Akhirnya hari ini tiba juga
Saya terkonfirmasi positif COVID-19.

Saya tidak sendiri. Kasus saya setidaknya terdiri atas 4 klaster keluarga.

Kisah ini bermula dari kakak ipar saya yang mengeluhkan meriang dan badan ngilu pada Sabtu (23/1) lalu

[UTAS]
Keesokan harinya, Minggu (24/1), kakak ipar saya meminta untuk diurut dan dikerok oleh bapak mertua. Hari Senin, ia sudah merasa sehat dan beraktivitas seperti biasa.

Di sisi lain, pada hari Sabtu (23/1) itu pula Istri mulai mengeluhkan pilek/flu, batuk dan demam.
Gejala yang dialami istri tidak mereda hingga akhirnya diputuskan untuk swab antigen pada Senin (25/1) dengan hasil negatif

Selasa (26/1), gejala mulai bertambah. Istri mulai mengeluhkan dada terasa nyeri/pegal setiap bangun tidur tapi tidak sesak.
Di hari yang sama, Bapak mulai demam dan tidak enak badan lalu diurut namun kondisinya tidak kunjung baik.

Esok harinya, pada Rabu (27/1), Bapak mulai memiliki gejala batuk pilek dan anosmia (kehilangan kemampuan menyium bau)
Hari Kamis (28/1) Bapak mulai diisolasi dan makanan diantarkan ke kamar. Di hari yg sama, Bapak menjalani tes antigen dg hasil negatif.

Di Hari Kamis itu pula, Mamah mulai mengeluhkan demam. Selama Bapak menjalani isolasi, Mamah menjalani aktivitas tanpa ke kamarnya sama sekali
Hari Jumat, anosmia masih dikeluhkan oleh Bapak.

Akhirnya Bapak dan Mamah bersama Istri saya pergi ke Puskesmas Kecamatan untuk menjalani swab tes PCR.

Hari Minggu malam, pihak Tracer puskesmas memberitahu Istri kalau mereka bertiga konfirmasi positif COVID-19
Sebagai orang yang tinggal satu atap, saya termasuk kontak erat yang berpotensi besar sudah terinfeksi.

Apalagi, saya juga telah mengalami gejala radang meriang pada Senin (25/1) dan lanjut ke flu/pilek batuk sejak Selasa (26/1) sampai sekarang
Minggu malam kemarin, saya akhirnya menyiapkan mental sebagai orang yang positif COVID-19 meskipun belum dites dan terkonfirmasi positif.

Setelah dihubungi pihak puskesmas, saya langsung berdiskusi dengan istri untuk mencatat siapa saja orang-orang yang berpotensi terpapar
Di sini yang menurut saya menjadi kunci untuk mencegah penularan semakin luas: keterbukaan dari mereka yg sudah terkonfirmasi positif

Malam itu, kami mencatat 13 orang termasuk kakak ipar, sepupu, keponakan, tetangga, om-tante yang berpotensi terpapar karena termasuk kontak erat
Ketiga belas orang itu (termasuk saya) akhirnya kami daftarkan untuk masuk dalam jadwal pengambilan swab tes hari Senin. Sebenarnya makin banyak makin bagus sih.

Standar WHO menyebutkan bahwa 30 orang harus dilacak setelah ditemukan satu kasus positif.
Hari Senin (1/2) kemarin akhirnya kami ber-13 menjalani swab di Puskesmas.

Di hari yang sama, saya dan istri berkoordinasi dengan pihak Puskesmas agar Bapak dan Mamah dapat menjalani isolasi di Wisma Atlet. Alasannya sederhana: khawatir butuh penanganan darurat
Sejak pagi, Bapak dan Mamah kemudian mempersiapkan keberangkatan dengan membawa pakaian, makanan-minuman, dan obat-obatan.

Sore hari, di tengah hujan deras, Bapak dan Mamah akhirnya berangkat ke Wisma Atlet
Pagi tadi, Rabu (3/1), istri kembali menghubungi pihak tracer Puskesmas dan menanyakan hasil swab kami semua.

Dan hasilnya... selain saya, terdapat
1. Suami-istri kakak ipar saya
2. Istri dari kakak ipar saya
yg juga positif

Artinya dari 13 yg dites, sementara 4 orang positif
Saat ini, saya sedang berdiskusi bersama istri. Apakah lebih baik menjalani isolasi mandiri di rumah, atau meminta rujukan ke fasilitas pemerintah.

Ada banyak pertimbangan untuk memutuskan ini
Pada akhirnya, melalui utas ini, saya hanya ingin mengingatkan COVID-19 ini nyata.

Dan yg paling saya khawatirkan juga terjadi: klaster keluarga.

Jujur saja, Bapak dan Mamah termasuk yang jarang bepergian. Lebih sering di rumah dan berinteraksi dg anak-anak dan cucu-cucunya
Dari CT Value awal, istri saya berada di angka 30an, Bapak di angka 20an dan Mamah masih di angka belasan

Artinya kemungkinan besar Bapak dan Mamah tertular dari kami, anak-anaknya yang masih kerap harus berkegiatan di luar (bekerja, belanja, dsb).
Hikmah yang tak kalah penting adalah kami masih bisa berdiskusi agar tetap mementingkan kepentingan publik.

Ya, memang Bapak Mamah butuh penanganan. Tapi kami juga harus membantu pemerintah agar memutus mata rantai penularan melalui keterbukaan tracing kontak erat
Tentu saja kami melaporkan ke pihak RT dan tetangga. Alhamdulillah dukungan mengalir dari lingkungan tempat tinggal. Ada yang menawarkan makanan selama kami isolasi mandiri di rumah.

Kami juga menghubungi beberapa sahabat untuk memberitahukan kondisi kami
Dan begitulah. Bagi saya, Kesadaran akan penyakit COVID-19 ini bukan hanya soal kesembuhan dan penurunan angka kematian. Tapi juga soal memutus mata rantai penularan

Dan itu semua diawali dengan ketersediaan utk dites saat mengalami gejala serta membantu pelacakan dg terbuka
Jangan tanyakan kami tertular dari siapa atau dari mana apalagi virus ini sebagian besar menularkan lewat udara.

Tetap tegakkan 5M dan bantu (desak) pemerintah untuk 3T

Akhirul Kalam
Wallahu A’lam

nature.com/articles/d4158…
Hal yg lupa dalam utas

Pengambilan swab utk test PCR di Puskesmas itu GRATIS. Cuma ya... antre krn serame itu 😭

Puskesmas hanya mengambil sampel. Sampel itu nantinya akan diekstraksi sebelum dimasukkan ke mesin PCR di Lab. Nah ini yg kadang mmbuat hasil lebih dari 1 hari
Satu hal lagi yang penting dan sejatinya tersirat dalam utas.

Kami benar-benar mencatat semua keluhan gejala sekecil apapun agar memudahkan diagnosis para tenaga kesehatan.

Ini penting karena memang kita tidak tahu kapan akan terpapar :)
Ada di video keberangkatan
Puskesmas Kecamatan Kalideres, Jakarta Barat

Mungkin ini ada faktor saya dan Istri yang intens menghubungi Tracer/Surveilans pihak Puskesmas itu.

Bersyukurnya, tracer Puskesmas kami juga terbuka atas data kami termasuk CT Value itu 🙇🏻
Tambahan nih
Pesan dari @bintangemon 😌
Semoga infografis dari kawan-kawan relawan pandemic talks ini dapat membantu 🙇🏻
Ada yang juga bertanya terkait perbedaan hasil tes rapid antigen yang berbeda dengan PCR.

Untungnya relawan Pandemic Talks sudah menyusun Ringkasan Interpretasi Hasil Tes COVID-19 berikut

Pada orang yang bergejala:
Lanjutannya bagi mereka yang tidak bergejala dan sudah dinyatakan sembuh

Semoga ke depan, tidak ada lagi pertanyaan terkait kok bisa hasil tes A positif/reaktif sedangkan hasil tes B negatif?

Karena setiap tes punya cara interpretasinya masing-masing 🙇🏻
Dari utas ini, banyak yang mulai bercerita tentang kondisi dan gejala COVID-19 (baik yang mengarah ataupun sudah terkonfirmasi).

Daripada berkonsultasi via sosial media dan mencari info sendiri, lebih baik langsung mendatangi fasilitas kesehatan utk konfirmasi lebih lanjut
Sosial media memang punya keunggulan di kesederhanaan dan kecepatannya, tapi belum tentu valid.

COVID-19 adalah penyakit yg terus berkembang, mutasi bisa terus terjadi selama ada penularan yg masif. Jika terinfeksi, setiap orang punya pengalaman unik masing2 atas COVID-19
Utas ini, sekali lagi, hanya ingin membagikan pengalaman yang kami alami.

Dalam kondisi pandemi, memutus mata rantai penularan adalah kunci. Bukan sekadar menyelamatkan diri dan orang yang disayangi, tapi juga masyarakat secara luas.
Hatur nuhun atas semua doa yg tersurat dan harapan yg tersirat dari kawan-kawan semua.

Maafkan kami yg tidak bisa membalas satu per satu.

Semoga kalian yg masih sehat, tetap dipertahankan. Dan kita semua yg masih menjalani ujian ini, tetap dikuatkan dan berhasil melewatinya :)

• • •

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh
 

Keep Current with M. Ridha Intifadha

M. Ridha Intifadha Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

PDF

Twitter may remove this content at anytime! Save it as PDF for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video
  1. Follow @ThreadReaderApp to mention us!

  2. From a Twitter thread mention us with a keyword "unroll"
@threadreaderapp unroll

Practice here first or read more on our help page!

More from @RidhaIntifadha

2 Feb
Ada video menarik di Youtube yang menjelaskan kenapa testing yang sensitivitasnya lebih rendah dari PCR itu lebih baik dalam kondisi pandemi

Jawabannya adalah waktu

Dalam kondisi pandemi, perspektif yang dilihat adalah kesehatan masyarakat/komunitas. Bukan kesehatan per individu

Artinya testing bukan sekadar untuk diagnosis personal, tetapi khusus untuk mencegah penularan
Testing menjadi kunci dalam menekan penularan. Semakin cepat (dan murah), maka semakin cepat dan mudah juga pandemi dapat terkendali

Jika testing saja membutuhkan waktu lama sejak pengambilan sampel hingga keluar hasil, penularan wabah bisa jadi semakin tidak terkendali
Read 14 tweets
13 Nov 20
Dlm firman-Nya, umat ini harus melakukan sosialisasi massif, membuka perspektif, dan melakukan pembatasan sebelum akhirnya perintah larangan minuman keras itu muncul

Pada masa itu, ada proses yg harus dilewati scr bertahap. Tidak bisa tiba-tiba langsung melarang begitu saja. :)
Sosialisasi Massif

“Dan dari buah korma dan anggur, kamu buat minuman yang memabukkan dan rezki yang baik. Sesunggguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang memikirkan.” an Nahl 67
Membuka Perspektif

“Mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang khamar dan judi. Katakanlah, "Pada keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia. Tetapi dosanya lebih besar daripada manfaatnya." Al Baqarah 219
Read 5 tweets
11 Nov 20
Diskusi dengan istri pagi ini berawal dari tanya sederhana: apa yang menyebabkan Habib Rizieq begitu berpengaruh? Apa momentumnya?

Saya akhirnya menjelaskan semua ini tidak terlepas dari bagaimana pengaruh “Habib” yang terbelah dalam menyikapi Pilkada Jakarta lalu
Utas ini merujuk dari artikel yang telah dimuat dalam “Meet the Habibs: the Yemen connection in Jakarta politics” indonesiaatmelbourne.unimelb.edu.au/meet-the-habib…

Artikel tersebut sudah ditulis ulang dalam bahasa Indonesia di kolom Tirto berjudul “Dua Jalan Para Habib di Tengah Politik Jakarta”
Dlm artikel tersebut, Habib dijelaskan berperanan penting sbg mediator pengalaman spiritual khususnya dalam ziarah, zikir, salawat dan ritual berjamaah lainnya.

Habib bukanlah cendekiawan dan cenderung enggan melibatkan diri pada perdebatan/diskusi. Habib itu apolitis (harusnya)
Read 29 tweets
9 Oct 20
Gue baru baca di UU Cipta Kerja: Semua bentuk penghasilan mjd objek pajak

Gaji, upah, tunjangan, honor, komisi, bonus, gratifikasi (beneran nih?), imbalan, laba usaha. You name it!

Kl baca penjelasan lbh luas lagi: premi asuransi dan asuransi kesehatan yg dibayar pemberi kerja
Plis ini gue ga salah baca dan menafsirkan kan 😅

Husnuzhon sih bbrp tahun ini realisasi pajak itu ga sampai target, begitupun dg org maupun badan yg punya NPWP ga semuanya bayar pajak

Tapi beneran deh. Pengertian atas penghasilan yg diperluas ini bisa tanpa batas gitu ga sih🤔
Gue awam soal hukum. Mungkin ada kawan-kawan yg paham bisa menafsirkan

Soal gratifikasi ini (beneran ditulis gitu loh di pasalnya), bisa jadi suuzon nih “Alih-alih disita buat negara ini hasil gratifikasi malah dipajaki”

Plis kasih gue pencerahan 🙇🏻
Read 19 tweets
9 Oct 20
Laporan WHO terbaru (7/10) menegaskan kegiatan testing yg menurun padahal jumlah suspek terus meningkat. Hal ini mengakibatkan laporan kasus konfirmasi positif mjd menurun di awal Okt

WHO juga menyoroti risiko penularan kpd kelompok balita dan lanjut usia di Indonesia

{UTAS}
ZONASI

Penambahan kasus Indonesia sepekan pertama bulan Oktober menunjukkan hasil demikian

Zona kuning >> zona orange: Kalimantan Barat, Sulawesi Tengah
Zona orange >> zona kuning: Bengkulu, Sulawesi Barat
KOTA-KABUPATEN

Kota/Kab yang memiliki kasus positif bertambah. Sekarang 498 dari total 514 Kota/Kab di Indonesia mencatatkan kasus konfirmasi positif.

Jumlah itu 97% dari seluruh Kota/Kab di Indonesia
Read 26 tweets
8 Oct 20
Obrolan dengan istri sebelum tidur

“Kenapa sih DPR diumpat dg K*NT*L?”

“Iya juga. Padahal sebagian anggota DPR itu perempuan. Ketua DPR-nya juga”

“Iya. Kenapa ngga yg universal aja, kayak... Pantat. Ketek. Daki. Jigong. Tahi”

“Hmmm. Bentar cari referensinya dulu”
Berdasarkan artikel dari tirto (tirto.id/memakilah-sebe…),

Pada dasarnya, nyaris semua peradaban umat manusia punya kosakata makian masing2. Kalimat makian ini juga bisa jadi penanda kreativitas manusia.

Indonesia sendiri punya banyak sekali variasi kata makian.
Dari Sabang sampai Merauke punya kata makian masing-masing. Banyak dari kata-kata ini diambil dari kehidupan sehari-hari:

- nama binatang,
- perkakas tubuh manusia,
- benda tak elok dilihat pun dicium (macam feses), hingga
- kegiatan
Read 5 tweets

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3/month or $30/year) and get exclusive features!

Become Premium

Too expensive? Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal Become our Patreon

Thank you for your support!

Follow Us on Twitter!