Sempat terpikir bahwa masalah hanya akan berhenti cukup di situ dan Maher dikorbankan. Berarti tulisan saya "The Angel of Verdun" langsung salah seketika.
Betapa sayang bayangan si cantik dan nyablak itu hanya berumur sangat pendek. Langkah kaki "BIYAYAKAN-NYA" yang sangat mungkin telah tak sengaja "NYRIMPET" benang merah yang konon berfungsi sebagai pengikat rekat sebuah misteri yang lama dicari, tak memiliki makna apapun.
Ternyata tidak. Cerita ini masih berlanjut. Para lelaki salah baju itu terlalu arogan untuk mundur demi meredakan riuh suara yang telah dibuat salah satu anggotanya alih-alih jera pada sosok sexy Nikita.
"Lonte" bergema, dan namun kuping kita tak sakit.
Dia yang memilih diksi "lonte" dalam amuknya itu justru sedang menghancurkan jubah dan julukan yang lama menempel padanya. Runtuh, tanpa dapat dicegah lagi. Dia menista dirinya sendiri dengan mulutnya.
.
.
.
Berbalik makna dengan panggilan habib yang dulu sangat kita jaga dan namun entah kenapa tiba-tiba makna luhur itu mulai runtuh, tiba-tiba, kata lonte tak lagi membuat telinga kita sakit.
Tak ada rasa gatal pada telinga apalagi marah terhadap stigma buruk yang sengaja ditempelkan oleh seorang pemimpin umat pada sosok perempuan modis bernama Nikita. Kita enjoy saja mendengarnya.
"Kenapa?"
Ga harus kenapa dong! Ga harus selalu punya alasan kan? Begitulah kita seharusnya. Dulu hidup kita enjoy ajah koq dengan kelakuan dan mulut loncer teman-teman main kiita.
"Rese lo ah". Atau "ngehe loe!". Indah-indah saja kan? Kita ga ngamuk dan tersinggung dengar makian teman dangan diksi seperti itu kan?
Entah sejak kapan, tiba-tiba masyarakat kita berubah. Tiba-tiba semua jadi lebay, dikit-dikit pakai bahasa Arab hanya supaya terlihat ngarti agama dan santun. Baju kita berubah, gaya kita jadi "weird". Mbuh lah..!! Kita jadi "awkward".
Sempat kita sedikit terhibur dengan kelakuan gila Ahok. Mulutnya bener-bener seperti ga punya rem. Lebih parah dari kebanyakan cara kita becanda. Tapi, jangan tanya bagaimana hatinya. Jangan tanya kejujuran dan keberpihakannya pada orang banyak. Ahok is the best.
Tapi kita menolaknya. Kita sudah keburu masuk pada cara-cara asing yang hanya bersifat artifisialistik.
.
.
.
Ahok tumbang karena kita sudah berubah dengan senang budaya asing yang sebenarnya ga akan ga pernah melebur dalam satu jiwa kemanusiaan kita.
Kita Indonesia yang tak mungkin kehilangan ke Nusantaraan kita meski langit runtuh. Itu PASTI!
Lalu, munculah Nikita. Sesaat kaget dan gamang, dan kita mengambil jarak demi mengamatinya. Anehnya, ada kekitaan banget pada perempuan "sedeng" itu.
Dan lebih aneh lagi, mudah bagi kita suka pada sosok apa adanya tersebut. Nikita hadir mengisi apa yang kemarin pernah hilang.
.
.
.
Saya tdk tahu dengan anda, tapi saya senang pada caranya hadir. Bila kalian pun senang dan bisa menerima, selamat saya ucapkan. Berarti, ada harapan sembuh bagi kita untuk menjadi normal kembali.
Pada saat yang sama, mudah bagi kita melawan dan mengusir pengaruh asing itu dengan local genius kita. Imun atau antibodi yang muncul setelah adanya infeksi adalah cara paling sempurna melawan virus asing apapun.
The Edge of Tomorrow menggambarkan seorang perempuan bernama Rita Vrataski yang diharapkan banyak prajurit disekelilingnya menjadi panglima demi memimpin dan bertempur dengan alien yang ingin menguasai bumi.
The Angel of Verdun sebagai julukan Rita, tak terlalu berlebihan kita sematkan pada sosok Nikita Mirzani untuk kita dapuk menjadi figur pemersatu dalam melawan pengaruh asing (alien) yang telah membuat kita hampir terkapar.
Nikita adalah kita dan kita adalah Indonesia.
Kemarin, DIA KABUR DAN TAK PERNAH BERANI PULANG KARENA SEBAB PEREMPUAN. Hari ini ada PEREMPUAN YANG AKAN MENJADI NERAKA BAGINYA SEUMUR HIDUP.
"Nikita?"
Kenapa tidak? Sudah saatnya!!
.
.
.
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Dulu kota ini sangat ramah dan hidup. Warna warni lampu dan harumnya bunga ditaman selalu menyambut setiap orang yang berkunjung disana.
Mudah kita jumpai warga duduk ditaman kota, anak-anak kecil berlarian dengan teriakannya dan canda tawa warganya terdengar menyusup diantara dedaunan hijau yang segar.
Lima tahun yang lalu saya mengunjungi kota ini sebagai jurnalis yang mendapat kesempatan mewawancarai seorang peraih nobel perdamaian.
Sekarang kota ini ini benar-benar telah berubah.
Tidak dengan gedung dan bangunannya. Masih tetap sama, masih tetap tidak berubah.
Mudah mulut kita berteriak negara kalah oleh mereka yang tak patuh hukum. Hari ini, dua petinggi Polri harus terkena getah tak nyaman atas konsekuensi logis resiko iabatan.
Jangan komen tak hormat pada beliau berdua dengan narasi ngawur.
Bayangkan ada 10 ribu orang berkumpul di sana. Tindakan paling logis hanya mengatur momen jaga jarak dan lalu lintas tak merembet ketempat lain.
Jangan berpikir Polda mengirim pasukan, itu hal mustahil dilakukan. Akan ada kekacauan yang jauh lebih parah.
Jadi, apapun yang akan beliau lakukan hanya akan menuai salah. Mengatur, akan terkena SANKSI tak mampu menjaga (kecolongan) situasi pandemi, dan mengusir mereka dengan pasukan, akan menimbulkan kekacauan yang berakhir dengan korban.
PILIH DOGMA
.
.
.
.
ATAU JADI MANUSIA GOA SELAMANYA
.
.
.
.
*Pls flw @Andita_4
.
.
.
Infonya, Jakarta akan mengirim team untuk mengajaknya lebih cepat berinvestasi. Tesla, Elon Musk sang Iron Man di dunia nyata sangat layak kita jemput.
.
.
.
Jangan melihat hanya produk baterai dapat mereka produksi, Tesla membuat kita harus angkat topi atas perannya. Tesla adalah pioner teknologi masa depan.
Itu yang harus kita maknai. AI, Artificial Intilegence, dan mobil listrik adalah hal hebat darinya hingga raksasa industri mobil dunia sekelas VW grup pun harus takut padanya.
.
.
.
SAYA MASIH PERCAYA DAN DUKUNG PAK JOKOWI
.
.
.
Terserah dengan anda, anda dan anda.
.
.
.
Terlalu khawatir terhadap kebesaran efpei dan hingga mampu membuat kita berkesimpulan Presiden bertepuk lutut dengan kelakuan mereka dalam beberapa hari ini, sangat berlebihan.
Ibarat tubuh, banyak organ yang sudah tak lagi singkron. Secara perlahan bangunan kokoh organisasi itu sudah dipreteli dan dibuat tak bergigi sejak Jokowi memerintah.
"Trus kenapa kemarin mereka bertindak suka-suka dan Presiden tak mau bertindak?"
.
.
.
Hindari bentrok, itu saja dulu. Main hajar saat pemimpinnya baru pulang jelas tindakan konyol. Militansi mereka sedang dalam kondisi tertinggi.
Jejak digital itu sadis. Sikap pengecut yang dimaksudkan sebagai cara naikkan pamor menuai bencana. Maher sesumbar mendatangkan 800 orang demi keroyokan hanya pada seorang perempuan, Nikita.
Bukan 800 orang centeng datang membantu, sejuta orang mencacinya. Dan..,ada hal dia lupakan, jawaban dia terhadap akun @GundulAdul 26 Agustus lebih sebulan yang lalu discreen shot. Dia menghina ulama besar NU.
Kenapa bukan diramaikan pada Agustus lalu, cuitan itu tdk viral karena hanya berupa reply komen, bukan cuitan pokok. Ibarat barang tak terlalu terpakai, Cuitan jawaban itu terserah begitu saja.
THE ANGEL OF VERDUN
.
.
.
.
.
Nyai Nikita Mirzani
.
.
.
.
Kalau suara bapak sudah tak lagi didengar, sebengal apapun anak pasti luruh ketika berhadapan dengan ibu.
Perempuan, pada merekalah kekuatan tak tampak itu tersimpan.
Bukan berarti Presiden sudah tak lagi punya cara, ketegasan sang ayah masih harus disimpan demi banyak hal yang kita tak tahu.
Orde baru, masih menyimpan banyak rahasia tak terprediksi. Bila harta bertumpuknya sedang digugat, itu hanya fenomena gunung es dan anehnya, kebanyakan dari kita sudah berteriak bangga mampu melihatnya.