Pada tahun 1978, Mendikbud Daoed Joesoef, resmi mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 0156/U/1918 tentang Normalisasi Kehidupan Kampus.
Konsekuensi dari surat ini adalah kampus harus menjadi kawasan "steril" dari aktivitas atau pergerakan politik.
Dengan adanya SK tersebut, maka organisasi kemahasiswaan yg dianggap bentuk aktivitas politik seperti BEM ataupun BLM, dibubarkan oleh kampus.
Aktivitas kemahasiswaan hanya terbatas pada acara olahraga dan sosial, yang pengawasannya dilakukan oleh pejabat kampus dan ABRI.
Politik bagi mahasiswa saat itu hanya sebatas ilmu teori di buku. Sedangkan praktik politiknya dilarang keras.
Siapapun mahasiswa yg masih nekat melakukan pergerakan politik, akan langsung diberhentikan atau DO oleh pihak kampus.
Padahal mahasiswa merupakan salah satu elemen atau motor dalam pergerakan civil society, seperti halnya para pekerja, buruh, dan petani.
Ini yang kemudian kita pahami sebagai gerakan ekstra parlementer. Gerakan yang tercipta diluar jalur kekuatan politik formal.
Salah satu sebab munculnya gerakan ekstra parlementer sendiri diakibatkan lemahnya fungsi legislatif dalam melakukan kontrol terhadap kinerja pemerintah.
Hal ini kemudian mendorong gerakan ekstra parlementer untuk menekan pemerintah yg dianggap mengeluarkan kebijakan bermasalah.
Menurut Schumpeter (1975) dan Przeworski (1991), demokrasi dapat dilihat dari kacamata sederhana.
Menurut mereka, demokrasi tuh ya gak jauh2 dari kegiatan pemilu. Dan pejabat negara ditentukan oleh hasil pemilu. That's it. Ini merupakan pendekatan minimalis.
Namun berbeda dengan pandangan yg disampaikan Dahl (1971), peran demokrasi tuh lebih menekankan keberadaan partisipasi publik, dan koreksi terhadap kinerja pemerintahan.
Jadi, makna demokrasi kemudian dipahami lebih luas dibandingkan hanya sekadar pemungutan suara.
Terlepas perbedaan diantara konsep keduanya, inti ujung pangkalnya tetaplah sama.
Kedaulatan rakyat tetap menjadi yg utama. Rakyat berpartisipasi di pemilu untuk memilih Anda. Dan rakyat pula yg berpartisipasi untuk memonitor kinerja Anda.
Keduanya tidak bertentangan.
Dengan adanya kedaulatan rakyat tersebut, maka konsep oposisi menjadi relevan.
Banyak kajian demokrasi kekinian yang menempatkan seputar pertanggungjawaban pemerintah, kekuasaan yg terbatas, partisipasi publik, dan pembagian kekuasaan.
Secara umum, oposisi dipahami sebagai sekelompok orang yg berada diluar koalisi pemerintahan, namun punya hak secara legal untuk menyuarakan pendapat dan melakukan aktivitas politik sbg bentuk fungsi kontrol terhadap pemerintah.
Salah satunya ya bisa dgn aksi demonstrasi.
Oposisi kemudian menjadi krusial untuk jd "penyeimbang"
Penyeimbang disini dalam artian memberikan alternatif pemikiran ataupun mengontrol agar kebijakan pemerintah harus lah selaras dengan kepentingan rakyat.
Pemerintahan fasisme di Jerman pada tahun 1939-1945, terbentuk setelah partai Nazi memenangkan pemilu dgn cukup signifikan.
Namun lemahnya posisi penyeimbang atau oposisi ini kemudian membuat mereka tidak terkontrol dan bebas melakukan apapun yang mereka suka.
Maka dari itu, ketika posisi oposisi terlalu lemah, atau sengaja digembosi biar menjadi lemah, pemerintah akan kehilangan fungsi kontrolnya.
Yg kemudian berdampak pada keluarnya kebijakan2 kontroversial yg tidak sesuai dengan kehendak rakyat.
Ketidakpuasan rakyat ini pula yg kemudian mendorong munculnya gerakan ekstra parlementer untuk menegur pemerintah.
Gerakan eksternal ini mungkin ndak perlu muncul kalo oposisi dlm negara demokrasi punya posisi kuat. Perjuangan bisa dilakukan lewat jalur formal seperti parlemen.
Yah.. Silahkan nilai sendiri aja gimana kondisi yg ada di rumah kita sendiri saat ini.
Apakah kita masih bisa mengatakan Indonesia sebagai negara yg demokratis?? Atau justru makin menjauh dari nilai-nilai demokrasi??
Wallahua'lam bishawab.
💁💁💁💁
Ah sampe kelupaan ngasih credits. Maaf.
Sebagian tulisan diatas saya rujuk dari paper yang tulis oleh Prof. Dr. Firman Noor, M.A, Kepala Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Beliau dalam papernya membahas soal Oposisi Dalam kehidupan Demokrasi.
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
September gak kerasa tinggal seminggu lagi. Berarti tuntas masa kuartal III ekonomi kita.
Bu Sri Mulyani sudah warning sejak beberapa waktu lalu kalo kita udah diambang bahaya resesi.
Yuk dibahas sambil makan siang..
Secara singkat, resesi ekonomi dipahami sbg turunnya aktivitas ekonomi secara signifikan.
Patokan umum yg dijadikan standar untuk menentukan apakah sebuah negara mengalami resesi atau ndak, adalah dengan melihat GDP yg growth nya minus selama dua kuartal berturut-turut.
National Bureau of Economic Research (NBER), berpendapat bahwa gak perlu liat GDP untuk nentukan suatu negara resesi.
Pokoknya aktivitas ekonomi keliatan drop sampai beberapa bulan. Yg bs dilihat dari real income, angka pengangguran, produksi manufaktur, dan penjualan retail.
Krna ini lewat TL ku dan bahas soal marketing, aku jd tergelitik buat nanggepin.
BTS diundang untuk bicara ttg Global Health Security, dimana mereka fokus sama struggle yg dialami anak muda. Justru menurutku itu udah revelan sama brand self love yg mereka bawa.