, dimana aku mengubur sisa selendang yg terbakar dulu,
Ku ambillah selendang tersebut, aku mengenang masa kecil adikku yg begitu bahagia sebelum iblis itu datang, rani mengatakan padaku agar mengambil baju Nina lalu menjadikan satu dengan selendang ini dan menghanyutkan ke sungai, nina pun menuruti perkataan ku, malam nya rani-
datang lagi ke mimpiku dengan tersenyum" jelas pak teguh panjang lebar.

"Oalah teguh teguh,, cek goblok men se koen ini" (oalah teguh teguh,, bodoh banget sih kamu ini) sentak mbah ragil yg emosi saat itu, "adine iki kabeh yo teko koen, anakmu meh ilang yo gegoro koen"
(jadi ini semua ya dari kamu, kamu hampir kehilangan anakmu ya gara-gara kamu sendiri) imbuhnya.

"Sudah tidak apa-apa, dek teguh tidak sengaja melakukan itu mas, aku sempat bertemu dengan Rani saat kalian melakukan pernjalanan mencari air" kata gus wildan.
--------
Cerita dari gus wildan
--------
Malam keempat kepergian rombongan mas ragil, aku dan para santri tetap melakukan pengajian, selanjutnya seperti biasa, aku ke kamar Nina sekedar untuk memeriksa keadaannya, aku ingat betul saat itu jam menunjukkan pukul 22.40, aku masih berada diruang dimana nina berada.
Ditemani tiga orang santri dan dua wanita pengurus pesantren yg kuberi tanggungjawab mengurus Nina, aku mendengar Nina bergumam menyebut nama Rani saat itu. Aku yg penasaran segera melepaskan sukma ku untuk sekedar melihat apa yg terjadi kepada Nina.
Kulihat aku sudah berada disebuah taman, taman ini nampak suram seperti sore menjelang malam, rumput yg terinjak disana-sini, aku melihat gadis sedang duduk ditepian jalan setapak, "huhuuhuuuu" suara tangis gadis itu sesenggukan.
"Assalamualaikum, Nina?" Sapaku untuk memastikan itu memang Nina, gadis itu menoleh "astagfirullah,, siapa kau?" Tanyaku, kulihat gadis tersebut menggunakan baju dan rok panjang, berambut pendek sebahu, matanya menangis mengeluarkan darah merah kehitaman.
"Kau yg sudah menghalangi nyi ratu untuk mengambil nina, aku tidak mau disini sendiri, aku akan menjadikan nina temanku, kau jangan ikut campur manusia sialan" ucap gadis tersebut, "jadi kau Rani? Aku tidak akan pernah membiarkanmu atau si iblis itu membawa nina, dia sama-
sekali tidak bersalah" jelas ku.

"Aku juga tidak bersalah, kenapa dulu tidak ada yg menolongku? Kenapa mereka (kakek dan kakaknya) tidak menyelamatkan ku?" Protes nina, "aku sama sekali tidak tau menahu soal itu, sekarang apa mau mu?" Tanyaku padanya.
Rani pun menjelaskan bahwa dia akan tetap membawa nina ke alamnya sebagai teman, dahulu saat kakaknya membakar selendang nyi ratu, esoknya Rani bisa bebas dan kembali ke raganya, tapi terlambat, tubuh dan raga rani sudah terlanjur dikuburkan.
Setelah itu rani tak tau harus kemana, sukma nya terombang-ambing, hingga nyi ratu berhasil menemukan rani lagi, nyi ratu menghasut dan mempengaruhi Rani agar membenci kakaknya dan memanfaatkan rani untuk membalaskan dendamnya kepada kakaknya itu lewat nina.
Saat itu nyi ratu yg terbelenggu tak bisa masuk ke dunia manusia karena kekuatan dalam selendang yg dibakar dan dikuburkan itu, lewat rani lah nyi ratu bisa kembali lagi ke dunia manusia, nyi ratu menjanjikan kepada Rani ia akan masuk kedalam tubuh nina sedangkan nina yg akan-
menggantikan rani sebagai pelayan nyi ratu, Setelah mendengar pernyataan dari arwah rani itu aku mulai meberikan dia pengertian kepada rani dan membantu nya untuk benar-benar pergi dengan tenang dengan cara memusnahkan nyi ratu terlebih dahulu, sehingga sukma rani juga terbebas.
"baiklah aku tidak akan lagi menganggu nina dan kak teguh, aku akan membantumu memusnahkan nyi ratu" tutur rani sambil berjalan mendahuluiku, "kelemahan nyi ratu ada di dada sebelah kanannya serta di kepalanya, tapi tidak sembarang senjata bisa menghunus dadanya itu" imbuhnya.
"Senjata seperti apa yg dibutuhkan?" Tanyaku kepada rani, rani mengendikan bahu seolah ia tak tau. Saat aku dan mas ragil berperang melawan nyi ratu waktu itu aku sama sekali tidak ingat perkataan rani, tiba-tiba aku mendengar suara perempuan.
"Gunakan air tujuh masjid itu untuk memusnahkan nyi ratu" bisik suara tersebut, yg saat aku mencari sumber suara itu ternyata suara Nina yg ada di belakang nyi ratu lalu lenyap begitu saja.

------
Kembali ke aku si penulis
------
"Bapaaak" terdengar suara lirih, "nina, nduk kowe wes tangi? Iki temen kan kowe nduk? Nina anakku?" (Nina kamu sudah bangun? Ini beneran kamu kan nak? Nina anakku?) ucap pak teguh yg kemudian berjalan ke arah nina sembari memeluknya.
"Ngge pak niki nina, kulo ajre pak, kulo mboten purun maleh teng dunyo e setan" (iya pak ini nina, aku takut pak, aku tidak mau lagi di dunia setan) jawab nina dengan suara lirih yg memang masih lemas saat itu.

"Alhamdulillah nina, Allah sudah menyelamatkan kita semua"
tutur gus wildan, sementara mbah ragil hanya mengangguk sembari tersenyum gembira karena cicitnya telah kembali, "terimakasih semuanya, kakung ragil, gus wildan, dan semua yg sudah membantu nina, semoga Allah membalas kebaikan kalian" ucap nina haru.
"Lalu bagaimana itu" tanya mbah ragil sembari menunjuk botol kaca yg berisikan nyi ratu, "akan kubuang ke laut, iblis ini sudah tak punya kekuatan sama sekali" jawab gus wildan, "lalu bagaimana dengan rani sekarang?" Sahut pak teguh.
"Rani sudah berada ditempat yg semestinya, dan bisa pergi dengan tenang" jelas gus wildan. "Alhamdulillah" ucap Semua orang termasuk santri yg sedang di aula tersebut.

......Beberapa minggu kemudian.....
Nina sudah berada dirumahnya, ia sudah benar-benar pulih dan melakukan aktivitas seperti biasa. "Nduk rinio" (nak kesinilah), perintah mbah ragil, "ngge kung dalem" (iya kung apa) jawab nina. Mbah ragil mengeluarkan sebuah cincin batu akik dan memberikannya kepada nina.
"Simpenen iki, mek awakmu tog sing iso marisi kabeh ilmu putih ku" (simpanlah ini, cuma kamulah yg bisa mewarisi ilmu putih ku), nina yg bingung pun bertanya "kenapa harus nina kung?", mbah ragil pun menatap nina dengan tajam.
"Asline ngunu iki kabeh gegoro aku, aku sing ngaiti, aku sing marisno ilmu irengku nang romli, mantuku, aku sing salah" (sebenarnya akulah yg memulai semua ini, ini semua gara-gara aku, aku yg mewariskan ilmu hitamku kepada romli, menantuku, aku yg salah) jelas mbah ragil.
Mbah ragil pun bercerita, saat dulu ia masih kecil dan ditinggal kedua orang tuanya, mbah ragil belajar ilmu hitam, singkat cerita ia bertemu dengan pak romli, pak romli adalah pesuruh mbah ragil yg sangat setia, akhirnya ia mewariskan ilmu tersebut dan menikahkan pak romli-
dengan putrinya. Tak lama setelah itu mbah Ragil bertemu dengan kyai Anwar kakak dari gus wildan, mbah ragil yg saat itu tau kyai anwar terkena santet yg hanya bisa dilawan dengan ilmu hitam pula, mbah ragil mencoba menyembuhkan kyai anwar. (Note : sebenarnya dan seharusnya-
bisa yaa gaes dilawan dengan ilmu putih, tapi ini aku diceritain, jadi ga bisa komplain, hehe)

"Kyai anwar saat itu sudah tau bahwa aku memiliki ilmu hitam dan tidak mau kutolong, hingga akhirnya aku berjanji ini adalah untuk terakhir kalinya aku menggunakan ilmu tersebut,
setelah itu aku akan melepaskan ilmu itu dan bertaubat kepada Allah, nak" jelas mbah ragil.

"Lalu apakah kyai anwar mau mbah?" Tanya Nina, mbah ragil mengangguk, "iya nak, akupun melakukan pengobatan itu kepada kyai anwar, khodamku lah yg membantuku untuk melawan santet itu,
yaitu nyi ratu" jawab mbah ragil.

"Nyi ratu? Nyi ratu yg jahat itu kung?" Tanya nina yg kaget, "betul, sebenarnya hanya aku yg bisa mengontrol dia, nyi ratu hanya mengikuti apa yg diperintahkan majikannya, setelah kyai anwar sembuh, aku mulai belajar ilmu putih kepada beliau"
"Lah terus kok kakek romli jadi jahat sih kung" desak rani , agar kakungnya ini menceritakan semuanya, "itulah kesalahan kakung nak, setelah sekian lama kakung pulang dari berguru ke kyai anwar, kakung kembali kerumah, saat aku kembali bapakmu sudah berumur lima tahun,
kakung sudah mencoba membujuk dan memberi pengertian kepada kakekmu itu, tapi kakekmu tidak mau mendengarkan kakung, akhirnya kakung pergi dari rumah itu, dari desa itu" jelas mbah ragil.

"Tapi kenapa nyi ratu bisa ikut kakek?" Tanya nina lagi,
"karena waktu itu aku belum membuang khodam andalan ku meskipun kakung sudah membuang ilmu hitam itu, kedua khodam kakung bisa saja masuk ke ilmu putih, karena memang mereka akan menjadi apa yg majikannya perintahkan, malam sebelum aku pergi,
kakekmu berhasil mengambil selendang dan juga keris kakung, kedua barang itulah dimana khodam kakung berada, mereka adalah khodam terkuat yg kupunya, yaitu nyi ratu yg bersemayam dalam selendang dan satu lagi siluman buaya yg ada dalam keris"
"Tapi kakekmu berkilah dia tidak mencurinya, dia hanya mengatakan ia bertapa di gunung untuk mendapatkan khodam-khodam tersebut, sejak saat itu aku memutuskan untuk tidak lagi berhubungan dengan romli dan putriku, karena putriku pun tak mau kehilangan-
karena putriku pun tak mau kehilangan sosok ayah untuk anaknya, terlebih waktu itu nenekmu mengandung rani" Jelas mbah ragil kepada nina.

"Bukannya kakung bilang kalo nyi ratu itu bisa di kontrol? Tapi kenapa kata bapak malah nyi ratu menjadikan kakek tak lebih dari pelayan?"
Tanya nina yg belum puas, "hehe kan kakek tadi sudah bilang, hanya kakeklah yg bisa mengendalikan nyi ratu" jelas mbah ragil.

Ia mengambil kopi hitam yg sudah dingin di depannya, menyesap perlahan lalu "sementara kakekmu tidak bisa mengendalikan nyi ratu, terlebih ia meminta-
kekayaan dari nyi ratu, itulah yg membuat kakekmu diperdaya nyi ratu dan ia menjadi sangat jahat" lanjutnya.

Mbah ragil meletakkan gelas kopi, sebelum "kamu tau kan kenapa wajah nyi ratu bisa menjadi jelek dan berubah cantik?
Ya itulah, dia bisa menjadi cantik saat baik dan jelek saat jahat, dia tak lagi bisa kukendalikan karena ia sudah melakukan perjanjian dengan romli" jelas mbah ragil panjang lebar.
"Tapi untungnya dan alhamdulillah kakekmu sudah sadar dan bertaubat sebelum ajal menjemputnya" imbuh mbah ragil sembari mengelus bahu Nina, "hanya kaulah yg tau ini semua, aku belum menceritakan kepada siapapun selain gus wildan dan kamu nak" lanjutnya
"Wah wah disini rupanya kakung dan cicitnya, sudah akrab ya" sahut ibu nina yg menjumpai mereka berdua di teras rumah, dan disusul pak teguh yg baru pulang dari ladang.
"Aku akan belajar dengan sungguh-sungguh kung, aku ingin menolong banyak orang yg membutuhkan, tolong ajari aku ya kung" ucap nina dengan antusias, Mbah ragil mengangguk menyetujuinya.

SELESAI

Terimakasih 😊
Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh.

Enjoying this thread?

Keep Current with ikka ayyu

Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

Twitter may remove this content at anytime, convert it as a PDF, save and print for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video

1) Follow Thread Reader App on Twitter so you can easily mention us!

2) Go to a Twitter thread (series of Tweets by the same owner) and mention us with a keyword "unroll" @threadreaderapp unroll

You can practice here first or read more on our help page!

Follow Us on Twitter!

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just three indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3.00/month or $30.00/year) and get exclusive features!

Become Premium

Too expensive? Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal Become our Patreon

Thank you for your support!