- Sebuah Saksi Pembalasan -
[ Horror(t)hread ]
"Tidak pernah benar-benar berakhir. Kesakitan, Penyiksaan adalah dendam masa lalu yang menyedihkan."
----------
@bacahorror @ceritaht @IDN_Horor
#bacahorror #bacahoror #ceritahoror #ceritahorror #horrorstory
Bismillahirrahmanirrahim, selamat menikmati.
-Sudut pandang Purnama-
Sebuah Saksi Pembalasan
“walaikumsalam, nah ini Purnama baru pulang Kar, mending obrolkan saja langsung pada anaknya Kar…” ucap Bapak
“begini Pur, kondisi istri amang yang semakin hari semakin menurun, barusan bahkan amang abis dari Bah Sura. Amang mau tidak mau, harus ada dulu setiap hari di rumah...
“tidak apa-apa tidak usah terburu-buru juga Pur, ini amang minta tolong sekali...
“eh Pur, lupa abah kapan ketemu kang Mamad itu majikan kamu katanya makasih bgt kamu kerjanya bisa diandalkan terus, begitu” ucap Abah masih fokus matanya pada buku yang Abah penggang
“udah ngobrol langsung kamu? Sebelumnya siang barusan Karta sama Istrinya kesini ke Abah datang, tapikan Abah bukan dokter Pur...
“Bah tapi inikan beda Purnama akan datang ke kota yang dari kampung ini saja pasti lebih dari 3 jam menuju ke kerjaan kang Karta itu...
“ketakutan itu wajar Pur, kamu pertama kali akan pergi meninggalkan kampung, Bapak, Ibu dan Abah...
“kebalik harusnya Ibu, Bapak dan Aku yang jagain Abah hehe” jawabku sambil becanda
“yaudah besok kamu berangkat ke toko kang Mamad abah ikut sekalian, memang disuruh mampir ke tokonya juga” jawab Abah sambil berjalan menuju kamar tidurnya
***
Abah langsung berjalan menuju rumah kang Mamad majikanku yg kebetulan rumahnya dibelakang, jdi tidak terlalu jauh
“Purnama, Abah sudah ceritakan semuanya, memang sulit sebenarnya saya harus mencari lagi orang seperti kamu, bagaimanapun ada orang yang lebih membutuhkan...
“terimakasih pak, aku mengikuti saja gimana bagusnya kata Bapak...” ucapku pelan
Segera aku terima dengan senyum yang sebenarnya aku ingin menangis dalam hati, mau bagaimanapun tempat inilah dan keluarga
“terimakasih banyak Pak, nanti juga aku bakalan kesini lagi, kalau urusan kang Karta sudah selsai, mudah-mudahan istrinya cepat sembuh” ucapku
“itu motor bawa saja dulu biar besok atau lusa bapak suruh orang untuk ambilnya, lumayan buat dipakai sama yang lain yah.” Ucap kang Mamad
“iyah Bu doakan yah…” jawabku
***
Perlahan aku meninggalkan rumah dan kampung halaman, tapi aku pasti tau bagaiamana caranya nanti untuk kembali,
Turun dari Ojeg setelah melewati tiga kampung halaman, karna memang rumahku adalah paling ujung lumayan cukup lama dengan jalan yang sangat jauh dari kata bagus,
Aku cukup hapal jalanan sampai sini saja, karna bekas pekerjaan aku yang sebelumnya mengantarkan sembako-sembako ke warung-warung, mang Karta masih belum berbicara apapun,
“iyah Pur, nanti saja amang jelaskan semuanya di rumah majikan saja sambil amang kasih tau semuanya yah.” Ucap mang Karta
Mang Karta terlihat sangat lelah, dan perlahan memejamkan matanya sambil bersandar di kursi penumpang.
“iyah Pur, maaf amang di jalan barusan benar-benar lelah kurang istirahat, ini kota nya Pur kamu hapalkan saja angkutan ini sama Bus jurusan tadi lagian gampangkan yah” jawab mang Karta
Segera angkutan umum yang aku dan mang Karta tumpangi berjalan dengan pelan, sambil menaikan penumpang lainya juga.
“20 menitan paling Pur kalau pagi begini biasanya suka macet” jawab mang Karta singkat
“iyah mang suasana baru buatku, mudah-mudahan aku bisa mang dan cepat terbiasa” jawabku
“ayo turun Pur...” ucap mang Karta
Langsung aku kembali mengikuti langkah mang Karta dan mang Karta
membayar ongkos angkutan umum itu.
“nah ini dia perumahanya Pur...” ucap mang Karta sambil berjalan
“iyah, ayo jalan kaki lumayan ke dalam bahkan paling ujung rumah tempat amang kerja” sahut mang Karta
“yang warna putih tua itu mang?” tanyaku
“benar, ayo sebentar lagi, maaf yah kalau cape Pur” ucap mang Karta
Mang Karta langsung memencet bel yang sudah tertempel disamping pagar, beberapa kali, tidak lama ada suara orang yang membuka gerbang
“eh kirain siapa, tumben Kar hari ini kirain mau besok, gimana kondisi istri kamu di kampung ayo masuk...”
“kemarin Ibu nanyain kamu, katanya tiga hari lagi, engga tau bapak duluan yang datang kesini pulang atau ibu, sudah pengen ada yang jemput di rumah sodaranya...
“nanti Purnama saja yang jemput, Pur bi Inah ini selama kamu disini anggap saja adalah ibu kamu yah...
Tiba-tiba bi Inah terkejut dengan pertanyaan aku, entah kenapa tatapanya langsung mengarah ke arah mang Karta, aku merasa bersalah dengan apa yang aku tanyakan.
“alhamdulillah, bibi jadi tenang. Dan satu lagi ini yang lebih penting dari aturan pertama tadi, di atas ada Nek Raras yang sedang sakit, ibunya dari Ibu Sekar yaitu majikan perempuan...
Bahkan aku tidak mengerti hal apa yang membuat mang Karta menjadi seperti itu
“tidak apa-apa Purnama, ada bibi ini tenang kamu juga bakalan bibi anggap seperti anak bibi sendiri yah Kar” jawab bi Inah
“lama sekali Pur, kata bi Inah jauh sebelum bi Inah pertama kali kerja disni Nek Sekar sudah sakit seperti itu, hanya terbaring di kamarnya saja...
“iyah Bi...” segera aku berjalan cepat mendekat pada bi Inah
“malah melamun kamu, bibi lupa bilang kalau sudah jam 8 malam nanti, hidupkan air mancur yang didepan yah, sebentar lagi hidupkan...
“air mancur yang mana Bi?” tanyaku, karna memang aku tidak melihat air mancur di halaman depan rumah ini
Setelah itu aku langsung berjalan ke arah dimana bi Inah sudah menjelaskan barusan,
Berjalan sambil masih belum percaya dengan bentuk bagunan yang megah seperti mempertahankan bagunan jaman belanda bagian depan rumah ini
Benar saja sudah ada dua tombol yang sebelumnya bi Inah bilang,
Tidak lama bi Inah keluar dari pintu yang terhubung antara dapur dan rumah utama.
“baru selsai bibi pur...” ucap bi Inah, sambil langsung menuju tempat cuci piring
“oiyah bi, lumayan lama yah Nek Raras makanya.” Ucapku dengan spontan
Tiba-tiba bi Inah menatap padaku dengan tajam, seperti ingin marah, bahkan aku juga dibuat kaget dengan sikap bi Inah yg jadi seperti itu
“hah maksudnya bi? Maafkan kalau aku salah bicara aku tidak paham maksudnya barusan hanya bertanya saja, lagian aku pikir Nek Raras makan malam barusan sambil melihat ke arah kolam...
“Nek Raras sudah tidak bisa bangun, dia hanya berbaring Pur... sensitif sekali membahas Nek Raras tidak baik...
“baru saja mau bi, tunggu sebentar...” ucapku sambil membuka pintu kamar
“ini alamat besok untuk kamu jemput ibu jam 10 pagi yah, barusan ibu tlp dan bibi sudah kasih tau Purnama yang akan jemput...
“kenapa bi? Sepertinya bibi kebingungan, bi Ibu orangnya seperti apa aku takut salah bicara bi, seperti barusan aku pada bibi” tanyaku
“lalu ibu dan baru pertama kali dengan nada baik bilang; bilang sama Purnama Ibu besok pengen sekalian ngobrol, 8 tahun yang lalu bibi ingat nada baik seperti itu yang pernah bibi dengar Pur, makanya bibi heran...
Baru saja terlelap, aku terbangun lagi, melihat jam baru jam 11 malam lewat, sebentar sekali pikirku barusan aku terlelap,
Segera aku berjalan ke arah pintu yang sudah terbuka itu, baru saja baru mau membuka pintu itu,
***
“iyah Bi ini sudah bangun” ucapku sambil membuka pintu, yang semalam lupa tidak aku kunci
Dan kenapa tiba-tiba aku ingat kejadian semalam, dengan suara itu dan kejadian pohon yang bergoyang
“eh engga bi... ini masih mikirin jalan, buat nanti jemput Ibu” jawabku berbohong, karna kaget juga barus saja mikirin soal mau cerita ke bi Inah atau tidak
“apa itu Nek Raras yang melihatku di atas sana” ucapku, kembali turun dari mobil dan melihat kelantai 2 rumah, pada jendela utama lantai 2 yang besar itu, tapi tidak ada siapa-siapa,
Segera aku masuk kembali kedalam mobil, setelah mobil keluar gerbang, ketika aku akan menutup gerbang, wanita yang sebelumnya aku lihat, berjalan sangat pelan,
“bisa jalan gitu yah bi Inah, segala pelan-pelan sekali” ucapku masih heran, tidak terlalu aku ikuti dengan apa yang barusan aku lihat.
Sampai di pos security, ternyata ada pak Anton yang jaga, segera aku turun bersalaman dengan sopan pada pak Anton dan bertanya alamat jalan yang akan aku tuju,
“jadi ingat tiga tahun lalu, pertama kali Karta bertanya alamat begini ketika awal kerja dengan Ibu Sekar, sama percis sekali dengan kamu Purnama hehe bertanya alamat...
“iyah pak, aku juga di suruh mang Karta betanya saja sama Security” ucapku berbohong, untuk semakin akrab dengan pak Anton
Bahkan pak Anton juga mengetahui tentang sedang sakitnya bi Enah istri mang Karta di rumah, aku semakin percaya dengan apa yang dikatakan pak Anton,
Melihat jam di mobil masih banyak sekali waktu,
Kota dengan segala kesibukanya adalah kesan pertama yang menyapaku dijalanan, dengan mungkin segala tujuan mereka masing-masing,
“masih ada 20 menit lagi, hebat sama dengan karta selalu datang jauh sebelum Ibu keluar rumah” ucap mang Rusdi
“baik mang aku kesana dulu, terimaksih obrolanya hehe” ucapku, langsung menemui Ibu sekar
Anak umur yang aku tebak palingan baru kelas 4 sekolah dasar,
Setelah melewati gerbang dan pamit kepada mang Rusdi, aku dan Ibu sudah ada didalam mobil, Ibu duduk di kursi belakang dengan santai. Dan buatku tidak cukup tegang dari sapaan petama yang ibu ucapkan.
“bagaiamana enaknya Ibu saja, biasanya cukup Pur saja bu” ucapku dengan sopan
Memang pekerjaanku mengemudi bukan untuk mengobrol, ucapku dalam hati.
Tadinya aku ingin tau Ibu punya berapa anak, kenapa De Sita tidak ikut, pekerjaan Ibu dan Bapak apa dan masih banyak lagi,
“bagaiamana semalam dan hari pertama kamu kerja Pur, baik-baik saja bukan tentang rumah Ibu?” tanya bu Sekar
“baik bu alhamdulillah, rumah yang sangat nyaman apalagi bi Inah mengajrkan banyak hal tentang apa saja yang harus aku kerjakan di rumah” jawabku
“syukurlah, walau ibu tau kamu tidak bisa bersembunyi dalam rasa takutmu itu Pur” ucap bu Sekar
“maksudnya bu...” tanyaku perlahan
“baik bu...” ucapku, kemudian kembali fokus menyetir
Tidak lama aku sudah kembali memasuki perumahan dan sampai di rumah jauh lebih lama dari pada perjalanan berangkat.
“saya nyaman dengan cara menyetir kamu Pur, begitu saja tidak usah buru-buru kecuali saya yang meminta.” Jawab Ibu, kemudian masuk lewat garasi dan bareng dengan bi Inah membawakan tas dan berkas-berkas ibu
Ketika sore hari bi Inah menyuruhku mengambil stock bahan-bahan dapur,
Sampai di toko yang di tuju segera aku memasukan semua belanja dapur, ke belakang mobil, karna memang sudah dipisahkan.
Aku masih pokus menurunkan dan setelah selsai aku memindahkan belanjaan seperti beras, minyak dll itu ke dapur.
“malah melamun... ayo setelah itu solat dan makan Pur...” ucap bi Inah, benar-benar membuat aku kaget bukan main
“duh! Bibi kaget aku” ucapku
“kan masih terang sama lampu luar bi, lagian aku lupa barusan, oiyah barang belanjaan sudah lengkap sudah aku simpan disana” ucapku, sambil menunjuk ke arah dapur
Selsai solat Magrib di Mushola, walau waktunya hampir berakhir. Benar saja bi Inah sudah tidak ada, mungkin menyipakan makan untuk ibu dan nenek
“sudah Pur, sok habisin aja, itu ayamnya sengaja, kasian pasti lelah hari ini” ucap bi Inah, yg kemudian masuk kembali kedalam rumah sambil membawa buah-buahan
Aku melihat ibu duduk sambil sesekali tanganya mengasih makan ikan-ikan itu dengan duduk santai di kursi, yang tidak sama sekali melihat keredaan aku
“ada apa sebenarnya dengan rumah ini” ucapku dalam hati.
Tidak cukup soal darah dan lamunan aku jadi kacau kemana-mana menebak aturan rumah yang aneh dan gangguan perasaan takut yang aku ikuti jiwa egoisku mungkin itu saja.
“ampunnn sakit...”
Tiba-tiba ada suara kencang, segera aku bangun dan duduk di kasur untuk memastikan suara itu datangnya dari mana.
“aaaaaa... sakittt...”
“Diam! Diam kamu! Diam disana... Diam!!!” teriak Nenek tua, ketika berbalik arah Nenek itu ke arahku, aku bi buat kaget, benar-benar kaget dengan apa yg aku lihat
“hah... hah... hah...” ucapku
***
Selsai menyiram, aku makan bersama bi Inah.
“boleh bi, apa itu?” jawabku dengan tenang
“aneh bagaimana bi...” ucapku, yang sudah tidak enak, karna baru semalam mengalami hal-hal yang jauh dari nalarku
“tidak apa-apa jujur saja bibi tidak akan marah dan sebelumnya juga bibi sudah bilang tidak apa-apa kamu masuk hanya untuk melihat, tapi tidak mungkin juga kamu melihat ke dalam rumah di waktu semalam itu...” ucap bi Inah
“aku sudah membuka pintu itu sedikit, niatnya mau masuk kedalam, tapi aku ingat omongan bi Inah dan aku urungkan niat itu, aku mengikuti saja aturan yang ada disini bi” ucapku dengan pelan
“Pur antarkan Ibu malam ini ke rumah sodaranya itu, mau menjenguk De Sita katanya sakit, kata ibu kamu juga udah bertemu bukan?” ucap bi Inah
“iyah sekarang, kadang ibu seperti itu suka dadakan barusan ketika bibi ngasih makan Nek Raras bilang, nanti bibi saja yang menutup pintu garasi sama gerbang” ucap bi Inah
“ayo Pur jalan saja sekarang langsung” ucap Ibu, sambil memasuki mobil
“baik bu...” jawabku
“pakai saja telepon yang di dapur itu, kabari keluarga kamu di kampung, pasti rindu sekali dengan anaknya, sama seperti saya semua orang tua itu” ucap Ibu
Dan tidak ada sama sekali jawaban dari Ibu, “bodoh sekali aku harus bilang seperti barusan” ucapku dalam hati.
Tidak lama aku sudah memasuki perumahan, dimana rumah sodara ibu yang di tuju. Dan tidak lama, mang Rusdi kembali membukan gerbang dan tersenyum ke arahku.
Karna memang sudah sangat malam juga, segera aku parkirkan mobil dan pamit juga pada mang Rusdi.
“lain kali yah mang, Ibu langsung menyuruh aku pulang” jawabku sambil bersalaman pada mang Rusdi
“cepat sekali Pur, kalau mau makan udah ada Pur, bibi gak kuat baru saja mejam barusan mau tidur lagi” ucap bi Inah
Segera aku masukan mobil kedalam garasi, memastikan gerbang sudah dikunci dan memngunci garasi, ketika aku melihat ke arah belakang mobil.
Langsung aku lap-lap. Tiba-tiba lampu garasi mati begitu saja, membuat aku kaget bukan main. “tumben” pikirku.
Bisa berubah begitu, apa bi Inah yang membenarkan, ucapku dalam hati. Selsai mengelap bagian belakang mobil,
“apa ada yang koslet listrik nya ini” aku berjalan kembali ke arah on/off listrik. Aku tekan-tekan tidak hidup masih gelap, sekali aku tekan, menyala,
Segera aku berjalan cepat meninggalkan garasi, berjalan sangat cepat!
Apalagi posisinya duduk, di kursi yang sebelumnya aku punya niatan untuk aku bersihkan. Karna masih takut, segera aku masuk kamar, melihat jam sudah dini hari.
***
“asalamualikum mang Dadang, ini Purnama...” ucapku
“baik mang 20 menit lagi aku tlp lagi yah” jawabku, sambil tlp tiba-tiba mati.
“sudah Pur, tlp orang di kampungnya, kenapa lampu garasi kamu hidup matikan begitu” tanya bi Inah heran
Sudah satu kali aku hubungi tidak diangkat, aku coba sekali lagi. Baru terangkat.
“walaikumsalam...” benar-benar suara yang aku kenal sekali, dari serak-seraknya dan dari nadanya aku tau ini adalah Abah
“alhamdulillah sehat, istri karta juga sehat sekarang sudah mulai membaik walau...
“bah! Aku sudah tidak kuat, aku pengen cerita di rumah ini aneh...
Aku bahkan tidak menyangka Abah akan langsung percaya dengan apa yang aku omongkan,
Kemudian tiba-tiba telpon terputus begitu saja, segera aku hubungi kembali dan tersambung
“abah disni berdoa utuk keselamatan kamu, jangan ikuti rasa penasaran kamu, jika jatah kamu di rumah itu adalah untk membuka semua luka lama yang pernah keluarga majikan kamu lakukan, lakukan!...
***
“eh bibi kaget aku, sudah bi alhmadulillah pada sehat, dan Abah juga senang dapat kabar dari aku...” ucapku masih saja memikirkan apa yang sebelumnya abah ucapkan
“denger cerita dari Karta, katanya abah Purnama bisa nyembuhin orang sakit gitu yah, pake cara-cara tradisional, katanya juga abah Purnama bisa gitu sama hal-hal gaib, bener itu Pur?” tanya bi Inah tiba-tiba
“jujur bi walau aku cucu yang paling dekat dengan Abah, malah aku tidak terlalu tau walau benar suka banyak orang yang datang ke rumah Abah...
Bi inah kemudian terdiam, dan langsung mengelengkan kepala saja.
“tidak apa-apa Pur, lagian bukan urusan kita, bibi hanya merasa kasian saja dengan sakitnya nenenk, bibi sudah 8 tahun disini dan sudah bibi bilang sama kamu...
Aku langsung terdiam! “apa bibi sama denganku gangguan yang sama” ucapku dalam hati
“karna bibi tau betul, kejadian malam pertama kamu disini ketika kamu sejujur itu menjelaskan kepada bibi...
“maaf Purnama, awalnya bibi mengira hal lain kepadamu dan tidak terlalu percaya Karta, tentang kamu yang memang sangat baik...
“bi kursi yang digarasi itu?” tanyaku sambil menunjuk ke arah garasi
“iyah kursi itu, semenjak bibi kesini sudah tersimpan disitu Pur, bibi bahkan tidak tau sama sekali, tapi pernah satu waktu amang kamu mau membuang kursi itu...
“maaf sekali Bi, bibi awal bisa kerja disini bagaimana?” tanyaku
“iyah Pur, karna tahun 1997 Ibu bibi meninggal masih ingat dengan tahunnya, dan di tahun itu juga Nek Raras pidah kesini... .
“baiknya sekarang gimana yah bi? Sudah lama sekali ternyata yah bi, maaf aku baru tau bi dan seharusnya mungkin aku tidak tau” ucapku, penuh rasa tidak enak
Aku langsung terdiam, apa secepat ini aku mengetahui hal ingin aku ketahui tanpa harus bertanya,
Kemudian bi Inah tatap meteskan air matanya, aku tidak kuat melihat orang tua seperti bi Inah yang sudah seperti ibuku sendiri ini.
Lama sekali obrolanku hari ini dengan bi Inah dan ini pertama kali obrolan itu terjadi dengan hangatnya,
Segera aku ke kamar, untuk memastikan apa yang sebelumnya Abah katakan soal Tasbih yang sebelumnya sudah Abah simpan di Tas
***
“turun dulu Pur... ini ada tlp dari kang Dadang, katanya sodara kamu dari kampung” teriak bi Inah
“mana bi...” ucapku
“sebentar lagi tlp lagi, tunggu aja disini, bibi mau nyapu bagian dalam rumah” ucap bi Inah
“asalamualaikum...” ucapku
“ya Allah, maaf bah lupa aku, iyah yah sekarang sudah 5 hari, maaf bah, gimana-gimana bah?” tanyaku
“Dendam bagaimana bah maksudnya?” tanyaku
“sepertinya ada luka lama Pur, luka kesakitan, luka penyiksaan. Tapi abah tidak mau suudzon...
“iyah bah, darri teriakan yang pernah aku dengar, terus ada mimpi dengan sosok bi Inah yang mau entah bagaiamana sosok nenek tua itu membawa gunting, mukanya menyeramkan sekali...
Tiba-tiba abah terdiam, tidak ada suara sama sekali.
“Bah... Bah...” ucapku
Aku hanya setuju dan mengingat surah yang abah berikan, setelah itu abah bercerita juga soal ibu dan bapak aku yang baik-baik saja bahkan tidak tau persoalan ini.
Selsai tlp dari Abah aku langsung ke kamar dan menuliskan surah yang abah berikan, di kamar aku berpikir tentang Dendam yang Abah bicarakan, apa memang ada luka lama, seperti apa Dendam tersebut.
Sampai sudah empat hari dari tlp Abah itu, benar-benar tidak ada kerjaan sama sekali,
Solat malam terus aku lakukan walau tidak pernah pada jam yang sama, karna memang istirahat yang aku lakukan benar-benar cukup.
“bapak emang jarang di rumah yah bi hampir mau satu bulan aku disini baru bertemu dengan bapak?” tanyaku
“kenapa bi?” tanyaku semakin penasaran
“inallilahi, aku benar-benar baru tau bi, mang Karta tidak pernah cerita sampai sedalam ini.” Ucapku
Aku benar-benar tidak menyangka sampai anaknya Ibu sekar sampai harus meninggal, walau aku percaya itu takdir.
Segera aku masukan kedalam tong sampah, tidak lama terdengar gerbang terbuka, dan suara klakson mobil. Itu pasti bapak.
“Purnama... ibu cerita banyak soal kamu, Sujoni panggil saja saya Joni. Bi kalau anak lelaki aku masih ada mungkin sudah sebesar dia yah?” ucap pak Joni
“iyah pak Purnama ini masih muda baru keluar sekolah kemarin SMA nya, kalau saja sekolah tapi lebih memilih kerja karna kondisi keluarga pak, sama dengan aku di kampung namanya juga pak hehe” ucap bi Inah
“hei Pur sini, kenapa lewat situ, engga lewat dalam saja” ucap Pak Joni
“sudah berkali-kali bapak sarankan untuk ke orang bisa selain medis, tapi ibu selalu bersikukuh semuanya baik-baik saja. Kenyataanya sudah banyak yang bapak temui, nenek dihantui rasa bersalahnya sendiri...
Aku sangat kaget dengan tau kondisi nek Raras, bahkan entah kenapa tiba-tiba suasana jadi menyeramkan, suasana yang sebelumnya pernah aku alami.
“cerita almarhun Ibunya bi Inah seperti apa pak maaf, karna Abah di kampung juga sama, bilang ada Dendam luka lama, dan kesakitan pak...
Bapak terdiam, kembali tatapanya kosong, tidak seperti sebelumnya yg begitu sangat asik ketika bercerita banyak, keluarganya dan tentang sosok anaknya yang sudah almarhum itu
Aku masih diam, tidak berani lagi bertanya kepad pak Joni, karna dari ucapnya sangat dalam.
...tiga tahun sebelum nenek sakit parah seperti sekarang. Bukan waktu yang sebentarkan? tapi saya selalu percaya pasti ada kesalahan atas semua ketidakwajaran dari semua hal ini, kamu percaya Pur?...
“iyah pak, itu sangat lama dan memang sesuai bi Inah juga bercerita tahun 1997 itu ibunya meninggal dan bi Inah ikut pindah kesini untuk merawat nek Raras...
“tidak apa-apa Pur tidak selalu kamu minta maaf kepada saya, lagian tidak tau kenapa juga biasanya saya tidak mau mengingat hal ini kembali...
“bi ini purnama... bi...” ucapku membangunkan bi Inah
Segera aku dengan cepat mengabil air minum dan obat, tidak lama bi inah meminumnya dan kembali tertidur,
Tidak lama aku langsung saja solat malam, dan tidak lupa mendoakan Ayu seperti apa yang dibicarakan pak Joni, benar-benar ketika sedang bersila di mushola,
***
“Pur, bikinkan sarapan bubur untuk Raras, itu bahan-bahanya sudah ada dekat kompor, kamu pasti bisa mudah kok, bibi tidak kuat...
“tidak apa-apa aku yang buat buburnya bi dan aku yang mengantarkanya?” ucapku kaget
***
“bi sudah siap makananya, aku buatkan juga buat bibi ini kalau tidak enak maaf yah bi” ucapku, sambil menyimpan di meja kamar bi Inah
“obatnya ada di dekat meja kamar nek Raras sudah rapih apa yang ada di meja itu ambil satu-satu pur yah...
Aku kaget dengan darah yg diucapkan bi Inah. Segera aku berjalan keluar kamar bi Inah, dan untuk pertama kalinya setelah satu bulan hanya krg beberapa hari saja di rumah ini
“bismillahirohmanirohim...” ucapku yang segera membuka pintu dan langkah pertamaku masuk langsung disuguhkan dengan keindahan isi rumah yang begitu mewah
Langsung aku membuka pintu kamar “asalamualaikum...” ucapku sambil masuk, dan melihat isi kamar nek Raras.
Segera mataku melihat ke arah pintu dan berbalik badan “tidak ada siapa-siapa tidak ada angin juga” ucapku dalam hati yang kemudian menutup kembali.
“inalillahi, ya Allah...” ucapku pelan sambil melihat kondisi nek Raras dengan bagian muka yang sudah tidak utuh normal.
Apalagi dibagian pipinya yang sudah tidak kencang lagi kulitnya itu, ada darah dari goresan luka yang keluar, masih sangat segar.
Melihat pakaian yang dipakai nek Raras masih terbilang rapih, belum selsai aku dibuat kaget lagi,
Tidak hentinya-hentinya meminta pertolongan dari yang kuasa, sambil melihat tidak lepas dari suara ketawa nek Raras yang semakin mereda dan tiba-tiba juga,
“alhamdulilah” ucapku dengan napas yang sudah tidak tenang.
Bahkan beberapa menit yang sudah aku lewati di kamar nek Raras ini sama sekali tidak membuatku paham dengan apa yang sudah terjadi.
Tidak lama setelah ucapnku itu, nek Raras membukan mata dengan perlahan. Dan melihat ke arahku.
“iyah nek, nanti selsai makan, aku bersihkan kemudian nenek minum obatnya yah” sahutku pelan mengimbangi suara dari nek Raras
Tangan yang sudah tua dan hanya tersisa daging sedikit karna bagian tulang-tulang yang hampir kelihatan itu tiba-tiba terangkat dengan pelan,
“itu purnama, itu...” ucap nek Raras dengan perlahan
“itu... lihat di cermin...” ucap nek Raras sangat pelan
“ituuu... lihat lagi...” ucap nek Raras dengan suara yang sama seperti barusan
Segera aku balikan badan kembali ke arah belakangku dimana dari arah cermin terlihat sosok wanita itu, ketika berbalik melihat disampingku tidak ada siapa-siapa!
Aku berdiri dan berjalan ke arah meja yang sudah banyak tersimpan onat-obatan juga tulisan tanggal dokter,
“sepagi ini kejadian semakin aneh telah aku lihat” ucapku dalam hati sambil mengambil satu persatu obat
“semua saja purnama minumnya nenek” ucap nenek dengan sedikit jelas ucapanya kali ini
Kemudian aku bersihkan kembali dengan perlahan dan nel Raras kembali meneteskan air matanya lebih banyak dari sebelumnya. Mungkin menahan rasa perih, pikirku.
Kembali aku bersihkan hampir sudah empat kali aku bulak-balik membersihkan darah. Baru semuanya benar-benar berhenti seketika.
“iyah pak, bi Inah lagi engga enak badan jadinya aku yang memberi makan dan juga obat buat nek Raras...” ucapku, masih kaget kapan pintu itu kembali terbuka!
Setelah itu kemudian aku bicara kepada nek Raras untuk pamit, dan Nek Raras minta untuk dibukakan goden kamarnya dan menyuruh aku jangan mematikan lampu kamarnya.
Segera aku keluar dan bapak yang menutupkan pintu.
“kasian... banyangkan sudah dengan waktu yang cukup lama nek Raras terbaring dengan sakitnya itu, sesekali bangun...
Aku tidak menjawab hanya mengangukan kepala saja,
“ini keluarga dari nek Raras, ini ayahnya ini ibunya nek Raras, anak satu-satunya Nek Raras itu...
“masih ada seperti keturunan belanda yah De sita juga pak, apalagi ibu juga mirip dengan Nek Raras” ucapku sambil memeperhatikan foto yang sebelumnya sudah aku lihat,
“iyah jelas Pur, bapaknya nek Raras itu belanda keturanan seperti itu, dan soal cerita yang semalam saya ceritakan dijamanan inilah Ayu meninggal...
“kenapa kamu jadi melamun Pur, sudah bilang saja sama bi Inah jangan buatkan makan untuk saya, nanti saja saya makan diluar sambil mau berjumpa dengan kawan...
Tidak ada jawaban apapun lagi dari bapak, hanya mengelangkan kepala berkali-kali.
Aku melihat bi Inah sudah bangun dan duduk di meja makan, hanya melamun dengan tatapan kosong. “bi aku baru saja selsai” ucapku langsung duduk dihadapan bi Inah.
“bibi kenapa jadi melamun begitu” tanyaku
“lalu bi...” tanyaku karna sepertinya bi Inah akan berbicara hal lainnya
“lalu entah kenapa Ibu bibi almarhum...
“sudahlah bi, ibu bi inah mungkin minta di doakan saja sama bibi...” ucapku menenangkan suasana
Lalu aku menjelaskan, membersihkan lukanya berkali-kali,
Tidak lama aku buang bekas tisu-tisu yang penuh dengan darah itu ke tong sampah depan rumah,
Segera aku siapkan mobil yang akan digunakan bapak hari ini,
“bagiamanapun kursi ini, mungkin beberapa benda yang pernah jadi saksi...” ucapku
Setelah selsai meyiapkan mobil dengan segalanya, aku kembali beristirahat dan mulai melihat bi Inah melakukan aktivitasnya, walau sangat jelas badanya masih lemas sekali.
“tidak usah Pur, nanti nenek sendiri... tidak apa-apa siangan dikit juga bibi sembuh” ucap bi Inah kemudian duduk di meja makan
Tiba-tiba muka bi Inah semakin pucat, tidak tau kenapa, tatapanya masih saja kosong seperti memikirkan sesuatu
“iyah bi tau, kasian sekali nek Raras harus mengalami sakit seperti itu” jawabku
“entah kenapa bibi masih kepikiran soal mimpi itu, tidak seperti biasanya” ucap bi Inah dengan tatapan kosong
“apa gara-gara mimpi itu bibi jadi sakit seperti ini juga yah pur...” tanya bi Inah
Kemudian aku tinggalkan masakanku, untuk mengeluarkan mobil bapak terlebih dahulu,
“sudah tau soal kursi itu Pur?” ucap pak Joni yang masih mematung melihat ke arah kursi itu
“belum pak kenapa memangnya” jawabku
“dulunya, kursi itu dari rumah nek Raras kemudian pindah kesini dibawa, itu kesayangan kursi ibunya nek Raras dulu...
“tapi kenapa pak?” tanyaku semakin penasaran
“setelah sakitnya menginjak 6 bulan di rumah ini, nek Raras sering teriak-teriak sambil menunjuk kursi itu...
Segera aku membukakan semua pintu garasi, dan mengeluarkan mobil bapak, membukakan gerbang, dan tidak lama juga bapak pergi
walau aku juga tidak benar-benar mengerti maksud dari apa yang aku alami ini untuk apa dan kenapa aku.
***
Bi Inah sudah duduk di kasur kamarnya.
Kemudian perlahan bi Inah berjalan pelan denganku, keluar dari kamarnya dan aku membantu apapun yang akan bi Inah kerjakan hari ini.
“tidak apa-apa bi niatku, membantu mang Karta adiknya ibu aku di kampung makanya aku insallah ikhlas...
ucap bi Inah
Bibi tersenyum dengan kelihatan bahagia dan tidak tau kenapa padahal apa yang aku ucapkan biasa saja
Cukup membuatku mengangukan kepala,
Siang ini bi Inah yang kembali melakukan aktivitas seperti biasanya,
Segera aku menuju meja makan dan seperti biasanya makan hanya berdua saja dengan bi Inah, yang sudah aku anggap seperti ibuku sendiri ini.
“kondisi nek Raras semakin tidak baik Pur... bahkan barusan sudah kembali tidak mau meminum obat...
“aku berkali-kali bi, bulak balik dari wajah ke tangan begitu saja, makanya banyak, kapan dokter itu datang lagi bi?” tanyaku pada bi Inah
Deg! Tiba-tiba aku teringat pada kejadian pagi tadi soal sosok wanita yang aku lihat di cermin
“tidak tau kenapa, barusan hanya menunduk, dan berkali-kali menunjuk ke arah cermin, bibi lihat tidak ada apa-apa sama sekali” ucap bi Inah menjelaskan dengan penuh keheranan
“kenapa kamu jadi melamun Pur...” ucap bi Inah sambil menepuk lengan aku
Padahal bukan itu yang aku pikirkan malah sosok perempuan yang sudah beberapa kali aku lihat Tidak lama telepon dapur berbunyi dan bi Inah langsung berdiri
“ibu barusan Pur, katanya malam ini pulang ke rumah, baru sebentar lagi akan berangkat dari rumah sodaranya, bareng bapak” ucap bi Inah
“iyah Pur memang begitu, apalagikan De Sita memang sudah hampir 2 th tinggal dirumah sodara ibu jadi kebanyakan ibu disana...
“apalahi 2th kebelakang setelah De sita hampir bisa dikatakan sering melihat hal-hal yang tidak masuk akal, bahkan pernah sakit parah yang tidak masuk akal dulu...
Bi Inah benar-benar mengetahui jelas dan detail soal keluarga ini, masuk akal karna hampir 8th lebih juga,
Bi Inah menyuruh aku istirahat duluan saja, karna mungkin kondisinya bi Inah sudah semakin membaik bahkan sudah istirahat lebih lama jadinya bi Inah masih sangat segar.
“Purnama... bantu-bantu barang bawaan bapak dan ibu di garasi...” ucap bi Inah
“baik bibi...” ucapku
“biar Purnama saja pak, bu yang angkatin...” ucapku
“sodaranya ibu... atau sodaranya bapak mungkin” ucapku dalam hati
Bapak dan Ibu berjalan perlahan, dari jalannya bapak tidak seperti biasanya,
“kelelahan pasti...” ucapku dalam hati
Ibu dan bapak melangkah di ikuti dengan perempuan cantik itu dibelakangnya
“bi ini kemanakan... simpan dimana?” tanyaku pada bi Inah
Bapak dan ibu juga perempuan itu tidak menjawab sama sekali, aku masih saja berdiri mematung dengan masih bingung juga.
“Purnama izin pamit kebelakang bu...” ucapku kemudian berjalan kembali ke dapur Dari arah dapur, dengan pintu yang terbuka aku duduk di meja makan,
“kenapa yah bi ibu bapak begitu dan bibi tau siapa perempuan itu” tanyaku
Beberapa menit aku menunggu bi Inah bicara,
“bibi... heh bi...” ucapku sambil menepuk-nepuk bagian lengan bi Inah
“ampunnn... jangannn... ampunn...” suara itu sangat keras, segera aku palingkan tatapan dari bi Inah ke arah suara itu berasal,
“jangan sudah diam...” dengan suara yang berbeda, tidak seperti biasanya bi Inah bicara, lebih sedikit berat dn serak
Aku tidak bisa melawan kuatnya tangan bi Inah, yg menanhan lenganku.
“sudah diam jangannnn!” ucap bi Inah membentaku dengan keras!
Aku kaget dengan bentakan bi Inah yang baru pertama dengan kerasnya suara yang bi Inah ucapkan, di ruang tengah rumah aku melihat nek Raras posisinya dibawah
Tiba-tiba keluarlah gunting dari tangan perempuan itu memotong rambut nek Raras, “ampuunnn... sudahhh... ampunnn...” teriakan nek Raras yang sangat keras,
“jangannnn... hentikan...” teriaku dengan sangat keras!
Dengan sekuat tenaga melawan tangan bi Inah yang memengang lengaku
Tiba-tiba bi Inah melepaskan! Dan aku berlari dengan kecang menuju perempuan cantik yang sedang berdiri itu
“hentikannn.... jangannn....” ucapku sangat kecang!
“hahaha... hahahaha... hahahahaha...” berkali-kali
“hah.. hah.. hah...” ucapku sambil melihat ke atap kamarku
“heh ini bapak, istigfar Pur... ini bapak ini” ucap pak Joni
Segera aku melihat ke arah bapak dengan nafas yang masih tidak tenang, aku melihat juga sudah ada Ibu dan bi Inah
“kamu kenapa, mimpi apa kamu sambil teriak begitu kecang, sampai bapak dan ibu sedang duduk di ruang tengah juga terdengar kecang sekali” ucap pak Joni
* bagian paling males saya ketik maaf, serem! *
“siapa Pur, kamu lihat siapa sepertinya ketakutan begitu” tanya pak Joni
“yasudah Inah kamu temani dulu Purnama, kalau ada apa-apa kasih tau saya dan bapak” ucap Ibu dan kemudian dengan bapak juga meninggalkan kamarku
“ganti dulu bajunya, biar enak lagi tidurnya, banyak sekali keringat kamu Pur...” ucap Bi Inah
“kenapa bibi menangis...” tanyaku tidak enak
Belum saja aku selsai dengan pikiran tentang kenapa mimpi itu, bi Inah kembali seperti ini ada hal yang bakalan aku ketahui kembali
Aku setuju dengan ucapan bi Inah, bahkan aku bukan orang yang bisa sembarangan mengesampingkan amanah
“bagaiamana bisa perempuan yang ada dalam mimpiku, aku melihatnya langsung, berwujdu juga” ucapku dalam hati kembali memaksakan mata untuk terpejam
***
Sore yang aku tunggu tidak lama hadir dengan cepat, diwaktu yang sudah ditentukan
“asalamualakum...” ucapku
“walaikumsalam Purnama...” jawab suara Abah yang khas dan aku kenal sekali
“alhamdulillah abah senang dengernya Pur, tapi yang tidak membuat abah senang dan selalu memubuat abah kepikiran adalah kamu disitu diluar semua pekerjaan kamu...
“iyah bah segala yang ingin aku ketahui atas penasaran dalam diri aku, perlahan dibukakan begitu saja...
“bukankah berodoa dan meminta harus selamanya Pur... maksud abah semoga cepat sembuh dan sadar ada kesalahan yasudah minta maaf dan siapa yang tau isi hati manusiakan Purnama... bisa saja karna waktu lama itu...
***
Bahkan bapak dan ibu masih ada dirumah tidak berpergian kemana-mana,
Sampai hampir sudah satu bulan berlalu, berarti dua bulan keberadaan aku di rumah ini,
Sampai pada suatu pagi dimana aku sedang menyapu depan garasi karna angin-angin yang kencang,
“kondisi nek Raras semakin drastis Pur, dan ibu tetap tidak mau mendengarkan omongan saya” ucap pak Joni
“iyah Purnama... ibu tetap tidak percaya, dan ini memang sakit... selalu begitu tidak jarang saya betengkar besar...
Aku tidak bisa menjawab apapun hanya diam, dan memang mungkin pak Joni sudah paham tentang ada dosa-dosa masa lalu yang harus termaafkan
“baginya tidak ada yang tidak mungkin pak, berdoa dan meninta pertolonganya adalah satu cara tidak ada cara lain, Abah berpesan seperti itu...
Pak Joni hanya memandangku dan tersenyum
Setelah obrolan singkat itu, sama sekali aku tidak bertemu dengan pak Joni, mungkin banyak menghabiskan waktu didalam rumah
Terjadi pertengkaran hebat Bapak dengan Ibu sama masalahnya tentang nek Raras, yang semakin kondisinya mengenaskan (maaf).
***
Ucapan bi Inah membuat aku kaget.
“Kondisi nek Raras yang semakin parah dan setelah pertengakaran itu, nek Raras akan di pindahkan ke rumah adiknya ibu paling kecil, di kota J katakanya biar berobatnya lebih dekat disana lebih lengkap dan hanya itu yang bibi dengar” ucap bi Inah
“iyah besok malam nek Raras akan di jemput dan hari berikutnya kita udah tidak kerja lagi disni” ucap bi Inah
Sampai di meja makan bapak dan bi Inah sudah duduk berdua menungguku.
Aku dan bi Inah berterimakasih, kemudian bi Inah menyiapkan makan terakhir untuk bapak dan aku.
“boleh pak apa itu?” jawbaku dengan tenang
“ceritakan mimpi kamu pada malam itu” ucap bapak dengan nada datar
Bapak hanya diam tidak ada sepatah katapun keluar dari mulut bapak, tiba-tiba bapak berdiri dan mengajku masuk kedalam rumahnya.
“iyah pak disini...” ucapku menunjukan kejadian dalam mimpiku itu
“iyah itu Ayu!” ucap pak Joni perlahan
“karna saya tau dan yakin itu balasan dendam dari Ayu, kamu tau saya bertengkar hebat minggu lalu...
“tidak apa-apa pak mungkin aku hanya sebagai saksi itu juga lewat mimpi kalau bapak percaya terimakasih pak...
Bapak hanya mengangguk tanda setuju, mungkin percaya mungkin tidak. Tapi setidaknya aku sudah impas dengan bapak,
Malam terakhir di rumah ini, tidak ada gangguan apapun, terlebih tidak tau kenapa aku merasa sedih dan perlahan air mataku menetes begitu saja.
Untungnya aku masih ingat betul dan memang tidak susah menaiki bus jurusan kabupaten aku ini,
- TAMAT -
Terimakasih saya ucapkan kepada aa-aa dan kakak-kakak yang sudah menunggu dan membaca cerita ini sampai selsai, terimakasih juga supportnya membuat saya semangat sampai cerita ini selsai.
Banyak bagian yang tidak diperbolehkan oleh Narsum, tapi itu demi kebaikan jadi saya tidak bisa memaksa.
---------
-----
Typing to give you story! Beware! They can be around you when you’re reading the story! Love you and enjoy.
------
@bacahorror @ceritaht @IDN_Horor
#bacahoror #bacahorror #ceritahorror #ceritahoror