Kenapa Aceh bisa menjadi provinsi termiskin di Sumatra?

Ku-share sedikit catatan di thread ini, sekaligus merespons serius teman² spt @olietamami dgn @anandasukarlan.
Tadinya mmg kurespons dgn guyon sj, krn sudah mau magriban.

Seusai magriban juga kepikiran utk mengulik sedikit soal ketertinggalan Aceh.

Sekaligus mengapresiasi pertanyaan teman² yg pastinya ikut sedih, kok Aceh bisa gini?
Kita mulai saja dulu dari; kesalahan sebenarnya ada di mana?
Apakah gubernurnya yang salah? Kurasa tidak tepat juga menimpakan masalah 5 juta lebih penduduk di sana hanya kpd satu orang.
Mungkin gubernurnya jg ada kesalahan sbg manusia.

Cuma, gubernur ini sendiri duduk di Aceh-1 setelah Irwandi Yusuf berurusan dgn hukum.
Saya sendiri lbh tertarik melihat kesalahan scr umum saja.

Bahwa posisi Aceh sbg daerah termiskin di Sumatra, bukan andil satu-dua orang, melainkan andil dr banyak orang.
Salah satunya, Aceh punya masalah dlm melihat perubahan. Cenderung sangat konservatif, kaku, dan sangat tertutup.
Perbedaan cenderung direspons dgn kecurigaan. Sikap kritis hanya tumbuh di kalangan aktivis, tetapi tdk leluasa mengalir jauh.
Kedatangan orang luar, lagi² acap direspons dgn kecurigaan. Bahkan ada ketakutan, orang luar cuma akan membuat kekhasan Aceh menghilang.
Pemikiran² baru, atau pemikiran yg berbeda dr pemikiran arus utama di sana, hampir bs dipastikan akan menemui banyak benturan tdk penting.
Contoh sederhana, tren semisal E-Sport saja, padahal byk memunculkan bintang dr sana, justru terberangus oleh bbrp figur yg berpikiran terbelakang.
Kasarnya, orang cerdas di sana banyak terkesampingkan. Sementara orang terbelakang, maksudku, yg hanya terorientasi masa lalu, menguasai banyak lini di kehidupan masyarakat Aceh.
Contoh sederhana lagi, eks kombatan yg terbilang tdk berpendidikan bs mendapat pengaruh besar, sdgkan yg berpendidikan nyaris tak digubris.
Intelektual di Aceh punya banyak wacana, tetapi wacana mereka acap hilang begitu saja. Tdk ada kekuatan yg mendukung mereka.

Knp? Sebab akhirnya yg menjadi penentu hanyalah kalangan yg lbh punya pengaruh. Biasanya kalangan eks kombatan.
Ada bbrp ide yg bisa mendapatkan pengaruh besar dr bbrp intelek, adalah ide syariat Islam.

Cuma ide ini pun nyaris tdk punya efek utk bikin Aceh bangkit. Bahkan Aceh lbh sering jadi cibiran.
Sebab ide syariat Islam ini sendiri, nyaris tdk punya kekuatan, semisal lewat zakat dlsb.

Sebab sisi ini justru nyaris tdk diatur serinci mungkin, atau bgm membuatnya lbh membumi, utk memberdayakan masyarakat miskin, misalnya.
Yang menonjol dr syariat Islam di Aceh hanya seputar hukuman, cambuk dan cambuk lagi.
Islam disempitkan krn hanya ditonjolkan dr sisi hukum sekelas itu saja. Seolah tdk ada gagasan lain di dlm Islam yg jauh lbh dibutuhkan utk kesejahteraan masyarakat di sana.
Masjid berdiri megah di mana², tetapi soal masyarakat miskin yg terkadang rumah pun tidak ada, justru tdk digubris.
Kasarnya, seolah Tuhan butuh kemewahan, sedangkan ciptaan-Nya yang lemah tidak butuh apa-apa.
Kondisi ini, dulunya gampang diredam dgn narasi bahwa semua itu krn kesalahan pusat (pemerintah pusat).
Jadinya, sedikit yg tergerak melihatnya scr lebih reflektif. Bahwa benar saat itu pusat terkesan rakus, tetapi semestinya masyarakat Aceh jg jujur melihat kesalahan2 di dlm pikiran dan "habits" (kebiasaan) dlm hidup mereka sendiri.
Budaya kerja, misalnya, utk kuli bangunan pun kuli bangunan dr kalangan masyarakat Aceh sering tdk dipercaya oleh sesama Aceh.

Kenapa? Beu'eu (malas), banyak main-main. Alhasil, kuli bangunan berdarah Jawa akhirnya lbh mampu merebut "pasar" di ranah bangunan di sana.
Ini baru satu gambaran kecil terkait budaya kerja.
Belum lagi di lingkaran birokrasi. Saya yg Aceh dan lahir di sana saja, utk mengurus sertifikat tanah saja rumit minta ampun.
Artinya, menurutku, ada persoalan mentalitas dari atas sampai bawah yang masih mewabah.

Dari masalah integritas, kinerja, dlsb, masih banyak yg mesti dibenahi.
Namun justru itu yg acap luput, krn ada kecenderungan; asalkan terlihat alim saja, semua selesai!

Maksudnya, asalkan terlihat soleh, rajin bicara agama, dlsb, segalanya lantas dianggap beres.
Jadinya, mentalitas semrawut bikin Aceh semrawut.

Katakanlah ada semacam peta jalan dari mana ke mana membangun Aceh, lagi-lagi acakadut, krn masing² larut dlm perebutan siapa plg pantas dan paling layak berkuasa.
Gubernur Aceh sekarang terbilang berpendidikan. Namun ia juga kelimpungan, krn tidak punya kekuatan sebesar kelompok² yg lbh punya pengaruh di sana.
Secerdas² gubernur sekarang, ia terbilang kalah pamor dibandingkan Irwandi Yusuf yg menjadi gubernur sebelumnya.
Nova Iriansyah, gubernur sekarang, lemah dalam pengaruh di tingkat lokal, juga lemah dlm pengaruh di pusat.

Jadinya, saat ia mau lakukan apa saja, pasti ada saja benturan dihadapi, dan sejatinya butuh kekuatan lebih besar dr yang ia punya.
Jadilah, persoalan mentalitas di tingkat akar rumput, ditambah pemimpin--walaupun berpendidikan--tapi lemah pengaruh di daerah dan juga pusat, bikin Aceh jalan di tempat.
Belum ada figur yg punya pengaruh lbh besar dibandingkan pentolan bbrp eks GAM.
Jadinya, tidak ada sinergi dalam menggerakkan Aceh utk bisa berjalan ke depan, utk mencapai titik lebih maju.
Ibarat rumah tangga, di dlm rumah sibuk berantem sesama penghuni rumah, di luar rumah sulit bersosialisasi dgn tetangga.
Inilah kenapa, salah satu sahabat di Aceh bilang, "Awak tanyoe caroeng urusan meukloek kedroe-droe. Urusan peuget, hana cara. Mandum galak jeut keu raja."
Ringkasnya, orang Aceh gemar bertengkar, jika bukan dgn orang luar, sesama Aceh sendiri juga jadi.

Kenapa? Sebab semua ingin jadi raja! Hana lawan awak kee.
Dari sinilah, jangankan kerja sama dgn luar Aceh, kerja sama dengan sesama Aceh pun susah.
Sementara di era sekarang, tidak mampu bekerja sama, bisa dipastikan akan terkucil sendiri.
Narasi anti-asing kencang di sana. Satu sisi bagus, dgn catatan jika segalanya sdh mampu diurus sendiri.
Masalahnya, mengurus diri belum mampu, bekerja sama dgn orang luar pun tidak mau.
Jadilah Aceh sibuk memuji diri diam-diam, "Kamoe bansa teulebeh ban sigom donja!"

Ya, memuji diri sbg bangsa terbaik di atas muka bumi. Namun bersaing dgn tetangga dekat spt Medan saja (Sumut) kami kalah jauh.
Medan (Sumut) kenapa bisa maju, tak lain karena mereka lebih terbuka, lebih realistis, dan terbiasa berkolaborasi sekaligus berkompetisi.
Sementara kami Aceh, berguru kepada tetangga dekat ini saja ogah-ogahan.
Padahal Sumut sbg tetangga dekat mmg bisa menjadi teman belajar yg baik. Mereka unggul di banyak hal.
Sumut bisa membawa pengaruh di Sumatra, nasional, hingga mancanegara.

Aceh? Cuma di masa lalu pernah begitu. Setelahnya, sibuk bernostalgia dgn masa lalu, tanpa membuka mata dgn realita hari ini.
Lalu bgm Aceh bisa berubah? Bangun tidur saja dulu. Buka mata lebar-lebar.

Cuci muka. Lihat hari ini dgn mata hari ini. Jangan terpaku dgn masa lalu.

• • •

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh
 

Keep Current with Zulfikar Akbar

Zulfikar Akbar Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

PDF

Twitter may remove this content at anytime! Save it as PDF for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video
  1. Follow @ThreadReaderApp to mention us!

  2. From a Twitter thread mention us with a keyword "unroll"
@threadreaderapp unroll

Practice here first or read more on our help page!

More from @zoelfick

17 Feb
Dulu, kami di Aceh masih bisa menikmati bioskop, setidaknya sampai awal tahun 2000-an.

Setelahnya, sejak kami semakin "relijiyes" untuk nonton bioskop pun mesti ke Medan.

Baik. Ku-share lagi kisah bioskop di daerah kami yg relijiyes sekali ini.
Dulu, setiap hari, kami bisa ngeliat dulu film apa yang akan tayang hari ini di kolom khusus iklan di koran Serambi Indonesia atau koran Waspada.
Jika tertarik, kami bisa ke bioskop² mana saja di Banda Aceh atau di bioskop kelas kecamatan yang sering kami sebut PHR.
Read 21 tweets
15 Feb
Ini adalah jawaban candaan khasku, krn sering sekali dapat pertanyaan, "Daerah lu kok gitu amat?"
Kenapa kujawab gitu? Sebab faktanya gitu.

Orang miskin cuma dijejali cerita akhirat, tanpa keseimbangan melihat juga urusan yang dekat-dekat.
Ini yang bikin aku sendiri berang. Daerahku terlalu bangga disebut daerah paling islami, sementara kemiskinan terpampang di sana sini.
Read 8 tweets
15 Feb
Masih rame yang ngegunjing soal bojar-bajer?

Sendirinya kudet, bukannya berusaha apdet, malah kalah dengan rasa keder.

Ngaku intelek, pengen keliatan lebih mulia daripada bajer, tapi kok lebih keliatan spt orang minder.
Bawa-bawa publik, seolah publik nggak berdaya di depan tren yang mereka sebut bojar-bajer.

Sendirinya lemah, kok ngira semua orang sama lemah.
Kerja di ranah informasi, tetapi ketakutan dgn perkembangan dunia informasi.

Ini kok lebih mirip orang belajar silat, tetapi malah takut bertarung.
Read 12 tweets
13 Feb
Mau ku-share hasil nguping ide-ide dari aktor di balik perubahan Banyuwangi?

Kok bisa daerah yang dulu dianggap miskin dan bahkan diremehkan krn terkenal dgn santet bisa berubah?
Sejujurnya, tanda tanya itu yang bikin aku antusias untuk berkunjung ke Banyuwangi.

Terlebih buatku, kata "perubahan" menjadi satu kata memikat. Kabupaten ini skrg bisa dibilang sbg daerah yang identik dengan kata tsb.
Terlebih lagi, dari laporan beberapa media, pemerintah setempat kabarnya sukses menaikkan pendapatan per kapita masyarakat Banyuwangi hingga 99 persen...
Read 28 tweets
13 Sep 20
Penikmat permusuhan seperti @zarazettirazr ini, musibah atas Syekh Ali Jaber pun dijadikan bahan untuk provokasi.

Provokasi terselubung spt ini juga pantas dikutuk! (cc: @DivHumas_Polri)
Ulah @zarazettirazr ini kental aroma hasutan. Terlebih ia membawa nama Albert, sbg nama yang identik dgn Nasrani.

Bisa diduga, wanita ini ingin memanfaatkan musibah atas Syekh Ali Jaber utk membenturkan Islam dgn Nasrani.
Di samping, itu juga hoax, karena nama pelaku kemudian diketahui bukanlah Albert spt didengungkan buzzer yg mmg punya rekam jejak hoax @zarazettirazr.
Read 9 tweets
29 Feb 20
Komentar di cuitan ini banyak orang-orang cerdas yg keluar dari konteks rapat "Dampak Corona thd Ekonomi."
Sebenarnya, rapat khusus kesiapan menghadapi menghadapi Corona sudah dilakukan Presiden @jokowi per 4 Februari lalu di Istana Bogor.
Namun, dr sisi publikasi, mmg tidak terlalu terekspose apa saja langkah pemerintah berdasarkan ratas tsb.
Read 6 tweets

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3/month or $30/year) and get exclusive features!

Become Premium

Too expensive? Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal Become our Patreon

Thank you for your support!

Follow Us on Twitter!