My Authors
Read all threads
DARAH DAGING
-Warisan dan Kekuasaan-

[ Horror(t)hread ]

"Batur jadi dulur, dulur jadi batur."

--------

@bacahorror @ceritaht @IDN_Horor

#bacahorror #bacahoror #ceritahoror #ceritahorror
Hallo selamat malam, kali ini gw kembali dengan judul cerita yang baru, setelah hampir satu bula lebih dengan narsum (narasumber) berkomunikasi dan akhirnya sampai pada list cerita ini, yang harus gw bagikan disni. Untuk kalian.
Ada kesamaan judul dengan salah satu film indonesia akhir tahun 2019, tapi gw tegaskan isi dalam ceritanya berbeda. Dan kebetulan sekali, gw baru tau ketika tulisan ini mulai gw ketik, jadi mohon dimaklumi.
Sebelum gw mulai ceritanya, yang belum mengetahui Darah Daging dan Pribahasa yg gw tulis di judul itu apa artinya, ini.

Darah Daging dalam KBBI adalah anak kandung. Arti lainnya dari darah daging adalah keluarga (sumber Lektur.id).
Sementara, Dulur jadi batur, batur jadi dulur adalah pribahasa Sunda artinya “Saudara/ kerabat sendiri jadi orang lain, orang lain jadi sodara”
Ungkapan ini mengandung makna dimana orang terdekat/ keluarga ketika ada masalah menjauhi.
Sedangkan orang lain yang tidak ada hubungan keluarga (teman/ sahabat/ orang jauh) malah sangat peduli dan membantu apa yang kita alami.

Oke langsung aja gw mulai cerita, dengan sangat hormat terimakasih kepada Narsum, salam hormat. Bismillah, selamat menikmati.
DARAH DAGING
WARISAN DAN KEKUASAAN

-sudut pandang Kevin-
“Vin, Ibu sebernya berat harus cerita ini ke kamu, diumur kamu sekarang mungkin kamu tidak akan paham akan keadaan keluarga akhir-akhir ini, tapi kamu sudah dewasa...
...bahkan tahun ini keinginan kamu kuliah Ibu ragu Vin” ucap Ibu, sambil mengelus kepalaku yang sedang duduk di teras rumah
“Kevin juga paham Bu, apalagi Ayah akhir-akhir ini terlihat tidak biasanya dan banyak sekali temen-temen ayah yang berkunjung ke rumah ada apa sih bu sebenarnya?” tanyaku
“ayah Bangkrut… hutang ke Bank dari perusahan ayah tidak bisa dibayar lagi, sudah mencari investor kemana-mana Ayah tidak dapat Vin…” jawab Ibu, sambil meneteskan air mata
Aku hanya bisa terdiam, baru kali ini selama aku lahir dari rahim yang aku sebut malaikat ini, aku harus melihat air matanya perlahan turun membasahani pipinya.
Tatapanya pada wajahku sangat berat, seolah kalimat yang barusan keluar adalah kalimat yang tidak mau Ibu ucapkan sama sekali.
“Ibu sudah menghubungi sana-sini sodara dari Ayah dan Ibu tapi semuanya tidak bisa bantu, akhirnya bulan ini terpaksa, bulan terakhir kita disini Vin di rumah ini…” ucap Ibu kemudian
Tidak ada satu ucapanpun yang berani aku keluarkan lewat mulutku ini, seperti tidak menyangka keadaanya jauh berbalik dan serba mendadak. Aku hanya diam, ketika ibu memelukku dan menagis sejadi-jadinya. Dan baru kali ini pundaku berguna menjadi sandaran untuk Ibu.
Malam ini, di tahun 2009 adalah malam terberat. Bercampur aduk dengan ambisiku. Cita-citaku, adikku Bayu, keluarga, dan kalimat yang barusan ibu ucapkan tidak ada yang membantu satupun dari sodara.
Hanya pikiran itu yang membuatku melamun, menatap kosong atap kamar. Perlahan air mataku juga menetes dengan sendirinya.

Padahal, tujuan universitasku di kota J dan di kota B sudah sangat aku persiapkan segalanya.
karna tahun ini aku baru saja lulus Sekolah Menengah Kejuruan dengan nilai dan prestasi yang membuat Ayah dan Ibu bangga.
Hari-hari selanjutnya di Bulan 5 tahun ini sangat berat, tidak ada lagi yang aku kerjakan, hanya bermain dengan Bayu yang tahun ini juga dia harus masuk Sekolah Menengah Pertama (SMP), hanya bermain Playstation saja, menghabiskan waktu.
“kak kenapa Ayah di rumah terus yah, biasanya kerja, kerja ketemu bayu malem aja” tanya Bayu, dengan polos

“Ibu sudah cerita? Tar tanya aja sama Bayu ke Ibu yah...” jawabku dengan tenang, padahal hati sudah tidak kuat untuk menjelaskan
Malam ini, setelah Ibu keluar dari kamar Bayu, terdengar suara pintu rumah terbuka, aku lihat Ayah yang berjalan lemas, mendekat padaku, tapi tidak ada suara mobil yang aku dengar.
“belum tidur kamu Vin…” tanya Ayah sambikl duduk dekatku

“belum yah masih main game ini” ucapku singkat

“coba simpan dulu laptopnya, ayah mau bicara sama kamu” ucap Ayah perlahan

Tidak lama, Ibu mengantarkan air putih untuk ayah dan ikut duduk disebelahku
“Vin anggap aja ayah sedang bicara secara dewasa kepadamu yah, bicara orang dewasa itu harus tegas dan bijaksana, walau ini berat tapi ayah adalah pemimpin di keluarga ini...
...kelak kamu juga akan menjadi pemimpin dan kamu sekarang juga pemimpin untuk diri kamu sendiri” ucap Ayah dengan sangat perlahan

Walau aku sudah tau apa maksud yang akan dikatakan ayah, pasti sama halnya dengan Ibu
“baik yah Kevin paham dan akan bersikap dewasa seperti apa yang barusan ayah katakan” jawabku, mengkuatkan hati dan pikiran sekuat mungkin, untuk menerima apa yang selanjutnya akan keluar dari mulut ayah
“bulan ini tinggal 7 hari lagi habis, Ibu sudah ceritakan sama Kevin, perusahaan ayah, yang Ayah bangun dengan 2 rekan bisnis ayah tahun ini harus gulung tikar Vin...
...hutang yang semakin membengkak harus terpaksa Rumah yang kita tempati sekarang di jual dulu…” ucap Ayah yang kelihatan sekali malu mengatakan hal ini
Benar sangkaanku sebelumnya, pasti ayah berkata hal ini. Aku tidak menjawab, hanya sesekali menatap wajah ibu, dan ini kali kedua, aku melihat ibu menetesakan air matanya. Kondisi pertama Aku, Ibu dan Ayah mengobrolkan hal ini.
“minggu depan Ayah dan Ibu juga Bayu akan pulang ke kota J ke rumah Eyang disana, Ibu dan Ayah bisa memulai usaha baru seadanya, sekalian menemani Eyang kamu” jawab Ayah perlahan
“lalu aku yah gimana?” tanyaku heran, karna tidak disebut, dengan apa yang sudah ayah ucapkan

“kamu tinggal dulu bersama Nek Fatimah di kampung, Ayah sudah mengubungi mang Darma dan Bi neneng, mamang kamu itu...
...Siapa tau nanti Ayah bisa kirim biaya, untuk kamu masuk kuliah di kota B itu, itu cita-cita kamukan? Harus tetap kamu jaga, sekalian temani nenek disana yah...” jawab ayah dengan berat hati menjelaskan pelan
Aku tidak kaget dan menerima saja ucapan ayah itu, tapi aku merasa ingin menangis disaat kondisi seperti ini, ayah masih saja membuat aku kuat, dengan harus tetap menjaga cita-citaku, walau memang sangat berat menerima keadaan ini.
“yah padahalkan bisnis ayah itu udah lama kenapa bisa seperti ini?” tanyaku pelan, tidk bermaksud kurang sopan

“sudahlah Vin… kamu nanti juga paham yah, Ibu tau kamu anak yg pintar tapi ini bukan masalah untuk seusia kamu nak” jawab ibu sambil mengusap kepalaku dengan pelan
Melihat raut wajah ibu dengan segala kesedihan yang tergambar jelas diantar dua kelopak matanya, membuat aku tidak enak hati dan membenarkan apa yang ibu katakan.
“sudah bu tidak apa-apa... Kevin sudah aku anggap dewasa dan wajar kalau dia tau kenapa-kenapanya biar dia juga bisa menerima keadaan ini?” jawab Ayah menjelaskan
Aku tidak mengerti dengan dikondisi seperti ini, benar kata Ibu dan aku tidak menyalahkan apa yang dikatakan Ayah. Memang, untuk sebuah keharmonisan keluarga yang sesungguhnya, masalah memang benar-benar dibutuhkan.
“keadaanya sangat cepat dan aneh Vin… bahkan ini diluar pemikiran Ayah bahkan rekan bisnis ayah, pak Deni dan pak Santoso juga jadi berbeda kepada Ayah dengan kondisi yang seperti ini...
... Sangat tidak masuk diakal, bisnis ayah sudah seusia dua kali lipat, usia kamu sekarang.” ucap Ayah penuh heran

“tidak masuk diakal seperti apa yah?” tanyaku, yang merasa heran dengan apa yang dikatakan Ayah
Karna yang aku tau ayah seseorang yang sangat logis berpikir, segala diperhitungkan dan tidak pernah asal-asalan untuk apapun, itu didikan yang aku rasakan.
“semuanya aneh Vin, seperti ada hal lain, karna analisis Ayah sudah benar-benar tapi kenyataanya seperti ini, ini sudah hampir 1 tahun kondisinya seperti ini” jawab Ayah menjelaskan pelan
Akhirnya obrolan itu aku bisa menerimanya, menerima sekali karna penjelasan dari ayah, walau ada kalimat “aneh dan tidak masuk di akal” yang membuat pertanyaan ayah menjadi petanyaanku juga, masuk dalam sistem otak dan perasaanku.
Bukan soal tidak menerima kondisi seperti ini, tapi ayah bahkan tidak bisa menjelaskan secara logis untuk anak seusiaku.

***
Tiga hari tersisa, untuk meninggalkan kota, dimana industri berkambang pesat di kota ini. Harus aku relakan dengan lapang dada, karna keadaan bangkrutnya usaha ayah, awalnya tidak ada pertanyaan, sekarang pertanyaan kenapa tentang ini terjadi ada dalam pikiranku.
Setelah aku merapihkan berkas-berkas untuk kuliah, segala alat-alatku dari mulai laptop, hp dll nya untuk kepindahanku ke rumah nenek di kampung, aku sudah siap. Dalam hatiku, biarkan saja mengalir hidup ini, walau harus mengorbankan ego dan segala yang aku inginkan
“kak kata ibu kaka engga ikut ke rumah eyang dan aku akan sekolah disana” ucap Bayu sangat sedih

“gpp, bayu harus kuat yah! Mau janji sama kakak?” jawabku pelan

“apa itu kak?” tanya Bayu
“janji yah jagain Ibu, Bayu kuat, Bayu laki-laki kalau ada yang berani jahatin Ibu, Bayu harus berani jangan takut, jangan nyerah” ucapku sambil meneteskan air mata
Hari semakin berganti, ini seperti sebuah perpisahan yang berat dengan Bayu dan keluarga , tapi aku percaya perpisahan terbaik untuk sebuah pertemuan terbaik juga, nantinya.
Mang Darma datang lebih cepat satu hari sebelum Ayah, Ibu dan Bayu pergi menuju kota J, ke rumah eyang. Dan aku sudah siap menuju perjalanan baru, kehidupan baru bersama Nenek. Walau masih dengan pertayaan “keanehan” yang pernah ayah ucapkan.

***
Kedatangan mang Darma (adik kedua) ayah ke rumah merupakan hari dimana aku harus benar-benar berpisah dengan Ayah, Ibu dan Bayu, juga segala kenangan dengan rumah ini, yang sudah hampir lebih 15th aku sudah tinggal disini.
Sambil menyiapkan semuanya yang akan aku bawa ke rumah nenek di kampung, aku melihat percakapan ayah dan mang Darma sangat tegang, dari raut muka mereka terlihat membahas sesuatu, yang mungkin aku juga tidak akan paham.
“tapi Darma... semua ini diluar nalar saya.” ucap Ayah sangat keras
Yang membuat akupun mendengar jelas apa yang dikatakan Ayah, tidak lama obrolan mereka berdua ayah dan Mang Darma, tiba-tiba Ibu masuk ke kamarku
“Vin, ingat yah hati-hati nanti disana kondisinya lagi seperti ini, jagain nenek, mau bagaimanapun kamu adalah darah daging ayahmu, Ibu engga mau kamu kenapa-kenapa ketika jauh dengan Ibu dan Ayah” ucap Ibu, dengan serius menatap mataku
“Kevin sebenernya belum paham sekali apa yang terjadi Bu, tapi kalau Ibu pesan seperti itu pada aku, aku akan lakukan, Ibu juga harus janji akan baik-baik aja disana, di rumah Eyang” ucapku tegas
Tiba-tiba jendela kamarku, tertutup dengan keras “gubrakkk...” otomatis aku dan Ibu sangat kaget, padahal tidak ada angin sekencang itu, Aku hanya melihat raut wajah Ibu yang sama denganku heran, Ibu hanya menggelengkan kepalanya.
“Bu... Kevin... Ayo mang Darma nunggu engga bisa lama katanya masih ada urusan dia” teriak Ayah

Ibu mengecup keningku, sambil meneteskan air mata.

“Kevin janji akan baik-baik aja Bu” ucapku sambil memeluk Ibu
Hari ini adalah hari perpisahan yang tidak pernah terbesit dipikiranku sebelumnya, hari dimana aku menerima hanya dengan tuntutan keadaan, tidak bisa berbuat apapun.
“Ayo vin, perjalanan lumayan ke rumah Nenek sekitar 4 jam kalau lancar dan engga macet” ucap Mang Darma

“baik mang ayo, aku masukan bawaanku dulu yah mang” jawabku, kemudian memasukan semua bawaaku ke dalam mobil
Aku tidak tega melihat Bayu, hanya melihatku saja. mungkin di usia dia belum mengerti sebenarnya yang terjadi apa. Untuk akupun sama, belum benar-benar mengerti. Apalagi ibu bilang “Darah Daging” dan segala kehati-hatian soal pesan dari Ibu.
Setelah salam mencium tangan Ibu dan berpelukan dengan Bayu, kemudian mendekat pada Ayah. Ayah, hanya menepuk-nepuk pundakku berkali-kali tanpa ucapan apapun. Aku bisa mengerti, Ayah juga pasti berusaha kuat.
Untuk terakhir kalinya, aku melihat rumah. Mobil perlahan mundur keluar dari gerbang.

Aku melihat sosok nenek tua di samping Ayah dengan jelas sangat jelas! nenek-nenek tua bungkuk! Mengunakan kebaya hijau, dengan rambut hampir menutup mukanya!
Aku melihatnya di spion mobil, karna kaget aku buang tatapan langsung ke depan. Setelah mobil berbelok keluar gerbang, otomatis aku melihatnya dari samping dan itu sudah tidak ada!
“huhhhhh...” tarikan nafasku, yang tidak percaya dengan apa yang sudah aku lihat

“kenapa Vin?” tanya mang Darma

“gpp mang, eh iyah mang Lisa sama Dewi udah pada besar dong yah sekarang” tanyaku, untuk menenangkan suasana agar mang Darma tidak curiga
“Lisa kelas 3 SMP sekarang Vin, Dewi baru mau masuk SD taun ini, Vin kalau mau tidur, tidur aja perjalanan lumayan lama ke rumah nenek” ucap mang Darma

Seingat aku rumah mang Darma tidak jauh dari rumah Nenek, sekitar satu setengah jam dari rumah nenek
rumah mang Darma tepat di Kabupaten, sementara nenek di ujung kabupaten (kampung) di kabupaten yang sama dengan mang Darma.

Sedang mengingat soal mang Lisa, Dewi dan rumah mang Darma, sosok nenek yang aku lihat barusan itu di rumah, kembali lagi teringat dalam pikiranku.
Pertanyaan siapa nenek tua itu semakin ada. Karna, aku ingat betul tidak pernah ada tetangga nenek-nenek dan tidak mungkin juga tiba-tiba ada disebelah Ayah.
Entah dari mana datangnya, pikiranku menyangkutkan dengan apa yang dikatakan Ayah soal kebangkrutannya dan omongan Ibu soal darah daging. Semakin aku pikirkan, semakin mata ini sangat berat, berat sekali perlahan aku paksa buka mata, semakin tertutup kedua mata ini.
“mang awas didepan belokan tajam, jangan terlalu ngebut!” ucapku membentak mang Darma

“iyah amang melihat kok Vin tenang aja, gak usah teriak!!!” sahut Mang Darma membentak balik
Benar saja dari arah berlawan ada mobil yang sama melaju kencang, bahkan sangat kencang! Akhinya tabrakan tidak bisa dihindarkan! Karna mobil tersebut keluar dari jalur dan tepat menabrak bagian depan mobil yang sedang aku tumpangi!
“huhhh… huhhhh… huhhhhh…” aku melihat disamping, kepala mang Darma tepat berada di setir kemudi mobil, sudah penuh darah, bahkan darahnya sudah menutupi hampir semua bagian mukanya.
“Vinnnn…” ucap mang Darma, menatapku sambil tersenyum menakutkan dengan mata melotot, hampir matanya seperti akan keluar!
Aku tidak bisa menjawab, hanya ketakutan melihat muka mang Darma dan tatapan seperti itu padaku. Tiba-tiba mang Darma memejamkan kembali matanya dengan perlahan.
Karna masih dalam keadaan kalap dan masih tidak percaya dengan apa yang sudah terjadi, aku segera keluar mobil dengan keadaan mobil yang sudah sangat ancur bagian depanya.
Dari jarak yang tidak terlalu jauh, terlihat nenek bongkok berjalan mendekat padaku, bahkan aku hanya terpaku, mematung. Semakin dekat, aku melihat dibelakang nenek yang berjalan bongkok itu ada seorang anak kecil.
“ka…mu kena…pa nak” ucap nenek tua terbata-bata, dengan suara yang sangat serak sekali, dan hampir bagian mukanya tertutup rambut yang putih

“aku kecelakaan nek... didalam mobil ada paman aku, tolong nek..” ucapku menjelaskan dengan sangat ketakutan
“ka…mu anak..nya, Asep.. Darma..wan kan?” tanya nenek tua itu, sambil tertawa, dan tetap dengan suara yang terbata-bata, yang membuat aku semakin ketakutan

“ini… adik..mu.. sama… deng..an ka..mu” ucap nenek tua, sambil menarik anak kecil dibelakang badanya itu
Yang membuat aku kaget! Dan sangat tidak percaya, anak kecil itu adalah adikku Bayu! Mukanya sama penuh darah, bahkan aku melihat jelas, kaki dan tanganya sudah tidak ada!
Aku tidak bisa berkata apapun, hanya diam! Melihat sesuatu yang tidak percaya dengan apa yang sudah aku lihat!

“da…rah… da…ging…” ucap nenek tua itu dengan perlahan menatapku, tanpa bola mata diseblahnya!

“aaaaaaa...bayuuuu….!!!” teriakuuu sangat kecang sekali!
“Vinn… heh Vin bangunnn…” ucap mang Darma, menepuk bahu

“hahhh.. hah.. hah… iyah mang…” jawabku terengos engos

“kenapa kamu mimpi apa, segala teriak Bayu… nih minum dulu, sebentar lagi kita sampai Vin” ucap mang Darma, sambil menyodorkan air minum
Aku tidak menjawab, masih tidak percaya dengan apa yang sudah aku alami barusan. Aku melihat jam yang aku pakai, gila aku sudah tidur sangat lama sekali, ucapku dalam hati.
“sudah jangan berpikiran yang tidak – tidak, mamang tau kondisi seperti ini tidak akan bisa membuat kamu cepat merima dengan apa yang terjadi, Bayu adikmu akan baik-baik saja apalagi dia dengan Ibu dan Ayahnya Vin” ucap mang Darma
Aku masih tidak bisa menjawab, melamun, melihat pemandangan yang memang rasanya hampir semakin dekat menuju rumah nenek, hutan dan sawah juga perbukitan adalah salah satu yang aku ingat, ketika 3 tahun yang lalu aku terakhir kesini, ketika kakek meninggal.
Sisanya, ayah dan ibu yang sering berkujung menjenguk nenek dikampung, semakin aku ingat dengan perkataan mang Darma, bahwa Ayah, Ibu dan Bayu akan baik-baik saja, aku mencoba mengingat kembali mimpi itu.
“tabrakan, mang Darma berdarah, nenek bongkok!” ucapku dalam hati

dan langsung teringat sosok nenek, yang sebelumnya aku lihat ketika berangkat meninggalkan rumah beberapa jam kebelakang

“iyah warna baju dan sosoknya sama percis!” ucapku lagi dalam hati
Tapi kenapa dia mengucapkan… aku masih mengingat perlahan… “Darah Daging” dan nama Ayah dan kenapa sosoknya begitu menyeramkan sekali, lalu kenapa aku tidak biasanya tidur siang dan mimpi dengan sosok nenek tua bongkok itu?
Pertanyaan akan keanehan yang aku alami barusan menjadi pertanyaan tanpa jawaban, kebetulan yang tidak aku aminkan, andai itu terjadi dengan Darah yang berceceran yang aku ingat, itu sangat diluar keinginanku.
“akhirnya Vin sampai juga… kamu turunkan semua barang kamu yah, amang tidak akan turun dulu, soalnya buru-buru paling nenek didalam ketuk aja pintunya” ucap mang Darma tergesa-gesa
“baik mang kalau gitu” jawabku, segera aku turunkan semua didepan rumah nenek ini

Rumah ini, berada di ujung kampung, paling ujung. Nenek terbilang orang yang terpandang disini
karna dulunya juga kakek adalah tokoh di kampung ini, yang terbilang sukses karna anak-anaknya terbilang sukses juga.
Ayah, mang Darma, dan mang Yudi (adik ketiga) ayah semuanya bisa dikatakan sangat berada, dan tidak heran ditahun ini dan sudah lama juga nenek termasuk juragan kebun yang mempunyai banyak kebun sayur-sayuran dan pisang.
Makanya tidak heran rumah sebesar ini hanya berisi, nenek, mang Deni (orang kepercayaan kakek dan nenek) dan bi Isoh (istri mang Deni)

Segera mang Darma pamit, bahkan terbilang terburu-terburu dengan cara dia memarkirkan mobilnya.
“kok bisa... padahal ke rumah ibunya sendiri mang Darma tidak pamit dulu, heran” ucapku dalam hati, sambil berjalan membawa semua barang bawaanku menuju depan

“asalamualikum…” ucapku pelan, sambil mengetuk Pintu
Menunggu sambil duduk di teras depan, aku hanya melamunkan tentang mimpi yang sudah aku alami barusan, semakin aku mengikuti arah dan mencoba mengartikan mimpi itu, semakin membuat pusing dikepalaku terjadi lagi, seperti kejadian didalam mobil.
Tidak lama dari kejauhan, nenek sedang berjalan pelan. Usia yang sudah sangat tua, tidak membuat nenek bisa diam di rumah, begitu yang pernah aku dengar tentang nenek, dari ayah.
“eh cucu nenek, udah nunggu lama nak?” ucap Nenek

“barusan nek, tapi mang Darma langsung pulang begitu saja” ucapku, sambil cium tangan nenek
“yasudah gpp nak... ayo masuk, padahal masuk saja tidak dikunci, nenek baru pulang dari kebun sana, biarin bawaan kamu nanti suruh si Deni yang bawa yah” sahut nenek sambil mengelengkan kepala.
Aku juga heran, kenapa mang Darma seburu-buru itu, tapi tidak aku hiraukan. Segera aku masuk kedalam rumah, dan langsung mengobrol panjang dengan nenek, tentang kebun, ayah dan juga tentang usia nenek. Sangat hangat!
Aku rasa setiap wanita memiliki kehangatan berbeda dari kasih dan ketulusan yang aku rasakan, Nenek dan Ibu dalam hal ini sama saja.
Rumah nenek terbilang sangat terawat karna ada mang Deni dan Bi Isoh yang memang sudah lama semenjak kakek meninggal, tinggal di rumah nenek, apalagi mang Deni orang kepercayaan kakek dan nenek sudah lama sekali.
Seperti anak kecil yang baru bertemu dengan ibunya, aku diperlakukan begitu manja oleh nenek, karna wajar juga aku cucu lelaki paling besar, setelah Lisa dan Dewi. Karna mang Yudi sampai saat ini belum memiliki keturunan.
Sore berganti menuju malam tanpa kompromi, mengabari ibu hanya lewat pesan dan itu juga sangat susah terkirim karna sinyal sangat susah sekali dikampung ini, kehangatan dengan nenek berganti oleh dinginya malam di kampung ini.
Setelah menunggu mang Deni yang tidak kunjung datang, akhirnya aku sendiri yang membawa semua barang bawaan ke dalam kamar yang sudah nenek sediakan untuku sebelumnya.
Kamarku di rumah ini bagian belakang yang menghandap ke teras belakang tempat dimana untuk berkumpul keluarga, dan dibelakang teras itu ada kebun pisang yang terbilang sangat luas dan rapih.
“nak, nenek tuh sehabis isya biasanya suka langsung tidur, tidak apa-apa yah nenek tinggal dulu, pintu disini jarang dikunci nanti juga Isoh sama Deni pasti kesini” ucap Nenek perlahan, didepan pintu kamar
“baik Nek tidak apa, aku sepanjang jalan menuju kesini tidur lama sepertinya akan susah tidur palingan min game di laptop” jawabku
Jam berganti dengan cepat, pandangan mata pada laptop tidak membuat aku mengatuk tidak terasa malam pertama kepindahan aku ke rumah nenek terbilang cepat, dengan semua keadaan yang terjadi. Yang masih bisa aku pahami seutuhnya.
Aku ingat tidur di mobil sudah sangat lama, tapi kenapa tentang mimpi itu terbayang kembali. Aku buang jauh-jauh hal itu memaksa fokus pada game, kenyatanya tidak bisa sama sekali.
Aku mendengar, didapur seperti ada orang yang berjalan, aku pikir pasti itu mang Deni, ada niatan untuk bangun dan menyapa mang Deni. Tapi posisi yang sudah nyaman, akhirnya hanya membuat aku melamun, menatap ke arah jendela.
Aku lihat jam sudah jam 23:00 tidak terasa sekali, aku tutupkan laptop yang ada dipangkuanku, karna posisiku menyender pada dinding tembok. Aku melihat didepan teras belakang itu ada orang yang sedang menyapu, pikirku itu adalah bi Isoh istri mang Deni.
Aku hiaraukan lagi dengan rebahan dikasur sambil memperhatikan yang aku pikir bi Isoh tersebut, tapi ada hal yang membuat aneh

“masa nyapunya gak pindah tempat disitu-situ aja...” ucapku pelan dan heran
Segera aku bangkit… mendekat pada jendela, untuk sekedar memastikan. Sayangnya posisinya membelakangi aku hanya rambut yang terurai hampir sampai paha, aku sedikit melamun

“apa benar itu bi Isoh?” tanyaku
Aku hiraukan, dan segera aku menutup gorden jendela. Kembali tiduran dan berpikir masa iyah bi Isoh jam segini sih menyapu. Tidak lama mata mengatuk, sangat ngantuk sekali.

“semoga tidak mimpi aneh lagi” ucapku
Tiba-tiba aku mendengar suara sapu, yang mengenai tanah

“gesssrekk…gesrekk…” begitu berulang-ulang
Membuat aku bangun langsung dn mata terbuka, aku melihat jam ternyata baru 15 saja aku tertidur, niat hati ingin membuka gorden jendela, pasti aku bisa memastikan siapa yang menyapu itu, tapi sangat dan benar-benar mengantuk sekali.

***
“gila Yudi itu! aku saja masih hidup! masa sudah mau bagian – bagian tanah lagian itu sudah milik Asep! Lagian semua sudah dibagi masih saja mau hak kakaknya sendiri” ucap nenek sangat keras
Membuat aku membuka kedua mata, ternyata hari sudah sangat pagi. Segera aku bangun dan menuju ruang dapur, dimana nenek dan mang Deni sedang mengobrol
“eh mang…” ucapku sambil bersalaman

“aduh Kevin… udah makin gede aja kamu, udah dewasa keliatanya ini anak Asep nek haha” jawab mang Deni sambil tertawa
“nak, kamu psti kebangun karna suara nenek yah? Gpp yah kamu juga harus tau biar jadi belajar, jangan kaya paman kamu itu si Yudi” ucap nenek yang masih emosi
Setelah itu nenek cerita, barusan mang Deni kasih kabar titipan pesan dari Yudi via tlp suruh menyankan surat tanah bagian ayahku kepada nenek
katanya mau dipijam dulu buat jaminan pinjam uang ke bank, untuk penambahan modal usahanya. Otomatis membuat nenek marah karna itu bagian ayahku.
“untung semalem ada kevin, bapaknya Isoh semalem sakit, jadinya amang tidak kesini Vin... pikir amang nenek tidak akan sendirian ada kevin ini, karna amang tau kevin kemaren udah datang liat mobil mang Darma di jalan” ucap mang Deni
Ucapan mang Deni sangat tenang, tapi ucapanya itu yang membuat aku kaget di pagi ini. Lalu, aku pikir yang semalam berjalan ke dapur mang Deni, dan perempuan yang semalem menyapu itu bi Isoh! Berarti salah!
“kenapa nak... kok jadi melamun gitu?” tanya Nenek, sambil mengusap kepalaku

“tidak apa-apa nek, kayanya masih enak aja tidur, cape abis perjalanan kesini kali yah...” ucapku, memberikan alasan agar tidak curiga
“Vin, nanti ikut amang. Belajar bertani, berkebun, tadi nenek sudah bilang suruh ngajarin kamu. Lumayan tanah hak ayah kamu itu bisa dijadikan kebun sayuran, hasilnya nanti ikut amang juga ke pasar, belajar, begitu yah nek?” ucap mang Deni
“benar Nak, ayah kamu dulu waktu sesuisa kamu jago banget ikut kakek kamu tuh, makanya nenek gak heran dia paling sukses. Tapi gak tau kenapa tahun ini, segala bangkrut...
...Nenek udah saranin buat jual tanah hak dia, tapi dia selalu bilang; selama nenek masih ada itu belum hak dia” ucap Nenek, kelihatan bersedih, dan tidak tega dengan kondisi ayah sekarang
Aku hanya mengiyahkan apa yg dikatakan mang Deni dan Nenek, walau pikiranku hanya tentang kejadian semalam, kejadian sebelumnya dan kejadian-kejadian yang mulai tidak masuk diakal, semuanya terjadi setelah kebangkrutan ayah ini.
Setelah mandi pagi, kemudian sarapan, aku dan mang Deni segera menuju perkebunan sayuran milik Nenek. Menurut mang Deni, Nenek biasanya hanya sore saja datang ke kebun, itu juga jarang, hanya kalau ada Tengkulak saja untuk transaksi keuangan.
Sementara mang Deni yang mengatur semua petani, stock pupuk dll saja, memang tidak terlalu banyak pegawai Nenek, hanya orang-orang sekitaran kampung saja, itu juga semua dulunya udah kerja sama almarhum kakek. Memang hal ini aku sudah mengetahui sebelumnya dari cerita ayah.
“mang tanah yang kata nenek hak ayah yang mana gitu?” tanyaku, sambil berjalan menuju kebun

“nah ini yang kita injak tuh tanah ayah kamu Vin, liat bersebelahan langsung sama lahan Nenek...
...makanya waktu kemarin-kemarin suruh nenek jual biar nutupin hutang ayah kamu, sudah banyak yg pengen beli” jawab mang Deni

“oh ini enak bgt yah mang, luas lagi...” jawabku singkat sambil memperhatikan sekitar dengan detail
“makanya mang Yudi, adik ayah kamu ingin pinjam dulu suratnya untuk ke bank, Nenek sampe marah, kaya barusan pas kamu bangun juga Vin” jawab mang Deni
Iyahlah pikirku, pasti sudah dibagi-bagi hak warisan dll nya oleh Nenek, kenapa mang Yudi sebegitu ambisinya... bukan dia juga pasti sudah punya bagian tersendiri.
Sampai di kebun pagi ini ada beberapa petani yang kerja menyirami, kasih pupuk dll. Aku belajar hari ini banyak hal dari mang Deden seperti dunia baru setelah dunia sebelumnya gelap.
sekarang dunia begitu terang, dengan ambisi dan semangat “siapa tau dari hasil belajar ini aku bisa masuk kuliah tahun ini”

Setelah banyak belajar hal baru hari ini, sore semakin berganti. Dan benar saja, Nenek tidak kesini hanya bi Isoh yang dari kejauhan berjalan
“mang itu bi Isoh kan?” tanyaku

“iyah, kamu masih ingat Vin, padahal lama sekali yah gak ketemu” jawab mang Deni

“ingatlah hehe” jawabku sambil tersenyum
Tidak lama bi Isoh mendekat dengan membawa makanan untuk aku dan mang Deni (suaminya), setelah mengobrol dengan bi Isoh dan mang Deni, aku baru sadar.
Bi Isoh mengunakan jilbab, sementara malam itu yang menyapu sama sekali tidak bahkan rambutnya sangat panjang menutupi paha, disini aku kembali teringat kejadian malam itu
“kenapa Vin, kok ngelamun gitu? Enak engga makananya, maaf di kampung gini-gini aja Vin makananya” ucap bi Isoh
“enak kok bi enak banget, aku lagi ngelamun soal besok rencana sama mamang nih mau mulai suruh orang bersih-bersih lahan Ayah, padahal aku belum izin sama ayah hehe” jawabku sambil becanda, padahal iyah aku memikirikan hal semalem itu
Akhirnya sore datang dengan cepat, satu persatu petani kebun mulai pamit pulang, begitu juga dengan mang Deni dan bi Isoh yang mengajaku segera pulang
Namun aku tolak dan menyuruh mang Deni dan bi Isoh untuk duluan saja karna aku melihat Hp disini sinyalnya lumayan bagus, dan segera aku kirim pesan, yang tidak sempat terkirim malam itu
Pasti Ayah, Ibu dan Bayu masih diperjalanan menuju kota J karna hari ini selang satu hari kesini, mereka semua baru berangkat menuju kota J itu ke rumah Eyang.
Sambil menunggu balasan pesan yang aku kirim ke ibu, sekitar 10 menit lagi menuju waktu solat Magrib. Aku masih duduk ditempat yang sama, menghadap ke arah perkebunan sayuran nenek ini.
Melihat dua tiga kali Hp hanya sekedar mengecek pulsa dan jaringan saja, seketika aku masih melihat salah satu petani, perempuan tua. Di ujung sana, ujung kebun yang masih berjalan, mundar-mandir.
“rajin sekali ibu itu sampai jam segini masih aja ada di kebun” ucapku dalam hati

“belum pulang bu…” teriakuu

“udah sore sekali ini... ayo pulang…” teriaku lagi
Sama sekali perempuan tua itu tidak merespon teriakanku, pikirku mungkin tanggung sedang mengerjakan sesuatu, lalu aku abaikan. Karna sudah adzan mangrib berkumandang dan balasan pesan dari Ibu tak kunjung ada juga.
Segera aku melangkah, untuk pulang ke rumah. Baru saja beberapa langkah, aku masih kepikiran tentang sosok perempuan tua itu yang masih di kebun. Segera aku menengok ke belakang, dan sudah tidak ada. Pikirku mungkin sudah pergi pulang sama denganku.
Dari kejauhan, aku melihat ada mobil mang Yudi (adik ayah ketiga) parkir tepat didepan rumah nenek “ada kerperluan mungkin” pikirku, aku melangkah pelan dan duduk didepan teras depan
Tiba-tiba terdengar suara keras dari obrolan nenek, mang deni, bi isoh dan mang Yudi

“Asep melulu! aku sudah tlp dia katanya boleh-boleh saja bahkan dia bilang mau aku jual juga terserah bu!” ucap mang Yudi keras
“selama masih ada Ibu, Asep, Darma dan kamu, ingat tidak punya hak Yud! Kevin saja anaknnya tidak jadi kuliah tahun ini, ibu suruh jual tanah itu buat biaya dia...
...dia masih menghargai Ibu masih hidup, lagian tanah itu mau dijadikan Kevin sama Deni kebun, paham kamu!” jawab nenek membentak mang Yudi
Telingaku tidak siap mendengarkan hal ini, karna ini bukan porsiku sebagai cucu dan anak dari Ayah. Tapi setelah mendengarkan, apa yang dikatakan mang Yudi tentang Ayah yang memperbolehkan mang Yudi menjualnya, sedikit tidak mungkin keputusan ayah seperti itu.
“Apa Kevin mau berkebun juga? Mana mungkin anak manja biasa hidup di Kota dan dengan segalanya di kasih sama Asep mau berkotor-kotoran, Ibu dan kamu Deni jangan mengada-ngada!” ucap mang Yudi masih dengan nada keras
Karna aku sudah tidak tahan dengan ucapan mang Yudi seperti itu, segera aku masuk ke dalam.

“asalamualikum… eh ada mang Yudi…” ucapku dengan pelan, dan segera salam ke mang Yudi
Dan seketika ruangan tengah tempat dimana mereka sedang ngobrol hening, yang membuat aku heran dan tidak percaya mang Yudi bicara seperti tadi sambil berdiri didepan nenek.
“eh nak kenapa baru pulang? Kata Deni, kamu cepat bisanya belajar berkebun sayuranya” ucap nenek dengan tenang, menutupi apa yang sedang terjadi, padahal dari teras aku sudah mendengar langsung
“alhamdulillah nek, tidak terlalu sulit, besok kata mang Deni mau segera dibersihan lahan sebelah itu dan aku udah mau belajar lebih lagi” ucapku, sengaja dan niat sekali bicara seperti itu
“yasudah bu, aku pamit, lagian masih ada urusan aku” ucap mang Yudi yang kemudian berjalan ke arahku

“semoga lancar niatan kamu Vin...” ucap mang Yudi ke arahku, kemudian pergi dengan tatapan berbeda padaku
Aku melihat bi Isoh dan mang Deni seperti tidak enak, segera nenek mengajak kami semua untuk makan didapur.

Didapur nenek bertanya apa aku mendengar omongan mang Yudi, aku jawab tidak, karna untuk membuat suasana kembali normal.
mau bagaimanapun omongan mang Yudi barusan sedikit meremehkan aku, apalagi tujuan dia ke sini untuk menjual tanah milik dan hak ayahku
Selsai makan, mandi, kemudian aku mengobrol dengan mang Deni tentang rencana untuk besok, semua mang Deni jelaskan dengan rinci, aku bahkan menulisnya karna ini adalah ilmu baru bagiku.
Di penghujung obrolan aku bertanya pada mang Deni

“mang tadi pas pulang sore dari kebun, aku yang pulang terakhir bukan?” tanyaku

“iyhalah Vin, siapa lagi coba yang ada di kebun itu?” jawab mang Deni
Deg! Jawaban kali kedua dari mang Deni yang membuat aku kaget, lantas siapa lagi sosok perempuan tua itu! Sudah dua kali kejadian tentang sosok aneh itu yang aku lihat, walau aku masih berpikir jernih.
“kenapa gtu Vin tanya itu?” tanya mang Deni

“tidak apa-apa, Cuma aku melihat seperti masih ada yang kerja di ujung kebun itu mang…” ucapku pelan

“ohhh itu paling bi Ecih vin dia emang suka gtu, biasanya pulang paling akhir” jawab mang Deni
Dengan jawaban seperti itu aku tidak menyangka hal itu aneh, dan aku menerima apa yang dikatakan mang Deni, bi Ecih.

Setelah obrolan malam itu, segera aku masuk kamar, pamit. Semoga benar itu bi Ecih, seperti apa yang dikatakan mang Deni
Sama sekali tidak ada niatan untuk main game terlebih dahulu, aku segera pejamkan mata. Seperti ada bau melati, aku buka mata melihat jam baru jam 10. Aku abaikan lagi, bau tersebut semakin menyengat dan sangat menyengat, aku pastikan ini benar-benar melati.
Aku bangun, duduk di kasur, dan mencoba dari mana asalnya bau itu, jendela tertutup, pintu apalagi. Aku hidupkan lampu kamar.

“Nak kenapa belum tidur...” ucap suara Nenek, sambil mengetuk pintu
Aku bukakan, dan aku dibuat mematung! Tidak ada siapapun! Membuat aku benar-benar ketakutan, segera aku berjalan ke arah kamar? Nenek, dan aku buka pintu kamar Nenek perlahan sangat pelan, sedikit pintu terbuka, aku melihat nenek ada diatas kasur tidur!
Keberanianku, sudah tidak ada lagi. Aku putuskan tidur di ruang tengah diatas sofa setidaknya aku tidak mencium bau bunga melati itu. Sebelum mata terpejam, aku masih menebak-nebak dan harus aku iyahkan sekarang aku merasakan gangguan yang tidak masuk akal.
Besok aku harus bicara sama ibu dan ayah, tentang apa yang aku rasakan akhir-akhir ini, yang sudah membuat aku tidak kuat untuk merasakanya sendiri saja.
Pagi hari ketiga, aku dibangunkan oleh mang Deni dan bertanya kenapa tidur di sofa aku jelaskan aku ketiduran setelah bermain hp semalaman, itu hanya alasan, setidaknya tidak muncul pertanyaan lain.
Seperti hari kemarin aku kembali ke kebun dengan rencana yang telah aku dan mang Deni buat, bibit dll modal dari nenek setelah ada kesepakatan dengan nenek, dan aku berharap permulaan ini bisa buat aku menabung untuk kuliah
Lepas waktu siang sekitar jam 2 siang, aku bertanya kepada mang Deni soal bi Ecih itu yang mana dan mang Deni menunjukan ke arah seorang perempuan tua.

“itu buka Vin, yang kmren kamu lihat” tanya mang Deni

“iyah mang betul…” jawabku, berbohong
Padahal jauh berbeda dengan apa yang aku lihat kemrin sore, sama sekali berbeda. Dan aku abaikan, karna aku sudah pengen sekali berbica dengan Ibu dan Ayah.
“bu gimana kabar bayu dan ayah juga ibu?” tanyaku pada ibu via tlp

“nak semua baik, nak kamu harus hati-hati yah. Kemaren pas sampai Ayah langsung datang ke guru, salah satu di kota ini yang kemudian dulu juga tempat ibu dan eyang disni sering datang ke pengajianya...
...Ada orang yang tidak suka dengan ayah, dan lebih parahnya lagi, dia mengincar; Darah Daging ayah semua, hari ini bayu bahkan sakit nak.” Ucap ibu perlahan sambil seperti menahan sakit ingin menangis
“lalu aku harus apa bu?” tanyaku masih heran”

“minimal kamu hati-hati, nanti dua hari lagi Ibu kabari lagi yah, ibu belum bisa lama-lama karna mengurus adik kamu juga, dan ingat jangan dulu bicara sama nenek takutnya, jadi rusuh semuanya yah nak...” Jawab Ibu pwerlahan
“baiklah bu, kenapa harus Darah Daging ayah bu... aku sudah mengalami hal-hal aneh bu disini...” ucapku pelan, ketakutan.

“semuanya belum jelas nak, pokonya kamu cerita saja sama mang Deni, malem ini ayah mau tlp mang Deni, sabar dulu yah nak” jawab ibu menenangkan aku.
Setelah percakapan singkat itu dengan ibu, semangat yang aku bangun sebelumnya sedikit goyah, keadaan apa lagi ini! baru saja aku mau memulai, harus ada lagi masalah yang harus dan tidak bisa tolak menyeret paksa pada keadaan saat ini.
Dan kenapa harus “darah daging” siapa orang yang benar-benar tega melakukan hal ini pada keluargaku, apa maunya dan apa tujuanya?
“Vin... sini...” teriak mang Deni

Segera aku mendekat pada mang Deni, karna teriakanya sangat kencang

“kenapa mang kaget teriak kencang sekali...” jawabku, sambil mendekat
“yah gak kencang gimana, amang panggil-panggil kamunya malah melamun, setelah amang liat kamu beres tlp Vin...” ucap mang Deni, heran

“nanti malam kata Ibu, katanya Ayah mau tlp sama amang masih sibuk gitu mang...” jawabku singkat
“yasudah, ayo pokus lagi tanam ini. Engga apa-apa cape sedikit sama kotor sedikit, nanti juga terbiasa, lagian amang juga pengen bicara soal kebangkrutan Ayah tapi kemarin rasanya waktunya belum tepat aja” ucap mang Deni
Setelah obrolan singkat itu dgn mang Deni aku melanjutkan aktivitas di kebun ini, walau hnya sebagian dulu saja sebagai uji coba tanah, menurut mang Deni ini adalah awalan yg baik. Krna kurang dari satu hari orang yang kerja membersihkan tanah dan mengaruk tanah terhitung cepat.
Setelah sore, sebelum pulang ke rumah, aku mengabari ibu melalui pesan

“Bu di rumah agak sulit sinyal, tapi kalau ibu malam mau tlp, tar aku tanya dulu ke mang Deni di sekitaran rumah sebelah mana yang bisa terima tlp, nanti aku kabarin Ibu duluan”
Menunggu sebentar, akhirnya pesan itu terkirim dan aku merasa lega, sambil berjalan dekat mang Deni, berbicara soal semua rencana perkebunan sayuran itu.
Sampai di rumah sekarang aku mulai terbiasa. Makan, mandi kemudian setelah Magrib mengobrol dengan Nenek tentang aktivitasku hari tadi.
Sepertinya Nenek menganggap aku tidak mengetahui betul sebenarnya yang terjadi apa, bahkan juga Nenek menganggap aku hal nya anak-anak pada usiaku sekarang.
Tidak lama bi Isoh memanggil mang Deni, katanya Hp nya berdering di dapur, segera mang Deni kesana. Dan aku bisa menebak pasti itu panggilan dari Ayah, sebagaimana Ibu sore tadi bilang.
“Nek emang didapur sinyalnya bagus yah?” tanyaku

“bagus nak, sebelah dapur itu ada kursi, dari dulu biasanya disitu almarhum Kakek, mang Deni bahkan Nenek juga kalau telepon Ayah kamu” jawab Nenek
Seperti biasanya juga Nenek pamit, istirahat katanya barusan siang sudah ketemu tengkulak, dan suruh aku beberapa hari kedepan lagi, ikut sama mang Deni ke pasar untuk mengirim hasil panen perkebunan.
Dan aku mengiyahkan karna itu akan menjadi pengalaman baru lainya lagi, segera aku menuju ke dapur untuk mengambil air minum sebelum masuk kamar untuk istirahat.
“bukan begitu Kang.. Darma sama Yudi sudah pada gila semua itu, aku gak tau gimana nantinya kalau Nenek, mohon maaf kang sudah tiada soal warisan dan kekuasaan bisa sampe berdarah, sudah banyak kejadian seperti itu” ucap mang Deni perlahan
Segera aku tengok dan pastikan, benar saja, dengan muka yg sangat kesal, mang Deni sedang tlp dan aku yakin itu Ayah.

Karna tidak sopan mendengar ucapan yang di katakan mang Deni, segera aku ke kamar dengan perasaan yang ikut kesal seperti apa yang dikatakan mang Deni barusan.
Terbaring dengan beberapa masalah yang ada dipikiranku, walaupun badan sangat lelah dan mencoba untuk mengabaikanya ternyata sulit, sangat sulit.

Baru saja aku terlelap tidur...
“Vin... sudah tidur belum ini amang, boleh masuk” ucap mang Deni

“boleh mang, masuk aja...” ucapku dengan suara yang sudah sangat lemas

“maaf yah amang menganggu Vin...” ucap mang Deni yang tiba-tiba memeluk aku dengan erat
“tidak apa-apa mang, kenapa emang mang, kok tiba-tiba sedih gitu” tanyaku

“barusan amang tlp lama sekali dengan ayah kamu, liat sekarang aja sudah jam 11” ucap mang Deni menujuk ke arah Jam dinding
“Iyah mang, kayanya aku benar-benar lelah mang hari ini sampai engga kerasa tertidur begitu saja” jawabku pelan

Memang benar, perasaan barusan masih saja memikirikan hal-hal aneh tentang Ayah dan apa yang dikatakan mang Deni
“kamu harus sabar yah, kebangkrutan dan keadaan satu tahun terkahir tentang usaha Ayah kamu itu bukan semata-mata bisnis Vin, tapi ada orang yang tidak suka...
...dan mengunakan hal-hal yang sama sekali dilarang oleh agama sekalipun, bersekutu dengan setan untuk membuat keadaan keluarga kamu seperti ini” ucap mang Deni dengan tatapan kosong
“aku juga merasa seperti itu mang, soalnya sebelum kepulanganku kesini aku melihat sosok Nenek tua di Rumah, masuk ke dalam mimpi mang, bahkan di mimpi itu aku dengan mang Darma, dan Bayu dibawa nenek-nenek itu.” Ucapku pelan menjelaskan
Tiba-tiba mang Deni menatap kaget ke arahku akupun sama kaget dengan tatapan mang Deni seperti itu.

“mang kenapa menatapnya gitu, kaget aku” ucapku
“amang lebih kaget makannya, liatnya begitu. Diluar tidak terlalu dingin malam ini, ngobrol diluar ayo Vin di teras belakang, kebetulan bi Isoh juga sudah tidur, nanti amang bikinkan kopi, kamu merokok tidak?” jawab mang Deni
“boleh mang, sekalian istirahat santai diteras enak, merokok mang tapi engga sering, malu sama nenek hehe” ucapku

Segera aku dan mang Deni keluar dari kamar dan menuju teras, aku duduk diteras belakang yang menghadap ke rumah.
dan dibelakang teras adalah kebun Pisang yang sangat luas, karna di arah dapur aku melihat mang Deni sedang membuat kopi.
Di arah dapur, aku melihat perempuan ditempat pencucian piring, tepat sekali d belakang mang Deni yang sedang menunggu air mendidih, posisinya saling membelakangi mang Deni, tapi aku tidak melihat jelas karna jendela dapur yang gordenya sudah tertutup.
Aku abaikan saja. Pikirku, bi Isoh bangun dan mencuci piring. Tidak lama hp aku bergetar dan melihat ada satu pesan masuk, melihat sinyal disini di teras tempat aku duduk, lumayan ada satu sinyal.
“iyah nak tidak apa-apa nanti ayah cerita banyak ke mang Deni, kamu anggap mang Deni ayah kamu disitu yah, Ibu bakalan tlp kamu pagi saja, semangat berkebun dan bertani yah anak Ibu pintar dan yakin kamu bisa” pesan balasan dari Ibu
Aku membacanya sangat sedih, apalagi kalimat terakhir dari Ibu karna aku juga yakin ibu mengetiknya sama denganku perasaan yang sama, bagiamanapun batin anak dan Ibunya sama

“ini Vin kopinya, ini rokonya, engga apa-apa tenang aja nenek gak bakalan tau hehe” ucap mang Deni
“iyah mang, makasih... eh katanya bi Isoh tidur tapi tadi malah cuci piring” tanyaku santai

“cuci piring apa, orang amang barusan sendirian Vin” jawab mang Deni

Lantas itu siapa, aku langsung kaget sangat kaget sekali. Dan benar-benar kaget karna yg aku lihat sangat jelas.
“sudahlah Vin... amang sudah dengar tentang barusan yang kamu katakan, dan itu sesuai dengan yg ayah kamu bicarakan di tlp, itu benar adanya Vin... yang menganggu keluarga kamu dan kamu juga Bayu adalah sosok Nenek tua bongkok!” jawab mang Deni pelan
“jadi... yang selama ini aku lihat semua, perempuan menyapu yg aku kira bi Isoh, perempuan yang aku lihat di Kebun dan barusan yang aku lihat itu benar adalah mahluk gaib mang?” tanyaku dengan ketakutan dan heran
“Iyah Vin, benar ayah sudah cerita bertemu guru Eyang kamu disana di kota J jadinya sekarang tugas amang jagain kamu, ada apa-apa bilang ke amang jangan sungkan.” Jawab mang Deni pelan

“mang kenapa sama aku dan Bayu yang harus menjadi korbannya juga?” tanyaku penasaran
“Vin, kalau musuh kita orang yang keliatan enak, bisa hati-hati kalau yang engga bisa kita lihat gimana susah dan sangat bahaya, Bayu sakit sampai di infus hari ini di rumah eyang kamu...
...ayah kamu mentipkan ini, sudah amang tulis, kata Ayah kamu rajin-rajin solat dan baca wirid ini setelah solat” ucap mang Deni sambil memberikan secarik kertas
Benar, kadang suasana dan keadaan menarik paksa aku masuk kedalamnya tanpa kompromi sama sekali, dan sekarang mendengar apa yang diucapkan mang Deni membuat aku diam. Padahal belum satu Minggu keadaanya sudah separah ini.
“kenapa ayah tidak bicara langsung padaku mang?” tanyaku

“dia tidak tega Vin, dia merasa berdosa yang seharusnya kamu untuk mengejar mimpi-mimpi kamu malah masuk dalam kondisi seperti ini, kamu tau kenapa amang bisa setenang ini?” tanya mang Deni perlahan
“kenapa mang?” tanyaku

“karna kalau amang tidak tenang bagaimana bisa berpikir jernih, besok amang tidak akan ke kebun, kamu lanjutin seperti kemaren yah, sambil belajar lagi ngotrol petani, seperti yang udah amang ajarkan, amang mau ada perlu dulu.” Jawab mang Deni
Malam ini dibalik ketakutan dan kabar buruk tentang Bayu, masih saja ada orang yang bisa membuat aku tenang, padahal yang aku rasakan sekarang tidak tau harus seperti apa.
Obrolan dengan mang Deni, setidaknya membuat aku tenang. Malam semakin larut, kondisi semakin sangat tidak membaik. Aku dan mang Deni bubar dengan perjanjian “aku harus terbuka dengan apapun yang aku lihat, rasakan dll kepada mang Deni”
Memasuki kembali kamar, dan terbaring sekarang aku bisa mengerti, semuanya memang bukan kebetulan, semuanya ada ulah dibalik kejadian ini
aku hanya mengela nafas berkali-kali untuk memulai membaca beberapa ayat sebelum tidur, “aku di ikuti, ada yang ingin aku menjadi korban, bahkan Bayu harus masuk rumah sakit” ucapku dalam hati.

***
Karna lelah dan tidur larut malam, sehingga tidurku semalam sangat cukup. Hari ini setelah apa yang dikatakan mang Deni aku yang akan ke perkebunan sendirian melanjutkan pekerjaan kemarin.
“Nak, apa benar kata Deni, kamu sekarang mau ke kebun sendirian? Mendingan temenin nenek siang ini ada tengkulak pisang yang mau melihat pisang biar kamu juga tau soal harga dll...
...nanti nenek kasih tau, selanjutnya ini juga kamu saja yang urus yah, hasilnya untuk kamu tabung” ucap Nenek sambil makan pagi denganku
“memang tidak apa-apa nek, kan mang Deni mau ada perlu katanya?” jawabku

“tidak apa-apa nak, ada Isoh barusan setelah memasak yang udah ke kebun, Deni berangkat pagi sekali, bahkan tidak sempat pamit sama nenek juga.” Jawab Nenek
“mau kemana sih emang nek mang Deni tuh?” tanyaku

“nenek tanya ke Isoh malah sama tidak tau, ada kepentingan mendadak sepertinya” jawab nenek
Sepertinya ada kaitanya dengan obrolan semalam dan aku heran kenapa semalam aku tidak bertanya juga, apa memang sudah mengantuk dan lelah juga.
Setelah makan dan mandi, aku menyepatkan, mengabari ibu sudah bercerita dengan mang Deni dan bilang jangan khawatir, dan tidak lupa untuk terus mengabari apa saja yang terjadi walau harus lewat mang Deni sekalipun.
Tidak terlalu siang, benar saja tengkulak yang dikatakan nenek sudah ada dibelakang di teras duduk, tapat dimana semalam aku mengobrol. Tidak lama nenek mengenalkan aku dengan sangat bangganya
dan bilang bahwa selanjutnya dengan akulah pak Sobar (tengkulak pisang) akan berurusan soal harga dll nya.

Aku memperhatikan betul obrolan nenek dengan pak Sobar
bagaimana caranya nenek bernegoisasi dan bagiamana caranya memprediksi pisang yang nantinya akan dipanen. Ternyata benar-benar ada hitunganya, tidak asal dan keuntungannya sudah bisa ditebak.
Setelah obrolan cukup lama dengan pak Sobar, pak Sobar pamit dengan janjian tiga minggu lagi akan datang dan memanen pisang.
“dulu ayah kamu sangat hebat Nak, nenek dan kakek sampe kagum, ayah kamu itu juga dulu yang membiayai Darma dan Yudi untuk sekolah dari hasil kebun pisang ini..,
...apalagi perbedaan usia mereka yang beda 3-5 tahun, kakek pokus ke sawah, nenek ke kebun sayuran dulu tuh bahu membahu merintis sampai sekarang hasilnya begini.” Ucap nenek bercerita, sambil duduk denganku diteras
“oh begitu Nek, tapi kenapa mang Yudi kemaren sebegitu tidak menghargai Nenek dan Ayah” ucapku pelan

“kamu mendengar obrolan Yudi yang membentak Nenek?” tanya nenek, kaget
“tidak sengaja nek, tidak ada niat menguping, apalagi soal ingin menjual tanah hak Ayah seperti apa yang diucapkan mang Yudi” jawabku menjelaskan
“Yudi dan Darma dari dulu selalu begitu, bahkan saat kakek masih ada, selalu merasa nenek dan kakek mengutamakan Asep (ayah kamu) padahal tidak ada kasih ibu yang benar-benar membedakan porsinya untuk anak, kamu harus ingat itu nak.” Jawab Nenek perlahan menasihatiku
Aku merasa sangat beruntung memiliki nenek seperti ini, dan memang dari dulu kakek dan nenek dari ayah memiliki cara berbeda menunjukan kasih sayang pada cucunya termasuk aku. Tidak lama, ada suara mobil yang berhenti didepan rumah nenek.
“siapa itu Nak yang datang, bukain pintu depan sana, tar Nenek nyusul” ucap Nenek

Segera aku berjalan dengan cepat ke depan, aku lihat mang Darma baru turun dari mobilnya

“eh Kevin, tidak di kebun Vin…” tanya mang Darma
“tidak mang, baru beres bantu Nenek barusan, silahkan mang masuk, sebentar aku panggil nenek dulu mang” jawabku

“gpp Vin, gak usah, ini kasih aja ini, amang gak bakalan lama, masih ada urusan” ucap mang Darma, sambil mengasih aku sebuah Map Coklat
“baik kalau begitu mang, nanti aku kasih ke Nenek” jawabku singkat
Dan mang Darma langsung keluar dan kembali lagi berangkat terburu-buru

Aku segera menemui nenek dan bilang ada titipan dari mang Darma, nenek hnya tersenyum sinis tnpa satu katapun, tanpa membuka map coklat itu.
“nek aku mau ke bi Isoh saja, sore tar pulang yah” ucapku, karna hari semakin siang

“boleh nak, ini sekalian buang, jalan dapur saja keluar nya Nak” ucap nenek
Kembali map coklat itu ditanganku, ada rasa penasaran, tapi tidak aku ikuti untuk membuka map itu, kemudian aku buang di tong sampah dapur.
Selanjutnya aku berjalan ke kebun siang ini, dengan harapan bisa melanjutkan perkerjaanku, menanam bibit sayuran seperti apa yang sudah diajarkan mang Deni.
Sampai di kebun, benar saja, bi isoh dan beberapa petani sedang berkerja di lahanku, aku tidak enak dengan apa yang sedang mereka lakukan.
“bibi...” ucapku

“eh Vin... engga apa-apa yah bibi lanjutin biar sayuranya cepat tumbuh kalau bibitnya udh tertanam rapih gini, apalagi satu tanah dengan yang nenek, pasti subur” jawab bi Isoh

“iyah bi, aku ikut bantu saja” jawabku
Langsung saja, siang menuju sore itu aku mulai terbiasa dan belajar berkebun seperti ini, di tengah-tengah aktivitas, aku menghampiri bi Isoh.

“bi mang Deni tau mau kemanan?” tanyaku

“tau Vin, entar yah sekalian makan sebentar lagi, bibi cerita...” jawab bi Isoh
Benar saja pikirku, pasti bi Isoh mengetahuinya, ya walau tidak tau tujuanya apa tidak jujur pada nenek, tidak lama sore semakin datang dengan caranya
Aku dan para petani lainya makan bersama, sudah mulai terasa aku sangat nyaman dalam kondisi seperti ini, setidaknya ada cara baru untuk balas dendam kepada rinduku pada Ayah, Ibu dan Bayu dengan cara seperti ini.
Satu persatu, para petani pegawai nenek pamit pulang, tinggal aku dan bi Isoh yang masih disini, sambil beres-beres bekas makan.

“mamang kamu pergi ke Kiai di kampung sebelah Vin...” ucap bi Isoh

“Kiai maksudnya bi?” tanyaku, perlahan
“iyah Kiai yang dulu sekali waktu bibi baru berapa lama yah lupa usia pernikahan bibi dengan mamang kamu itu usaha kakek dan nenek pernah ada yang niat ingin membuat bangkrut...
...dikirimin hal-hal gaib gtu Vin sampe dulu juga kakek pernah sakit parah, mungkin usia kamu baru 6th waktu itu” jawab bi Isoh menjelaskan

Aku masih melamun, tidak menyangka dulu juga kakek dan nenek pernah berada dalam kondisi seperti ini.
“eh malam melamun, ayo sambil pulang jalan...” ajak bi Isoh

“lalu kenapa mamang kesana lagi dan gak bilang sama nenek bi?” tanyaku lagi
“perintah Ayah kamu Vin, semuakan ada porsinya masing-masing Vin, mamang kamu hanya bilang, ceritakan ini ke kamu langsung mamang pergi kemana...
...dan jangan nenek tau dulu soalnya kasian, pasti jadi pikiran buat nenek, kalau kebangkrutan ayah kamu dan segala yang kamu alami gangguan itu, ada orang yang benar-benar niat” jawab bi Isoh
Iyah aku paham sekarang, semoga ini adalah awal semuanya akan kembali baik-baik saja dengan segala apapun usaha dari mang Deni disini denganku dan Ayah disana.
Sampai di rumah Nenek, bi Isoh dan aku berbicara panjang soal kebun pisang nenek yang selanjutnya aku yang urus, dan bi Isoh laporan soal kebun aku yang sudah tertata kepada nenek
“nenek kenapa semenjak aku sering ke kebun tidak pernah kesana?” tanyaku dengan polos

“iyah nek, kemaren beberapa ibu-ibu yang biasa kerja juga nanyain nenek takutnya sakit, tapi Isoh jelasin semuanya nenek sehat-sehat saja” sahut bi Isoh
“nenek gak tega liat Kevin harus kerja seperti itu Soh... sudah cukup lama nenek tidak melihat Asep (ayah kamu) Nak tidak kembali ke kebun, setelah usaha dan apa yang dia cita-citakan tercapai walau sekarang kondisinya sedang seperti ini” ucap nenek, perlahan
Aku merasa bersalah dengan apa yang sudah aku tanyakan, sangat merasa berdosa karna raut muka nenek menjadi sedih.

“sudah beberapa hari disini, tidak tega melihat kamu pulang dari kebun nak, hati nenek menangis. Semoga yah beberapa bulan lagi ke depan, Pisang panen…
...sayuran juga sama sebentar lagi, biasa cukup bahkan lebih buat kamu berangkat ke kota B dan kamu kuliah disana, biar nenek dan bibi kamu juga mamang kamu yang membiayai sebelum ayah kamu benar-benar kembali normal” ucap nenek, dengan meneteskan air mata
Aku benar-benar merasa mengerti sekarang kepedulian itu artinya apa dan kasih sayang itu tidak perlu pengertian yang jelas.
Setelah obrolan itu, segera aku masuk kamar dan nenek juga bi Isoh melakukan aktivitas lainnya, sembari menunggu mang Deni datang, aku hanya kembali membuka laptopku dan menuliskan hal-hal baru yang sudah aku pelajari.
Malam semakin larut, kedatangan mang Deni tidak kunjung tiba, rasa bosan menunggu tidur yang sama tidak kunjung juga, segera aku bangun dan menyeduh kopi didapur, membuka pintu dapur.
Kopi yang baru saja aku seduh telah selsai, niatku mau membawa kopi ini ke kamar dan aku mau melanjutkan bermain game, ketika menutup pintu, aku melihat sosok lelaki yang sedang berjalan pelan membelakangi aku di antara kebun pisang
Aku perhatikan baik-baik, iyah itu orang, takutnya ada orang jahil yang mau mencuri, segera aku perhatikan dengan jelas, jalanya sangat pelan, pelan sekali terlihat sambil menunduk.

“apa itu mang Deni?” ucapku dalam hati
Beberapa menit aku perhatikan, tidak sangat jelas tapi masih terlihat orang itu diam mematung, tidak bergerak.

“astagfirullah...!” ucapku kaget, segera aku menutup pintu dengan kencang dan berjalan menuju kamar dengan cepat.
Didalam kamar aku langsung duduk diam, bahkan kopi yang sudaj aku buat tidak aku pikirkan lagi.

“huh...huhhh...huhh... iyah itu gangguan yang sama dari pada gangguan-gangguan sebelumnya, tidak mungkin itu orang, lagian sangat tidak mungkin.” Ucapku
Aku melihat jam sudaj jam 11 malam, langsung aku mencoba memejamkan mata, tanpa memikirkan apa yang barusan sudah aku lihat.

“belum saja satu minggu aku disini, kenapa harus ada terus gangguan itu setiap malam” ucapku dalam hati
Apa gangguan seperti ini sama yang Bayu alami sampai dia sakit? Aku tidak pernah ada dalam kondisi ini sebelumnya.
Dan mungkin siapapun tidak sudi jika setiap malam harus mengalami hal-hal diluar nalar, sosok yang selalu menakutkan, apalagi sekarang sudah jelas, ada orang yang mengingkan semua ini terjadi.
“tok...tokk...tokk... Vin...” suara ketukan di jendela kamarku, yang membuat aku kaget, benar-benar kaget

“siapa? Mang Deni?” ucapku, sambil membuka gorden kamar
“iyah ini amang, buka pintu dapur sekarang cepat...” jawab mang Deni

Segera aku ke dapur dengan perasaan takut yang masih mengikuti aku.

“baru pulang mang?” tanyaku
Mang Deni tidak menjawab sepatah katapun, langsung dia melangkah ke kamarku, dengan langkah yang cepat, dan membuka lemari bajuku.
Bukan main, mang Deni langsung membuka dengan cepat dan mengacak-acak bajuku perlahan, dengan mata sendiri aku melihat ada bongkhan yang tidak tau isinya apa, dibungkus dengan kain putih!
Baunya, adalah bau yang malam sebelumya pernah aku cium, dan tersimpan di saku jaket yang pernah aku gunakan sebelumnya, saat perjalanan menuju kesini, aku masih benar-benar ingat!
Segera mang Deni, berjalan membawa bongkahan yang bentuknya hanya seukuran bungkus rokok itu keluar, aku mengikuti nya dengan cepat juga, mang Deni masih belum biacara apapun.
“kamu bakar bungkusan ini Vin... baca surah ini ayo ikutin amang pelan-pelan” ucap mang Deni sambil memberikan korek dan menuntun aku membaca surah itu
Setelah selsai membaca surah itu, segera aku bakar. Seharusnya kain putih ini tidak menyambar api yang aku nyalan, tapi ini langsung menyambar begitu saja.
“sini ikut amang...” ucap mang Deni, dengan nafas yang sudah terlihat cape

“ini alamat rumah pak kiai, bibi kamu sudah cerita?” tanya mang Deni

“sudah mang...” jawabku tegang
Setelah abu bekas pembakaran barang yang membuat aku heran itu dengan bau melati, segera aku mengobrol di teras. Mang Deni menyalakan rokok untuk membuang tegang, pikirku.
“seharian amang menceritakan semua masalah ayah kamu, kamu, dan segala yang gangguan yang kamu alami, mamang sudah tau semua, kamu hehat bisa menyembunyikannya, mamang salut!...
...Tapi masalahnya Vin... yang orang ini incar adalah kekuasaan dan warisan, tidak beruntung nya yang menjadi target darah daging dari ayah kamu!” ucap mang Deni, sangat tegas
Ibu sebelumnya berkata sama dengan apa yang mang Deni ucapkan padaku sekarang, bagaimana bisa aku tidak percaya keduanya orang-orang yang aku percayai benar-benar.

“siapa yang tega sekali melakukan ini mang!?” tanyaku dengan emosi
“kamu tenang, ini adalah permainan Vin, siapa yg benar-benar mempunyai strategi matang dia yang selamat, urusanya benar-benar nyawa ini, tapi insallah kata Kiai yg sudah amang temui kedepanya aman, tinggal tunggu aja yg bakalan kena balik siapa.” Ucap mang Deden menjelaskan lagi
“oh begitu mang, apa Darma atau Yudi yang melakukannya?” tanyaku sambil menatap kosong

“sayangnya pak Kiai itu tidak membicarakan nama, takutnya jadi dendam, yang terpenting semoga kedepanya bisa aman dan tenang...
...tapi amang juga harus jaga diri dan kamu makanya amang kasih alamat ini ke kamu Vin, takutnya kedepannya kenapa-kenapa kamu harus datang ke alamat itu” jawab mang Deni

Benar-benar malam ini setelah beberapa hari kebelakang banyak pertanyaan, malam ini adalah jawaban.
“jadi Vin kalaupun kamu tau dan punya sangkaan yang kuat amang cuman minta jangan membalas dengan cara kamu, pencipta alam dan segala isinya termasuk yang menciptakan kita, pasti punya tersendiri untuk membalasnya, kamu paham?” ucap mang Deni
“iyah mang Paham, paham sekali, bongkahan itu apa barusan mang yang kita bakar?” tanyaku masih belum puas

“itu adalah yang mengundang mahluk yang sudah bersekutu dengan orang yang membayarnya ke orang yang menyuruhnya, wanita menyapu, sosok bi Ecih dan kejadian malam kemarin...
...waktu kita ngopi disini semuanya benar, benar yang kamu lihat menyerupai itu, yang bahaya Vin... takutnya jadi kita yang celaka, dan sosok wanita dalam mimpimu itu yang terus mengikuti ayah kamu, kasian, sudah 3th lebih Vin bayangkan...” ucap mang Deni perlahan
benar-benar, pantas saja ayah sampai bangkrut dengan sebegitunya, ada kalimat yang menganjal dari obrolan mamg Deni malam ini, warisan dan kekuasaan. Aku sudah punya 2 nama jika yang menjadi patokanya adalah kalimat itu, yang tidak lain adalah adik Ayah sendiri!
Yang harus aku tau adalah bertanya kepada nenek kedatangan kemarin, apakah mang Yudi masuk ke kamarku atau tidak, kalau mang Yudi tidak masuk ke kamarku, berati sudah bisa dipastikan Darma. Kemungkinan lainya sangat kecil!
“Vin… kenapa jadi melamun?” Tanya mang Deni

“engga mang, cuman engga habis pikir saja, andai nama yang ada dalam pikiranku adalah pelakunya. Bagaimanapun aku adalah anak dan punya hak untuk marah!” jawabku sangat kesal
“aturan mainya tidak begitu Vin… kamu sudah dianggap dewasa oleh amang dan ayahmu, makanya amang seterbuka ini, dalam masalah ini. Sesuatu yang berkaitan yang tidak bisa dilihat oleh mata...
...apalagi cara-cara gaib tidak bisa sebatas melawan dengan emosi, amang minta tolong jangan dulu sampai nenek tau, sampai semuanya menunggu keputusan, kabar dari ayahmu” jawab mang Deni menjelaskan
Aku hanya melamun dengan apa yang barusan dikatakan mang Deni, ada benarnya, tapi emosiku juga tidak salah, aku adalah anak yang mempunyai hak membela orang tua habis-habisan, apalagi yang menjadi taruhan termasuk mimpi-mimpiku sekarang.
Mang Deni hanya mengabiskan beberapa batang rokok, tanpa ada obrolan selanjutnya dan aku sama sekali tidak tau apa yang sedang mang Deni pikirkan. Sementara aku hanya berpikir tentang kekesalan antara pada Darma dan Yudi yang sampai tega menyimpan bungkusan gaib itu padaku.
Sepecundang itukah mereka jika benar melakukanya! Apa orang yang melakukan itu sudah tidak ada keberanian sama sekali? secara jantan menyelsaikan apa yang mereka inginkan.
“mang, sebelum aku tidur buat aku tenang mohon” ucapku, perlahan

“maksudnya Vin...” sahut mang Deni dengan kaget

Aku tidak menjawab, hanya menatap tajam mang Deni, beberapa detik
“semua akan baik-baik saja selama kita berdoa dan meminta perlindungan pada pencipta, dan semoga kedaan ini cepat selsai dan kita anggap semuanya tidak ada masalah dan yang terpenting tidak ada dendam, itu kata ayah kamu.” Ucap mang Deni perlahan
Malam itu aku menuju kamar, dengan kalimat yang telah diucapkan mang Deni, sekarang aku bersama kenyataan yg sebelumnya tidak pernah aku alami, kenyataan atas nama buta kekuasaan dan sialnya itu adalah dari adik ayahku sendiri. Dan aku adalah korban yang dipaksa menerima keadaan.
Pagi hari selanjutnya dirumah nenek terasa dan dipaksa untuk baik-baik saja, untuk anak seumuran aku tentu tidak bisa menyembunyikan rasa penasaran yang ditutupi oleh rasa ketenangan, itu sama sekali tidak bisa.
Di meja makan pagi ini aku mang Deni, bi Isoh dan Nenek seolah semuanya baik-baik saja. Niatku untuk bertanya tidak bisa aku tahan lagi.

“Nek waktu mang Yudi kesini masuk ke kamar aku?” tanyaku tiba-tiba, setelah selsai makan
“tidak tau nak, cuma memang Yudi bilang ingin lihat kamar kamu dimana kamu tidur, karna memang dulu itu bekas kamar dia nak, kenapa memang nya?” tanya Nenek heran
“mungkin mamang kamu itu hanya pengen memastikan keponakanya tidur enak Vin, biar kamunya betah disini...” jawab mang Yudi, tiba-tiba menyambar apa yang akan aku omongkan
“iyah begitu mungkin nak, kenapa memangnya?” tanya Nenek tambah penasaran

Seketika aku ingat tentang permohonan mang Deni semalam, soal permasalahan ini nenek jangan dulu tau
“engga apa-apa nek hehe, iyah yah itu bekas kamar mang Yudi. Nanti deh aku izin kalau bertemu dia nek” jawabku, menenangkan rasa pernasaran nenek
Hampir saja pagi ini aku salah untuk mengikuti rasa penasaranku yang haus akan jawaban dan kebenaran karna perbutaan sialan itu, dan jawaban dari nenek sedikit membuat aku harus membenarkan pernyataanku semalam itu, Yudi dan Darma semuanya sama!
Segera aku menuju kebun dengan mang Deni mengerjakan apa yang menjadi target agar semuanya bisa memperbaiki dengan perlahan, siapa tau saja bisa memperbaiki ekonomi dengan berkebun. Tiba-tiba sambil mengontrol dan bantu-bantu memupuk tanaman, mang Deni mendekat padaku.
“salut dengan sikap dan kesabaran kamu bergelut dengan nafsu di meja makan barusan Vin.” Ucap mang Deni

“maksudnya mang?” tanyaku
“andai tadi kamu keceplosan, dan menuduh Yudi pelaku yang menyimpan bingkisan gaib itu mungkin nenek bisa tau hari ini juga dan keadaanya bisa kacau, menyangkut keluarga Vin...
...ini yang menjadi masalah, tidak semua tentang Darah Daging itu salah, kamu memang benar darah daging ayah kamu, tapi sayang ada yang ingin semuaya tidak baik-baik saja” jawab mang Deni
“karna itu juga alasanya yang orang itu incar adalah Darah Dagingnya ayah?” tanyaku

“iyah benar, sebegitu takutnya orang yang melakukan itu sampai kamu dan Bayu juga sama, skrng untuk melawanya, tunjukan kalau kamu baik-baik saja dgn keadaan ini dn bisa bangkit” jawab mang Deni
Benar apa yang dikatakan mang Deni, membuat aku harus membuktikan. Tapi sisi lain hati manusia sama, karna nafsu dan emosi sejatinya adalah abadi dalam manusia, masih ada dan haus akan kebenaran dan jawaban yang secepatnya ingin aku ketahui.

***
Hari-hari selanjutnya, aku hanya menerima kabar baik tentang Ayah disana di kota J dan juga Ibu begitu juga Bayu, kabar tentang bagaimana kelangsungan masalah itu perlahan lenyap.
Karna aku disibukan dengan berkebun dan mengolah kebun pisang nenek yang baru saja hari ini selsai panen, mendapatkan untung yang lumayan, bahkan terbilang besar untung pertamaku dari mengontrol panen pisang walau aku juga tidak lupa itu berkat nenek.
Aku simpan baik-baik hasil itu, keadaan kebun sayuran sudah mulai berjalan sebagaimana mestinya, dn segala gangguan yg pertama kali aku datang kesini juga sudah sama sekali tidak ada sama sekali, skrng aku merasakan sejatinya berusaha dan belajar berdoa memperbaiki juga ibadahku.
Bertukar kabar dengan ibu dengan segala cerita aku disini adalah kebahagian yang tidak ada duanya, apalagi Bayu yang sudah siap melanjutkan sekolah disana dengan kasih sayang Eyang dari Ibu yang sama baiknya adalah kebahagian lainya yang sekarang aku sangat nikmati.
Sampai pada suatu hari sudah satu bulan lebih disini aku tinggal, aku mencoba bertanya pada mang Deni tentang map Coklat yang pernah Darma berikan pada nenek kemudian aku suruh membuangnya.
“map itu, berkas kuasa Vin… Darma dan Yudi sangat menginkan kekuasaan atas hak tanah ayahmu yang sekarang kamu jadikan kebun sayuran itu.” Jawab mang Deni

“pantas saja nenek tidak sama sekali membukanya mang” jawbaku
“semalam kabar baik datang dari ayahmu, keadaan soal kebangkurtan usaha ayahmu itu kalau seperti orang sakit, semuanya telah sembuh Vin, satu bulan ada kamu disini alhamdulillah dengan cepat membaik, walau kamu ada dendam, biarlah dendam itu menjadi maaf yah Vin.” Jawab mang Deni
“maksudnya?” tanyaku, tanyaku heran

“nanti saja malam kamu tlp ayahmu, dia sudah siap dan sudah ingin sekali bicara pada kamu” jawab mang Deni
Hari ini adalah hari terbaik dengan kabar terbaik, karna keadaan yang perlahan aku terima adalah keadaan yang sebenarnya mendewasakanku, disini, walau jauh dari harapanku, setidaknya balasanya sangat luar biasa merubahku
Malam yang ditunggu datang, segera aku tlp ayah dengan mengunakan hp mang Deni

“hallo yah… ini Kevin” ucapku

“iyah Vin, gimana berkebun dan berbisnis sayuran begitu menyenangkan, dengarkan ayah, maaf untuk segala yang sudah terjadi, ayah tidak bisa berkata lebih...
...pecundang itu adalah ayah dan gagal itu adalah ayah juga, andai keadaanya semua membaik cepat izinkan ayah membalas kesalahan ayah padamu yah” ucap ayah sangat tegas
“tidak usah berkata seperti itu, kevin hanya ingin berjumpa dengan Ibu, Bayu dan Ayah tidak lebih” jawabku, sambil meneteskan air mata

“Vin kalau kamu sedih apa kabar yang disini, kuat! secepatnya keadaan akan membaik, mau janji sama ayah?” tanya Ayah
“apa itu yah?” jawabku

“jangan jadikan dendam adalah cara terbaik membalas keadaan, jadikan maaf untuk membuat keadaan sekarang membaik yah, alhamdulillah semuanya selsai...
...sebagaimana mestinya dibantu Pak Kiai disitu dan Guru Eyang disini juga, sekarang saatnya buktikan, ayah dan kamu adalah laki-laki dan sisanya juga adalah berjuang!” sahut Ayah menjelaskan
Apa seperti ini obrolan sesunguhnya dengan seorang ayah, karna keadaan dan juga jarak membuat keadaan keluarga menjadi seharmonis ini.
Malam ini aku paham, selanjutnya yang akan aku perbuat apa dan memberi jarak pada dendam yang aku tanam, walau penasaran siapa pelakunya tidak benar-benar aku lupakan begitu saja.

***
Hari ini dimana sayuran dari kebun yang aku urus akan menjadi panen pertama, dan secara kebetulan juga hari ini, kebun sayuran milik nenek yang di urus mang Deni dan bi Isoh juga panen secara berbarengan.
Kebun penuh dengan petani, beberapa tengkulak aku merasakan semuanya sangat senang apalagi pagi tadi sudah meminta doa agar panen pertama ini menjadi berkah kepada ibu.
Semuanya berjalan sangat normal dan hasilnya diluar dugaanku, aku dan nenek sangat untung para petani juga ditambah bonus dll oleh nenek, semuanya dalam keadaan senang
apalagi keadaanya semakin membaik, setelah badai cobaan datang ada pelangi indah datang, walau tidak selalu datang ketika badai itu berakhir.
Bahkan aku bisa mengirim sedikit hasil panenku pada Ibu melalui mang Deni yg sering pergi ke pasar, hal ini menjadi kebahagian lainya juga. Kebun pisang semakin tumbuh buah-buahnya lagi, kebun kembali di tanam, menambah luas sedikit setelah mang Deni menyarankan untuk diperluas.
Aku mengikuti saja saranya, aku semakin semangat hanya untuk apa yang pernah dikatakan ayah “buktikan kalau keadaan ini kita bisa melewatinya”

***
Sudah hampir empat bulan aku disini, dan aku anggap semua persolaan selsai karna sudah tidak ada lagi obrolan apapun dengan mang Deni tentang keanehan dan juga tidak lagi aku rasakan sama sekali
mang Deni lega, masalah beberapa bulan saat pertama aku sampai disini tidak sampai nenek mengetahuinya. Besok adalah panen keduaku, hari ini aku pulang menuju rumah sangat sore sekali, bahkan saat adzan magrib berkumandang aku masih berjalan menuju rumah.
Sampai didepan rumah aku duduk dengan santai, sembari melihat bergantinya awan jingga menuju hitam secara perlahan.

Angin sore ini sangat tidak biasanya, dari arah depan teras aku melihat mobil mang Darma datang dengan sorot lampu mobil yang mengraah tepat ke arahku
Segera mang Darma turun hanya sendirian.

Senyuman manis yang belum aku lihat sebelumnya, sambil berjlan ke arahku.

“wih Kevin petani muda yang sukses, gimana hasil panen kemarin kata nenek kamu hebat, pantas saja anak Asep hahaha” ucap mang Darma sambil ketawa kemudian duduk
Aku masih heran dengan sikap anehnya mang Darma, tapi aku abaikan dan menjawab merendah seadanya saja, mang Darma cerita dan bertanya bagiamana map yang pernah dia titipkan ke Nenek apa sudah nenek baca. Aku menjawab seadanya saja dengan memang apa yang pernah nenek lakukan.
“hahaha… yasudah amang masuk dulu mau bertemu nenek kamu itu, sukses terus petani muda…” jawab mang Darma sambil mengelus kepalaku
Aku tau itu adalah ejekan untuku, tentunya ingin sekali aku menjawabnya dengan kalimat kasar yang sudah aku tahan sejak dia mengatakan tentang nama ayahku, apalagi nama Darma dan Yudi adalah dua nama yang aku curigai sudah berbulan-bulan ke belakang ini
karna aku merasa ada sangkutanya dengan kebangkrutan usaha ayahku dan gila warisan juga kekuasaan.

Aku masih saja duduk, dan tidak tau kenapa tatapanku tertuju pada mobil mang Darma, aku hanya memandangnya saja, padanganku tepat kepada bagian depan, sebelah kemudi
Entah kenapa juga, tiba-tiba aku ingat mimpi kecelakan dengan mobil itu. Kejadian mimpi waktu pertama aku diantarkan mang Darma ke rumah ini, kepalaku tiba-tiba berat sekali seperti ada yang memukul kepala bahkan lebih sakit
dan lebih parahnya sakitnya itu ketika aku paksakan memenjam, dalam mata gelap ini, kejadian berhadapan dengan nenek tua yang menyeramkan itu, hadir kembali!
Aku tahan sekuat tenaga rasa sakit itu semakin sakit, aku melihat kembali kejadian mimpi dengan sadar kepala yang semakin sakit, mobil tabrakan dan sosok nenek tua menyeramkan itu memuntun Bayu, adiku. Sama percis sekali!
Aku lawan rasa sakit dengan memenjamkan mata, perlahan mataku terbuka sangat perlahan pandaganku belum normal sedikit buram berbayang. Perlahan mulai membaik dan sakit perlahan hilang begitu saja.
Deg! Dengan pandangan yang sama aku melihat ke arah mobil, nenek tua menyeramkan itu, melihat ke arah mukaku, dia berada didalam mobil yang gelap karna kaca mobil yang masih terlihat jelas oleh lampu rumah. Tatapanya, melotot dengan tersenyum dan muka penuh darah!
Aku segera bangkit, hanya persekian detik! Karna kaget dan takut! Baru saja aku berdiri dan berbalik badan untuk menghindari tatapan nenek tua menyeramkan itu
aku melihat mang Darma berjalan dari dalam rumah ke luar dengan senyuman yang sama manisnya, tanpa sepatah katapun melewati aku dengan hanya tersenyum.
Karna aku masih kaget dan takut, segera aku berjalan ke dalam rumah dan nenek sedang duduk melamun.

“nenek kenapa?” tanyaku

“tidak apa-apa Deni barusan nanyain kamu tuh di belakang” jawab nenek tanpa melihat ke arahku
Segera aku menuju mang Deni yang sedang duduk di teras sambil merokok

Aku mendekat dan langsung bercerita, tentang yang sudah aku alami barusan, melihat sosok nenek tua itu kembali dan menceritakan juga tentang rasa sakit yang aku alami.
Herannya mang Deni hanya melamun tanpa sepatah katapun keluar dari mulutnya. Padahal aku menceritakanya dengan detail dan benar-benar heran juga takut, beberapa detik aku terdiam dan melihat sikap aneh mang Deni
“semoga besok panen berhasil yah Vin, dan keadaanya baik-baik juga.” Jawab mang deni dengan nada datar

“kenapa memangnya mang?” tanyaku
“baru saja semalam amang bermimpi sama dengan yang kamu lihat sosok nenek tua yang pernah amang dengar dari cerita kamu dan sekarang kamu bercerita yang sama yang pernah kamu alami sebelumya” jawab mang Deni perlahan
“apa semuanya belum membaik mang? Beberapa bulan ke belakang semuanya membaik?” tanyaku

“beroda saja, semoga besok membaik panen kita yah, ingat sama gusti allah dan insallah juga amang sangat yakin, besok akan berhasil panen kita yah...
...jangan dulu berpikiran aneh-aneh yah Vin amang minta, malam ini amang mau laporan ke ayah kamu” jawab mang Deni
Aku segera mandi, makan bersama dan anehnya Nenek mejadi diam hanya menyarankan besok semoga berhasil panennya dan semoga lancar hanya perkataan seperti itu saja, bahkan bi Isoh juga sama menjadi diam, seperti menyembunyikan sesuatu padaku.
Meja makan pertama dengan tanpa obrolan dan penuh pertanyaan, selsai makan segera aku beristirahat dengan mencoba menepis segala pikiran aneh yang datang tanpa diharapkan tersebut.

***
“vin bangun… bangun...”

“hah... iyah nek, ini masih pagi sekali…” jawabku sambil melihat jam 04:30 pagi, bahkan adzan subuh juga belum berkumandang
“cepat bagun… ada kejadian aneh di kebun segera menyusul kesana yah nenek mau kesana juga sekarang ke kebun buru-buru” ucap nenek, tergesa-gesa

Segera nenek pergi begitu saja, aku masih sadar penuh, pertama masih kaget dan kedua masih pagi sekali dan ada apa?
segera aku bangun langsung hanya mencuci muka langsung meninggalkan rumah dan berjalan cepat menuju kebun.

Dari kejauhan sudah tercium bau busuk sayuran, karna juga angin pagi sangat lumayan kencang “tumben bau busuk seperti ini” pikirku dalam hati.
Segera aku sampai dan melihat mang Deni sedang berkeliling, menyoroti degan lampu senter, hampir semua bagian kebun aku dan nenek, nenek masih terdiam mematung dan aku disebelahnya masih heran apa yang terjadi, kejadian apa?
Bi Isoh dan satu orang petani perempuan melakukan hal sama. Mang Deni di temani petani laki-laki berdua bulak balik melihat dan menyoroti satu persatu sayuran yang hari ini akan di panen.

“kenapa nek ini ada apa?” tanyaku
“semua sayuran yang akan dipanen hari ini busuk semua Vin, lahan nenek dan lahan kamu juga sama…” jawab nenek perlahan

“kok bisa nek, kemaren aku cek masih segar-segar semuanya” jawabku heran

Nenek tidak menjawab lagi hanya diam mematung, aku segera berjalan menuju mang Deni.
“mang semuanya busuk?” tanyaku

“iyah Vin, aneh baru kali ini dan semuanya busuk, padahal kemaren kamu taukan semuanya segar dan sudah siap penen hari ini.” Ucap mang Deni, sambil terlihat sangat tidak percaya sama dengaku
“kalau begini apa biasa penyebabnya mang?” tanyaku

“ini benar-benar aneh Vin, tidak mungkin sebelumnya kalau mau gagal panen karna busuk seperti ini pasti amang tau dan paham awalnya gimana...
...ini tiba-tiba bi Uyum dan mang Kardi datang ke rumah dan kasih kabar bau busuk sayuran karna rumah dia sebelah sana tidak jauh” ucap mang Deni sambil menujuk ke arah rumah bi Uyum dan mang Kardi
Aku langsung berjalan kembali ke arah nenek, nenek sudah dua kali berkata padaku mengalami kegagalan panen yang tidak masuk akal ini, dan nenek hanya diam, kemudian kembali ke rumah begitu saja.
Mang Deni dan petani mang Kardi juga sama-sama heran, karna semuanya tidak masuk akal, aku hanya mendengarkan, kemungkinan terjadinya gagal panen karna busuk hanya dalam satu malam itu sangat kecil penyebabnya.
Setelah itu juga hari makin pagi, karna barusan saja adzan Subuh berkumandang, setelah itu para petani yang akan memanen berdatangan dan sama ikut merasakan keanehan apalagi panen sebelumya teramat sukses.
Akhirnya sayuran itu dikumpulkan dan dibuang begitu saja, dan bukan dengan jumlah sedikit tidak ada satupun yang tidak busuk, semunya busuk. Mang Deni mengajak aku segera pulang tanpa ada obrolan apapun, masih merasa kaget dan tentunya heran.
“mang kalau ini sangat aneh ada kaitanya dengan kejadian kemaren?” tanyaku, ketika sampai rumah

“harusnya iyah, karna hanya dua kali dalam hidup amang mengalami hal ini dulu tau waktu kecil saat kakek kamu Vin masih mengurus dan sekarang bagian amang” jawab mang Deni perlahan
Kemudian dari pagi sampai siang mang Deni dan Nenek hanya mengobrol segala kemungkinan logis yang terjadi dan tidak lupa juga Nenek suruh mengabari Asep (ayahku) kepada mang Deni untuk menceritakan kejadian gagalnya ini.
“Den jangan kasih tau Yudi atau Darma ingat!” Ucap nenek

Setelah mang Deni mengabari Ayah, mang Deni mengobrol lagi dengan nenek, heranya tidak lama dari mang Deni tlp ayah. Aku mendengar suara mobil, tanpa di suruh aku langsung berdiri, dan melihat mobil mang Yudi datang.
“siapa nak?” tanya Nenek

“mang Yudi nek” ucapku heran

“kamu tlp Yudi den?” tanya nenek

“tidak nek, sama sekali tidak” jawab mang Deni sama heranya dengan aku juga nenek
Tidak lama mang Yudi masuk, kita bertiga masih kaget dengan kedatangan mang Yudi, yang bilang kebetulan ada perlu dengan mang Deni, dan melihat di lahan kebun hanyak sayuran numpuk membusuk.
“kenapa bisa semuanya begitu nek? Si Deni sudah tidak becus mengurus kebun atau gimana? Tadinya aku mau bertanya soal Pisang ke dia tau gagal begini jadi ragu...” ucap mang Yudi dengan nada datar
“bukan salah Deni, lagian Cuma ditinggal satu malam langsung busuk begitu, sudahlah jangan menyalahkan dia kamu Yud, kalau ngomong yang sopan, walau Deni dibawah kamu umurnya” jawab nenek tegas
Aku kaget apa yang dikatakan mang Yudi, seberani itu bicara dalam kondisi yang seperti ini.

“ya jelas dong nek, siapa lagi yang mengurus semua kebun, kan si Deni doang masa gagal mau nyalahin si Kevin, kan dia baru berhasil panen bulan kemaren” ucap mang Yudi
“jangan menuduh begitu kang, aku bukan setahun dua tahun disini, kenapa berani sekali bicara seperti itu, dan jangan bawa-bawan kevin!” jawab mang Deni dengan emosi

“sudah! Jangan malah berantem, sudah kamu diam Deni dn kamu juga Yudi apalagi keperluan kamu kesini?” tanya Nenek
“akukan bilang... dari pada rugi sekarang seperti ini bukan rugi kecil, ini besar nek, sudahlah tanah Asep itu kasih ke aku, aku pinjmakan ke bank untuk aku modal...
...Lagian si Kevin mana bisa berkebun, kalau gurunya saja si Deni mengagalkan usaha nenek dengan jumlah besar! Ingat Deni dan kamu juga Kevin! Kerugian ini gara-gara kalian” ucap mang Yudi sangat emosi
Aku sudah tidak bisa menahan rasa sabar lagi dengan ucapan yang sebegitu teganya keluar dari mulut mang Yudi

“kerugian, amang bilang kerugian? Terus apa hubungannya dengan bukan hak amang ingin tanah ayah? Minimal kalau amang ingin, dengan cara baik...
...jangan dengan cara menyalahkan atau mengambil bukan haknya! Sudah tidak mampuh bisnis, masih berharap kekuasaan dan gila warisan juga” ucapku, sama emosinya dengan mang Yudi
Tiba-tiba nenek, mang Deni melihat ke arahku seolah tidak percaya dengan perkataanku barusaan

“hebat sekali, anak kecil sudah berani bicara seperti itu… pantas saja ayahnya bangkrut! Mendidik anakpun tidak becus...
...dan sekarang dengan si Deni pembantu itu, kamu membuat nenek sendiri menjadi sama ruginya, sebentar lagi juga pasti bangkut sama.” Ucap mang Yudi dengan keras
“YUDI!!! Sudah cukup! Keluar kamu dari rumah saya, sebelum saya bersumpah mengutuk kamu dengan ucapan saya! Saya ini Ibu yang membesarkan kamu, saya ini Ibu kamu, pergi…!!!” ucap nenek sambil berdiri dan menangis
Andai hanya aku dan mang Deni, aku yakin mang Yudi sudah pasti diberi pelajaran pisik oleh mang Deni karna aku juga sama manusia yang mempunyai batas kesabaran, akhirnya mang Yudi pergi seolah tidak percaya dengan apa yang dikatakan nenek.
Aku dan mang Deni segera mendekat pada nenek, menenangkan Nenek. Tidak ada sepatah katapun dari Aku, mang Yudi dan Nenek. Semua berlomba menenangkan emosi masing-masing menurun
walau itu tidak mudah setidaknya karna satu kata “menghargai” adanya Nenek, aku benar-benar tidak menyangka kedatangan mang Yudi siang ini membuat keadaan semakin kacau.
Dalam pikirku, tidak mungkin ada abu tanpa adanya api, semunya berjalan diatas sebab akibat atau akibat sebab. Dan sekarang kejadian penuh keanehan setelah kebangkrutan ayah yang sebelumya aku pikir sudah berakhir, ternyata tidak dan belum sama sekali!
Aku dan mang Deni adalah korban yang menjadi tersangka atas kejadian dan kegagalan ini, walau tuduhan itu keluar dari mulut orang yang benar-benar gila warisan juga kekuasaan. Tapi bukankah kebenaran yang sesungguhnya adalah kebenaran yang diperjuangkan.

- To be continued -
“Darah Daging” cerita yang membuat kalian harus nunggu lumayan lama, gw mohon maaf sekali, tapi semoga pembuka cerita bagian ini cukup dan membuat layak bagian 2 nya gw lanjutkan.
Terimakasih kepada pembaca setia gw, aa dan kakak semangatnya dan segala respect kalian pada gw kalian terbaik! Teruntuk pemilik cerita salam hormat! Nama tokoh, latar dll gw samarkan, sama dengan cerita sebelumya.
Jika cerita ini menarik dan layak untuk di bagikan, silakan bagikan kepada teman, keluarga dan siapa saja, karna berbagi cerita satu dari sekian banyak cara yang menyenangkan.
“Karna korban yang menjadi tersangka sangat menyakitkan, maka cara terbaik membalasnya dengan kebenaran” akhir kata, sampai berjumpa di cerita selanjutnya bagian 2 Darah Daging!
Follow @qwertyping
-----
Typing to give you story! Beware! They can be around you when you’re reading the story! Love you and enjoy.
------
@bacahorror @ceritaht @IDN_Horor

#bacahoror #bacahorror #ceritahorror #ceritahoror
Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh.

Keep Current with Horror(t)hread

Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

Twitter may remove this content at anytime, convert it as a PDF, save and print for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video

1) Follow Thread Reader App on Twitter so you can easily mention us!

2) Go to a Twitter thread (series of Tweets by the same owner) and mention us with a keyword "unroll" @threadreaderapp unroll

You can practice here first or read more on our help page!

Follow Us on Twitter!

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3.00/month or $30.00/year) and get exclusive features!

Become Premium

Too expensive? Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal Become our Patreon

Thank you for your support!