My Authors
Read all threads
"Kalap (Siluman Air)"

A Thread Horror Story

@bacahorror #bacahorror
Kejadian ini baru aja terjadi di desa sebelah, mungkin beberapa temen-temen disini ga asing sama yg namanya kalap atau siluman pengunggu sungai, dan banyak versi cerita tentang kalap ini.
Kali ini aku bakal cerita tentang kalap ini versi aku, yg terjadi di desa tetangga, jika ada yg pernah mendengar soal kalap, jangan ragu buat komentar dan share pengalaman kalian disini.
[[ Hari Kamis, pukul 19.00 ]]

Sepulang dari shalat jamaah isya Seno mengajak adiknya pulang,

"Ayok muleh ndul" (ayo pulang ndul) ajak nya kepada gundul,

Seno biasa memanggilnya gundul meski dia tidak gundul, nama sebenarnya adalah Diki, umur 9 tahun.
Diki sedang asyik main kelereng dengan beberapa temannya,

"giak, aku sik dulinan karo arek-arek"

(ngga ah, aku masih mau main sama temen-temen) ucapnya tanpa melihat ke arah Seno.
"Malem jumat iki ndul, ga ero wedhi arek iki"

(malam Jumat ini, ga ada takutnya kamu tuh) protesnya.

"Atase cedek masjid ae, lapo se wedhi" (kan deket masjid, ngapain takut) kilahnya.
Seno pun mengalah dan pulang meninggalkan adiknya, sebenarnya ada perasaan yg tak enak, tapi memikirkan Diki yg keras kepala, Seno hanya bisa membiarkan nya saja.
Seno merebahkn badan nya di atas sofa depan TV dan menyalakan nya, ayah Seno belum pulang dari rapat RW, sedangkan ibu nya masih pengajian rutin.

*DRRRTTT DDRRRRTTTT* getar ponsel mengagetkan nya.
"Hallo des (bedes/monyet), sabtu ayo mancing, wes suwi ga mancing"

(hallo nyet, ayo sabtu mancing, udah lama ga mancing kan) ucap Ali, teman Seno di ujung telepon.
"Assalamualaikum sik pose koen iki, tuman!!"

(Assalamualaikum dulu dong, kebiasaan!!) Protes Seno,

"yo wis siapno alat e ya, karo Dimas pisan ta?"

(Oke deh, siapin alatnya, sama Dimas ga?) Lanjutnya.
"Iyo haha, sepurane, karo Dimas, biasa"

( iya haha, maaf dong, sama dimas kok, seperti biasa) kata Ali nyengir.

Sayup-sayup terdengar suara tangisan dari luar, seketika bulu kuduk Seno meremang,

"koyok kerungu arek cilik nangis se"
(kayak denger suara anak kecil nangis deh) ucap Seno.

"Maaas huuuuhuuhuu" teriak Diki sambil menangis,

ia masuk rumah di antar beberapa warga dan teman-teman nya.

"A..ak..ku..wee..wedhii.."

(a..ak..ku..taa..kuutt.) ucap Diki masih menangis sesenggukan,
"lapo se? Sopo seng nganu koen? Lapo adek ku? Ono seng nganu ta?"

(Ada apa sih? Siapa yg bikin kamu kayak gini? Kenapa adikku? Siapa yg pukul dia?) Tanya Seno.

Tak ada yg menjawab, wajah mereka tampak bingung dan ngeri membayangkan apa yg tadi mereka dengar dari-
mulut anak berusia 9 tahun itu.

====CERITA DIKI====

[[ Hari Kamis, pukul 19.30 ]]

"Mbelenger maen neker, aku kalah tog, rek"

(bosen ah main kelereng, aku kalah mulu nih) keluh Fito, salah satu teman Diki.

"Sekipan ayo, rek!!" (Main petak umpet yuk!!) Ajak Wawan,
"tapi ojok adoh-adoh yo, wes bengi iki"

(tapi jangan jauh-jauh ya, udah malam soalnya) usul Niko.

Mereka berempat pun setuju untuk main petak umpet,

setelah melakukan ritual hompimpa alaihum gambreng (semacam suit gitu) akhirnya Wawan yg jaga.
"Aku karo koen po'o Nik?"

(Aku sama kamu dong nik) ucap Fito,

"ojok, dewe-dewe ae Fit, cek ga ero Wawan, lecek koen iki!!"

(Janganlah, sendiri-sendiri aja biar Wawan nggak tahu, dasar penakut!!) ucap Niko.

Sedangkan Diki sudah mulai mencari tempat persembunyian yg-
Dirasa aman, ia berinisiatif untuk bersembunyi di atas pohon mangga milik pak Ruslan.

Dimana rumah itu berjarak tidak jauh dari masjid, namun rumah pak Ruslan dekat dengan kuburan, kanan kiri hanya perkebunan mangga, karena memang pak Ruslan juragan buah mangga.
Setelah Diki naik dia yakin, wawan tak akan bisa menemukan persembunyian nya, benar saja sudah beberapa menit berlalu, Diki masih terdiam menunggu Wawan mencarinya.

"Wak, aku njogo mari ki"

(wah, giliran aku jaga bentar lagi) keluh Fito yg pertama Wawan temui, disusul Niko.
"kari Diki, ayo ewangi nggolek!!"

(Tinggal Diki, ayo bantu cari!!) Ajak wawan.

Setelah sekian lama mereka mencari Diki tak kunjung ketemu,

"Diiikkk, nok ndi we?" (Diiikk, dimana kamu?) Teriak wawan dan yg lain.

"Rono yok, di kono durung di parani"
(kesana yuk, di sana belum dicari) ajak Niko.

"Ora ah, peteng ng kono, wit poh tog"

(enggak ah, gelap banget di sana nya soalnya kebun mangga) ucap Fito.

Sementara disisi lain Diki mulai tak nyaman, ia takut ditinggal oleh teman-temannya,
akhirnya ia memutuskan untuk turun, saat ia hendak turun, kakinya terperosok.

"Aduuuhh, jangkrik" teriaknya, ia terjatuh dan berusaha berdiri, tapi kakinya masih sangat sakit, malam itu malam yg tak akan pernah Diki lupakan.
Dia merasakan hawa yg berbeda, panas sekali, bulu kuduk nya meremang, ia paksakan kepalanya untuk menoleh ke belakang.

Tak pernah ia sangka apa yg ada di depan matanya, sosok putih samar namun jelas di mata Diki, kainnya sangat lusuh sudah tak berbetuk lagi.
Ia mendongak ke atas menelan ludah, sosok pocong setinggi pohon mangga, sangat besar, jarak nya sangat dekat dengan nya, lidah nya keluh tak bisa teriak.

Sosok putih itu tanpa wajah, ya, wajahnya tertutup, untung saja Diki tak diperlihatkan wajahnya,
tapi sosok itu berhasil membuat Diki shock.

Ia membaca doa-doa yg ia ingat, mulai doa sebelum tidur hingga doa mau makan, entah dari mana ia punya kekuatan untuk lari dari sana.

Ia lari sekencang-kencangnya, temannya menunggu di depan masjid pun berteriak "Dik... Dikii..!!"
Seru Wawan,

"singitan di ndi seh?"

(Sembunyi dimana sih?) Tanya Fito setengah marah.

Diki masih mematung, mengatur nafas, tak menjawab pertanyaan temannya, ketiga temannya berjalan ke arah Diki, sebelum, Diki menunjuk ke arah dimana sosok tadi berada.
"Ono pocoooong" teriak Diki yg seketika mengangis,

air matanya mengucur deras, beberapa warga yg mendengar teriakannya pun keluar dan menghampiri anak-anak ini.

"Heh, wes bengi kok rame ae, ndang muleh!!" (Hey, udah malem kok ribut, cepet pulang!!)
Ucap salah satu warga, Diki masih terisak dengan Tangis nya.

"Iki loh pak lek, Diki jarene ketok pocongan"

(ini Diki katanya liat pocong) terang Wawan,

"tekan ndi awak mu iki?"

(Emangnya dari mana kamu?) Tanya warga lain.

Diki menunjuk ke arah kebun mangga pak Ruslan,
warga nampak tak kaget, karena mereka tau kalau sosok itu memang ditugaskan untuk "menunggu" kebun tersebut.

"Wes to, mulak e ojo keluyuran lek wes bengi, iki ngono malem jumat, nang maneh sobo kebon"
(tuh kan, makanya jangan main malem-malem,
ini tuh malem jumat, apalagi ke kebun) kata si warga.

Diki masih menangis tak kunjung henti,

"ayo tak terno muleh, le!" (Ayo aku anter pulang nak) tawar si warga,

Diki dan beberapa temannya pun mengikuti.

====CERITA DIKI SELESAI====
[[ Hari Sabtu, pukul 13.00 ]]

Terik matahari menyinari, rindangnya pohon berhasil menghalangi sinar yg panas itu ke tubuh mereka bertiga, angin berhembus lembut, kicauan burung beberapa kali terdengar.
"Nggowo bontot ga koen?"

(Bawa bekal ga?) Tanya Ali kepada Dimas dan Seno,

"nggowo, ndeng, kate keluwen a koen?"

(Bawalah, kamu mau kelaparan?) Jawab Dimas.
Seno hanya manggut, perasaan nya tidak enak, beberapa hari ini, ia masih memikirkan adiknya yg bertemu dengan sosok putih itu, ia khawatir dengan mitos yg beredar.

Bahwa siapa saja yg bertemu dengan sosok penunggu kebun mangga, ia tak akan selamat, jika tidak gila,
maka nyawa taruhan nya.

"Su, ngelamun ae rek!!"

(Njing, ngelamun aja sih) seru Dimas,

"kepikiran utang e akeh paling (mikirin hutang nya numpuk mungkin) sahut Ali.
"Bedes, rame ae!!"

(Dasar monyet, ribut mulu!!) Seloroh Seno.

Setelah beberapa lama menunggu ikan hasil pancingannya, Seno di kejutkan dengan dua wanita cantik di sebelah kanan kirinya.
"Sopo pean mbak?"

(Siapa kalian, mbak?) Tanya Seno,

kedua wanita cantik itu hanya tersenyum, mimpi apa seno semalam di himpit dua wanita cantik seperti mereka.
Harum tubuh nya semerbak wangi, wanita dengan baju kebaya merah dan jarik lurik, rambutnya terurai panjang, sedangkan wanita di sisi kanan nya mengenakan kebaya putih dengan rambut sedikit di ikat.
Paras mereka benar-benar cantik, hingga Seno tergoda untuk bercanda gurau dengan mereka, tak ia pikirkan lagi dimana kedua temannya berada.

Kedua wanita itu sebut saja si merah dan si putih, (udah kayak Bendera aja merah putih 😁),
"mas pun nikah?"

(Mas sudah menikah?) Tanya si merah.

"Menawi dereng nikah, yonopo kale kulo mawon, mas?"

(Kalo belum menikah, gimana kalo nikah sama aku aja, mas?) Tawar si putih.

"Kulo nggih purun nikah kale panjenengan"

(aku juga mau nikah sama kamu) ucap si merah-
Dengan nada menggoda.

Seno benar-benar merasa beruntung bisa ketemu dengan dua wanita cantik ini, tanpa pikir panjang Seno pun mengiyakan.
[[ Hari Sabtu, pukul 17.00 ]]

"Jamput, nandi se Seno iki? Mencar dewe ket mau ga teko-teko"

(sial, kemana si seno? Udah misah, Dari tadi ga dateng-dateng) keluh Ali,

"lah iyo, mariki sorop, Li"

(nah iya, sebentar lagi juga mau Maghrib, Li) ucap Dimas.
"Tak telpon ae ya" kata Ali, Dimas hanya manggut,

"cok, ga di angkat, matane"

(njir, ga di angkat) lanjutnya.

Hingga setelah magrib pun seno tak kunjung datang.

Ali dan Dimas pun memutuskan untuk pulang, lebih tepatnya kerumah Seno untuk memastikan apakah dia pulang-
mendahului mereka.

[[ Hari Sabtu, pukul 20.00 ]]

"Ngendi ae toh? Mancing nganti yahmene ket muleh"

(dari mana aja sih? Mancing sampai jam segini baru pulang) sambut ayah Seno yg sudah menunggu di depan rumah.
"Nganu pak dhe, iki mau ngenteni Seno, rung Bali, opo arek e pun wangsul, pak dhe?"

(Itu pak dhe, ini tadi nunggu Seno kembali, apa dia udah pulang, pak dhe?) Tanya Dimas.
"Ngelindur ta, le? Awakmu se sing ngejak Seno mancing, budal bareng mestine muleh yo bareng"

(ngigau kamu, nak? Kalian kan yg ajak Seno mancing, harusnya berangkat pulang bersama) ucap ayah seno.
Dimas dan Ali saling berpandangan dan menelan ludah, mereka ngeri jika menghadapi kemarahan ayah Seno yg terkenal tegas dan galak.

"Nyapo meneng? Ndi anakku?"

(Kenapa diam? Mana anakku?) Tanya ayah Seno.

Mau tak mau mereka pun menceritakan apa adanya kepada ayah Seno.
"Wau pas mancing kulo jagongan kale Seno, tapi Seno mendel mawon pak dhe, mboten lami larene ngilang, kulo kinten ngalih pados nggen lintu, tapi kulo tenggo nganti isya dereng mbali, mulak e kulo mriki menawi lare niku pun wangsul"
(Tadi waktu mancing kami berbincang dengan Seno, tapi Seno diam aja pakde, nggak lama dia hilang gitu aja, saya kira dia cari tempat lain buat mancing, tapi kami tunggu sampai isya dia belum kembali juga, makanya kami ke sini, kami kira dia sudah pulang) terang Ali
*BRUUAAKK* ayah seno menggebrak meja,

"lek ngene iki terus ya opo?" (Kalau kayak gini terus gimana?) Teriak ayah Seno,

mereka diam tak menjawab karena memang mereka tak tau harus bagaimana.
"Wes mbok golek i ga seno?"

(Udah kamu cari gak Seno?) Tanya ayah Seno,

"sampun pak dhe" jawab Dimas, "wes, ayo melu aku"

(kalau begitu ayo ikut aku) ajak Ayah Seno.

"Teng pundi pak Dhe?" (Kemana pak dhe?) Tanya Ali, "wes ojo kakean omong!!"
(Udah jangan kebanyakan tanya) ucap ayah seno.

[[ Hari Sabtu, pukul 21.30 ]]

Setelah lama mereka melakukan perjalanan, mereka sampai di sebuah rumah.

"Di tenggo riyen kalih di sambi unjuk ane"

(ditunggu sebentar, silahkan di minum) ucap wanita setengah baya.
"Matur nuwun" (terimakasih) ucap mereka bertiga serentak.

Tak lama keluar seorang lelaki berumur 60 tahunan, ayah Seno menyampaikan perihal kedatangan nya.

Si lelaki manggut, mengambil minyak di botol kecil, menghirup ya sembari memejamkan mata, si lelaki membuka mata-
dengan tersenyum,

"di gowo kalap, anakmu iki"

(dibawa kalap anakmu ini) ucap si lelaki.

"Sing tak khawatir no kedaden"

(yang ku hawatir kan terjadi), kata ayah seno,

"terus carane nemuno Seno piye cak?"

(Lalu cara menemukan Seno bagaimana, kang?) lanjutnya.
"Tumpeng 40, depek'en di panggone anakmu ilang"

(sediakan tumpeng sebanyak 40, taruh di tempat anakmu hilang) ucap si lelaki.

Tak puas dengan jawaban si lelaki, ayah Seno mendatangi beberapa orang pintar lainnya, jawabanya pun sama, sudah 4 orang berkata sama,
"anakmu dibawa kalap, dan kalap itu meminta 40 nasi tumpeng"

Kabar menghilangnya Seno sudah terdengar ditelinga seluruh warga, warga pun ikut membantu sukarela membuat 40 tumpeng untuk pertukaran Seno.
[[ Hari Minggu, pukul 16.00 ]]

40 nasi Tumpeng pun siap, mereka berbondong-bondong membawa tumpeng tersebut ke sungai tempat mereka memancing.

Tumpeng itu di letakkan di tempat terakhir Seno terlihat. Si lelaki yg pertama di datangi ayah seno pun datang,
si lelaki membuang bunga 7 rupa yg ia bawa, menyebarkannya di sungai.

Ia merapalkan mantra menghentakkan kakinya ke tanah, lalu meminta warga untuk berdoa bersama menurut kepercayaan masing-masing.
Warga pun diminta untuk pulang karena memang sudah waktunya sholat magrib, si lekaki, ayah Seno, Ali dan Dimas bergantian menjaga.

Sekitar pukul 20.30 samar-samar terlihat orang berjalan, "Seno!!" Teriak Dimas, mereka berjalan ke arah Seno dan memberondongnya dengan banyak-
pertanyaan.

Seno hanya terdiam, dia nampak pucat, tatapan matanya kosong lalu *BRRUGGH" ia pingsan.
[[ Hari Senin, pukul 10.00 ]]

"Cerito o wingi awakmu nang ndi ae?"

(Cerita kemarin kamu kemana aja?) Tanya Ali,

Seno pun menceritakan apa yg ia alami, disana warga berkumpul ingin mendengar apa yg telah terjadi kepada Seno.
"Mek ngunu tog? Lah kok kowe ilang e meh rong ndino, Le?"

(Cuma gitu aja? Tapi kenapa kamu hilangnya hampir 2 hari) Tanya salah satu warga.

"kirangan pak dhe, terakhir niku lare wadon kale Niki pun nyoplok klambi e, aku karo arek-arek ayu iku te kelon, tapi moro-moro aku-
wis mbali nang kali"

(Saya kurang tau pak dhe, terakhir mereka sudah melepaskan bajunya, kami hendak akan berhubungan badan, tapi tiba-tiba saya sudah di sungai) terang seno.

"Worong rabi koen, le?"

(Gagal nikah kamu, nak?) Sahut salah satu warga, lalu mereka tertawa bersama.
"Wayah kene karo bongso alus iku encene bedo, di kono mek sak jam, dikene iso sedino, untung ae awakmu ga sido rabi karo kalap, le, yen awakmu kadung rabi, mungkin awakmu ga mbali rene, wes kejebak di dunyo e bongso alus"
(Waktu disini dengan waktu bangsa halus itu berbeda, di sana cuma 1 jam bisa jadi disini seharian, Untung saja kamu ga sempat berhubungan badan dengan kalap nak, jika kamu terlanjur mungkin kamu tak akan pernah kembali ke sini dan terjebak di dunia bangsa halus) jelas kakek Seno.
~~The End~~

Ketika kita berada ditempat asing, alangkah baiknya kita permisi , jaga sopan santun, perkataan, dan perbuatan, hindari pikiran kosong di tempat terbuka (alam) karena kita hidup berdampingan dengan "mereka" walaupun dimensi kita tak sama.
Terimakasih sudah membaca thread saya (lagi), semoga bisa berjumpa di thread selanjutnya, tetap semangat untuk sehat, tetap rebahan dan #dirumahsaja dengan baca thread 😘
Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh.

Enjoying this thread?

Keep Current with ikka ayyu

Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

Twitter may remove this content at anytime, convert it as a PDF, save and print for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video

1) Follow Thread Reader App on Twitter so you can easily mention us!

2) Go to a Twitter thread (series of Tweets by the same owner) and mention us with a keyword "unroll" @threadreaderapp unroll

You can practice here first or read more on our help page!

Follow Us on Twitter!

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3.00/month or $30.00/year) and get exclusive features!

Become Premium

Too expensive? Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal Become our Patreon

Thank you for your support!