Beberapa kali saya menulis bagaimana FPI bisa bubar, hanya ketika Pangdam Jaya dan Kapolda Metro bersatu. Alasan sederhana rujukan adalah tahun 1999 cikal bakal FPI dibentuk oleh keduanya demi SI MPR 99.
Alasan saat pembubarannya adalah kepentingan yang sama pada saat usaha pendiriannya.
Sejak Presiden memberi sinyal pada para pemegang kekuasaan keamanan dengan dimutasinya 2 Kapolda, Pangdam jaya memaknainya dengan cara berbeda. Tegas layaknya militer jaman dulu kita kenal.
Kuasa tak langsungnya dalam teritorial sebagai Panglima Kodam di wilayah DKI digunakan dengan smart yakni berdiri di belakang Satpol PP. Pe-De para satpol PP, ternyata efektif menurunkan banyak baliho milik FPI yang diindikasikan telah melanggar banyak pasal.
Tak lama, Kapolda Metro yang baru, Irjend Fadil berjalan tak berjauhan dengan cara Pangdam Dudung. Keduanya seolah seiring dan sejalan sesuai tupoksinya masing-masing.
Kapolda bahkan mampu membuat IB FPI itu untuk sementara sambil menunggu sidang di Pengadilan, meringkuk di sel penjara.
"Benar pasti dibubarin?"
Akhir tahun 2019 atau pada awal pemerintahan ke dua Jokowi, gegap gempita harapan rakyat atas diangkatnya 3 menteri yang saat itu dinilai sangat luar biasa yakni Menag Jendral Fachrul Razi, Mahfud MD dan Tito.
Sampai dengan hari ini, FPI masih eksis dan bahkan cara berperilakunya justru makin nekad.
"Sehebat apa sih mereka itu?"
Sehebat apa? Bagaimana bila rakyat mendesak dan namun Menag yang pensiunan Jendral berbintang 4 itu justru terkesan takut dan gamang?
Surat perpanjangan izin organisasi kemasyarakatan FPI justru sempat diberikannya, padahal oleh Menag sebelumnya tidak pernah ditanda tangan.
.
.
Bukan hanya pejabat sekelas Menteri, sejumlah anggota Komisi II DPR pun pernah mencecar Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian berkaitan belum adanya surat perpanjangan izin organisasi kemasyarakatan itu padahal di sisi lain menag telah memberi
rekomendasi agar FPI mendapat surat keterangan terdaftar (SKT) sebagai organisasi kemasyarakatan.
Kemudian, sekelas Mendagri pun gamang, dia benar mengakui telah menerima rekomendasi dari Kementerian Agama terkait perpanjangan itu,
namun menunggu kajian bersama kementrian yang lain termasuk Menkopolhukam.
.
.
Judul cerita sebagai akhir adalah FPI tidak diperpanjang, tapi juga tidak dibubarkan atau dilarang. DPR, Menag, Mendagri hingga Menkopolhukam mengambil jalan aman.
Artinya, FPI masih sangat kuat. Itu tak dapat ditolak. Itu bukan hoax tapi fakta konkrit betapa berpengaruhnya MENREKA hingga saat itu.
Siapa yang menjadi tumpuan kemarahan rakyat saat itu? Jokowi. Tagar JokowiTakutFPI langsung trending.
"Saya tidak ada lagi beban" sebagai jargonnya di Pilpres yang lalu dipelesetkan macam-macam.
"Trus yakin kali ini beneran bisa dibubarkan?"
Bersatunya Pangdam Jaya dan Polda Metro pada sikap berseberangam dengan efpei adalah kunci utama, dan itu sudah mereka tunjukkan.
Sikap tegas dan galak keduanya sudah terjadi.
Organisasi itu dianggap sebagai pendukung teroris sekaligus organisasi teroris sedang terus digaungkan.
CHANDRA JAYA alias ABU YASIN Ketua FPI Belopa 2008, ditangkap 25 januari 2016 terlibat jaringan teroris MIT Poso
ZAINAL ANSHORI, S. Ag. alias ABU FAHRY alias QOMARUDDIN juga anggota organisasi itu ditangkap 7 April 2017 Amir JAD, Pok JAD Jatim
Imam Bukhori, anggota FPI pekalongan, ditangkap Densus 88 pada th 2005. Kasus menyembunyikan Noordin M Top.
SUPARMAN als MAHER, FPI Cirebon, ditangkap 3 Agustus 2017. Dia bergabung dengan MIT Poso dan menjadi Fasilitator ikhwan JAD bergabung ke MIT Poso, Pok Cirebon.
Bukan hanya 4 orang itu, total anggota FPI terbukti (secara sah dan meyakinkan karena telah berstatus hukum lengkap di Pengadilan atau Inkracht) bergabung dengan kelompok teroris, tapi ada sejumlah 37 orang.
Sebanyak 37 anggota FPI jadi teroris. Demikian pernyataan Benny Mamoto Ketua Harian Kompolnas. Mereka bergabung ke kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD) dan Mujahidin Indonesia Timur (MIT).
Kini, Imam Besarnya pun sudah ditahan atas banyak perkara hukum. Sidang atas banyak perkaranya sedang menunggu.
Enam orang pengawalnya dianggap melawan petugas meski berakhir tewas di jalan tol.
Kini, pesantrennya pun sedang digugat. Tanah tempat aktifitasnya kini dianggap bermasalah setelah sekian lama didiamkan.
Banyak pengikutnya yang selama ini dianggap sakti, satu persatu masuk. Tak ada lagi pongah mereka dapat tampilkan.
Baik badan hukum hingga anggotanya bermasalah secara hukum kini diungkit dan dibuat benderang. Bukankah itu tanda pasti bagaimana akhirnya negara menemukan moment tepat bagi pembubarannya?
Hizbut Tahrir Indonesia atau HTI sudah dibubarkan dan telah menjadi organisasi terlarang, apakah FPI adalah target ? Siapa tak peka akan terus bertanya dan apa pun jawabannya tak pernah akan membuat mereka puas.
Mahkamah Konstitusi pada Mei 2019 menolak gugatan uji materi Undang-Undang Ormas yang diajukan GNPF MUI.
Terhadap mereka yang menjadi anggota dan pengurus organisasi terlarang itu negara dapat mengadili dan menghukum sesuai dengan pelanggaran dan peran orang-orang tersebut dalam keanggotaan organisasi terlarang itu.
"Buktinya pengurus hti ga ada yang dihukum kan?"
Sama dengan pembubaran FPI yang terus berlarut meski UU sudah negara miliki, itu terkait erat dengan bagaimana posisi pemerintah. Apakah pemerintahan Jokowi benar dalam kondisi kuat, percayalah, kini kuat dan sedang makin kuat.
Itulah mengapa Menag lama itu harus diganti. Rekomendasi pembubaran FPI oleh Menteri Agama yang baru, Yaqut Cholil tak ada yang akan meragukannya.
Rekomendasi itu harus keluar dari kementeriannya, Mendagri akan menerbitkan status hukumnya.
Kapolda Jaya dan Pangdam sudah membuka peluang itu, Menteri agama Yaqut Cholil akan memukul gong tanda pembubarannya.
Yakin Menag Baru punya keberanian...?
Walah... Banser NU gitu lho..
.
.
.
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Kami adalah keluarga kaya, bahkan amat, amat kaya sekali. Bukan lebay tapi beneran super kaya. Kekayaan yang akan membuat kami bisa menjadi apa saja yang kami mau.
Kurang lebih 70 tahun yang lalu, leluhur kami telah meninggalkan warisan dengan jumlah amat sangat besar.
Saya adalah generasi ke 3, yang dalam fase memberikan kesempatan generasi berikutnya yakni ke 4 mengambil alih peran.
Kakek meninggalkan warisan dalam bentuk dana abadi.
Dana yang akan terus bergulung dengan nilai sangat fantastis dimana siapapun tak mungkin akan menyaingi kekeyaan keluarga kami.
Kami, penerima waris hanya perlu rukun satu sama lain. Jangan pernah ribut satu dengan yang lain
Bukankah mudah kita terbawa senyum ketika semua orang di sekitar kita tertawa?
Demikian pula, mata kita pun cepat berkaca-kaca saat orang di sekitar kita menangis.
Itulah ekspresi jujur. Itu kejujuran alamiah kita tanpa harus sedikit pun usaha kita berikan ketika menghadirkannya. Keluar begitu saja dari dalam diri kita tanpa perencanaan. Sifat itu ada dalam diri kita tanpa terkecuali.
Tak terikat pada gelap kulit kita dan biru mata dia. Tak terkait apa suku kita apalagi agama. Kita sama.
Ketika bencana alam menghantam kita, seluruh dunia pun dengan cepat membantu. Skala rasa peduli sebagai sesama memancar sedemikian hebat karena penderitaan dan tangis.
JANGAN KONGO KAN INDONESIA
.
.
.
.
Indonesia tak boleh menjadi Kongo ke dua dalam konteks negara gagal gara-gara tak mampu membuat regulasi atas kekayaan alam yang dimilikinya.
Negara yang merdeka dari Belgia tahun 1960 ini dulu bernama Zaire. Kekayaan alam yang dimilikinya adalah berkah di satu sisi namun ternyata menjadi bencana di sisi lain.
Kobalt adalah salah satu hasil tambang mineral bumi yang dimiliki Kongo dan menjadi rebutan banyak pihak telah memancing para kapitalis asing. Perang saudara adalah apa yang diakibatkannya ketika persatuan rakyatnya kalah
.
.
GIBRAN VS TEMPO
.
.
.
Penjarakan Mereka Yang Pantas
.
.
.
Isu kental yang sengaja dihembuskan terhadap penangkapan Mensos Juliari Batubara adalah penggalangan dana bagi Pilkada 9 Desember yang lalu. Duit dalam jumlah besar, kabarnya dikumpulkan demi pemenangan PDIP.
Sama dengan rijik, salah satu alasan bagi kepulangannya dari Arab Saudi setelah sekian lama terdampar di sana, isu beredar adalah penggalangan dukungan dari kelompok yang sangat dekat dengannya. Sama-sama dalam konteks Pilkada.
Kalau alasan itu benar, keduanya sudah keburu lumpuh sebelum perang dijalaninya. Ibarat pertandingan, score adalah 1:1. Dua orang itu telah mendekam di penjara dengan alasan masing-masing.