My Authors
Read all threads
BAGIAN II

DARAH DAGING
-Warisan dan Kekuasaan-

[ Horror(t)hread ]

"Batur jadi dulur, dulur jadi batur."

----------

@bacahorror @ceritaht @IDN_Horor

#bacahorror #bacahoror #ceritahoror #ceritahorror
Hallo, selamat malam. Terimakasih dulu gw ucapkan kepada aa dan kakak2 yang sudah menunggu lanjutan “Darah Daging” Bagian 2 ini untuk segera gw lanjutkan. Support, semangat dan DM yang masuk sangat membantu gw untuk melanjutkan cerita ini
Penulisan yang cukup lama, dari jeda bagian 1 selsai, karna Narsum sangat mewanti-wanti agar ceritanya bisa semakin jelas, dengan tujuan seburuk apapun kisah dalam cerita pasti ada makna yang baik didalamnya.
Sebelum memulai, karna ini adalah cerita bagian dari keluarga, kesamaan cerita dll tidak ada maksud untuk menyingung pihak manapun, jika merasa ada yang tersinggung, gw mohon maaf dari awal, dan semoga mengerti.
Oke! Untuk yang belum baca bagian 1 silahkan baca terlebih dahulu, karna ini adalah cerita lanjutan, silahkan klik untuk membacanya

“tidak ada yang benar-benar menerima menjadi tersangka, padahal kenyataanya aku adalah korban dari segala keanehan yang terjadi. Segalanya diluar nalar, apalagi sosok-sosok yang tak kasat mata ikut berperan dalam keadaan ini.”

Selamat menikmati!
BAGIAN II

DARAH DAGING
WARISAN DAN KEKUASAAN

-sudut pandang Kevin-
Keadaan ruang tengah rumah menjadi hening, setelah ucapan mang Yudi yang sangat dan benar-benar menyingung aku, Nenek dan mang Deni. Apalagi kalimat tuduhan itu sangat tidak layak mang Yudi ucapkan!
Aku dan mang Deni ditersangkakan oleh mang Yudi, padahal aku adalah benar-benar korban dari segala keanehan yang terjadi hari ini. Nenek masih tidak berbicara sepatah katapun, tatapanya kosong, entah apa yang ada dipikiran seorang Nenek diusia yang sudah tidak muda lagi ini
Aku dan mang Deni sama, hanya bermain dengan emosi dan logika, setelah ucapan mang Yudi sangat menyudutkan kami berdua. “pasti ada kaitanya dengan sosok nenek tua menyeramkan itu, yang ada didalam mobil Darma” ucapku dalam hati.
“nek apa yang harus aku perbuat untuk menebus kesalahan aku ini?” ucap mang Deni, perlahan dan membuat aku juga nenek melihat ke arah yang sama
“kamu ini Den… kaya nenek bodoh aja harus mendengar omongan Yudi, sudah jangan didengaran omongan anak itu, kadang nenek merasa berdosa kenapa dia jadi seperti itu padahal doa dan didikan tidak pernah nenek bedakan” jawab Nenek, perlahan meneteskan air mata
“Nak, kamu hebat bisa berani bicara ketika benar, ayahmu begitu percis dengan kamu, seperti itu. Sudah kalain berdua istirahat atau urus dulu keadaan kebun, biarkan nenek sendiri, nanti malam ada yang pengen nenek obrolan dengan kalian.” Ucap Nenek
Aku tidak bisa menjawab apapun, pikiranku kacau, memikirkan banyak hal, keadaan yang tidak aku inginkan sebelumya seperti ini.
Pantas saja atas nama kekuasaan orang-orang sekalipun dengan doa tulus dari seorang ibu, bisa menghalalkan segera cara. “sekalipun itu bersekutu dengan setan” ucapku dalam hati kesal
Tidak lama nenek berdiri, dengan langkah yang pelan menuju kamar, dari raut wajahnya sekarang, beban tanggung jawab dan kegagalan terlihat jelas. Aku tidak tega melihatnya seperti itu, walau gimanapun aku sekarang mengalah akan keadaan ini. Bukan kalah!
“Vin, maafkan amang kamu jadi terbawa dalam keadaan seperti ini, amang merasa berdosa pada akang, apalagi pas amang tlp akang ayah kamu yang dititipkan pertama menjaga kamu” ucap mang Deni penuh dengan ketidakenakan
“tidak apa-apa bilang saja sama ayah aku baik-baik saja, walau kenyataanya tidak mang, ini tanggung jawab aku juga, sumpah aku curiga dengan kedatangan mang Darma kemarin sore mang!” ucapku tegas, sedikit keras.
“sssttt… jangan disini ngorolnya, takut nenek dengar, ayo dikebun saja” ucap mang Deni pelan

Segera aku dan mang Deni keluar dari rumah. Siang menuju sore ini menuju kebun, sampai di kebun yang harusnya hari ini aku sedang sibuk menghitung hasil panen.
kenyataanya kebun rata, dan tumpukan sayuran yg sudah tersisa tinggal sedikit, karna sudah dibuang.

“benar yah Vin, perasangka amang pada malam sebelumnya bisa salah…” ucap mang Deni

“mang apa kata pak kiai waktu itu yang amang datangi, apa bisa separah ini?” sahutku
“bisa Vin, seseorang yang sirik bisa saja melakukan apapun termasuk seperti ini, walau sulit dipercaya tapi ini kenyataan Vin” jawab mang Deni

“Darma dan Yudi memang benar-benar sialan, sakit hati aku sama omonganya mang” jawabku kesal
Suasana hamparan kebun yang selsai panen tidak menyenangkan seperti bulan lalu, sekarang yang aku lihat kebalikanya.

“malam ini juga, setelah ayah kamu tlp amang akan datang lagi ke rumah pak kiai itu Vin, tenang dan semoga aman” jawab mang Deni
“aku boleh ikut?” tanyaku tiba-tiba

“kenapa tidak, tapi sepertinya nenek perasaan amang sudah tau” jawab mang Deni

“kenapa begitu mang?” tanyaku semakin heran

“kejadianya sama Vin pada jaman kakek gagal panen, aneh seperti ini” jawab mang Deni
“kenapa amang tidak menanggapi aku ketika aku bicara soal Darma dan Yudi mang?” ucapku tegas

“Nanti kamu juga paham” jawab mang Deni sangat singkat
Aku heran dengan jawaban mang Deni tapi aku hanya ingin memastikan saja, dan ini benar-benar sangat tega sekali perbuatanya, walau itu masih berbentuk tuduhan kepada mereka.
Semakin sore, angin yang menghampiri aku dan mang Deni semakin kencang dan anehnya tercium bau bangkai yang sangat menyengat sekali.
“kamu mencium bau bangkai Vin?” tanya mang Deni

“iyah sangat bau sekali mang?” jawabku sama heranya dengan tatapan mang Deni

“ayo pulang!” ucap mang Deni, sambil berdiri dan menarik tanganku
Segera langkah aku dan mang Deni dengan cepat, mang Deni dengan tatapan yang aneh dan langkahnya sangat cepat sekali.

“mang kenapa buru-buru?” tanyaku

“nenek kamu Vin…” jawab mang Deni

“maksudnya?” tanyaku heran, sambil mengimbangi langkah mang Deni yang semakin cepat sekali
Didepan rumah, terlihat bi Isoh baru saja keluar dari rumah dengan langkah yang cepat.

“cepetan nenek tidak tau kenapa, setelah dari kamar mandi menjerit-jerit…” ucap bi Isoh tergesa-gesa

“dimana sekarang?” jawab mang Deni yang kemudian bersama-sama menghampiri nenek di kamar
“hahaha… hahaha… hahaha… sini sini duduk sana aku sini... hahaha sini sini...” ucap Nenek sambil terseyum aneh, bukan suara dia seperti biasanya, mataya masih terpejam, tertutup rapat,benar-benar bukan nenek
Mang Deni segera menghampiri nenek yang masih saja tertawa, bahkan ketika aku dan bi Isoh juga berusaha untuk memeganggnya, tenaganya sangat kuat untuk ukuran nenek yg diusianya sekarang

“mang ini kenapa nenek?” tanyaku penuh heran
“hihihi… sini kamu ganteng ikut nenek yuk hahaha anjing! Kalian akan mati hahaha” ucap nenek semakin keras suaranya, dengan perlahan matanya terbuka dan melihat ke arahku dengan melotot, urat-urat dikepalanya sampai terlihat, karna begitu kuat meloloti aku.
“ada yang masuk sosok lain ke dalam nenek ini Vin, apalagi ini Sareupna” jawab mang Deni menjelaskan pelan sambil gemetaran

Aku dan mang Deni mencoba memegangi kuat badan nenek, tapi tenaga nenek sangat kuat, bahkan untuk ukuran mang Deni tidak sanggup.
“kang… aku singkirkan benda-benda seperti guting dll yah tktnya nenek melukai dirinya dengan kondisi seperti ini” ucap bi Isoh

Langsung bi Isoh merapihkan apa saja yang kiranya bisa melukai nenek
tiba-tiba suara teriakan nenek berhenti, suara ketawanya melemas, aku masih saja melihat dan menatap nenek. Mang deni tidak henti-hentinya membacakan bacaan ayat-ayat suci

“mang Sareupna itu apa?” tanyaku
“perpindahan waktu dari sore menuju malam Vin, ini biasanya waktu yang biasa lebih menyeramkan dari pada malam” jawab mang Deni pelan

“aaaaa… sakit! Sakit! Sakit… hahaha... hahaha” teriak nenek dengan kencang, sangat kencang, tidak lama, nenek tertidur begitu saja.
Tidak lama, adzan Magrib berkumandang, aku dan mang Deni duduk di sofa

“ada kaitanya semua dari gagal panen yang aneh, dan kejadian nenek kerasukan mahluk lain ini Vin, malam ini juga amang ke pak kiai dulu sebentar, setelah mengabari ayah kamu yah…” ucap mang Deni
“kalau nenek seperti tadi lagi mang gimana?” tanyaku ketakutan

“mudah-mudahan tidak akan vin… Neng… kalau nenek bangun kasih minum suruh dia istirahat saja, jangan dulu ceritakan apapun yah Neng…” ucap mang Deni
“iyah kang, gpp aku disini sama kevin, kalau akang mau berangkat hati-hati yah kang…” jawab bi Isoh

Aku hanya masih heran dengan kejadian hari ini, sampai pergantian haripun keanehan ini terus berlanjut
benar-benar, jika tujuan orang yang melalukan ini sekedar untuk harta, aku pikir harta bisa berunjung nyawa, jika caranya seperti ini.

Mang Deni segera bersiap, setelah makan dan solat dia langsung pamit dengan muka yang aku lihat penuh khawatiran meninggalkan aku dan istrinya
Awalnya mau memanggil mang Kardi, tapi dari pada akan menjadi ramai, lebih baik keluarga dulu yang menanganinya, begitu kata mang Deni.
Walau aku kurang setuju takutnya terjadi apa-apa, walau mang Deni juga bilang setelah kepergian dirinya ke rumah pak kiai, jika terjadi hal-hal diluar kemampuan bi Isoh dan Aku, segera panggil mang Kardi.
“Vin… amang percaya sama kamu, titip istri amang dan nenek. Kamu laki-laki, berjanji dan lalukan yah!” ucap mang Deni sambil memegang pundak aku

“akan baik-baik saja mang, aku janji!” jawabku tegas, gemeteran
Langsung mang Deni meninggalkan rumah. Aku segera mandi dan berganti pakain kemudian duduk di sofa lagi melihat ke arah kamar nenek, bi Isoh masih saja memijiti kaki nenek agar nenek istirahat dengan lelap.
Jam bergerak dengan perlahan sudah melewati waktu Isya. Semakin malam aku masih duduk di sofa yang sama, memandang nenek dengan ketidaktegaan ini.
Benar-benar tega, kalau benar itu adalah ulah anaknya, mungkin di pikiran mereka arti ibu sudah hilang dalam nuraninya dan gelap atas kekuasaan yang gila.
“Vin kalau mau makan udah bibi sediakan di dapur, makan dulu sana, sudah jangan banyak pikiran nenek baik-baik saja tidurnya juga sudah lelap sekali.” Ucap bi Isoh
Segera aku menuju meja makan, yang ada di pikiranku sekarang, pasti pikiran Ibu dan Ayah disana juga cemas, sama dengaku disini. Hari yang akan selalu aku ingat, dengan segala kejadian yang tidak pernah masuk akal ini.
Baru saja beberapa suap aku makan, “heh…” Deg! Aku masih saja diam “heh...” tidak aku ikuti suara itu berasal dari mana, semakin aku penasaran aku lanjutkan makan perlahan. Suara itu aku yakin datangnya dari pintu dapur yang aku buka.
“hehh...” untuk ke-tiga kalinya suara itu datang lagi, dengan cepat aku balikan badan, deg! Aku melihat seseorang sedang duduk di teras sebrang dapur, aku perhatikan, segera aku tutup pintu dengan cepat, dan meninggalkan dapur dengan tergesa-gesa.
“kenapa Vin?” tanya bi Isoh

“gpp bi, nenek gimana sudah lelap sekali?” tanyaku

“sudah Vin, bibi pindah ke kamar yah, semoga amang kamu pulang malam ini juga” jawab bi Isoh
Aku terbaring diatas sofa dengan tatapan lurus ke arah kamar nenek, masih dengan perasaan takut, walau sebelumnya sudah terbiasa, sekarang lebih langsung berpikiran, itu adalah gangguan dari kiriman.
Baru saja mata ini terlelap, memejamkan mata, aku melihat nenek bergerak bangun dari kasurnya, segera aku bagun dan mendekat.

“nenek kebangun, ini minum dulu nek?” ucapku, memberikan air minum
Tanpa menjawab apa yang aku katakan, nenek langsung terbaring lagi.

“sudah sangat malam, maaf nenek ketiduran nak, tadinya ada hal yang mau nenek obrolan dengan kalian semua” ucap nenek sambil menatap kosong

Bahkan nenek tidak sadar dengan kejadian sebelumnya.
“masih ada waktu besok juga, yang penting nenek istirahat sekarang” ucapku menenangkan

“si Deni mana nak? Gimana kebun sudah beres nenek blm denger laporanya” tanya nenek
“sudah istirahat nek, kebun aman sisa-sisa sayuran yg membusuk sudah dibuang dan kebun sudah rapih lagi nek” jawabku membohongi nenek, karna pesan dari mang Deni agar nanti saja nenek taunya
Baru saja aku menjawab, aku melihat ke arah nenek sudah terpejam lagi matanya, aku masih duduk di kasur nenek, dengan mata yang sama lelahnya.
Baru saja bangkit, menuju sofa, aku melihat ke arah lemari besar nenek, lemarinya itu menyisakan jarak menuju atap yang lumayan luas. Entah kenapa mata ini tertuju pada arah atas lemari itu.

“tidak ada apa-apa, hanya pikiranku saja yg kemana-mana” ucapku dalam hati
Segera aku merebahkan badan kembali di sofa, mata yang semakin terasa berat sekali, aku coba ikuti rasa ngantuk ini.

Baru saja terlelap, aku mendengar suara tertawa pelan, sangat jelas, aku buka mata perlahan melihat ke arah nenek.
“ohh lagi sama bi Isoh pantes saja ketawa-ketawa” ucapku pelan, karna memang aku melihat bi Isoh membelakangi aku sedang duduk d kasur nenek. Aku kembali tertidur dengan sedikit melawan rasa ingin bagun untuk buang air kecil
“ahhh baru saja mau tidur lagi” ucapku segera bangkit menuju kamar mandi, dan masih melihat bi Isoh di kamar nenek.
Kamar mandi biasa yang aku gunakan, selalu melewati kamar bi Isoh, kebetulan pintunya terbuka dan bi Isoh sedang tertidur diatas kasurnya, segera aku masuk ke kamar mandi, belum sadar apapun.
Keluar dari kamar mandi, aku kembali melihat bi Isoh “sebentar, kalau bi isoh ada disini, tidur” segera aku berjalan cepat menuju kamar nenek dari kejauhan nenek memang tidur sendirian, lantas barusan siapa?! Tiba-tiba bulu pundaku berdiri begitu saja.
Baru saja aku masuk ke kamar nenek, semakin merinding dan bulu pundaku semakin beridiri “siapa barusan, kenapa kejadianya selalu menyerupai” aku duduk di kasur membelakangi nenek menatap ke arah lemari! Padanganku perlahan ke atas...
Deg! Sosok nenek tua yang sebelumnya pernah aku lihat itu sedang duduk diatas lemari, dengan kaki yang di goyang-goyangkan sangat pelan!

“hahahaha... hahahaha... hahahaha...” tiba-tiba nenek kembali bersuara seperti itu
Karna kaget! Segera aku bangkit dan lari ke kamar bi Isoh membangunkan bi Isoh “bi nenek gitu lagi bangun, bangunnn...bi...!” bi Isoh bangun, langsung ke kamar nenek, benar saja nenek sedang duduk bersila, seperti laki-laki.
“tlp amang kamu nih hp bibi sekarang juga Vin” ucap bi Isoh

“hahaha aku pengen ceker ayam yang mentah! sekarang... cepat sekaranggggg... hahaha” ucap Nenek dengan suara sangat serak
Beberapa kali aku tlp mang Deni tidak diangkat baru yang ke lima kali di angkat

“gimana neng?” tanya mang Deni
“halo mang ini kevin, nenek seperti sore lagi mang, aku sebelumnya mengalami kejadian aneh, ada sosok nenek yang sebelumnya aku lihat itu duduk d atas lemari nenek mang, kapan pulang?!” ucapku dengan tergesa-gesa
“Vin... dengerin, amang ini segera pulang, kamu jaga dulu nenek jangan sampai kenapa-kenapa, ini ulah dengan orang yang sama, disini sama pak kiai dibantu juga, besok juga dia datang ke rumah...
...dan malam ini ayah kamu sedang di perjalanan sama menuju situ, tenang jaga nenek kamu, nanti amang cerita dan kita harus melalukan sesuatu” jawab mang Deni menjelaskan
“baik mang, barusan nenek minta ceker ayam begitu, mana adakan?” ucapku pelann

“hihihihi... mana mana aku pengen itu mana cepet” terdengar dari dapur dimana aku berdiri tlp

“iyah iyah jangan kasih apapun Vin, setengah jam amang sampai Vin” ucap mang Deni, dan menutup tlp
Besok ayah sampai kesini, sampai segenting inikah keadaanya. Belum aku pikirkan baik-baik segera aku menghampiri nenek dan bi Isoh. Melihat ke arah jam sudah jam 01:30 dini hari.
Nenek sudah terbaring dengan mata yang melotot, sesekali tersenyum menakutkan, sesekali melihat ke arahku dengan menunjuk-nunjuk tanganya dan tersenyum ke arah bi Isoh, begitu saja berulang-ulang.
“kamu melihat apa barusan?” tanya bi Isoh dengan tegang

“nenek tua menyeramkan duduk diatas lemari...” ucapku perlahan

“seperti itu?” tunjuk bi Isoh ke arah sofa bekas aku tidur
Segera aku membalikan kepala ke arah sofa dan benar saja sosok itu sedang duduk, duduk tertunduk.

“iyah bi gimana ini bi...” ucapku ketakutan

“tenang, dia hanya suruhan biarkan saja jangan dilihat, nanti juga tidak ada lagi...
...bagi mereka melakukan apa yang sudah menjadi perintah pasti akan dilaksanakan gimanapun juga Vin... mereka tidak salah, yang salah yang menyuruhnya dan melakukan kontrak gaib dengan sosok seperti itu” ucap bi Isoh tenang
Segera aku bergeser sedikit ke arah bi Isoh

“hahahaha jangan! Tidak akan mempan kamu anjingggg! Saya juga bisa baca baca kaya bgitu anjinggggg... sakittt....” ucap nenek kembali meracau
Aku melihat memberanikan diri ke arah sofa dan sudah tidak ada lagi sosok yang sama sebelumnya aku lihat di teras dan iatas lemari itu. Benar kata bi Isoh dengan apa yang barusan diucapkan.
Nenek masih saja meracau semakin menjadi, semakin tertawa dengan keras sangat keras...

Terdengar suara motor berhenti didepan rumah.
“bukakan pintu vin… semoga itu amang kamu, kasian melihat nenek seperti ini terus.” Ucap bi Isoh

Segera aku menuju pintu benar saja, mang Deni.
“Vin siapin lampu senter, setelah amang memandikan air ini ke nenek kita ke kebun” ucap mang Deni berjalan tergesa-gesa sambil membawa jerigen lumayan besar
Bi isoh segera membawa kain, untuk mengusap-usapkan ke semua bagian badan nenek dan mang Deni membaca doa dikertas yang sangat panjang, aku hanya melihat dan memperhatikan semuanya, tidak lama selsai, nenek terlelap kembali, dan mang Deni menyuruh bi Isoh tidur dengan Nenek.
“benar warisan bisa membuat orang bahkan anak sendiri melakukan hal gila, aku pikir hanya sekedar cerita” ucap mang Deni

“maksudnya mang?” tanyaku

“iyah anak sendiripun, bisa buta akal dan buta perasaan Vin… sampai ibunya sendiri dibikin seperti ini” ucap mang Deni
“dari kejadian kemarin dan sekarang sudah berganti hari, kejadian sebelumnya yang menimpah ayah, menimpa aku juga, kenapa kita hanya mengobati dan diam saja mang, mau sampai kapan empat bulan yang lalu keluargu dan sekarang nenek” ucapku kesal
“besok semuanya bisa jelas Vin, amang bukan siapa-siapa bukan bagian keluarga besar kamu, hanya mempunyai rasa terimaksih sudah mengurus amang pada nenek” ucap mang Deni kemudian melangkah keluar kamar
“ayo kita ke kebun sekarang” ajak mang Deni, sambil mengambil cangkul
“buat apa mang?” tanyaku heran

“sebab gagal panen kemaren, ada yang menyimpan sesuatu yang dikubur di kebun kamu dan nenek Vin, amang dikasih tau pak kiai, ayo takut keburu waktu Subuh datang” ucap mang Deni
dan segera aku berdua menuju kebun dengan langkah kaki yang cepat.

Sampai di kebun, mang Deni membuka kertas yang barusan sudah dibacakan kepada nenek. Lumayan lama mang Deni memperhatikan kebun dan kembali melihat ke arah kertas itu.
“disana Vin, ayoo…” segera aku mengikuti langkah kaki mang Deni, ke ujung kebun nenek dan aku

“semoga disini benar, bismillah…” ucap mang Deni
Segera menggali dengan menggunakan cangkul, terlihat wajah mang deni yang sudah bercucuran keringat.

“benar mang disini? Mau gantian denganku?” tanyaku
“benar, tanahnya tidak terlalu keras, bekas galian sebelumnya, tidak mungkin salah, lihat tanahnya saja begini, orang tersebut menyimpan disini malam sebelum kita akan panen Vin…” jawab mang Deni menjelaskan dan sangat paham sekali dengan keadaan tanah
Sudah hampir 15 menit menggali, akhirnya bungkusan itu terlihat ujungnya.

“Vin kamu ambil, dan ikuti bacaan yang amang bacakan, bismillah dulu” ucap mang Deni
Tidak aku tanyakan lagi kenapa harus aku yang mengambilnya, aku ikutin bacaan itu semakin jelas bungkusan besar itu, sangat jelas dan besar sekali, hampir seukuran kepala aku. Perlahan bacaan itu selsai

“tarik Vin…” ucap mang Deni
Segera aku tarik sekuat tenaga, sampai aku terjatuh ke belakang…

“alhamdulillah, andai bukan kamu pasti tidak akan bisa ke tarik vin…” ucap mang Deni

“kenpa gitu mang” jawabku sambil menagtur nafas dan mulai bercucuran keringat
“besok pak kiai dan ayah datang yang akan menjelaskan yah, amang sudah lelah…” jawab mang Deni, yang memang sangat kelihatan lelah sekali.
Akhirnya aku yang merapihkan tanah bekas galian itu, walau memang benar tidak terlalu capek, tapi keringat tidak henti-hentinya didalam bajuku ini. Sedikit membuat aku juga heran.
“vin bungkusan itu kamu simpan sama tangan kamu ke dalam ini, sampai rumah, nanti kamu simpan di belakang pintu dapur” ucap mang Deni, sambil memberikan bungkus kain besar
Aku hanya mengangguk saja, yang berarti setuju. Setelah selsai langsung menuju rumah, dengan sama tergesa-gesa. Mang Deni berharap siang nanti, nenek bisa sembuh, ayah datang dan pak kiai juga sama datang ke rumah.
Sampai rumah mang Deni menyuruhku untuk segera beristirahat di kamar, biar mang Deni yang tidur di sofa untuk jaga-jaga. Aku segera menuju kamar.
Setelah menganti pakaian dan terbaring diatas rajang, pikiranku kacau dengan kejadian aneh secepat ini, dan doaku sebelum tidur menuju pagi ini walau yakin akan sebentar. Semoga kepulangan ayah hari ini adalah jawaban dan semuanya cepat membaik, aku sudah lelah!

***
“nak bangun…”

“ayah kapan datang?” tanyaku perlahan, terbangun oleh suara ayah.

Pagi yang sudah lebih dari 130 hari, baru kali ini aku melihat sosok didepanku, begitu bangga dan kuat walau dari tatapanya penuh khawatiran tidak bisa dia tutupi dengan baik
setelah semuanya aku mengerti tahun ini 2009 mungkin tahun dimana semuanya adalah pelajaran, sekalipun pelajaran itu hadir dari segala ketidakwajaran.
Ayah tidak menjawab apa yang aku tanyakan, hanya tidak henti menatapku, mengelus rambut yang sudah mulai tidak terawat dan mungkin raut wajah lelahku yang sama-sama tidak bisa aku sembunyikan, sama dengan rasa khawatir ayah padaku
Perlahan yang aku kira rindu hanya bicara soal kebahagian ternyata salah, pagi ini aku menemukan arti rindu tentang kesedihan, ayah tidak hentinya-hentinya menatapku sayu, matanya lelah. Pikiranya jelas beban!
“yah aku sudah seperti yang Ayah mau, seperti apa yang pernah Ayah ucapkan hari dimana aku pergi kesini meninggalkan rumah, menjadi dewasa dan pemimpin untuk diri aku sendiri...
...Walau seperti yang mang Deni katakan yah, melawan sesuatu gangguan gaib membuat aku hampir gila, dengan segala kenahenanya yah!” ucapku, sambil bangun duduk disamping Ayah
“maafkan Ayah nak, Ayah yang menyebabkan kondisi semua ini menjadi seperti ini, menjadi seperti yang kamu tau. Ayah ada kabar gembira, adik kamu Bayu disana banyak temanya, dan seperti kamu dia di sekolah barunya juga pintar sekali...” jawab ayah sambil meneteskan air mata
“kapan aku bisa berjumpa dengan Ibu dan Bayu yah?” tanyaku

“secepatnya, setelah kondisi ini baik semua yah” jawab Ayah singkat

“yah Darma dan Yudi aku baru tau bisa setega itu, aku kesal, sudah aku ingin bicara banyak soal ini yah!” jawabku kesal menatap wajah Ayah
“Vin… maafkan mereka yah, mau bagaimanapun itu adik Ayah, paman-paman kamu, siang ini pak Kiai yang biasa mang Deni temui akan datang, membicarakan semuanya…” ucap Ayah perlahan
Obrolan bangun tidur paling serius yang pernah aku bicarakan dengan Ayah, aku tau Ayah masih tidak enak, menyembunyikan banyak hal dariku, tapi yang Ayah sembunyikan itu tidak menjadi banyak, karna beberapa sudah aku pahami dan aku ketahui
“kang… nenek sudah menunggu makan” ucap mang Deni

“iyah Den, ini nunggu jagoan dulu mau mandi dulu katanya, tar akang ke meja makan” jawab Ayah sambil beacanda
Segera aku berdiri, menuju kamar mandi. Aku bahkan tidak menyangka, baru kali ini aku melihat mang Deni bertegur dengan Ayah, sangat sopan sekali, sebegitu dihargainya Ayah, pikirku.
Selsai mandi, aku sudah ditunggu di meja makan, benar saja aku hanya tidur beberapa jam, setelah kejadian semalam yang tidak mau dua kali aku melewati malam seperti itu. Di meja makan sudah ada mang Deni, bi Isoh, Ayah dan Nenek
Baru kali ini, aku melihat senyum nenek yang sangat semburingah. Mungkin rasa rindunya pada anaknya yang baru saja terkena musibah, musibah yang dibuat anak lainya lagi terbalaskan dengan bertemu hari ini.
“rasanya seperti 15 tahun kebelakang Kang… masih lengkap seperti ini meja makan yang selalu ramai, andai kakek masih ada atau melihat seperti ini, pagi ini di meja makan, pasti bakal bahagia sekali” ucap Nenek tersenyum, sambil makan.
“sudahlah Mah, yang penting Mamah sehat, jangan banyak pikiran, sudah ada Kevin yang menemani Mamah disini, lagian Kakang hanya ingin semunya baik-baik saja, walau ketidakbaikan yang kakang alamin tidak apa-apa, kakang ikhlas Mah” jawab Ayah
Bagaimana aku tidak terkejut dengan ucapan Ayah yang sangat bijaksana itu dan baru kali ini juga aku melihat dengan kondisi yang seperti ini, malah kehangatan yang aku rasakan.
mungkin disinilah Tuhan dengan rencanya benar-benar berkerja, sesuai apa yang aku butuhkan bukan yang aku inginkan.
Selsai makan, Aku, Ayah dan mang Deni duduk di teras, sambil Ayah dan mang Deni mengopi dan merokok, tidak lama Nenek berjalan mendekat ke teras.
“Kang… si Deni dan Cucuku ini sudah pintar sekali memainkan peran, dikira nenek tidak tau apa yang terjadi semuanya, tapi mereka tidak sama sekali, bahkan menyembunyikan semuanya dari Nenek hehe…” ucap Nenek sambil becanda
“Mah, itu Kakang yang minta, tidak mau Mamah terlibat dari masalah ini, lagian Mamah sudah bukan waktunya lagikan megurusi hal-hal beginian” Jawab Ayah, sambil merangkul bahu Nenek
Aku yakin, mang Deni sama kagetnya denganku mendengar ucapan yang barusan keluar dari mulut Nenek, aku hanya diam begitu juga mang Deni
“iyah Nenek juga sangat paham pasti itu rencana kamu, kasian kang anakmu itu, diusia sekarang, keadaanya begini dan gangguan satu yang lainya beriringan datang...
...Nenek hanya menunggu bagiamana kamu saja, kalau masalah tanah dan hak warisan adalah penyebab kamu bangkut dan keadaan bisnis sayuran nenek juga sama, keputusanya ada di kamu Kang…” ucap Nenek
“Kakang tidak bisa memutuskan secepat itu Mah, nunggu pak Kiai dulu yah siang ini, biar semuanya jelas, jangankan tanah, untuk apapun juga, untuk adik Kakang, dari dulu untuk mereka apa yang Kakang tidak kasih mah?” jawab Ayah dengan tenang
Pantas saja Kakek dan Nenek dulu sesayang itu pada Ayah, aku baru tau malah, walau memang cara memperlakukan aku dan Bayu tidak seperti itu, tapi perlakuan ayah adalah pelajaran, sisanya cinta dan kasih padaku.
Setelah obrolan itu, ayah dan mang Deni tidak tau kemana pergi mengunakan motor, pikirku paling ke kebun, sementara nenek dengan bi Isoh di kamar, mendengar nenek bercerita.
Bi isoh dengan segala ketulusanya adalah sosok Ibu sekali, yang selalu menjaga rindu aku padanya terjaga oleh sosok bi Isoh.

Seketika aku teringat tentang bungkusan yang semalam aku gali di kebun, yang aku simpan dibelakang pintu dapur, dari kamar, aku berjalan menuju dapur.
“masih ada, alhamdulillah”

Seketika, yang sebelumnya tidak berbau apapun, tiba-tiba karna angin juga pikirku, jadi bau bangkai sangat bau.

“Vin, itu yang kamu dapat semalam dari kebun?” tanya bi Isoh yang membuat aku sangat kaget

“ehh bibi kaget banget aku bi!” jawabku
“yeh ditanya malah kaget” ucap bi Isoh

“iyah Bi, bau yah…” jawabku

“banget, tapi yaudah gpp apa kata mamang kamu tururti saja, mamang sama Kakang ke kebun Vin mau menemui mang Kardi sekalian…” ucap bi Isoh
Aku tidak paham dengan perkataan bi Isoh ada apa lagi dengan mang Kardi, ada kaitanya apa dengan amang yang sangat baik itu, kadang mang Kardi teman becandaku saja di kebun, walaupun memang benar rumahnya dekat dengan kebun.
“maksudnya bi?” ucapku sambil duduk di kursi meja makan

“jadi begini Vin, hari dimana kita gagal panen ingat?” ucap bi Isoh, sambil duduk sama denganku

“iyah ingat aku, dibangunkan sangat pagi itu oleh nenek” jawabku masih belum paham
“nah yang pertama kali ke rumah memberi tau itu, mang Kardi, karna bau busuk sayuran sampai ke rumah dia, lagian dia petani di jaman kakek, lihat saja usianya sudah hampir sama dengan nenek palingan beda beberapa tahun lebih muda mang kardi.” Ucap bi Isoh sangat serius
“iyah aku tau rumah mang Kardi, mang Deni pernah menunjukan, sebentar bi baunya bungkusan itu harus aku tutup dengan itu...” ucpaku sambil mengambil seperti wadah besar, aku balikan agar bungkusan itu tertutup
“nah mang Deni, pernah bilang ke bibi katanya mang Kardi malam itu melihat Darma sekitar jam 9 malam ke kebun, anehnya parkir mobilnya dekat rumah dia. Pas ditanya mang Kardi, Darma bilang hanya kebetulan mampir kemudian pergi lagi...
...sayangnya mang Kardi tidak tau kapan datangnya, mang Kardi bilang itu sambil membersihkan kebun pagi itu, yang ada kamu juga Vin…” ucap bi Isoh sangat serius
Sebentar, aku sekarang mulai mengerti apa yang di omongkan bi Isoh arahnya kemana, karna aku baru tau, dan sebelumnya mang Deni memang belum bicara soal ini.
“ohh aku paham, bisa jadi Darma yang mengubur bungkusan itu bi? Tapi tidak mungkin Darma yang menguburnya sendirian dan tidak membawa cangkul bi, tidak masuk akal juga, mang Kardi melihat Darma membawa cangkul tidak?” tanyaku penasaran
“tidak tau makanya sekrang Kakang sama mamang kamu berkunjung kesana sekalian silaturahmi, lagian Ayah kamu juga kenal dekat dengan dia sekalian mau bertanya ada kejadian aneh apa saja akhir-akhir ini di kebun” jawab bi Isoh
Benar kata bi Isoh mang Kardi bisa jadi orang yg paling tau soal kebun, gimanapun rumah dia yang paling dekat. Aku bertanya pada bi Isoh, tentang apakah Nenek sudah mengetahui kejadian semalam itu, bi Isoh hanya mengatakan nanti saja biar kakang Ayah aku yg menjelaskan semuanya.
Ketika aku bilang, pada bi Isoh bahwa nenek sudah mengetahuinya, bi Isoh hanya senyum dan seperti tidak kaget sama sekali.

“kamu tau cerita kejadian dulu ketika kakek gagal berkebun sama dengan yang kita alami sekarang?” tanya bi Isoh
“tidak bi? Ayah hanya cerita katanya itu ada hama gtu bi” jawabku singkat

“nanti tanyakan ke Ayah kamu yg sebenarnya yah, tanyakan soal adik-adiknya dan tanyakan juga kenapa Nenek bisa setenang sekarang hehe...
...maksud bibi biar jadi pelajaran berharga buat kamu Vin” ucap bi Isoh sambil berdiri dan segera bergegas kembali ke kamar Nenek

Waktu Dhuzur baru saja berkumandang, aku hanya tiduran di kamar melihat beberapa tulisan tenang berkebun hasil dari ilmu yang mang Deni berikan
sejauh ini sudah melewati satu kali panen berhasil dan keduanya gagal dengan cara tidak masuk akal adalah wawasan yang mungkin tidak setiap orang mengalaminya, sebangga itu aku menghargai diri sendiri.
Waktu pada hari ini bergerak seperti biasanya, terasa cepat. “katanya sehabis Dhuzur pak Kiai akan datang, tapi Ayah dan mang Deni juga sama belum datang juga” ucapku dalam hati sambil menunggu kedatangan mereka
Terlihat dari jendela kamar, ternyata Ayah dan mang Deni sedang mengobrol dari tatapanya sangat serius. Ada perasaan tidak enak mengganggu mereka. Tapi setidaknya mereka berdua sudah pulang, pikirku.
“Vin... kata Ayah kamu tuh dipanggil” ucap bi Isoh didepan pintu kamarku

Segera aku bangun dan berjalan menuju teras, dengan banyak pertanyaan.

“Yah, katanya pak Kiai itu mau dateng siang ini, jadi?” tanyaku sambil duduk
“jadi tapi mungkin malam ini jadinya Vin, barusan Ayah dari rumah mang Kardi, cerita banyak, semoga salah apa yang dikatakan mang Kardi. Walaupun informasi dari mang Kardi dan mamang kamu ini cukup masuk akal...
...tapi ayah masih percaya Darma dan Yudi tidak seperti itu Vin, Deni juga bilang kamu sebegitu marahnya sama adik-adik Ayah, tolong jangan dulu bertindak dan berbicara seperti kemaren pada Yudi yah Vin.” Ucap Ayah dengan serius
“tapikan Yah! Sudah jelas mereka buta harta! Buta kekuasaan! Pengen semua hak Ayah, semuanya yang dipunya nenek mereka jual dan bilang di jadikan jaminan ke Bank, apa mereka sebodoh itu dalam bisnis! Aku cape yah!...
...Apalagi usaha ayah gara-gara mereka juga bangkrut, dan mimpi-mimpiku untuk kuliah terampas juga akibat ulah mereka!” ucapku dengan emosi, hal yang sudah seharusnya keluar dari mulutku
“Vin, sudah, mamang juga bisa marah seperti kamu, tapi benar kata Kakang, tahan dulu, semua juga sama emosi kalau ingat kelakuan dan apa yang sudah mereka Darma dan Yudi bicarakan Vin” ucap mang Deni, sambil mengelus pundak aku
Ayah tidak berbicara lagi, setelah apa yang aku omongkan, mungkin aku salah berbicara tapi ucapanku barusan adalah yang sebenarnya, aku yang merasakan, aku juga yang menghadapi gangguan dengan segala tipu daya makhluk yang tak kasat mata itu!
Suasana siang menuju sore menjadi hening, Ayah hanya menatap kosong ke depan, mang Deni dengan segala ketidakenakanya hanya menghisap beberapa kali rokok yang dia pengang dengan tidak tenang.
“aku ke kamar dulu Yah, maafkan aku bicara seperti tadi yah.” Segera aku menuju kamar, dengan emosi yang masih saja tidak cepat hilang itu
Pikiranku dan juga pikiranya semuanya didalam rumah ini, sama denganku, tapi mereka selalu anggap semuanya akan baik-baik saja, aku hanya ingin tidur sore ini, untuk membalas tidur malam kemarin yang benar-benar kurang.

***
“magriban Vin, bangun...”

“hahh... iyah bangun ini...” ucapku

“ayo magriban dulu, tidur sore tidak baik, cepet, barusan Ibu tlp nanyain kamu, Ayah bilang anak Ibu sekarang udah dewasa udaj berani marahin ayah gitu Vin hehe” ucap Ayah sambil becanda
“Yah... tapikan benar apa yang aku katakan?” ucapku sambil bangun

“benar dan salah itu yang kamu omongan itu persepsi kamu dengan apa yang telah kamu alami, kebenaran dengan menuduh tanpa bukti walau bersalan kuat, apa gunanya Vin...
...Bentuknyakan masih tuduhan, walau iyah sesuatu yang bersifat gaib tidak bisa semena-mena logika bisa berjalanan diatas itu, kamu paham yang ayah omongakan?” tanya ayah
“untungnya aku adalah anak Ayah, tentu paham yah hehe” jawabku tersenyum

Benar kata mang Deni tidak semua tentang “Darah Daging” hal yang buruk, buktinya tidak mungkin aku bertahan sampai hari ini dengan masuk kedalam masalah gila ini, kalau bukan aku anak dari Ayah.
Segera aku solat magrib, selsai solat karna mungkin ayah sudah duluan. Terdengar suara orang yang mengobrol di ruang tengah, tidak lama aku menuju ruang tengah rumah
“Baru saja mau Nenek suruh Isoh panggil kamu ke kamar, salam dulu sama pak Kiai...” ucap Nenek dengan hangat

Segera aku bersalaman cium tangan pak Kiai

“Kevin... mamang kamu udah banyak cerita soal kamu, sini duduk samping saya nak.” Ucap pak Kiai
Sangat sederhana, tidak seperti kiai umumnya walau usianya lebih tua dari Nenek sedikit mungkin, tapi masih kelihatan muda.
“saya datang kesini sengaja tidak memakai sarung dan kopiah biar samaan, eh yang disini malah pada memakai sarung dan kopiah, tujuanya baik sama-sama menghargai hehe” ucap pak kiai dengan nada becanda
“pak Kiai apa tidak ada salahnya, anak pak Kiai juga ikut masuk saja tidak enak rasanya menunggu diluar...” ucap mang Deni dengan sangat sopan
“tidak apa, lagian hanya sebentar saya silaturahmi kesini, biasa usia sudah tidak muda, angin malam udah sering sekali masuk ke badan, lagian sudah lama sekali tidak berkunjung kesini.” Ucap pak kiai
Aku kagum dengan sosoknya, walau aku sangat paham dari segi keilmuan agama pasti jauh lebih dari pada orang-orang yang ada di ruangan ini, tapi biacara dengan selalu merendah, hangat baru beberapa kalimat saja sudah sangat bisa membuat tenang.
“Isoh buatkan saja kopi dan bawakan makan ke anak pak kiai ini masa sendiri di luar hehe” ucap Nenek

Segera bi Isoh ke dapur, aku masih duduk disamping pak kiai hanya duduk dan tidak tau apa yang akan mereka bicarakan
niatku hanya mendengarkan, karna aku juga sedikit paham “adab lebih tinggi dari pada ilmu”

“kakang bagaiamana ini duh... kelakuan yah kang, kadang sifat manusia seperti itu kang, padahal keindahan yang sebenarnyakan dari perbedaan...
...saya tau kakang kecil, dan dua adiknya, tapi gimana kang, menyalahkan bukan saat yang tepat seperti ini” ucap pak Kiai dengan pelan
“benar pak kiai, nenek merasa berdosa keadaanya jadi seperti ini, dulu almarhum bapaknya kakang selalu bilang dan wasiat jangan sampai harta menjandi pemecah belah keluarga...
...kenyataanya sekarang malah seperti ini, kakang bangkrut dengan tidak masuk akal dan untuk keduakalinya gagal panen dengan sama tidak masuk akalnya” ucap Nenek
“iyah Nek, saya juga mendengar ceritanya dari Deni, setelah saya tau Nek, apalagi kemarin malam Deni juga berkunjung kembali gara-gara gagal penen dan benar saja ada yang menganjal...
...Makanya saya langsung kesini, dan jujur saya sudah jarang keluar rumah, karna dan hal inilah saya datang kesini dengan niat silaturahmi.” Jawab pak Kiai
Benar berarti kedatangan waktu itu mang Deni ke rumah pak kiai memang kondisinya jauh lebih parah dari awal kedatanganku kesini, ayah dan mang Deni hanya diam sama sepertiku, memperhatikan dan mendengarkan omongan pak Kiai.
“soal warisan dan kekuasaan bukan hal yang mudah untuk diselsaikan, jika acuanya adalah agama Islam yang mengatur segalanya tentang itu, sudah ada Ilmu Faraid yang mengatur bagiamana tentang waris...
...tapi Nek, saran saya kasih saja kepada yang benar-benar mengingkan sekarang, jika emang Kang Darma dan Kang Yudi menginginkanya kasih, mungkin dia benar-benar membutuhkan dari pada kita...” ucap pak Kiai dengan perlahan
“jujur pak Kiai… soal warisan dan hak nya adik-adik saya jika memang benar membutuhkanya ada cara lebih baik dan saya juga akan kasih untuk mereka, tapi cara-cara mereka entah Darma atau Yudi yang melakukan semua ini jauh diluar pikiran saya.” Jawab Ayah
Ada benarnya juga ucapan pak Kiai dan Ayah aku hanya bisa menyimak diam dan memperhatikan dengan tenang

“begini, karna saya tidak bisa lama disni sekarang Nek, siapapun yang bersekutu dengan setan, menghalkan segara cara...
...apalagi hal itu sangat berani dilakukan kepada ibu sendiri sudah sangat salah, coba mana bingkisan yang semalam kamu gali nak kevin, saya mau lihat.” Tanya pak Kiai
“ada pak Kiai sebentar aku ambil dulu…” jawabku kemudian berdiri dan berjalan dengan cepat ke dapur

Bungkusan itu masih ada dengan segala baunya yang masih seperti siang itu, tidak lagi aku pedulikan bungkusan sebesar kepala aku itu, segera aku bawa ke pak Kiai
“lihat ini…” ucap pak kiai sambil membuka bungkusan dengan kain putih yang sudah kotor tanah itu

Aku kaget dan hampir semuanya juga aku rasa seperti itu, merasakan apa yang sama aku rasakan. Didalamnya ada foto lengkap aku, Ibu, Ayah dan Bayu.
Dengan tulisan-tulisan lainya yang tidak bisa aku baca, juga tanah hitam yang pekat dan mungkin dari tanah itulah bau busuk itu berasal
“tanah inilah yang ditanam kedalam tanah, yang menyebabkan semuanya, sama dengan rumah yang kakang jual juga, bahaya sekali jika dipergunakan untuk memuluskan segala keinginan manusia. “Darah Daging” yang orang ini incar, bisa sampai meninggal, perlahan...
...dan kontrak dengan mahluk itulah yang tidak bisa ditolak, akan terus mengikuti, berupa apapun juga, makanya saya sarankan kasih saja warisan itu kepada orang yang membutuhkan” ucap pak kiai menjelaskan dengan tenang
Pantas saja bisa langsung menyebutkan seperti itu, walau aku sangat tidak paham dengan urusan seperti itu, tapi itu adalah foto keluargaku yang pernah dipajang di rumah dulu aku benar-benar masih ingat, sudah bisa aku simpulkan dan membenarkan tuduhanku selama ini.
“inalillahi… sampai segini nya pak kiai?” jawab nenek dengan meneteskan air mata

“iyah nek, orang sirik bisa melakukan apa saja, ikuti saran saya, nanti juga bisa tau siapa yang melakunya, kasih keinginan mereka, tapi ingat jangan kakang yang kasih, nenek saja...
...kasih apapun yang mereka inginkan biarkan, keselamatan itu dari gusti allah, kita niatkan membantu jangan membalas.” Ucap kiai perlahan
“kakang ikhlas nek, sekrang gimana nenek, walau kakang juga pasti merasa berat nenek seperti ini” jawab Ayah dengan tenang

“iyah nenek juga mau kasih saja apa kemauan Darma dan Yudi, nenek ikuti kata pak kiai saja” jawab Nenek, masih kaget dengan melihat isi bungkusan itu
“memperthankan yang bukan hak kita tidak baik, sama halnya menginginkan hak orang lain dengan segala cara juga tidak baik. Dunia dan segala isinya kecil bagi pencipta...
...apapun juga bisa baginya maha kuasa, baginya maha segalanya, insallah ikuti saja apa yang saya katakan dan ikut berdoa juga semuanya demi keselamatan dan kebaikan yah nek…” jawab pak kiai dengan perlahan dan sangat hangat
Untuk aku yang baru mengerti hal seperti ini, cukup membuat kaget, aku pikir dengan membalas semuanya akan terlihat siapa pemenang dan siapa pecundang ternyata salah.
“kasian kevin dia yang paling sering kena gangguan, insallah penuhi kemauan mereka dan semoga tidak ada lagi kejadian seperti ini, tidak semuanya harus berbalas sama, ingat saja maha pembalas itu hanya milik gusti allah” ucap pak kiai
Setelah obrolan singkat itu selsai dengan aku yang masih awalnya ingin bertanya banyak soal kegilaan yang terjadi saat berlakang ini, dengan perkataan pak kiai adalah jawaban semuanya. Walau masih banyak hal yang belum aku benar-benar ketahui.
Pak kiai pamit, sebelum waktu adzan isya berkumandang. Sebelum pamit, aku mengantarkan pak kiai dengan mang Deni.

“Den lain waktu ajak Kevin ke rumah berkunjung yah kapan-kapan” ucap pak kiai dengan perlahan
Segera aku masuk ke dalam rumah dan berkumpul kembali dengan ayah, nenek, bi Isoh dan mang Deni
“yaudah nenek besok-besok kalau Darma atau Yudi datang lagi akan nenek kasih semuanya saja yang mereka inginkan dari pada taruhanya adalah nyawa sudah sangat keterlaluan itu” ucap nenek dengan meneteskan air mata
“mah yakin semuaya akan baik-baik saja, kita ikuti aja apa kata pak kiai yah lagian benar semua perkataanya, pak kiai ingin semuanya baik-baik saja...
...kakang besok siang berangkat lagi ke kota J mau ajak Ibu kevin dan Bayu pindah saja kesini biar rumah jadi ramai yah mah, kakang izin duluan ke mamah” ucap Ayah
Perkataan dari ayah sangat mengejutkan aku, ada apa lagi ini bukankah ayah juga sudah merintis usaha disana.

“yah kan usaha angkiran Ibu sama Ayah disana gimana kalau Ibu dan Bayu ksini harus sekolah disini?” tanyaku dengan heran
“hari dimana Deni tlp kalian gagal panen disini, disana juga sudah hampir satu bulan angkringan Ibu dan Ayah sepi Vin, orang-orang sudah tidak ada yang datang lagi, keanehan itu semakin terjadi ketika banyak belatung di rumah eyang, tepatnya di kamar ayah” jawab Ayah
“ya allah kang, yaudah mending disini saja, klau keadaanya sampai seperti itu semuanya sudah berkumpul disni saja dulu, kamu dgn anak kmu berkebun lagi saja, tanah hak kamu yg dipakai anak kamu, nenek kasih saja Yudi dan Darma biar semuanya berkahir tidak sperti ini terus menerus
Aku dan mang Darma hanya terdiam, terutama aku yang baru mendengar ternyata lebih parah dari pada yang aku kira sebelumnya. Tidak pernah terbayang sebelumnya, sebuah keadaan bisa separah ini.

***
“sebaiknya besok kamu tlp Darma dan Yudi saja Den, suruh kesini sore. Kakang besok mau berangkat jam berapa?” tanya Nenek
“jam 4 pagi besok Nek, lagian biar lebih cepat lebih baik, palingan diantar Deni sampai Stasiun atau sampai angkutan umum saja tidak apa-apa. Yang penting lebih cepat lebih baik kan Nek.” Jawab Ayah
“yasudah Nenek sudah putuskan dengan cepat, karna kondisinya juga begini seperti apa yang tadi dikatakan pak Kiai, dan Kakang juga yakin sudah setuju...
...tidak apa-apa yah Kang hak kamu Nenek berikan kepada mereka, biarkan mereka membaginya saja, sudah jangan ada yang ikut campur.” Jawab Nenek perlahan
Aku yakin Nenek tidak bicara dengan nuraninya, ucapanya hanya agar semuanya cepat membaik, walau mungkin raut kesedihan di wajahnya adalah raut penyesalan akan kegagalan pada adik-adik Ayah itu.
“sudah Mah, tidak ada yang benar-benar bisa menerima, jika rezeki harta antara cobaan dan titipan anggap saja sekarang kita sedang dicoba dan bersyukur...
...kita semua masih diberi rezeki sehat dan tidak akan lama lagi dikasih rezeki berkumpul semua, setelah kakang bawa ibunya Kevin tinggal disini.” Ucap ayah dengan sangat hangat
Nenek tidak mengeluarkan lagi sepatah katapun dari mulutnya, air matanya adalah jawaban akan kesedihan, tatapanya juga adalah harapan dan semoga itu adalah bentuk ketidaktulusan dalam hatinya menjadi tulus, Do’a aku dalam hati.
Karna benar-benar kondisinya bukan soal melepaskan hak Ayah untuk adik-adiknya, melibatkan ada Nyawa dan Darah Daging yang menjadi taruhanya, juga gangguan mahluk yang bisa-bisa benar, yang diincar adalah kematian.
Malam ini adalah malam selanjutnya penuh keteganggan aku tidak punya hak berbicara bahkan memberikan pendapat apapun, selain mendengarkan, bagiamana keadaan ini menuntut bukan tentang keputusan yang benar dan salah saja, banyak hal yang terlibat.
Nenek akhirnya istirahat, pergi ke kamar dengan bi Isoh, walau aku yakin dan bisa saja ini juga jadi malam terberat Nenek, tapi aku yakin sekelas nenek bisa melewati hal ini.
“Vin ayo ayah antar kamu ke kamar istirahat biar besok bisa hibur nenek, ayah sekalian ada yang mau dibicarakan.” Ucap Ayah

Segera aku menuju kamar. Baru saja duduk, Ayah menyusul duduk juga disamping aku

“boleh pesan satu hal untuk besok?” tanya Ayah
“apa itu yah?” jawabku singkat

“besok kamu perhatikan baik-baik, siapa orang yang benar-benar membutuhkan itu seperti apa yang dikatakan pak Kiai, itu adalah jawaban yang selama ini kamu cari...
...dan semoga itu menjadi hadiah untuk kamu atas rasa penasaran itu, tapi dengan satu syarat maafkan mereka, bagaimana?” tanya ayah

“tapi yah!” ucapku tegas
“Vin, tidak setiap mengalah itu untuk kalah, tidak setiap mengalah untuk menang, kuatkan hatimu mengalahlah untuk kesalamatan. Lagian memafkan bukan hal yang menjijikan, yah Vin…” ucap Ayah perlahan berbisik dengan penuh penghayatan dalam raut wajahnya
“aku lakukan yah, bawa Ibu dan Bayu kesini dan Ayah juga janji mereka harus baik-baik saja” ucapku, kemudian bersalaman dengan Ayah layaknya kesepakatan seperti orang-orang dewasa lakukan
Ayah keluar dari kamarku dengan kedipan mata yang pertanda kesepakatan itu telah benar-benar aku setujui, walau dendam dan emosi masih saja aku jaga, karna aku yang benar-benar juga rasakan semuanya.
Diluar teras, aku melihat mang Deni dan Ayah sedang berbicara sangat-sangat serius, entah apa yang meraka bicarakan. Jadi seperti mereka yang menjadi adik kakak yg aku lihat, dasar saja mungkin mereka sejak kecil sudah bersama-sama.
Dalam lamunanku sebelum tidur malam ini, menatap kearah mereka berdua yang sengaja gordeng kamar tidak aku tutup hanya sekedar untuk melihat mereka, mungkin suatu saat aku dengan Bayu seperti itu.
“siapa orang yang benar-benar membutuhkan itu adalah jawaban untuk rasa penasaranku” aku tidak dan belum mengerti apa yang dikatakan Ayah itu, tapi besok aku lebih tidak memikirkan soal Darma dan Yudi yang sudah aku pikirkan pertemuan dengan Ibu dan Bayu.

***
“Vin… ayah pergi dulu, diantar mamang kamu yah…”

“hah jam berapa ini yah?” ucapku masih mengantuk, bahkan aku lupa terlelap begitu saja malam itu

“jam setengah 4 Vin, ayah ngejar waktu di stasiun waktu Subuh” jawab Ayah
Kemudian aku bersalaman dan Ayah mencium keningku, “ingat janji kita” ucap ayah berbisik di telingaku, aku hanya tersenyum dan kedipan kedua kalinya dari ayah, ketika keluar dari kamarku, aku tersenyum kembali, persetujan yang menarik ucapku dalam hati.
Aku kembali terbangun pagi ini, dengan perasaan yang sedikit lega, di meja makan bi Isoh dan Nenek tidak ada, bahkan mang Deni pun sama, aku mencari mereka, ternyata sedang ada di kebun pisang dengan pak Sobar, tengkulak pisang.
“apa Nenek benar-benar menjual pisang yang baru saja berbuah segitu?” jawabku heran, yang kemudian tidak aku mendekat, aku mandi dan makan karna yakin aku ditinggalkan sarapan pagi ini karna bangun jam 9 pagi.
Sedang asik-asiknya berbalas beberapa pesan dengan Ibu di depan dapur, hanya bagian rumah ini yang mendapatakan sinyal yang bagus, mereka berempat berjalan mengahmpiri aku. Aku bertegur sapa dan sedikit becanda dengan pak Sobar, yang kemudian tidak lama pergi.
“nak Sini” ucap Nenek, sambil duduk di meja makan

“iyah Nek, gimana, kan masih jauh ke panen, pak Sobar udah dateng aja nek” jawabku

“nenek yang minta Deni tlp Sobar akhirnya datang, ini ada sedikit modal, nenek dapat pinjaman dari Sobar, jaminanya ketika nanti pisang panen...
...Sobar gak bayar lagi, terus ingat, ini untung kamu jangan dulu diambil yah, jadikan modal buat berkebun sayuran lagi” ucap nenek dengan tersenyum
Benar-benar pagi ini adalah kebalikan nenek semalam. Kadang begitulah orang tua selalu lebih pintar dari anak-anaknya menyembunyikan ketidakbaikan menjadi terlihat baik.

“baik nek nanti aku memulai lagi dengan mang Deni, tapi nenek juga butuhkan?” ucapku
“butuhlah sama nak, tapikan kebutuhan nenek sekarang kamu dan mang Deni semangat lagi berkebun nantinya yah, kamu juga udah terbilang cepat nak...
...kurang dari satu tahun hanya sekali panen sudah paham dan kata Deni terbilang hebat, nenek tidak heran orang kamu cucunya nenek jugakan” jawab nenek sangat bangga.
Mang Deni masuk kedapur langsung menyiapkan minuman hangat. Sambil duduk ikut mengobrol dengan nenek dan berbicara soal kapan kebun pisang itu bisa di panen dengan cepat
seperti obrolan orang-orang dewasa berbisnis, selain membicarakan untung, membicarakan juga inovasi kedepanya, apalagi ini satu-satunya andalan ketika kebun belum bisa beroperasi lagi.
Apalagi nantinya ada Ibu dan Bayu juga Ayah yang tinggal disini, kata nenek sudah kangen sekali melihat ayah berkebun, mau bagaiamana juga dulu hanya ayah yang paling rajin ikut dengan kakek.
“Den sudah di tlp Darma sama Yudinya? berkas-berkas yang mereka ingin sudah nenek siapkan” ucap Nenek

“Sudah palingan sore katanya Nek mereka datang kesini” ucap mang Deni

“Semuanya Nek?” tanyaku
“tidak hak ayah kamu saja, 2 bagian tanah yang harusnya adalah untuk kamu, satu yang kemarin kamu rapihkan jadi kebun, satunya lagi yang di kampung sebelah” jawab Nenek

“sama yang di kampung itu nek, kebun bambu?” tanya mang Deni
Malah aku tidak tau sama sekali soal kebun bambu itu yang barusan diucapkan Nekek dan Mang Deni.

“Iyah, kamu ingat Nak waktu itu pas kamu dapet titipan Map coklat dari Darma, itu permintaan dia balik nama atas kepemilikan tanah itu...
...sudah lebih dari 4 kali Nenek secara dipaksa untuk memberi izin itu” jawab Nenek berbicara padaku

“Iyah ingat yang Nenek suruh buang, oh sekarang aku paham nek Darma ingin tanah kebun itu, Yudi yang ingin kebun sayuran?” jawabku
“Iyah Vin, itu sudah sejak 3th kebelakang, kata Nenek setelah tau bisnis Ayah kamu waktu itu sangat melesat maju, mereka anggap Ayah kamu tidak membutuhkan hak waris tanah itu lagi...
karna alasan mereka selalu bilang kurang modal untuk usahanya, Nenek pernah bilang begitu ke amang, benarkan nek?” tanya mang Deni
Disinilah jelas, karna ketidaktahuan aku sebelumnya soal kebun bambu di kampung sebelah, aku pikir mereka berdua bersama-sama mengingkan tanah kebun ini, ternyata salah. Mereka mungkin menjalankan dan menghalalkan segala cara dengan cara masing-masing juga
“iyah benar Den, untung kamu ingat hal itu, sebelum Kakang pergi, Kakang udah bicara sama Nenek bahkan kata Kakang kasih saja semuanya, setelah Nenek bilang soal kebun bambu Darma juga ingin itu...
...Kakang juga sama kaya kamu Nak mungkin baru mengetahui ini sekarang, Nenek tidak berniat menutupi, tidak tega rasanya Kakang sedang dalam kondisi dari Nol lagi harus dirusuhi hal-hal seperti ini” jawab Nenek
Pantas saja aku baru tau, Ayah juga sama ternyata, aku tidak mengerti kenapa mereka bisa sebegitunya karna Kakaknya (ayah) sukses, lantas mereka juga ingin hak waris Ayah dari Nenek itu tidak masuk akal, karna mereka melakukannya dengan cara seperti yang sudah aku alami.
“Yasudah Nek, untuk menebus kesalahan Deni, Deni janji untuk berkebun lagi, memulai lagi...” ucap mang Deni penuh rasa bersalah akibat kegagalan panen kemarin
“Bukan kesalahan kamu Den... ini kesalahan Nenek akibat anak-anak Nenek kamu yang disalahkan, harusnya Nenek yang minta maaf pada kamu” jawab Nenek
Benar juga mang Deni dan bi Isoh tidak salah apapun hanya korban yang ditersangkakan oleh Yudi. Obrolan siang ini berkahir dengan penjelasan dan menuju keadaan yang jauh lebih baik.
Selepas waktu asar, aku hanya dengan mang Deni mengurus pohon-pohon pisang dibelakang teras belakang rumah, mengontrol bagian pohon mana yang akan cepat bisa dipanen, karna sudah dibayar duluan oleh pak Sobar (tengkulak pisang).
“barusan amang tlp lagi Darma dan Yudi katanya sebelum Magrib mereka kesini datangnya” ucap mang Deni

“mang apakah ini awal semuanya akan baik-baik saja? Dengan memberikan apa yang mereka inginkan?” tanyaku
“Semoga Vin, ikuti saja apa kata pak Kiai, amang tidak bisa berbicara banyak sekarang, setelah Ayah kamu dan Ibu juga Bayu kesini datang semoga sudah membaik semuanya” jawab mang Deni

“gangguan itu masih ada?” tanya mang Deni tiba-tiba
“tidak mang, hanya aku masih tidak terima dengan cara mereka yang mengambil foto keluarga aku dan dijadikan hal-hal seperti itu, aku juga tidak ingat, kapan salah satu dari mereka mengambilnya” jawabku
“pak kiai pernah bilang pada amang ketika nenek malam itu kerasukan yang seperti kamu lihat sendiri, begini katanya, sesuatu yang baik dimulai dengan ketidakbaikan hasilnya akan sama ketidakbaikan juga, percaya saja pertolongan terbaik selalu datang dari Allah.” Ucap mang Deni
Aku setuju dengan apa yang dikatakan pak Kiai soal itu, aku hanya bisa mengaminkan dan tersemogakan oleh keadaan juga.

“dan kenapa pak Kiai tidak menyebutkan nama Darma dan Yudi, karna takutnya jadi fitnah Vin, lagian urusan Warisan dan kekuasaan seperti ini jarang datang...
...dari orang lain kalau bukan keluarga sendiri, dan sayangnya mereka Darma dan Yudi sangat-sangat menunjukan kalau memang mereka yang membutuhkan itu...
...jadi tuduhan kamu selama ini tidak amang salahkan dan benarkan, biarkan saja waktu dan cara tuhan berkerja dengan rencanya berjalan yah Vin” jawab mang Deni menjelaskan.
Sore sampai waktu menuju magrib tiba, aku hanya duduk didepan teras menunggu kedatangan mereka, kata Nenek dan mang Deni ada baiknya aku juga ikut dalam obrolan mereka, minimal mendengarkan dan jangan ikut bicara karna mereka juga hanya akan mengasih apa yang mereka mau saja.
30 menit sebelum waktu magrib tiba, aku masih duduk didepan, tidak lama mobil mang Yudi datang terlihat lampu yang menyorot ke arahku kemudian mati dengan begitu saja, karna tau keadaanku sedang duduk.
Mang Yudi turun dari mobilnya, sendiri.
“hey kevin, apa kabar vin, maaf kejadian kemarin amang tidak bermaksud begitu karna kesal saja pada si Deni” jawab mang Deni, sambil menepuk pundaku
Dalam hatiku, apalagi aku kesal sekali dengan kamu, sialnya aku ingat apa yang diomongkan mang Deni dan Nenek. Aku hanya tersenyum saja.

“amang masuk dulu...” ucap mang Yudi, sambil tersenyum entah pertanda apa
Aku membalikan badan melihat jalan mang Yudi masuk kedalam rumah, “bukanya mang Yudi belum punya anak, itu siapa anak perempuan yang mengikuti dari samping?” ucapku dalam hati, bau sekali bunga melati yang tertiupkan angin lagi.
Jalanya seperti lemas sekali anak itu, sebentar! bukanya mang Yudi turun juga sendirian barusan. Segera aku bangkit dan memperhatikan jalan mang Yudi lagi. Anak kecil yang aku lihat bagian belakang nya itu masih jalan didekat mang Yudi.
Deg! Seketika bulu pundaku beridiri dengan tiba-tiba, kepalaku seperti ada yang memukul keras dari belakang sangat kencang! Aku masih duduk dan menatap ke arah mobil mang Yudi lagi.
Aku perhatikan pelan-pelan, ada lebih dari 5 anak perempuan didalam mobil mang Yudi dan terdengar hanya suara ketawa-ketawa saja yang sangat keras! selayaknya anak-anak sedang bermain suaranya sangat jelas!
Aku diam, mempertanyakan keanehan ini dalam pikiranku sendiri saja masih bertanya, apakah yang aku lihat dan rasakan ini benar adanya.

“heh malah melamun, Yudi sudah ada didalam?” tanya mang Deni yang datang dari arah samping
“sudah mang, mang aku...” jawabku

Baru saja mau berbicara mang Deni hanya memberi isyarat dengan jarinya yang didekatkan ke mulutnya, aku mengerti mungkin jangan bicara sekarang.
Heranya, suara ketawa-ketawa yang berasal dari dalam mobil mang Yudi, mang Deni tidak mendengarnya padahal suaranya sangat kencang, baru saja aku berdiri mau masuk ke dalam rumah karna tidak kuat dengan suara ketawa anak kecil itu.
tiba-tiba sorot mobil yang lain datang “mang Darma, pasti” aku mengenal mobilnya itu. Benar saja sama dengan mang Yudi, mang Darma datang sendiri sudah aku lihat jelas. Walau sakit di kepala bagian belakang masih terasa berkedut-kedut.
Hah! Siapa nenek itu? Mang Darma turun dengan sosok Nenek yang sudah beberapa kali aku lihat! Langkah Nenek itu perlahan semakin mendekat semakin menyeramkan, rambutnya memutih menutupi setengah muka dan matanya!
Semakin mendekat, semakin lemas badanku! kedutan urat di kepala sangat sakit! Andai tidak ada siapa-siapa sudah ingin aku berteriak sangkat kencang, karna menahan sakit kedutan dikepala ini. Padahal posisiku sambil duduk.
“Vin... Yudi sudah datang?” tanya mang Darma

“sudah didalam mang...” jawabku singkat, hanya sekali menatap wajah mang Darma
Posisi nenek tua itu disamping kiri mang Darma dan aku disamping kanannya, sialanya nenek tua yang menyeramkan dengan jalan bergongkok itu hanya tertawa pelan seperti di tahan “hihihi... hihihi... hihi” dengan sangat serak
Mang Darma masuk kedalam rumah, Nenek tua itu mengikuti langkahnya, karna tidak kuat lagi menahan sakit, aku tidak lagi melawanya, dan memejamkan mata, badan bersender ke belakang kursi dengan cepat.
“kenapa sesakit ini, seperti kejadian sebelumnya ketika Darma datang!” ucapku sambil mata terpenjam menahan kedutan sakit dikepala.

“Vin, kata Nenek itu ditunggu didalam kenapa malah tidur disini”
“oiyah bi, sekarang mau kedalam, ketiduran enak anginya bi hehe” jawabku dengan tersenyum berbohong

Bi Isoh kembali kedalam dengan cepat, aku yang masih saja menahan sakit yang mulai berkurang, dibuat kaget, untuk dan entah keberapa kalinya lagi!
Mobil mang Darma yang sebelumnya datang dengan keadaan baik-baik saja, kenapa sekarang menjadi sangat ancur bagian depanya seperti sudah mengalami kecelakaan!
Aku menarik nafas dalam-dalam, tiba-tiba teringat kejadian mimpi pertama ketika diperjalanan dengan mang Darma mengantar aku ke rumah ini, ke nenek.
Mobil hancurnya sama seperti di mimpi waktu itu, aku mengalami kejadian mimpi kecalakaan, sama percis sekali! benar-benar aku masih ingat.
Karna kedutan dikepalaku masih terasa sakit, cepat-cepat aku bejalan ke dalam ruang tengah. Aku langsung duduk disamping mang Deni.

“jadi begini kang Darma, kang Yudi, aku mewakili nenek...” ucap mang Deni
Baru saja mang Deni bicara seperti itu, tiba-tiba mang Yudi memotong omongan mang Deni

“Sudah tidak usah di wakil-wakilkan biarkan Ibu saya yang bicara Den!” ucap mang Yudi membentak
Seketika aku bertatapan lurus ke arah mang Yudi yg duduk berseberangan dengaku, “hah anak itu...” ucapku dalam hati, masih tidak percaya. Kaget! Aku melihat ke arah mang Darma juga sama nenek tua itu juga berdiri disamping Darma!
Yang harusnya hanya berenam saja, aku, Nenek, bi Isoh, mang Deni, Darma dan Yudi. Sekarang di ruangan ini bertambah sosok anak kecil dengan rambut yang terurai panjang menutupi wajahnya, dan sosok nenek tua menyeramkan itu.
Aku melihatnya seperti itu dengan dibarengi sakit kepala yang sama sakitnya seperti di luar barusan. Percaya dan tidak percaya sekarang aku alami, untuk berpikir tenang saja sudah sulit, karna sakit ini datang lagi.
“heh Yud! Sudah jangan begitu kamu biarkan saja, suruh Deni bicara dulu” jawab mang Darma

“sudah-sudah, biar Nenek saja yang bicara, begini ini ada dua berkas lengkap, tanah hak warisan untuk Asep ayah Kevin, kalian inginkan ini? Gunakan dengan baik...
...lihat bagiamana Asep selalu mementingkan keinginan kalian padahal kalian juga sama sudah nenek bagi rata semua, jangan karna Asep terlihat sukses sekarang kalian tau usahanya bangkrut dan usaha Nenek juga sama gagal panen kemarin...
...Bawa ini urus masing-masing, selanjutnya nenek tidak mau lagi ada bahasan soal warisan, paham kalian” ucap nenek sambil benar-benar meneteskan air mata
“Nek kita juga untuk modal usaha saja lagiankan Asep sudah cukuplah untuk keadanya sekarang, pinjam kita hanya pinjam benarkan Yud?” jawab mang Darma

Perkataan yang menjijikan yang aku dengar, dengan dan setelah tau apa yang sudah mereka perbuat
“benar nek, aku ngotot ingin tanah hak asep juga nanti aku kembalikan setelah usahaku berkembang nek” jawab Yudi

“sudah-sudah jangan sampai nenek berubah pikiran, ini ambil” jawab nenek sambil menaruh berkas-berkas di meja dan kemudian Darma dan Yudi mengambilnya
Aku kira senyum itu semuanya bisa manis, ada senyum yang menjijikan setelah kelakuan mereka perbuat pada keluargaku dan lebih menjijikanya lagi pada keluarga mereka sendiri, tidak tau diri!
Ucapku dalam hati dan entah kenapa sakit dikepalaku semakin sakit dan aku hanya menunduk saja tidak berani lagi mentapa mereka.

Mang Deni dan bi Isoh apalagi hanya diam sama denganku, mungkin yang mereka pikirkan tidak jauh berbeda denganku juga.
“yasudah kalian pulang, nenek mau istirahat” ucap Nenek kemudian pergi ke kamarnya

Aku benar-benar tau dan paham apa yang dirasakan Nenek, berat dan tidak mudah sekali. Benar-benar tidak mudah terbayangkanpun rasanya sakit!
Tidak lama mang Darma dan Yudi pamit padaku dan mang Deni, bi Isoh segera menyusul ke kamar Nenek. Anehnya benar-benar yang membuat aneh, anak perempuan itu dan nenek tua juga mengikuti saja langkah Darma dan Yudi.
Serta kepalaku sangat sakit, dan mungkin puncaknya! Aku tidak kuat lagi menahanya, langsung terpenjam dengan badan terjatuh di sofa!

“Vin ya allah kenapa kamu ini vin...” aku mendengar suara mang Deni tapi benar-benar aku tidak bisa dan sangat berat membuka mata
“Neng... sini cepet!” teriak mang Deni

“ini kenapa pucet begini Kevin, Vin... bangun Vin...” jawab bi Isoh
Aku masih bisa jelas mendengar suara mereka, mulutku ingin menjawab tapi sakit dibagian urat kepala cukup membuat aku hanya bisa menahan sakit, dan menahan untuk tidak berteriak sudah sangat susah, benar-benar susah!
“aaaaaaa.... sakit...!!!!!!” teriakku

“nak ini nenek nak, sadar nak ya allah kenapa lagi ini nak sadar” ucap nenek disebalahku dekat sekali dengan telingaku

“sakittttt…!!!!” ucapku memenganggi kepala dan menarik-narik rambut bagian belakangku yang sudah panjang
“Deni ini gimana Den...” ucap Nenek sangat ketakutan

“Vin ini mamang dengarrrr...” ucap mang Deni sudah mulai tidak tenang
Aku mendengar… tapi membuka mata tidak bisa karna kedutan urat belakang kepala yang semakin berkedut sangat kencang. Ini semakin menjadi lebih dari sakit apapun yang pernah aku rasakan.

Adzan magrib berkumandang, “sareupna” ucap mang Deni perlahan
“maksudnya Den?” tanya Nenek

“anak ini sudah yang kedua mengalami hal ini, pak Kiai bilang waktu itu memang Kevin yang paling berani bicara, mungkin nek diusia dia wajar, tapi bagi entah Darma dan Yudi tidak bisa mewajarkan hal ini...
...dan lagian nek waktu ini adalah waktu dimana paling berbahaya jika ada yang mengirimkan sesuatu yang gaib, waktu ini juga yang biasanya digunakan...” jawab mang Deni menjelaskan.
“jadi gimana ini kang…” tanya bi Isoh. sama tidak tenangnya

“tunggu saja waktu sareupna ini berakhir, kalau masih seperti ini, malam ini juga harus ke rumah pak Kiai, apalagi kemarin pak Kiai bilang suruh Kevin main kerumahnya” jawab mang Deni
“yaudah kasian ini kevin den…” ucap Nenek, terdengar sambil menangis

Sakit di kepalaku, perlahan membaik begitu dan tiba-tiba juga sama dengan awalnya sakit itu datang.
Hanya beberapa menit setelah adzan magrib berkumandang. Perlahan aku membuka mata, terlihat Nenek dan bi Isoh disamping aku, mang Deni didekat kepala aku.
Badanku benar-benar lemas, sangat lemas sekali seperti sudah banyak terbuang tenagaku, walau aku juga tidak benar-benar paham yang terjadi hanya aku masih mengingat dengan utuh setiap kejadian barusan.
“siapa orang yang benar-benar membutuhkan itu” seperti malam dimana ayah belum pergi, sekarang sudah aku ketahui, tapi janji kepada yah untuk memafkan mereka tidak benar-benar aku tepati, mau bagiamanapun maaf yang aku pahami bukan tentang ucapan melainkan tentang ketulusan.
“nak, kamu kenapa?” tanya Nenek

“tidak tau nek aku hanya sakit kepala sakit sekali” jawabku singkat belum bisa bicara banyak karna lemas

“ayo amang gendong kamu ke kamar, kasian kevin masih lemes nek, biarkan saja dia istirahat dulu” jawab mang Deni
“buatkan dia sop Isoh belum makan lagi juga dia” ucap Nenek sangat perhatian

Segera bi Isoh pergi ke dapur dan aku digendong mang Deni ke kamar, tiba di kamar aku langsung terbaring, untuk dudukpun sangat lemas sekali.
“mamang paham Vin yang kamu ucapkan barusan di luar sebelum obrolan didalam, sepertinya pak Kiai punya rencana lain, kamu tahan jangan dulu cerita sama mamang, setelah makan sop kamu istirahat tidur.” Segera mang Deni meninggalkan aku
Aku paksakan bangun dengan sekuat tenaga, berjalan ke kamar mandi sangat pelan, setelah solat Magrib benar-benar aku tergeletak sangat lemas. Bi Isoh masuk kamar dengan menyuapi aku makan.
“Vin, kamu hebat, bisa menahan amarah, pas kang Deni bicara langsung dipotong pembicaranya sama Yudi” ucap bi Isoh
“aku punya janji sama ayah bi, agar ibu cepat datang kesini. Tadinya aku mau cerita banyak sama mang Deni dengan apa yang aku alami, tapi katanya tahan dulu biar besok saja gtu bi” jawabku dengan perlahan
“sudah kondisi kamu lagi begini, mang Deni juga barusan sedang tlp pak kiai kayanya” jawab bi Isoh

Tiba-tiba mang Deni masuk kamarku dengan terburu-buru
“alhamdulilah Vin, besok pak Kiai yang datang lagi kesini setelah amang cerita kejadian kamu sakit dan semuanya, beliau begitu senang mendengarnya, kata pak kiai tidur dan baca surat ini, sudah amang tuliskan Vin.” Ucap mang Deni sangat senang
Selsai makan, bi Isoh dan mang Deni keluar dari kamarku, setelah bacaan yang dikasih mang Deni padaku aku baca, segera aku memenjamkan mata. Ada satu hal yang masih menjadi keanehan yang tidak mudah aku terima.
Mobil Darma yang barusan aku lihat ruksak bagian depanya, hancur. Mirip sekali dalam mimpiku ketika diperjalanan waktu pertama kali akan datang ke rumah ini, apalagi dalam mimpi itu ada sosok Nenek tua juga sama, dan kejadian nenek tua sudah bukan yang pertama.
Petanda apa ini? Besok akan aku tanyakan semuanya, segala pertayaan yang tidak pernah sejalan dengan pikiran aku ini. Terbilang gila mungkin iyah, karna mencocokan mimpi dengan kejadian aneh, dan ini benar-benar tidak masuk akal.

***
Malam yang aku kira akan berakhir ternyata tidak. Entah pikiran apa yang ada di kepala aku saat ini, yang aku pikirkan banyak, tentang bagaimana aku akan berjumpa lagi dengan Ibu dan Bayu setelah hampir empat bulan lebih tidak berjumpa dan banyak hal lagi
Baru saja terlelap dalam tidurku hampir empat jam, perasaan ingin ke kamar mandi untuk buang air kecil mengganguku, segera aku bangun dan keluar kamar. Aku melihat mang Deni tidur di sofa, kamar nenek juga terbuka.
“berbakti sekali mang Deni, hanya untuk memastikan Nenek tetap baik-baik saja, sampai tidur di sofa” ucapku dalam hati, kemudian aku berjalan ke arah kamar bi Isoh sebelum ke kamar mandi, sama kamarnya terbuka dan melihat bibi tertidur lelap
Selepas dari kamar mandi aku menuju kamar kembali, melihat jam di dinding baru saja jam 01:00 dini hari, “baru jam segini, nanggung sekali aku bangun” ucapku, sambil merebahkan badan kembali, lampu kamar yang tidak terlalu terang, memang tidak biasa aku matikan kalau tidur.
Aku kembali menatap atap kamar, tidak enak badan bekas kejadian sore itu masih saja membekas dan tidak benar-benar dalam kondisi baik sekarang badanku ini. Menarik nafas dalam-dalam dan mencoba memejamkan mata ternyata tidak mudah malam ini.
Entah kenapa juga tatapanku ingin sekali melihat ke arah pintu yang tidak aku tutup rapat, setengahnya terbuka. Kebetulan sekali ketika aku menatap ke arah pintu itu, ada bayangan yang melewat sangat pelan, pelan sekali, sontak aku terkejut!
hah apa itu! "bi… bibi bangun…” ucapku sambil duduk di kasur
Tidak ada jawaban sama sekali, aku masih duduk, berat dibagian pundakku tiba-tiba seperti ada yang menduduki sangat berat sekali, pegal. Bahkan ini adalah pegal yang sebelumnya belum aku rasakan.
Aku raba pelan bagian pundaku bagian kiri dengan mengunakan tangan bagian kanan. “kenapa ini tiba-tiba begini sih… sakit sekali lagi” ucapku dalam hati, semakin aku pijit pelan semakin pegal di pundaku ini menjadi
Masih bisa aku tahan dengan tenang, sambil memejamkan mata, merasakan sakit pada pundak yang benar-benar sulit aku jelaskan kepada siapapun, bahkan bertanya untuk memainkan logika penyebabnya apapun tidak bisa.
Mataku aku buka pelan-pelan... sangat pelan sekali, tepat ketika pandangan aku buka semuanya, ke arah dimana pintu kamar terbuka.
Deg…! Nenek tua yang sore aku lihat! jelas, sedang melihat lurus ke arahku, dengan tatapan melotot yang sangat menakutkan, bahkan darah dibagian kepalanya adalah hal yang sangat-sangat membuat aku melongo ketakutan melihatnya.
Rasa sakit yang semakin menjadi sudah tidak bisa aku tahan lagi, apalagi ditambah pandangan dari nenek tua yang membungkuk itu berganti dengan senyuman yang tidak kalah menakutkanya.
“aaaa… sakitttt….” Teriaku sejadi-jadinya dan sangat kencang sekali

Langsung badanku tejatuh ke depan, posisinyan seperti sujud, sambil gigiku mengigit seprai kasur “huh… huhh…” suara nafasku yang semakin tidak teratur, karna benar-benar menahan rasa sakit
“Vin… kenapa Vin ini mamang…” tanya mang Deni, aku yakin terbagun karna teriakan kencangku itu

“sakitt mang… ini sakitt mang…” ucapku sambil memeganggi pundak

“coba-coba jangan begitu posisinya tidurkan kebelakang” ucap mang Deni kemudian menarik badanku untuk terlentang
“Vin… kenapa Vin ini mamang…” tanya mang Deni, aku yakin terbagun karna teriakan kencangku itu

“sakitt mang… ini sakitt mang…” ucapku sambil memeganggi pundak

“coba-coba jangan begitu posisinya tidurkan kebelakang” ucap mang Deni kemudian menarik badanku untuk terlentang
“aaaaa… sakit… aaaa…” teriaku sama kencangnya dengan teriakan pertama itu, padahal aku yakin mang Deni menariku sangat pelan
Badanku terbaring, mataku masih terpejam, sambil dipengangi oleh mang Deni yang tidak henti-hentinya membacakan surah-surah suci al-quran dengan pelan.
Aku memaksakan untuk membuka mata, perlahan, aku melihat lagi ke arah pintu yang sekarang sudah terbuka lebar, sosok nenek tua itu masih ada berdiri dengan posisi yang sama tidak bergeser sama sekali, memasang muka masih tersenyum yang sangat menakutkan itu!
Tidak lama bi Isoh masuk ke kamarku membawa air putih, aku hanya melihat ke arah lain tidak ke arah pintu lagi.

“minum dulu Vin, kamu kenapa amang kaget, masih sakit pundaknya?” tanya mang Deni

“itu mang nenek tua itu ada didepan pintu, itu…” ucapku menunjuk ke arah pintu
Mang Deni dan bi Isoh langsung melihat ke arah pintu yang aku tunjukan, bi Isoh menatapnya beberapa detik, sementara mang Deni langsung melihat ke araku lagi
“amang tidak melihatnya, tapi amang percaya, amang juga yakin kejadian sore kemarin, penyebanya hal yang sama, kamu bisa tahan?” ucap mang Deni, berbisik ke telingaku
“bisa mang, tapi beneran ini sangat sakit mang…” jawabku sambil meneteskan air mata

“mana bacaan yang sebelum kamu tidur amang kasih untuk kamu baca?” tanya mang Deni

“ini mang, disebelah bantal aku.” Ucapku sambil memberikan kertas bacaan itu
Sakit yang aku rasakan tidak berkurang sama sekali, masih tetap sama. Walau bi Isoh tidak henti-hentinya memijitku, tidak lama nenek datang masuk ke kamarku.

“kenapa lagi nak…” tanya nenek sambil duduk disampingku, sambil terlihat sangat khawatir
“sakit pundaku nek benar-benar sakit…” ucapku yang tidak bisa lagi berpura-pura baik-baik saja pada nenek

“Den ini gimana, masih bisa aman kondisi Kevin sampai pak Kiai besok datang? Atau kamu skarang mau ke rumahnya…” tanya Nenek dengan sangat cemas
“aman Nek, tidak apa-apa, kejadianya sama seperti sore, Kevin sangat peka kepada mahluk yang aku sangka adalah kiriman itu nek, tenang saja tidak akan kenapa-kenapa” jawab mang Deni menenangkan
Segera aku dituntun oleh mang Deni, membacakan dengan pelan bacaan al-quran yang tertulis di kertas itu, yang sebelumnya sudah aku baca sebelum tidur. Baru saja selsai membaca surah itu, sakit itu bukanya berkurang dalam pundaku, malah semakin menjadi.
“tahan yah nak, berdoa kamunya nak…” ucap nenek sambil meneteskan air mata

“kang, muka kevin kenapa jadi memar hijau seperti itu” ucap bi Isoh

Baru saja aku mendengar ucapan bi Isoh, ingin sekali aku memukuli muka sendiri dengan keras karna dibagian muka sama sakitnya.
“ahhhh… sakit mang mukaku sakitt…” ucapku sambil memukuli muka sendiri

“Vin… tahan jangan begitu tahan yang kuat Vin” sahut mang Deni sambil memegang tanganku keras dua-duanya

Benar-benar sakit sekali… sakit di bagian muka sama pegalnya dengan sakit dipunggung aku.
“nenek, dan kamu neng tunggu disini, aku bawa dulu sesuatu di saku baju koko aku di sofa, pegang tangan kevin jangan sampai dilepas, kasian pasti melukai wajahnya sendiri” ucap mang Deni yang sudah tidak tenang
Segera nenek dan bi Isoh yang gantian memegangi tanganku, aku masih berteriak-teriak hanya kalimat sakit yang bisa keluar dari mulutku, semakin aku lawan rasa sakit itu semakin menjadi sakitnya
“ini kamu minum ini, baca bismillah… kalau ngantuk bawa tidur aja pelan-pelan pejamkan mata kamu vin” ucap mang Deni, sambil mendekatkan gelas berisi air putih, pundaku diangkat oleh bi Isoh pelan-pelan.
Terlihat dari raut wajah mang Deni berucucran keringat sangat banyak, entah apa yang terjadi dengan mang Deni, tapi aku masih saja bergelut dengan rasa sakit yang belum juga hilang.
Benar saja, tiba-tiba mataku terasa ingin memejam, tidak aku lawan, walau sakit itu tetap ada, aku pejamkan mata. Hanya hitam yang aku rasakan sekarang, aku masih bisa mendengar dengan jelas.
“nek, nenek tidur lagi saja sekarang sudah sangat larut, temenin Neng sama kamu tidurnya kalau ada apa-apa akang disini sama kevin yah, banyakin berdoa yah” ucap mang Deni
Segera mang Deni tidak henti-hentinya membaca bacaan surah yang berbeda dari sebelumnya sambil memijat pundaku. Terasa sangat berasa dan rasa sakit itu sedikit demi sedikit berkurang, semakin aku bawa mata ini untuk memejam, akhirnya berdamai, perlahan aku terlelap
“bawa tidur saja, besok pak kiai kesini jangan takut ada amang disini, amang juga tau apa yang kamu rasakan, kamu kuat Vin, baca bismillah jangan berhenti dalam hati kamu.” Ucap mang Deni
Segera aku mengikuti apa yang dikatakan mang Deni, tidak pernah salah menitipkan kepercayaan kepada lelaki yang sekarang ada disamping aku, tanggung jawab dan benar-benar lelaki sejati,
bisa belajar banyak dari sosoknya adalah salah satu keberuntungan yang mungkin tuhan rencanakan untuku, dari buruknya keadaan dan kondisi selalu ada sesuatu yang berharga, yaitu mang Deni.

***
“nak, gimana udah enakan?”

“hah… udah nek” ucapku pelan, masih terasa lemas

“alhamdulillah, diruang tengah sudah ada pak Kiai dan anaknya seperti kemarin pas kesini, kalau belum bisa bangun jgn maksain biar pak Kiai ke kamar aja” ucap Nenek perlahan, sambil mengelus kepalaku
Tidak terasa pagi yang aku tunggu dan berakhirnya malam kemarin sangat cepat, walau bekas dan setiap kejadian masih aku ingat dengan baik. Cahaya matahari yang sudah masuk ke kamarku sangat cerah pagi ini, dengan segala harapan semuanya cepat membaik.
“bisa bangun nak, ini ganti dulu baju kamu, kata Deni semalam kamu berkeringat banyak sekali, padahal malam itu sangat dingin nak” ucap Nenek, sambil membangunkan aku duduk dan bersandar pelan
“iyah nek semalam benar-benar sakit…” jawabku perlahan

“yaudah tunggu, Nenek ajak pak Kiai kesini saja badan kamu lagian masih lemas” ucap Nenek sambil berjalan keluar kamarku
Aku pikir semuanya sudah berakhir dengan memberikan apa yang mereka butuhkan, kenyataanya gangguan itu semakin menjadi. “aku saja merasakan seperti ini bagiamana dengan Ayah, Ibu dan Bayu” ucapku dalam hati
“asalamualaikum kevin…” ucap pak Kiai sambil masuk ke kamarku, sendirian

“walaikumsalam pak” jawabku sambil berusaha bangun memaksakan untuk bersalaman dengan pak Kiai
“sudah, jangan dipaksakan, saya sengaja menyuruh nenek, deni dan istrinya tidak ikut masuk nanti saja hehe… gimana sudah terlihat semuanya Vin?” ucap pak Kiai dengan tenang dan duduk disampingku
Aku menjelaskan dengan rinci kejadian sore kemaren bagaimana segala keanehan yang aku lihat pada pak Kiai, dari mulai kedatangan Yudi dengan sosok anak kecil dan Darma dengan sosok nenek tua. Sampai sakit dibagian kepala yang tiba-tiba dan puncaknya malam sakit pundak
setelah sosok nenek tua itu menampakan diri jelas di pintu kamarku. Tidak ketinggalan juga dibagian akhir aku menjelaskan aku melihat mobil mang Darma bagian depanya seperti bekas kecelakaan sama seperti dalam mimpiku waktu pertama kali diperjalanan menuju rumah ini
Pak Kiai memperhatikan aku sangat fokus, tangan pak Kiai yang memengang tsbih tidak berhenti bergerak dan bergetar sesekali aku melihatnya. Pak Kiai hanya tersenyum ketika aku selsai menjelsakan kejadian itu.
“alhamdulillah, kamu kuat dan hanya mengalami sakit yang seperti ini, yang saya takutkan lebih malah, ingat bisikan saya kemarin sebelum pulang pada kamu dan Deni saya bilang, kapan-kapan ajak kevin main ke rumah saya.” Ucap pak Kiai dengan hangat dan pelan
“ingat pak, pas didepan rumah itu” jawabku

“benar, saya kira tidak akan secepat ini waktunya, dan benar saja bukanya kamu dan Deni yang main ke rumah saya, malah belum selang satu minggu saya yang datang kesini lagi hehe” jawab pak Kiai sambil tersenyum
Aku hanya tersenyum, sebenarnya benar-benar malu berdua mengobrol dengan pak Kiai bukan karna apa-apa, lebih kepada sebegitu baiknya pak Kiai ini kepadaku, sejak pertama bertemupun.
“jadi begini Vin, kenapa anak saya waktu saya berkunjung kesini pertama kali lagi itu tidak saya suruh masuk, sengaja untuk menyimpan sesuatu penjaga disini karna rumah bagian depan jarang dilewati orang dan kedua adik-adik ayah kamu itu...
....selalu membawa sosok-sosok yang sudah bersekutu dengan mereka, anak saya menabur sesuatu dan menyiram air yang sudah saya bawa sebelumnya dari rumah, tanpa sepengatuan kalian semua...
...Alhasil kamulah yang bisa melihat semuanya, karna tanpa sadar ketika kamu duduk disamping saya ketika obrolan itu, saya sudah merasakan dan yakin bahwa memang kamu yang menjadi target mereka.” Ucap pak Kiai menjelaskan
“karna itulah pak Kiai yakin aku akan mengalami hal-hal aneh, makanya pak Kiai suruh aku kapan-kapan berkunjung ke rumah pak Kiai?” tanyaku dengan pelan
“benar, saya kira tidak secepat ini, sakit kepala dan pundak yang sebelumnya saya yakin kamu belum pernah merasakan itu, sampai nenek dan deni bercerita di tlp saya hanya tersenyum dan bangga kamu bisa sekuat ini. Karna itu sudah menjadi tugas sosok itu Vin...
...bayangkan mereka di kontrak dengan dikasih tumbal, mau tidak mau mereka harus menjalankan tugasnya, makanya saya menyebutnya bersekutu, karna ada perjanjian yang harus ditebus, sayangnya itu adalah janji dengan setan bukan berjanji dengan tuhan (gusti Allah)” ucap pak Kiai
“mereka itu adalah sosok yang selalu mengganggu aku pak Kiai?” tanyaku penasaran

“iyah benar, dan mereka hanya menjalankan tugas dari manusia yang khilaf itu, manusia yang menghalakan segala cara dengan alasan yang tidak masuk akal, membutuhkan...
...Tapi Vin, insallah malam tadi malam terakhir kamu mengalami hal seperti itu, bahasa kasarnya itu serangan dari mereka, saya hanya ingin kamu ikhlas menerima semua ini dengan waktu yang bisa dikatakan lama...
...sejatinya tuhan (gusti Allah) hanya kepadanyalah kita meminta dan memohon perlindungan, maafkan mereka yah Vin” ucap pak Kiai dengan sangat hangat
Pantas saja rasa sakit semalam itu paling dan benar-benar tidak pernah aku bayangkan, setelah penjelasan itu sekarang aku benar-benar paham
karna ucapan dan nasehat itu juga keluar dari seseorang yang jauh lebih paham dariku, tidak membenarkan siapapun dan tidak menyalahkan siapapun, malah menyuruhku untuk memaafkan.
“soal mimpi dan sosok nenek tua itu saya sarankan jangan kamu ikuti rasa itu, mobil dengan kondisi tabrakan itu hanya mimpi segala kuasa bukan milik kita, semoga semuanya kembali baik-baik sja, tapi sekarang mungkin kamu paham siapa yang benar-benar membutuhkan itu...
...dan kenapa saya suruh kasih saja apa yang mereka minta, karna harta tidak akan bisa membeli kesalamatan bahkan harta bisa mendatangkan kecelakaan, andai orang tidak bisa benar-benar mengunakanya.” Ucap pak Kiai sambil mengelus kepalaku
“iyah pak saya paham sekarang, Darma dan Yudi yang membutuhkan itu, aku kira sebelumnya diantara mereka hanya salah satu, tapi kenyataanya mereka sama saja pak Kiai…” jawabku sambil melihat ke arah wajah pak Kiai
“tidak apa-apa, dendam memang tidak pernah mengenal maaf dengan baik Vin, maaf itu dari hati, tidak perlu kamu berucap memafkan tapi biarkan hati yang melakukanya, itu jauh lebih tenang, saya kasih tau sedikit, sini” ucap pak Kiai
“apa itu pak” jawabku penasaran

“pada akhirnya yang dicari manusia adalah ketenangan, berusahalah untuk menemukan itu” ucap pak Kiai berbisik
Iyah aku paham jika aku tetap mengikuti dendam dan segala emosi atau melawan keadaan dengan egoku dari beberapa bulan kebelakang mungkin gangguan itu bisa menjadi lebih parah, nyawa dan kematian bukan tidak mungkin.
Obrolan singkat pagi ini dengan pak Kiai di kamar, sangat hangat, diakhiri dengan pak Kiai memijat pundaku dengan pelan, tiba-tiba rasa sakit itu datang kembali benar-benar sakit

“tahan jangan teriak Vin…” ucap pak Kiai berbisik

“aaaaa…” ucapku sambil menutup mulut
Seketika hilang sakit itu, dan pak Kiai langsung mengusap wajahku dari mulai kening sampai dagu dengan perlahan.

“alhamdulillah, sudah beres, kalau engga saya benarkan, takutnya kamu terus-terusan melihat sosok dari alam lain kasian hehe…
...itulah kenapa malam itu kamu sakit bagian wajah Vin hehe… susah kalau saya jelaskan…” ucap pak Kiai sambil tersenyum

“sekarang aku harus mengabaikan segala apapun yang ada dalam pikiranku pak Kiai dan memafkan mereka Darma dan Yudi…” tanyaku
“iyah lalukan itu… biarkan maha segalanya di dalam hidup kita atas kuasanya bukan sesuatu yang sulit bagi gusti Allah vin” ucap Kiai sambil tersenyum

Pak kiai membangunkan badan aku agar berdiri, walau masih lemas tapi heranya sekarang lebih ringan dan pikiranku lebih segar
setelah apa yang dilakukan pak Kiai terhadap badanku. Dan aku tidak menanyakan banyak hal lagi, karna aku yakin pak Kiai pasti tau semuanya dari cerita mang Deni ataupun Nenek.
Segera aku dan pak Kiai berjalan ke ruang tengah, dimana sudah ada Nenek, mang Deni, bi Isoh dan anak pak Kiai.

“alhamdulilah nak sudah enakan sekarang…” tanya nenek dengan masih cemas

“sudah nek, baik-baik aja cucu nenek, jagoan gini kevin tuh” jawab pak Kiai sambil becanda
Sebelum pulang, pak Kiai memberikan amalan kepada kita semua, “tambah sedekahnya, niatkan memberi dan meminta perlindungan hanya dan kepada pencipta kita dan jangan lupa maafkan” kemudian pak Kiai pamit, tidak lupa aku dan mang Deni mengantar pak Kiai kedepan
“Den, ajak kevin berkebun lagi, dasar doa dari bapak dan ibunya yang tiada henti pantas saja dia bisa seperti ini…” ucap pak Kiai, yang kemudian pergi

Selepas kepergian pak Kiai, benar saja badanku benar-benar kembali normal.
“mang maksud pak Kiai doa apa dari ayah dan Ibu?” tanyaku

“iyah sesuatu yg bisa menembus ruang dn waktu kan itu Vin, insallah kedepanya baik-baik saja dan kita rangkai mimpi-mimpi kamu untuk kuliah dan Bayu disini amang sudah dapat info nanti Bayu sekolah dimana” jawab mang Deni
Entah kenapa sangat bahagia sekali ucapan yang keluar dari mulut mang Deni pagi ini, mungkin pelangi setelah badai berlalu maksudnya seperti ini, segera aku, mang Deni, bi Isoh dan Nenek sarapan pagi bersama-sama
Kabar baiknya hari ini, dari mang Deni setelah tlp ayah ternyata malam ini juga ayah akan segera tiba kesini, aku benar-benar sangat senang dengan kabar itu, apalagi rindu pada Ibu dan Bayu harus segera aku balaskan dengan bertemu
Di hari ini juga mang Deni mulai ke kebun, mulai menata kembali dengan para petani lainya juga, karna setangahnya para petani bergantung kepada kebun nenek. Karna ada modal dari kebun pisang yang sebelumnya sudah di bayar duluan.
“nak, maafkan nenek, nanti setelah ayah datang, nenek mau berhenti mengurus kebun, warisan untuk ayah kamu sudah ada ditangan Darma dan Yudi, maafkan nenek, selanjutnya biar Kakang, Deni dan kamu saja yang mengurus semua kebun, nenek sudah lelah sudah pengen istirahat” ucap nenek
“nek segala minta maaf bukanya itu juga ayah sudah ikhlaskan, sudah nenek jangan banyak pikiran kan ada Kevin disni yang akan mengurus nenek juga.” Jawabku dengan tenang
Hari ini berakhir dengan cepat, setelah mang Deni memberi kabar para petani lainya juga sangat semangat memulai kembali untuk berkebun. Dan tidak terlalu malam benar saja ada suara mobil yang berhenti di depan rumah
“Vin… sini itu ayah kamu datang” teriak mang Deni

Segera aku berlari kedepan, melihat senyum dari Ibu benar-benar diluar sangkaanku bisa secepat ini, bahkan Bayu langsung berlari menghampirku dan memeluku
“kakak kata ayah suka berkebun yah, aku juga mau kak yah nanti ikut” ucap Bayu

“jelas dong! Kamu harus ikut, nanti kita main disana yah” jawabku hampir meneteskan air mata, dengan apa yang sudah aku lewati

“Bu, Bayu mau sama kakak berkebun yah” ucap Bayu sangat lucu
Setelah membantu sebagian barang-barang yang ayah bawa ke dalam, makan malam kali ini sangat seru dan lengkap bagaimana Bayu sangat dekat sekali dengan Nenek
dan suasana harmonis ini kembali dengan cepat, “ini rencana tuhan yang benar-benar berkerja untuk keluargaku, untuk orang yang aku cintai” ucapku dalam hati.
Karna lelah, Bayu dan Ayah langsung istirahat di kamar yang sebelumnya sudah mang Deni sediakan, sementara malam ini adalah malam dimana tidak pernah terbayang.
“apa kebahagian bisa sesederhana ini, sekarang aku mengerti arti keluarga sesungguhnya, seperti apa yang dikatakan pak Kiai, soal ketenangan, bukan sekedar harta, warisan dan kekuasaan.
“Vin, belum tidur kamu…” ucap Ibu sambil masuk ke kamarku

“baru saja mau, apa ibu tidak cape setelah perjalan, bukanya tidur…” jawabku

“Ibu baru selsai mengobrol dengan bi Isoh dan mang Deni, makasih yah Vin, ibu yakin kamu memang terbaik, sudah dewasa, maafkan Ibu...
...Ada salam dari Eyang disana katanya begini; untuk orang hebat cobaanya pasti berat, begitu Vin hehe, ibu bangga punya anak seperti kamu” ucap Ibu sambil mecium keningku dengan hangat
Aku hanya tersenyum, bahkan aku tidak merasakan cobaan berat itu, cobaan kemarin lebih ke menakutkan “Darah Daging” dan apa yang mereka inginkan soal kekuasaan dan warisan benar-benar sebegitu mengerikanya, seketika aku ingat kembali hal itu
Aku hanya terbaring, sambil mendegarkan cerita ibu tentang bagiamana sosok kuat ayah menjadi kepala keluarga, tegar dan yakin semuanya akan kembali baik-baik saja. Bahkan keanehan yang ibu ceritakan pdaku di rumah eyang sama mengerikanya dengan apa yang sudah aku alami.
Aku benar-benar berdamai dengan malam ini. Dengan segala ketenangan yang aku rasakan, keluargaku kembali baik-baik saja, walau kebaikan itu ada setelah melewati beberapa ketidakbaikan.

***
Hari-hari selanjutnya, ayah sibuk mengurus kedatangan barang-barang dari kota J sementara Ibu dan bi Isoh sibuk mengurus urusan sekolah Bayu yang hampir 20 menit dari rumah untuk menuju sekolah barunya Bayu.
Aku dan mang Deni di kebun, hampir setiap hari mempersiapkan segalanya untuk berkebun kembali, walau aku sedikit dibuat kagum oleh ilmu berkebun ayah yang terbilang lebih paham dari pada mang Deni, wajar saja nenek selalu bilang ayahku hebat berkebun.
Satu bulan berlalu, setelah kehadiran Ayah, Ibu dan Bayu di rumah ini, rumah jadi bertambah seru, semakin banyak canda tawa yang kita lewati bersama, apalagi Bayu adikku sudah mulai terbiasa dengan keadaan sekarang.
Dan tidak ada lagi kedatangan Darma maupun Yudi ke rumah, walau sesekali ayah selalu bertanya kepada nenek ataupun mang Deni kenapa mereka sampai tidak datang lagi kesini,
ayah masih saja khawatir dengan keadaan adik-adiknya itu, dibalik apa yang mereka lakukan kepada ayah tetap saja kepedulian tidak pernah hilang mungkin dalam hatinya, kepada adiknya itu.
Sampai pada suatu malam ketika semuanya sudah tertidur, mang Deni masuk ke kamarku dan mengajak aku untuk menemaninya ngopi dan merokok di teras belakang, karna besok kebun pisang akan panen.
“Vin, tidak terasa yah satu bulan lebih hari dimana satu bulan kebelakang di malam itu, sebelum kita gagal panen kebun sayuran, tidak terasa sudah mau panen pisang besok.” Ucap mang Deni
“iyah mang, eh mang boleh tau pas amang dengan ayah datang ke rumah mang Kardi mencari informasi itu apa saja obrolanya mang, aku penasaran” tanyaku
“pak Kiai memang tidak bercerita? Soal bungkusan waktu itu yang menjadi penyebab panen, amang lupa soalnya…” tanya mang Deni

“tidak mang, makanya aku tanya, bi Isoh pernah cerita Darma sebelum hari itu datang jam 9 malam ke kebun, apa benar mang Kardi melihatnya...
...aku hanya memastikan saja, lagian sudah aku perlahan lupakan setiap keanehan itu.” Ucapku, yang tidak mengerti kenapa tiba-tiba ingin bertanya soal ini
“Iyah benar Vin… kang Darma datang menyimpang bungkusan yang kamu gali itu, hanya menyimpanya, awalnya amang kaget kenapa bisa terkubur seperti itu...
...tapi setelah kata pak Kiai menjelaskan tidak semuanya perlu jawaban akan hal-hal seperti itu, taktunya malah menjadi dendam amang langsung merasa cukup saja, begitu Vin” jawab mang Deni
Pantas saja mana bisa pikirku dengan tangan kosong mengubur sedalam itu jika tidak ada bantuan mahluk gaib seperti itu mungkin aneh.

“amang mau bilang makasih, amang belajar banyak dari kejadian dan cobaan ini, terutama pada kamu harus minta maaf...
...kadang selalu tidak bercerita sementra amang yang selalu tanya-tanya” ucap mang Deni karna merasa tidak enak dengan aku tau cerita itu dari istrinya, bi Isoh.
Malam ini aku dan mang Deni hanya bercanda membicaran tingkah lucu Bayu dan ada tiga perempuan yang patut kita jaga Nenek, Ibu dan bi Isoh agar kejadian tidak terulang lagi. Dan sedikit membicarakan kemana dan kenapa Darma dan Yudi tidak ada berkunjung lagi kesini

***
Setelah panen sukses pisang sukses dan terbilang bagus, karna ada campur tangan ayah dan mang Deni jadi sangat wajar pak Sobar, tengkulak pisang sangat puas dengan hasil panen kali ini. Lagi-lagi hal sederhana seperti ini yang menjadikan kebahagian itu bemakna lebih.
Bulan ke tujuh aku disini, dengan segala kondisi yang benar-benar aku mengerti karna mengalami langsung yang terjadi, tujuan kuliahku akan disimpan untuk tahun depan saja 2010 sembari memastikan aku bisa bergantung pada kebun untuk urusan biaya.
Ayah sudah mulai bulak-balik menemui temannya satu persatu ke kota, entah untuk memulai kembali lagi bisnis lama yang bangkrut atau memulai sesuatu yang baru lagi.
Tepat sudah 7 bulan aku di rumah ini, sehabis sore pulang bersenang-senang dengan Bayu di kebun, karna sudah menjadi aktivitas dia sehabis pulang sekolah pasti menyusulku.
Sehabis makan malam bersama dengan ayah juga lengkap semuaya, tiba-tiba hp mang Deni dari arah luar dapur terus berbunyi.

“angkat Den itu siapa tau penting…” ucap Ayah mengingatkan
“palingan tukang pupuk kang besok turun soalnya yah Vin sesuai hitungan” tanya mang Deni

“harusnya memang besok, tapi benar kata ayah mang angkat siapa tau dikirimnya gak jadi pagi malam sore” ucapku dengan pelan, sambil makan
Tidak lama mang Deni bergegeas keluar dapur, hanya mengucapkan kalimat “iyah dan baik” kemudian mengucapkan kalimat terakhir dengan wajah yang sangat kaget “baik keluarga segera kesana” dan ucapan itu sontak membuat kami semua kaget
“kang…” ucap mang Deni masih terlihat dengan wajah kaget

“kenapa ada apa Den?” tanya ayah, sama kagetnya
“Darma kecelakaan, sekarang ada dirumah sakit, sekitar jam 5 sore tadi, di rumah sakit kota, mobilnya hancur, barusan petugas rumah sakit yang memberi kabar, tabrakanya cukup parah kang” ucap mang Deni
“inalillahi Darma…” sahut nenek terkejut

Sama denganku, ibu dan bi isoh pasti merasakan kaget yang sama. Tidak lama ayah langsung mengubungi temanya agar menjemput mengunakan mobil ke rumah. Nenek hanya melamun dan air matanya mengikuti setiap lamunan nenek.
“mah, kakang, Deni sama Kevin yang berangkat duluan, tunggu kabar ke bi Isoh nanti kakang kabarin yah, Bu... buat nenek tenang dulu yah. Bibi kalau ada apa-apa nanti aku suruh Kardi kesini” ucap ayah dengan tegas
Setelah menunggu tidak lama, teman ayah tiba dengan mengunakan mobil, segera aku, Ayah dan mang Deni menuju rumah sakit kota, sekitar setengah jam lebih perjalanan.
Sampai di rumah sakit, langsung bergegas ke ruangan UGD. Sudah ada Yudi, istri mang Darma, Lisa dan Dewi anak-anak mang Darma.
Ayah tidak henti-hentinya menenangkan istri mang Darma, sementara aku menenangkan Lisa dan Dewi. Mang Deni dan teman ayah hanya duduk dan seolah tidak percaya kecelakaan yang menimpah Darma.
Dari raut muka mang Yudi, jelas terlihat ketidakenakanya kepada ayah menyapapun tidak, tapi dasar memang ayah sangat bijaksana yang menyapa mang Yudi duluan.
“pertemuan yang tidak seharusnya, ayah dan adik-adiknya harus berjumpa dalam kondisi seperti ini, tapi ini aku yakin tidak lepas dari rencana sang pencipta dengan segala kuasanya” ucapku dalam hati
Mang Yudi menjelaskan, Darma baru saja pulang dari luar kota bertemu dengan rekan bisnisnya, mungkin kurang istirahat, disalah satu jalan hutan sebelum masuk kota, sepertinya mang Darma mengantuk dan hilang kendali, terjadilah kecelakaan dekat belokan tajam itu.
Aku hanya memperhatikan dengan baik apa yang diceritakan Yudi, karna Yudi orang pertam yang di tlp oleh istri Darma setelah mendapatkan informasi dari pihak berwajib yang tiba di lokasi kecelakaan.
Segera ayah menemui Dokter yang menangani mang Darma, ayah mengurus segalanya. Setelah keluarga boleh dipersilahkan melihat keadaan mang Darma, aku dan ayah yang pertama. Benar-benar aku tidak tega, kondisi muka nya hampir banyak luka entah kenapa bisa seperti itu.
Bahkan dokterpun menyangkan, bagian kepala mang Darma yang harus seperti itu, setelah pembersihan luka dll, mang Darma dipindakan ke ruangan inap. Aku disini melihat sosok ayah yang menjadi kakak sebenarnya mengesampingkan apa yang telah diperbuat oleh mereka.
Hampir jam 20:00 malam ini selsai mengurusi semuanya. Terlihat sekali ayah bertangung jawab kepada orang yang benar-benar ingin ayah menderita, ada pengecualian mungkin karna adik, walau aku adalah anak yang masih belum bisa sebijaksana itu.
“Den kita ke kantor pihak berwajib, mengurusi mobil Darma, biarkan disini ada Yudi ini.” Ucap ayah sambil pamit kepada Istri dan anak-anak Darma

“baik Kang, aku belum kasih kabar apapun kepada orang di rumah” jawab mang Deni
“kasih kabar sekarang, buat mereka tenang jangan kalimat yang membuat mereka khawatir yah Den”

Aku melihat mang Deni mengabari bi Isoh, memberikan kabar sesuai apa yang disuruh Ayah. Mang Deni terlihat berbicara dengan serius.
Setelah selsai tlp, segera aku, Ayah, mang Deni dan teman Ayah menuju kantor pihak berwajib dimana mobil mang Darma berada untuk mengurusi segala hal.
“Den kondisi Darma seperti itu, bukanya apa-apa Kakang merasa berdosa selama kakang sudah di rumah nenek, tidak pernah datang ke rumahnya, bahkan memberi kabarpun tidak...
...Mamah soalnya pernah bilang, kondisinya belum memungkinkan setelah kejadian kemarin itu.” Ucap Ayah yang duduk didepan, samping kemudi mobil.
“tidak apa-apa kang, mau gimana lagi benar apa kata nenek, lagian itu bukan sepenuhnya salah kakang, tapi apa kata dokter kang barusan?” tanya mang Deni
Aku hanya memperhatikan dan mendengarkan apa yang mang Deni dan Ayah obrolan saja, sambil mengingat kondisi luka dan keadaan mang Darma yang memang benar-benar parah.
“kata dokter, mudah-mudahan malam ini juga Darma bisa melewati masa kritisnya, bagian kepala belakang dan Dada bagian yang parahnya den, secara medis hanya itu yang dijelaskan...
...makanya nanti sekalian mengurus segala hal di kantor pihak berwajib kakang mau minta penjelasanya” jawab Ayah dengan serius
Sekitar 15 menit perjalanan dari Rumah Sakit menuju Kantor pihak berwajib, setelah tiba Ayah, mang Darma dan Teman ayah masuk ke dalam, aku hanya diam menunggu diluar.

Lumayan lama ayah tiba-tiba memanggilku, dan mengajak ke samping kantor.
“kasian kamu sendiri Vin, ayo ikut saja, ayah mau lihat kondisi mobilnya.” Ucap Ayah

Segera aku mengikuti langkah ayah dan satu petugas dari pihak berwajib.
Setelah melihat kondisi bagian depanya yang memang sangat dan benar-benar hancur, sembari tidak hentinya petugas itu menjelaskan dengan sangat logis.
tiba-tiba aku kaget dan teringat lagi kondisi mobilnya hampir sama dengan apa yang pernah aku lihat sebelumnya, hari dimana aku merasakan sakit kepala sore itu, setelah kedatangan Darma dan Yudi ke rumah nenek untuk mengambil berkas2 tanah yang sudah lama mereka inginkan.
Bahkan aku ingat kembali ke kejadian mimpi pertama waktu perjalan ke rumah nenek dengan Darma dalam mimpi itu kejadianya sama tabrakan.
Dan tidak tau kenapa, bisa secara kebetulan lokasi tabrakan mang Darma sama dengan dalam mimpiku sekitaran hutan, walau aku tidak membernarkan lokasinya sama.
“heh Vin kenapa jadi melamun?” tanya Ayah

“hah gimana yah, kaget aku?” ucapku

“kamu malah melamun, ayo kita pulang.” Ucap Ayah

Aku mengikuti langkah ayah dan petugas itu berjalan
“Yah sebentar...” ucapku yang masih belum jauh dari mobil mang Darma itu berada

“kenapa lagi Vin?” tanya Ayah

“sore dimana mang Darma dan Yudi datang aku kan sakit kepala...” ucapku dengan memandang ke arah mobil Darma
“Iyah Deni cerita sama ayah, lalu?” tanya Ayah

“lalu, aku melihat mang Darma datang dengan sosok nenek dan Yudi dengan sosok anak kecil, aku tidak tau kenapa melihat mobil mang Darma yang terparkir dengab mobil Yudi kondisinya sama hancurnya dengan sekarang...
...walau tidak sama-sama amat, lalu sebelum aku berangkat dari rumah aku di perjalanan mimpi kecalakaan dengan mang Darma, lokasinya hampir sama hutan seperti itu sama seperti penjelasan petugas barusan yah.” Ucapku menjelaskan dengan pelan
“iyah pak Kiai sudah cerita sama ayah dan ayah percaya hal itu, tapikan Vin kejadianya itu sudah lama, Ayah tidak menyalahkan mimpi kamu dan tidak membenarkan bisa saja itu hanya kebetulan yah sudah, jangan dipikirkan jadinya kamu ketakutan seperti itu” ucap Ayah menenangkan
Iyah juga pikirku, bisa jadi kebetulan, atau bisa jadi pertanda entah kenapa pikiranku lebih kepada pertanda, walau tidak tau pertanda apa.
Selsai mengurusi segala hal jam 22:00 malam ini aku, Ayah, mang Deni dan teman Ayah segera menuju rumah, di Jalan ayah menjelaskan tabrakan mang Darma murni kesalahan mang Darma karna keluar jalur dengan kecepatan tinggi dan menghantam pengendera mobil lainya di arah lain
Cukup logis karna aku melihat sendiri kondisi mobilnya sendiri dan mirip dengan mimpi juga yang pernah aku lihat.

Tidak lama perjalanan pulang seperti biasanya, lebih cepat dari pada perjalanan berangkat. Tidak terasa dengan kondisi yg lumayan ckp mengantuk sdah sampai di rumah
Benar saja, kata mang Deni sebelumnya di mobil bilang orang di rumah belum bisa tidur menunggu kepulangan aku, ayah dan mang Deni.
Sampai di rumah, sambil minum ayah menjelaskan kepada nenek, ibu dan bi Isoh kondisi Darma dengan rinci dan jelas. Rencananya besok pagi bagian Ibu, nenek dan bi Isoh yang ke Rumah Sakit untuk mengjenguk.
Mang Deni baru saja dari dapur, menyimpan hp nya ditempat biasa, agar dapat sinyal. Baru saja mang Deni duduk, Hp mang Deni berdering kembali.

“angkat dulu Den, siapa tau penting apalagikan sodara kita ada yang sedang di Rs” ucap Ayah
“Kang, apa Darma bisa sembuh cepat, mau gimanapun kelakuan dia, tetap anak Nenek kang... nenek dari tadi kepikiran terus menerus.” Sahut nenek sambil terlihat sangat sedih.

“mudah-mudahan malam ini bisa melewati masa kritisnya yah mah” jawab ayah menenangkan
Tiba-tiba mang Deni datang dengan mata yang sudah merah, terlihat seperti sudah menangis, perasaanku sudah tidak enak. Karna baru pertama kali melihat wajah mang Deni seperti ini.

“Kang...” ucap Deni sambil meneteskan air mata
“Kenapa Den! Ada apa! Jangan bikin kakang kaget kenapa kamu menangis...” ucap Ayah membentak keras

Dan cukup membuat aku, Ibu dan Bi Isoh juga nenek kaget
“Darma meninggal barusan Yudi tlp barusan sekitar 10 menit yang lalu” jawab mang Deni dengan terlihat air matanya terus mengalir

“inalillahi...” ucap nenek yang kemudian menangis
“inalillahi... yasudah tenang dulu, kakang tlp temen barusan suruh membawa dua mobil nyari lagi tenang semuanya, Ibu tenangin Nenek dan bi Isoh siap-siap bawa perlengkapan kita semuayah” ucap ayah dengan mata memerah dan kaget
Aku hanya terdiam mematung! Tanpa kata apapun mendegar kabar itu seolah tidak percaya!

“mang mimum, amang tenang...” ucapku pada mang Deni
Nenek tidak hentinya menangis, kehilangan memang bukan sekedar tangisan ada rasa ikhlas memaksakan yang benar-benar tidak mudah.
Tidak lama teman-teman ayah tiba, semua berangkat ke rumah sakit, dengan keadaan yang kaget, atas kabar dari mang Yudi.
Sampai di Rumah sakit dini hari, dimana waktu berganti, ternyata semuanya sudah siap dan Jenazah almarhum mang Darma sudah siap dibawa ke rumah Duka.
Setelah membereskan admistrasi semuanya, ayah hanya berkata “mang Darma semakin kritis, tidak bisa melewati masa itu, dan dokter sudah melakukan segala hal. Tapi takdir tuhan tidak bisa ditawar, doakan dan ikhlaskan” ucap ayah dengan pelan kepada keluarga.
Segera Jenazah almarhum di bawa ke rumah duka, dan rencana pagi ini juga di kebumikan disamping makam kakek. Ayah dan keluarga tidak henti-hentinya mengaji didekat almarhum, begitu juga aku.
Terlihat pak kiai datang sekitar jam 02:00 dengan anaknya dan ikut mendoakan almarhum. Setelah pagi datang dengan cepat, almarhum di kebumikan.

Selsai mengantarkan almarhum mang Darma pagi ini ke tempat peristirahatan terakhir, pak kiai menyapaku.
“maafkan kasian almarhum hanya itu yang bisa kita lakukan vin...” ucap pak Kiai

“iyah pak kiai...” jawabku
Walau memafkan dan tidaknya hanya hati yang tau, karna mulut bisa berkata apa saja, kenyataanya seperti itu.

***
hari-hari selanjutnya, setelah satu minggu kepergian mang Darma, Ayah memutuskan tanggung jawab Lisa dan Dewi anaknya mang Darma jadi tanggunh jawab ayah dan Nenek dari mulai sekolah dan segala keperluan mereka.
Sementara aku dan mang Deni fokus berkebun kembali, semakin dekat menuju panen sayuran di bulan ke delapan aku berada di rumah nenek tahun ini setelah semua keadaan yang masuk akal hingga sama sekali tidak masuk akal sudah aku lewati disini
Ada kabar dari istri mang Yudi, mang Yudi banyak melamun dan menghabiskan waktu sendirian di rumahnya, walau kematian mang Darma sudah hampir satu bulan lebih.
Sesekali ayah berkunjung ke rumah adiknya itu, tapi tetap tidak bicara sedikitpun, bahkan sama istrinyapun sama sekaki tidak bicara.
Panen sayuran berjalan lancar, berkas-berkas almarhum yang menjadi milik ayah akhirnya kembali dengan caranya sendiri. Bahkan panen terbilang sangat sukses karna ada campur tangan ayah.
Tahun 2010 aku berhasil masuk salah satu istitut ternama di kota kembang, dengan aktivitas tiap bulan pulang untuk mengecek kebun.
karna itu adalah salah satu tujuanku setelah satu tahun kebelakang tertunda dan masuk pada sebuah masalah yang sebelumnya aku tidak mengerti soal Darah Daging, warisan dan kekuasaan.
Setelah 5 tahun mengejar apa yang aku mau, kondisi keluarga dan nenek kembali membaik, walau ayah akhirnya dengan mang Deni mengurusi kebun.
Ada kabar yang tidak baik kondisi mang Yudi tetap seperti itu walau segala cara sudah dicoba dari mulai profesional yang menangani hal kejiwaan sampai ditangani sekalipun oleh pak kiai.
Tetap saja mang Yudi seperti itu, untungnya memiliki istri yang sabar mengurusnya, kadang sesekali mang Yudi hanya bicara sendiri dan bicara soal ketakutan yang tidak jelas.
“balasan” bukan sesuatu hal yang tepat untuk apa yang telah menimpa almarhum mang Darma dan mang Yudi, “pertanggungjawaban” adalah hal yang paling tepat setelah apa yang mereka perbuat, karna semesta dan pencipta selalu tau apa yang pantas untuk apapun yang telah diperbuat.
“batur jadi dulur dan dulur jadi batur” adalah sosok mang Deni selama ini aku rasakan, nothing to lose yang mang Deni lakukan mungkin biasa tapi dalam sebagian perjalan hidupku sampai sekarang luar biasa sekali, isinya adalah pelajaran!
Harta memang bisa membeli segalanya, mungkin. Tapi untuk perjalanan hidupku harta tidak bisa bicara soal ketenangan, bahkan harta apalagi warisan bisa menjadi sesuatu yang kadang tidak pernah masuk diakal sekalipun.
Dan benar-benar bisa menghalakan segala cara, bersekutu dengan mahluk gaib. Sekalipun hanya untuk memuaskan nafsu tanpa nurani.
Dan tuhan selalu punya rencana yang benar-benar berkerja untuk siapapun yang percaya hanya dan kepadanyalah memohon juga meminta.

-TAMAT-
---------

Alhamdulillah, terimakasih untuk yang setia menunggu update cerita-cerita dari gw, “Darah Daging Bagian II” ini akhirnya selsai, setelah cukup lumayan lama dan panjang, selamat menikmati.
Teruntuk aa-aa dan kakak-kakak yang selalu support gw dalam membagikan cerita horror, terimakasih juga kalian terbaik, salam! Kepada pemilik cerita atau Narsum termaksih juga tugas gw selsai di cerita kali ini.
“kadang pelajaran terbaik hadir dari cerita orang lain, dan orang lain bisa belajar dari cerita kita, pelajaran memang punya cara tersendiri untuk datang kepada kita sekalipun cerita menyeramkan” — Qwertyping
Kalau cerita ini kiranya baik untuk bagikan silahkan bagikan kepada keluarga, teman, dan kepada siapapun, karna berbagi selalu menyenangkan, sekalipun berbagi sebuah cerita.
Follow @qwertyping
-----
Typing to give you story! Beware! They can be around you when you’re reading the story! Love you and enjoy.
------
@bacahorror @ceritaht @IDN_Horor

#bacahoror #bacahorror #ceritahorror #ceritahoror
Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh.

Keep Current with Horror(t)hread

Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

Twitter may remove this content at anytime, convert it as a PDF, save and print for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video

1) Follow Thread Reader App on Twitter so you can easily mention us!

2) Go to a Twitter thread (series of Tweets by the same owner) and mention us with a keyword "unroll" @threadreaderapp unroll

You can practice here first or read more on our help page!

Follow Us on Twitter!

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3.00/month or $30.00/year) and get exclusive features!

Become Premium

Too expensive? Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal Become our Patreon

Thank you for your support!