Teman-teman 2021, UTBK tinggal 50 hari lagi, tetapi percayalah kamu masih punya BANYAK waktu.
Yang kamu butuhkan satu: ubah MINDSET.
Pertama, ENGGAK ADA yang minta kamu pelajari semua materi dalam H-50. Kalau kamu mau pelajari semua materi itu dari tahun lalu (colek angkatan 2022). Sekarang, sudah bukan lagi waktunya mempelajari semuanya dan, nyatanya, kamu ENGGAK PERLU mempelajari semuanya.
Loh, kok begitu?
Lah, iya. Memangnya semua materi yang kamu pelajari akan keluar pada UTBK nanti?
Enggak.
Terus, untuk mempelajari semuanya?
Makanya, kita harus tahu distribusi atau persebaran soal dari tahun ke tahun. Ini KUNCI PERTAMA.
Cari tahu distribusi atau persebaran soal enam sampai tujuh tahun terakhir. Contohnya seperti yang dibagikan @EdukaSystem berikut.
Sekarang, coba kita lihat, misalnya untuk subtes Sejarah. Ternyata dari 2013—2019, materi Perang Dunia I dan II CUMA muncul DUA kali.
Sekarang, kira-kira, penting banget enggak untuk mempelajari materi ini? Ya, enggak. Dalam arti, kamu sekadar baca saja, tetapi enggak perlu “diseriuskan”.
Justru yang harus kamu pelajari itu ya, misalnya, materi sistem politik dan ekonomi masa Orde Baru dan Reformasi. Dari 2013—2019, materi ini muncul 11 kali.
Artinya apa?
Artinya, kalau kita rata-rata, tiap tahun setidaknya muncul DUA soal tentang materi ini. Karena itu, kita bisa menduga-duga, kemungkinan, tahun ini pun materi ini BISA JADI akan diujikan juga.
Jadi, pelajarilah lebih dalam soal materi ini. Hal yang sama juga berlaku untuk subtes yang lain.
“Kak, aku enggak bisa Matematika.”
Iya, sama, saya juga, tapi bukan berari ENGGAK BISA SEMUA, 'kan?
Enggak mungkin, saya enggak percaya. Kalau kamu sampai enggak bisa semua, terus kamu dapat apa bertahun-tahun sekolah?
Pasti ada yang bisa. Masalahnya, kamu tahu enggak distribusi soal subtes Matematika (Pemahaman Kuantitatif) dari tahun ke tahun?
Jangan-jangan apa yang kamu pusingkan itu BELUM TENTU sering diujikan dari tahun ke tahun. Kalau ternyata begitu, berarti beban kamu berkurang.
Artinya, kamu HANYA HARUS FOKUS pada soal-soal yang selama ini tingkat kemunculannya tinggi.
Selanjutnya, ketika kamu sudah tahu distribusi soal dari tahun ke tahun, kamu harus mengidentifikasi KELEMAHAN kamu di bagian apa?
Iya, kamu enggak bisa Fisika. Iya, kamu enggak bisa Matematika, TAPI di BAGIAN MANA?
Seperti yang saya bilang tadi, enggak mungkin dong kamu enggak bisa sama sekali Matematika? Enggak mungkin dong kamu sama sekali enggak paham Fisika, dsb.?
Masalahnya, sering kali kita enggak mengenal diri kita sendiri. Kita enggak tahu sebetulnya kita merasa kesulitan di mana?
Nah, kalau kita punya “peta” distribusi soal semacam ini, kamu bisa lebih mudah mengidentifikasi materi mana sebetulnya yang belum kamu kuasai.
NAH, mulai dari situ belajarnya. Mulai dari apa yang belum kamu kuasai berdasarkan DISTRIBUSI soal. Jadi, belajarnya jangan “cap-cip-cup”. Maksudnya, “Ah, besok belajar Matematika, deh. Lusa belajar Kimia, deh,” dan seterusnya.
Padahal, belum tentu itu yang paling kamu butuhkan.
Ada dua kemungkinan yang terjadi kalau kamu enggak punya rencana yang jelas.
Pertama, kamu bisa jadi terlalu fokus dengan pelajaran yang enggak kamu bisa, akhirnya pelajaran yang lain “kelupaan”. Atau, kamu berusaha menghindari pelajaran yang enggak suka, akhirnya pelajaran itu malah enggak tersentuh sama sekali. Dua-duanya fatal.
Yang kayak gini enggak akan terjadi kalau kamu tahu dan punya rencana belajar yang jelas.
Jadi, enggak akan ada lagi pertanyaan:
“Kak, aku belajar PBM dari mana?”
Ya enggak bisa disamakan tiap orang. Kamu butuhnya mempelajari apa dulu? Kamu tahu enggak kelemahan kamu di mana? Kamu tahu apa kendala kamu dalam mempelajari subtes itu?
Kalau kamu sendiri ENGGAK MENGENAL kelebihan dan kekurangan kamu sendiri, bagaimana kamu bisa menentukan strategi yang tepat?
Mau pakai cara belajar apa pun, kalau kamu enggak tahu atau enggak kenal dengan diri sendiri, belajarnya enggak akan sepenuhnya efektif.
Terakhir, soal try out. Katakanlah kamu mengerjakan TO @EdukaSystem. Pertama, ENGGAK ADA yang minta hari ini kamu belajar, besok TO, hasilnya HARUS di atas 800. Enggak ada. Itu (mungkin) cuma di pikiran kamu.
TO itu ada untuk melatih kamu, supaya kamu berprogres.
Maksudnya bagaimana? Ya, kalau misalnya sekarang cuma bisa mengerjakan TIGA soal PK, ya enggak apa-apa, TAPI pastikan itu, pertama, benar semua. Kedua, kamu lihat, materi apa yang bisa kamu kerjakan pada tiga soal yang benar tadi.
Pastikan kamu benar-benar paham, BUKAN karena HOKI alias beruntung jawab benar. Nah, kalau kamu sudah paham, TUGAS kamu untuk persiapan TO berikutnya, katakanlah minggu berikutnya, kamu CUMA HARUS tambah dua soal SAJA.
Ya, TAMBAH dua soal saja. Jadi, minggu lalu kamu bisa jawab 3 soal, minggu depan kamu HARUS BISA jawab 5 soal, DAN BENAR.
Sampa sini oke ya?
Bisa enggak? BISA.
Cuma tambah 2 soal, kok! Masa enggak bisa? Harga diri kamu sebagai siswa dipertaruhkan kalau cuma tambah 2 soal saja enggak mampu. Di mana tanggung jawab kamu sebagai siswa selama ini?
Orang tua kamu membiayai sekolah kamu selama ini, masa kamu tambah 2 soal saja untuk dikerjakan enggak bisa? Saya enggak percaya. Kamu pasti bisa.
Oke, jadi itu tugas kamu. Dan itu BERLAKU untuk semua subtes. Misalnya, pada TO yang lalu, kamu sudah bisa mengerjakan 10 soal PBM. Ya sudah, BAGUS! Hargai itu. JANGAN lihat ORANG LAIN. Jangan.
Fokus pada diri sendiri.
Nah, tugas kamu untuk minggu depan, kamu harus TAMBAH 2 soal lagi supaya bisa benar 12 soal. Jadi, kamu enggak tertekan.
Kenapa? Dalam mindset kamu, kamu sudah bisa 10 soal, tugas kamu CUMA pelajari 2 materi SAJA (berdasarkan distribusi soal tadi), supaya nanti bisa isi 12 soal dan benar soal.
Mudah, 'kan? Jadi, ENGGAK ada yang minta kamu supaya hari ini belajar, besok TO nilaimu langsung meroket. Enggak begitu.
SABAR!
Percaya dengan progres. Percaya dengan ketekunan. Enggak ada yang instan. Semua butuh proses. Hargai proses itu.
Jadi, jangan lagi melihat bagaimana progres orang lain. Biarlah orang lain dengan urusannya sendiri. Kamu fokus pada progresmu sendiri.
Jadi, sekarang sudah H-50. Sudah 70 hari berlalu sejak saya men-tweet utas ini. Ternyata, waktu memang berlalu secepat itu.
Pagi! Mari sekali lagi kita lihat “dosa” @kompascom. Kali ini masih berhubungan dengan pembahasan dua hari lalu tentang pemberitaan “drama” antara YouTuber poliglot Fiki Naki dan perempuan Kazakhstan bernama Dayana.
1. Sebagaimana koreksian saya dua hari lalu. Lagi-lagi, judul ini bermasalah.
Dayana SIAPE?
Ya, siapa Dayana? Memangnya semua pembaca Kompas.com tahu siapa Dayana? Memangnya Dayana ini bintang top dunia? Bukan. Lalu siapa?
Mari saya tunjukkan sedikit bukti bahwa judul semacam ini membingungkan.
Jadi, ini sudah jelas dan rasa-rasanya tidak perlu dijelaskan panjang lebar lagi, teman-teman bisa mengecek pembahasan serupa pada konten koreksian dua hari lalu di Instagram ataupun Twitter.
Pagi! Lama tidak mencurahkan “perhatian” kepada media-media kita. Kali ini, saya mau “mencolek” @kompascom.
Perkara mengoreksi itu bukan sekadar “coret-coret” tulisan. Tiap koreksian harus ada alasan yang jelas. Karena itu, menjadi editor memang bukan pekerjaan sembarangan.
1. Saya selalu menyebut judul semacam ini judul “kepedean”. Maksudnya, si penulis (atau si editor) merasa terlalu percaya diri (dan yakin betul) bahwa semua pembaca mereka tahu siapa yang dimaksud.
Apakah semua pembaca Kompas.com pasti tahu siapa itu Fiki Naki dan Dayana? Belum tentu. Apakah pembaca Kompas.com hanya orang-orang yang mengikuti kisah Fiki Naki dan Dayana? Tentu tidak.
Pagi! Banyak yang tanya tentang cara menemukan makna kata berimbuhan yang semakna. Makna afiks dalam bahasa Indonesia sangat banyak dan, sejujurnya, mustahil menghafalkan semuanya. Saya pernah membahas lengkap tentang afiks di sini.
Pagi! Mungkin di antara kalian, angkatan 2019, 2020, atau 2021 ada yang mau kuliah di Rusia? Atau mungkin kalian yang sudah lulus S-1 mau melanjutkan S-2 di Rusia? Berikut saya jelaskan panduan dan dokumen apa saja yang dibutuhkan.
Setiap tahun, pemerintah Rusia membuka pendaftaran program kuliah berbeasiswa untuk para mahasiswa asing. Program beasiswa dibuka untuk jenjang pendidikan S-1 hingga S-3.
Sebagai gambaran, jumlah kuota yang diberikan untuk pelajar Indonesia selama beberapa tahun terakhir sebanyak 161 orang. Jumlah ini sudah mencakup jenjang pendidikan S-1, S-2, dan S-3. Meski begitu, pendaftaran kali ini cukup singkat.
Jalan-jalan, tepatnya jalan-jalan ke SMA-SMA se-Jabodebek (enggak termasuk Tangerang karena dulu lumayan enggak terjamah, Google Maps baru mulai dikembangkan).
Biasanya, dulu kami bawa tim publikasi, tetapi kadang saya harus presentasi sendirian di aula sekolah di hadapan ratusan siswa kelas XII, dan itu kesan yang enggak pernah terlupakan.
Selama kuliah itu, saya mengunjungi banyak sekolah, ada yang besar, kecil, terpencil, berada di pusat kemacetan, di gang sempit, macam-macam.