Sepulang dari shalat jamaah isya Seno mengajak adiknya pulang,
"Ayok muleh ndul" (ayo pulang ndul) ajak nya kepada gundul,
Seno biasa memanggilnya gundul meski dia tidak gundul, nama sebenarnya adalah Diki, umur 9 tahun.
"giak, aku sik dulinan karo arek-arek"
(ngga ah, aku masih mau main sama temen-temen) ucapnya tanpa melihat ke arah Seno.
(malam Jumat ini, ga ada takutnya kamu tuh) protesnya.
"Atase cedek masjid ae, lapo se wedhi" (kan deket masjid, ngapain takut) kilahnya.
*DRRRTTT DDRRRRTTTT* getar ponsel mengagetkan nya.
(hallo nyet, ayo sabtu mancing, udah lama ga mancing kan) ucap Ali, teman Seno di ujung telepon.
(Assalamualaikum dulu dong, kebiasaan!!) Protes Seno,
"yo wis siapno alat e ya, karo Dimas pisan ta?"
(Oke deh, siapin alatnya, sama Dimas ga?) Lanjutnya.
( iya haha, maaf dong, sama dimas kok, seperti biasa) kata Ali nyengir.
Sayup-sayup terdengar suara tangisan dari luar, seketika bulu kuduk Seno meremang,
"koyok kerungu arek cilik nangis se"
"Maaas huuuuhuuhuu" teriak Diki sambil menangis,
ia masuk rumah di antar beberapa warga dan teman-teman nya.
"A..ak..ku..wee..wedhii.."
(a..ak..ku..taa..kuutt.) ucap Diki masih menangis sesenggukan,
(Ada apa sih? Siapa yg bikin kamu kayak gini? Kenapa adikku? Siapa yg pukul dia?) Tanya Seno.
Tak ada yg menjawab, wajah mereka tampak bingung dan ngeri membayangkan apa yg tadi mereka dengar dari-
====CERITA DIKI====
[[ Hari Kamis, pukul 19.30 ]]
"Mbelenger maen neker, aku kalah tog, rek"
(bosen ah main kelereng, aku kalah mulu nih) keluh Fito, salah satu teman Diki.
"Sekipan ayo, rek!!" (Main petak umpet yuk!!) Ajak Wawan,
(tapi jangan jauh-jauh ya, udah malam soalnya) usul Niko.
Mereka berempat pun setuju untuk main petak umpet,
setelah melakukan ritual hompimpa alaihum gambreng (semacam suit gitu) akhirnya Wawan yg jaga.
(Aku sama kamu dong nik) ucap Fito,
"ojok, dewe-dewe ae Fit, cek ga ero Wawan, lecek koen iki!!"
(Janganlah, sendiri-sendiri aja biar Wawan nggak tahu, dasar penakut!!) ucap Niko.
Sedangkan Diki sudah mulai mencari tempat persembunyian yg-
Dimana rumah itu berjarak tidak jauh dari masjid, namun rumah pak Ruslan dekat dengan kuburan, kanan kiri hanya perkebunan mangga, karena memang pak Ruslan juragan buah mangga.
"Wak, aku njogo mari ki"
(wah, giliran aku jaga bentar lagi) keluh Fito yg pertama Wawan temui, disusul Niko.
(Tinggal Diki, ayo bantu cari!!) Ajak wawan.
Setelah sekian lama mereka mencari Diki tak kunjung ketemu,
"Diiikkk, nok ndi we?" (Diiikk, dimana kamu?) Teriak wawan dan yg lain.
"Rono yok, di kono durung di parani"
"Ora ah, peteng ng kono, wit poh tog"
(enggak ah, gelap banget di sana nya soalnya kebun mangga) ucap Fito.
Sementara disisi lain Diki mulai tak nyaman, ia takut ditinggal oleh teman-temannya,
"Aduuuhh, jangkrik" teriaknya, ia terjatuh dan berusaha berdiri, tapi kakinya masih sangat sakit, malam itu malam yg tak akan pernah Diki lupakan.
Tak pernah ia sangka apa yg ada di depan matanya, sosok putih samar namun jelas di mata Diki, kainnya sangat lusuh sudah tak berbetuk lagi.
Sosok putih itu tanpa wajah, ya, wajahnya tertutup, untung saja Diki tak diperlihatkan wajahnya,
Ia membaca doa-doa yg ia ingat, mulai doa sebelum tidur hingga doa mau makan, entah dari mana ia punya kekuatan untuk lari dari sana.
Ia lari sekencang-kencangnya, temannya menunggu di depan masjid pun berteriak "Dik... Dikii..!!"
"singitan di ndi seh?"
(Sembunyi dimana sih?) Tanya Fito setengah marah.
Diki masih mematung, mengatur nafas, tak menjawab pertanyaan temannya, ketiga temannya berjalan ke arah Diki, sebelum, Diki menunjuk ke arah dimana sosok tadi berada.
air matanya mengucur deras, beberapa warga yg mendengar teriakannya pun keluar dan menghampiri anak-anak ini.
"Heh, wes bengi kok rame ae, ndang muleh!!" (Hey, udah malem kok ribut, cepet pulang!!)
"Iki loh pak lek, Diki jarene ketok pocongan"
(ini Diki katanya liat pocong) terang Wawan,
"tekan ndi awak mu iki?"
(Emangnya dari mana kamu?) Tanya warga lain.
Diki menunjuk ke arah kebun mangga pak Ruslan,
"Wes to, mulak e ojo keluyuran lek wes bengi, iki ngono malem jumat, nang maneh sobo kebon"
(tuh kan, makanya jangan main malem-malem,
Diki masih menangis tak kunjung henti,
"ayo tak terno muleh, le!" (Ayo aku anter pulang nak) tawar si warga,
Diki dan beberapa temannya pun mengikuti.
====CERITA DIKI SELESAI====
Terik matahari menyinari, rindangnya pohon berhasil menghalangi sinar yg panas itu ke tubuh mereka bertiga, angin berhembus lembut, kicauan burung beberapa kali terdengar.
(Bawa bekal ga?) Tanya Ali kepada Dimas dan Seno,
"nggowo, ndeng, kate keluwen a koen?"
(Bawalah, kamu mau kelaparan?) Jawab Dimas.
Bahwa siapa saja yg bertemu dengan sosok penunggu kebun mangga, ia tak akan selamat, jika tidak gila,
"Su, ngelamun ae rek!!"
(Njing, ngelamun aja sih) seru Dimas,
"kepikiran utang e akeh paling (mikirin hutang nya numpuk mungkin) sahut Ali.
(Dasar monyet, ribut mulu!!) Seloroh Seno.
Setelah beberapa lama menunggu ikan hasil pancingannya, Seno di kejutkan dengan dua wanita cantik di sebelah kanan kirinya.
(Siapa kalian, mbak?) Tanya Seno,
kedua wanita cantik itu hanya tersenyum, mimpi apa seno semalam di himpit dua wanita cantik seperti mereka.
Kedua wanita itu sebut saja si merah dan si putih, (udah kayak Bendera aja merah putih 😁),
(Mas sudah menikah?) Tanya si merah.
"Menawi dereng nikah, yonopo kale kulo mawon, mas?"
(Kalo belum menikah, gimana kalo nikah sama aku aja, mas?) Tawar si putih.
"Kulo nggih purun nikah kale panjenengan"
(aku juga mau nikah sama kamu) ucap si merah-
Seno benar-benar merasa beruntung bisa ketemu dengan dua wanita cantik ini, tanpa pikir panjang Seno pun mengiyakan.
"Jamput, nandi se Seno iki? Mencar dewe ket mau ga teko-teko"
(sial, kemana si seno? Udah misah, Dari tadi ga dateng-dateng) keluh Ali,
"lah iyo, mariki sorop, Li"
(nah iya, sebentar lagi juga mau Maghrib, Li) ucap Dimas.
"cok, ga di angkat, matane"
(njir, ga di angkat) lanjutnya.
Hingga setelah magrib pun seno tak kunjung datang.
Ali dan Dimas pun memutuskan untuk pulang, lebih tepatnya kerumah Seno untuk memastikan apakah dia pulang-
[[ Hari Sabtu, pukul 20.00 ]]
"Ngendi ae toh? Mancing nganti yahmene ket muleh"
(dari mana aja sih? Mancing sampai jam segini baru pulang) sambut ayah Seno yg sudah menunggu di depan rumah.
(Itu pak dhe, ini tadi nunggu Seno kembali, apa dia udah pulang, pak dhe?) Tanya Dimas.
(ngigau kamu, nak? Kalian kan yg ajak Seno mancing, harusnya berangkat pulang bersama) ucap ayah seno.
"Nyapo meneng? Ndi anakku?"
(Kenapa diam? Mana anakku?) Tanya ayah Seno.
Mau tak mau mereka pun menceritakan apa adanya kepada ayah Seno.
"lek ngene iki terus ya opo?" (Kalau kayak gini terus gimana?) Teriak ayah Seno,
mereka diam tak menjawab karena memang mereka tak tau harus bagaimana.
(Udah kamu cari gak Seno?) Tanya ayah Seno,
"sampun pak dhe" jawab Dimas, "wes, ayo melu aku"
(kalau begitu ayo ikut aku) ajak Ayah Seno.
"Teng pundi pak Dhe?" (Kemana pak dhe?) Tanya Ali, "wes ojo kakean omong!!"
[[ Hari Sabtu, pukul 21.30 ]]
Setelah lama mereka melakukan perjalanan, mereka sampai di sebuah rumah.
"Di tenggo riyen kalih di sambi unjuk ane"
(ditunggu sebentar, silahkan di minum) ucap wanita setengah baya.
Tak lama keluar seorang lelaki berumur 60 tahunan, ayah Seno menyampaikan perihal kedatangan nya.
Si lelaki manggut, mengambil minyak di botol kecil, menghirup ya sembari memejamkan mata, si lelaki membuka mata-
"di gowo kalap, anakmu iki"
(dibawa kalap anakmu ini) ucap si lelaki.
"Sing tak khawatir no kedaden"
(yang ku hawatir kan terjadi), kata ayah seno,
"terus carane nemuno Seno piye cak?"
(Lalu cara menemukan Seno bagaimana, kang?) lanjutnya.
(sediakan tumpeng sebanyak 40, taruh di tempat anakmu hilang) ucap si lelaki.
Tak puas dengan jawaban si lelaki, ayah Seno mendatangi beberapa orang pintar lainnya, jawabanya pun sama, sudah 4 orang berkata sama,
Kabar menghilangnya Seno sudah terdengar ditelinga seluruh warga, warga pun ikut membantu sukarela membuat 40 tumpeng untuk pertukaran Seno.
40 nasi Tumpeng pun siap, mereka berbondong-bondong membawa tumpeng tersebut ke sungai tempat mereka memancing.
Tumpeng itu di letakkan di tempat terakhir Seno terlihat. Si lelaki yg pertama di datangi ayah seno pun datang,
Ia merapalkan mantra menghentakkan kakinya ke tanah, lalu meminta warga untuk berdoa bersama menurut kepercayaan masing-masing.
Sekitar pukul 20.30 samar-samar terlihat orang berjalan, "Seno!!" Teriak Dimas, mereka berjalan ke arah Seno dan memberondongnya dengan banyak-
Seno hanya terdiam, dia nampak pucat, tatapan matanya kosong lalu *BRRUGGH" ia pingsan.
"Cerito o wingi awakmu nang ndi ae?"
(Cerita kemarin kamu kemana aja?) Tanya Ali,
Seno pun menceritakan apa yg ia alami, disana warga berkumpul ingin mendengar apa yg telah terjadi kepada Seno.
(Cuma gitu aja? Tapi kenapa kamu hilangnya hampir 2 hari) Tanya salah satu warga.
"kirangan pak dhe, terakhir niku lare wadon kale Niki pun nyoplok klambi e, aku karo arek-arek ayu iku te kelon, tapi moro-moro aku-
(Saya kurang tau pak dhe, terakhir mereka sudah melepaskan bajunya, kami hendak akan berhubungan badan, tapi tiba-tiba saya sudah di sungai) terang seno.
"Worong rabi koen, le?"
(Gagal nikah kamu, nak?) Sahut salah satu warga, lalu mereka tertawa bersama.
Ketika kita berada ditempat asing, alangkah baiknya kita permisi , jaga sopan santun, perkataan, dan perbuatan, hindari pikiran kosong di tempat terbuka (alam) karena kita hidup berdampingan dengan "mereka" walaupun dimensi kita tak sama.