Ambroncius Nababan tumbang dan namun Pigai tertawa. Ambroncius tertunduk lesu, Pigai berjaya. Seperti pada sebuah permainan, keduanya adalah aktor. Politik adalah panggung mereka.
Pintar yang satu dan lengah yang lain hanya soal waktu saja. Pigai menang hari ini bukan berarti dia tidak pernah salah.
Ini bukan cerita tentang yang satu orang baik dan yang lain orang jahat maka yang jahat harus dihukum.
Ini hanya soal yang satu kalah strategi dan kalah mental sehingga jempol kebablasan, sedangkan yang lain terbukti lebih pintar memanfaatkan peluang.
Oportunis, mungkin adalah istilah paling teoat membuat gambaran.
opor·tu·nis·me menurut KBBI adalah paham yang semata-mata hendak mengambil keuntungan untuk diri sendiri dari kesempatan yang ada tanpa berpegang pada prinsip tertentu.
Kebenaran bukan tujuan utama atas opini kaum oportunis.
Prinsip, bukan hal penting bagi mereka. Selalu tentang peluang saja yang mereka cari.
Memaki dan, menyudutkan lawan sekehendak hati demi meluapkan rasa benci adalah salah satu cara saja. Soal makiannya nggak logis, nggak konsisten, bodo amat!
Ini bukan cerita tentang si baik melawan si buruk. Ini hanya permainan. Ini tentang dunia politik tak sehat yang justru kita suka.
"Berarti kamu membenarkan sikap rasis si Ambrocius gitu?"
Pigai komen tak nyaman tentang suku lain sering terjadi bukan?
Ini bukan tentang Ambricius versus Pigai, ini adalah gambaran tentang kita yang senang dengan pecah belah dan medsos adalah lahan subur bagi pertempuran atas paham kebencian .
Bukan tentang rekonsiliasi sebagai sesama anak bangsa kita tuju, saling membuat jebakan demi terpeleset pihak lain dan kita bersorak puas ketika mereka yang tak kita suka jatuh, adalah fakta tak sehat kebersamaan kita.
Ambrocius Ambricius yang lain sedang menanti giliran. Dan penjara akan dipenuhi oleh mereka yang memiliki refleks tak baik atas jempolnya, hanya soal waktu saja.
Bukan tindak kejahatan dengan kekerasan atau koruptor akan membuat penuh penjara yang ada, memiliki narapidana terbanyak di dunia atas tindak kejahatan "refleks jempol" akan menempatkan Indonesia menjadi negara pemilik kejahatan unik. Kebencian atas ulah Jempol.
.
.
.
.
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Homer: "Look at me, I'm reading The Economist..! Did you know Indonesia is at a crossroads?"
Marge: "No..!"
Homer: "It is..!"
Sepenggal percakapan antara emak dan bapaknya Simpsons saat sedang bepergian menggunakan pesawat first class dalam episode The Simpsons berjudul "Catch 'Em If You Can".
Apa yang menarik?
Bukankah serial ini sering membuat orang terkagum bahkan melabelinya dengan sebuah fenomena time travel?
Aah...mbuh...!! Gw bukan orang yang terlalu intens dengan hal seperti itu.
EFPEI LAPORKAN INDONESIA PADA PENGADILAN INTERNASIONAL DEN HAAG BELANDA
.
.
.
Tim advokasi korban pelanggaran Hak Asasi Manusia melaporkan kasus penembakan enam anggota laskar efpei ke Mahkamah Pidana Internasional di Den Haag, Belanda.
Mereka tak puas atas hasil rekomendasi Komnas HAM Indonesia. Kemarin, mereka berharap rekomendasi "boom", yakni terjadi pelanggaran berat oleh aparat negara. Itu adalah Kepolisian Republik Indonesia dibawah pemerintahan Presiden Jokowi.
"Apakah terkait adanya perasaan sia-sia sudah muncul peluang dengan telah terjadinya korban tapi tetap tak mampu mengusik Presiden?"
Tendensius itu namanya. Ga baik, Tuhan tidak senang dengan pikiran-pikiran seperti itu.🙄
PRESIDEN IMITASI
.
.
.
Sangat ga apple to apple membandingkan Anis dan Jokowi. Namun bukan salah apel yang satu ingin meniru dan menempatkan diri menjadi apel yang lain.
Meniru, mungkin tidak terlalu tepat bila karena dia bukan subyek. Ditirukan..!! Ditirukan adalah obyek.
Ditirukan dan kemudian ditempatkan pada posisi itu menjadikan Anis dobel obyek. Dia bukan melakukan atau berkehendak, tapi terkena akibat atas tindakan dari pihak lain.
Contoh sukses Jokowi ditiru. Menjadi Gubernur DKI kemudian lompat jadi Presiden, itulah gambar besarnya.
Hebat bila proses meniru itu berasal dari dirinya. Ada kecerdasan positif (paling tidak ada effort untuk menjadi) siap digelar demi langkah sangat sulit seorang Jokowi sampai pada titik tertinggi di negeri ini. Anis tampak bukan person seperti itu.
PRAMBANAN NAN ANGGUN
.
.
.
Dia akan bersenandung saat hati kita benar-benar bersih.
Dia mungkin akan bercerita melalui angin yang berhembus
dan semburat pucat sinar rembulan di malam hari.
~Nita~
Abhiseka adalah upacara pensucian dan peringatan diresmikannya Candi Prambanan oleh Rakai Pikatan Dyah Seladu pada Wualung Gunung Sang Wiku (856 M) untuk menandai puncak kekuasaan kerajaan Mataram Kuna.
Ritual yang sama, beberapa saat yang lalu digelar. Baru sekali dan untuk pertama kalinya sejak Candi Prambanan berdiri 1.163 tahun lalu atau tepatnya di tahun 856 masehi.
Ribuan tahun sudah tradisi, budaya dan agama yang demikian agung telah menjadi bagian sejarah kita.
Ketika sebagian saudara kita menghina atas tak pantas bangsa ini pernah mampu membangun Candi Borobudur, mereka berteriak sebagai peninggalan Nabi Sulaiman. Ramai mereka berkunjung dan berteriak dengan segala dalilnya.
Tak pantas bangsa primitif tidak kenal Tuhan dan penyembah berhala batu dan pohon besar memiliki karunia sebesar itu. Mampu membuat bangunan sehebat candi Borobudur. Hanya bangsa terpilih dengan para nabinya berasal saja itu boleh.
Ratusan tahun sudah dia tersembunyi dalam tebal lumpur pasir akibat gunung Merapi dan bisikannya justru didengar si asing yang kita panggil sebagai penjajah. Raffles, Gubernur Jendral Inggris di Jawa mendapat karunia itu.
Ketika sikap toleran menjauh dari cara kita hidup, radikal sebagai akibat cara kita berpikir mendekat dalam dekat jangkauan menggoda. Selalu bertaut dalam gerak seirama. Di sana ada korelasi tak dapat dihindar.
Rasa tak suka-ku, menuntut tindakan kongkrit. Bukan sekedar alenia dalam kalimat dan narasi sebagai tanda.
Hantam! Pukul! Musnahkan! Dan lalu chaos terjadi sebagai akibat.
Dalam kekacauan, pikiran jernih bukan pilihan. Refleks sebagai reaksi, jauh lebih mudah terjadi & nalar kita tak bertanya lagi tentang pantas atau tidak.
Dalam kacau kita bersama, selalu tercipta peluang bagi "liyan" (pihak ke 3).