Malam ini, saya akan mulai membahas fenomena orang berilmu namun tdk beramal. Sebab itu, saya ingin mengangkat topik hubungan ilmu dan amal dlm pandangan Imam Al-Ghazali.
Saya mohon bantuan retweet dari pembaca untuk menyebarkan ilmu.
Terima kasih.
1. Pertama-tama, saya ingin mengajak para pembaca untuk merenungkan perkataan Iman Al-Ghazali dalam kitab Ihya. Ia mengatakan bahwa amal itu mengikuti suasana hati; suasana hati mengikuti ilmu dan ilmu mengikuti pikiran.
2. Berdasarkan perkataan Imam Al-Ghazali, kita menumukan tiga perkara. Pertama adalah ilmu (العلم). Kedua adalah suasana hati (الحال). Sedangkan ketiga adalah tindakan (العمل). Sekarang kita pahami seperti apa hubungan ketiga perkara itu sesuai dengan pandangan Imam Al-Ghazali.
3. Dalam pandangan Imam Al-Ghazali, ilmu akan menyebabkan suasana hati. Sementara itu, suasana hati akan menyebabkan sebuah amal. Jika kita mencermati pandangan Iman Al-Ghazali itu maka kita tahu bahwa di antara ilmu dan amal terdapat suasana hati.
4. Dalam pandangan Imam Al-Ghazali, ilmu dan amal tidak memiliki hubungan. Sesungguhnya hubungan ilmu dan amal dijembatani oleh suasana hati. Dengan kata lain, faktor yang mendorong terjadinya sebuah amal adalah suasana hati bukan ilmu.
5. Saya akan memberikan contoh sederhana. Fulan melihat seekor ular berbisa di bawah kursi. Setelah ia mengetahui ular itu maka ia bergegas keluar dari dalam rumahnya karena ketakutan. Pertanyaannya sekarang, apakah yang membuat Fulan bergegas kaluar dari dalam rumahnya?
6. Sebelum menjawab pertanyaan di atas, kita pahami apa yang terjadi dalam diri Fulan. Ketika ia melihat seekor ular berbisa di bawah kursi maka ia mengetahui sebuah bahaya yang mengancam dirinya. Sebab, ia mengetahui bahaya itu maka muncul ketakutan dalam hatinya.
7. Sebab ketakutan dalam hatinya, Fulan bergegas keluar dari dalam rumahnya untuk menyelamatkan diri. Jadi, Fulan bergegas keluar rumahnya karena ketakutan dalam hatinya dan bukan karena ia mengetahui seekor ular berbisa di bawah kursi.
8. Seseorang mendengar gambaran neraka dari seorang ustaz. Setelah itu, ia mengetahui siksa neraka yang pedih. Seandainya pengetahuan tentang siksa neraka membuat orang itu ketakutan dalam hatinya maka ia bergegas meninggalkan maksiat.
9. Sayangnya, pengetahuan manusia tentang pedihnya siksa neraka sama sekali tidak menyebabkan rasa takut dalam hatinya. Bahkan syahwat (الشهوة) di dalam dirinya menggambarkan kesenangan dalam maksiat. Sebab itu, ia tidak meninggalkan maksiat malah ia bergegas melakukannya.
10. Ketika manusia mengetahui sesuatu yang dianggap bisa membahayakan atau merugikan maka muncul dorongan di dalamnya unyuk menghindar, menyelamatkan diri dan sebagainya. Dorongan itu disebut amarah (الغضب) dalam pandangan Imam Al-Ghazali.
11. Sementara itu, ketika manusia mengetahui sesuatu yang dianggap bisa memberikan kesenangan maka muncul dorongan dalam dirinya untuk mendapatkannya dan meraihnya. Dorongan itu disebut syahwat dalam pandangan Imam Al-Ghazali.
12. Sekarang saya ingin fokus kepada hubungan ilmu dan amal dalam pandangan Imam Al-Ghazali. Dalam hal ini, tidak ada jaminan bahwa orang berilmu akan melakukan tindakan berdasarkan ilmunya karena kehadiran ilmu belum tentu melahirkan suasana hati pada diri manusia.
13. Sebenarnya Imam Al-Ghazali tidak heran jika ia melihat orang berilmu tidak beramal berdasarkan ilmunya karena ilmu tidak memiliki hubungan langsung dengan amal dan faktor yang mendorong orang berilmu untuk beramal dengan ilmunya adalah suasana hatinya.
14. Di sebuah kampung diadakan pengajian. Fulan tidak menghadiri pengajian itu meski ia tidak ada keperluan lain. Padahal ia tahu bahwa pengajian itu amal shalih dan ia tahu hukum menuntut ilmu itu wajib dalam syari'at Islam. Mengapa hal itu bisa terjadi pada Fulan?
15. Hal itu terjadi krn pengetahuan Fulan tentang pengajian sbg amal shalih dan kewajiban menuntut ilmu dlm syari'at Islam tdk menyebabkan motivasi dalam dirinya. Seandainya pengetahuan itu menyebabkan motivasi dlm hati Fulan tentunya ia akan menghadiri pengajian di kampungnya.
16. Sekali lagi saya ingin menegaskan bhw ilmu tidak memiliki hubungan langsung dengan amal dalam pandangan Imam Al-Ghazali. Suasana hati adalah faktor utama yang mendorong munculnya amal di alam syahadah. Dalam hal ini, ilmu adalah faktor yang menyebabkan suasana tertentu hati.
17. Sekarang kita simak penjelasan Imam Fakhruddin ar-Razi :
اعلم أن المداخل الشيطان من قبلها في الأصل ثلاثة : الشهوة والغضب والهوى فالشهوة بهيمية والغضب سبعية والهوى شيطانية فالشهوة آفة لكن الغضب أعظم منه والغضب آفة لكن الهوى أعظم منه.
18. Sesungguhnya dalam diri manusia terdapat syahwat, amarah dan dorongan nafsu (hawa) yang selalu mendorongnya untuk melakukan amal. Dalam hal ini, syahwat adalah dorongan untuk mendapatkan apa yang dianggap memberikan kesenangan.
19. Amarah adalah dorongan untuk mempertahankan diri dari apa yang dianggap membahayakan dan merugikan. Sedangkan dorongan nafsu untuk mendapatkan pengakuan dari sesama.
20. Dalam kenyataan, syahwat, amarah dan dorongan nafsu lebih dulu ada dalam diri manusia. Sedangkan ilmu ada belakangan setelah syahwat, amarah dan dorongan nafsu. Sebab itu, kecenderungan manusia melakukan sebuah amal karena dorongan syahwat, amarah dan dorongan nafsu.
21. Dalam pandangan Fakhruddin ar-Razi, syahwat memiliki dampak negatif. Namun dampak negatif amarah lebih besar daripada dampak negatif syahwat. Sementara itu, dampak negatif dorongan nafsu lebih besar lagi darpada dampak negatif amarah.
22. Tindakan sebagai dampak negatif syahwat dalam pandangan Fakhruddin ar-Razi disebut tindakan kotor (الفحشاء). Tindakan sebagai dampak negatif dari amarah disebut munkar (المنكر). Sedangkan tindakan sebagai dampak negatif dari hawa disebut kezaliman (البغي).
23. اِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْاِحْسَانِ وَاِيْتَاۤئِ ذِى الْقُرْبٰى وَيَنْهٰى عَنِ الْفَحْشَاۤءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ
Dalam hal ini, Allah melarang tindakan kotor, tindakan mungkar dan tindakan kezaliman.
24. Dalam kenyataan, ilmu justru dimanfaatkan oleh syahwat, amarah dan dorongan nafsu dalam melakukan tindakan di alam syahadah.
25. Saya cukupkan sekian. Insya Allah, saya akan lanjutkan pembahasan ini dengan judul lain. Semoga pembahasan ini bisa mencerahkan. Terima kasih buat retweet untuk menyebarkan ilmu.
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Karena banyak sahabatku yang menanyakan jembatan antara ilmu dan amal, maka saya akan melanjutkan pembahasan sebelumnya dengan judul :
MENGATASI KEMALASAN
Saya mohon bantuan retweet dari pembaca untuk menyebarkan ilmu.
1. Saya ingin memulai pembahasan ini dgn sebuah kisah imajinatif. Fulan ditanya oleh temannya : Mengapa kamu tidak kuliah hari ini? Fulan menjawab : Hari ini, hatiku malas sekali untuk berangkat ke kampus. Dalam hal ini, malas merupakan salah satu bentuk dari suasana hati.
2. Sekarang kita tahu dengan jelas bahwa malas (suasana hati) bukannya mendekatkan ilmu kepada amal malah menjauhkan ilmu dari amal. Sebagai buktinya bahwa Fulan tidak berangkat ke kampus untuk mengikuti kuliah karena ia merasa malas dalam hatinya.
Dikisahkan, seorang sufi bertemu dengan seorang teolog di sebuah majelis. Mereka terlibat diskusi mengenai cara membuktikan keberadaan Allah. Tampak sufi mengajukan pertanyaan terlebih dahulu kepada teolog.
Sufi : Apakah Allah itu ada?
Teolog : Tentu saja Allah itu ada.
Sufi : Apakah bukti jika Allah itu ada?
Teolog : Alam semesta ini adalah bukti adanya Allah.
Selanjutnya, teolog bertanya kepada sufi.
Teolog : Apakah Allah itu ada?
Sufi : Tentu saja Allah itu ada.
Dan makna "Asyahadu an la ilaha illa Allah" adalah aku tahu, aku beriktikad dengan hatiku dan menerangkan kepada selainku bahwa tiada sesembahan yang benar dalam wujud kecuali Allah.
Di balik kata kerja (verba) aku bersaksi tersimpan tiga macam kata kerja. Pertama adalah aku tahu. Kedua adalah aku beriktikad. Ketiga adalah aku menerangkan. Ketiga kata kerja (aku tahu, aku beriktikad dan aku menerangkan (membentuk makna aku bersaksi.
Malam ini, saya mau membahas konsep berpikir dalam pandangan Al-Ghazali.
Saya mohon bantun retweet buat sebarkan ilmu.
Terima kasih.
قال الغزالي : وأما ثمرة الفكر فهي العلوم والأحوال والأعمال ولكن ثمرته الخاصة العلم لا غير نعم إذا حصل العلم في القلب تغير حال القلب وأذا تغير حال القلب تغير أعمال الجوارح فالعمل تابع الحال والحال تابع العلم والعلم تابع الفمر فالفكر إذا هو المبدأ والمفتاح للخيرات كلها (أحياء)
وقال أيضا فهاهنا خمس درجات : أولاها التذكر هو إحضار المعرفتين في القلب وثانيتها التفكر وهو طلب المعرفة المقصودة منهما والثالثة حصول المعرفة المطلوبة واستنارة القلب بها والرابعة تغير حال القلب عما كان بسبب حصول نور المعرفة والخامسة خدمة الحوارح للقلب بحسب ما يتجدد له من الحال.
Siang ini, sembari duduk di teras rumah, saya akan mulai membahas perkataan "Aku lebih baik daripada orang itu". Iblis telah melontarkan perkataan semacam itu di hadapan Allah sebagaimana dicatat dalam Al-Qur'an.
Mohon diretweet untuk sebarkan ilmu!
1. Saya mengandaikan X berkata : Aku lebih baik daripada Y. Perkataan itu mengandung dua macam pengetahuan. Pertama adalah pengetahuan X tentang dirinya sendiri. Kedua adalah pengetahuan X tentang diri Y. Jadi, perkataan itu merupakan kesimpulan dari dua macam pengetahuan.
2. Begitu juga perkataan iblis "Aku lebih baik daripada ia, Engkau ciptakan aku dari api dan Engkau ciptakan ia dari tanah" mengandung dua macam pengetahuan. Pertama adalah pengetahuan iblis tentang dirinya. Kedua adalah pengetahuan iblis tentang Adam.
Malam ini, saya akan melanjutkan pembahasan logika setan. Saya mengharapkan bantuan retweet dari sahabat-sahabat untuk menyebarkan ilmu.
Terima kasih.
1. Manusia memiliki dorongan di dalam dirinya untuk mendapatkan pengakuan sebagai makhluk terbaik dari sesamanya dan Tuhannya. Secara teknis, dorongan itu disebut nafsu. Bukti keberadaan nafsu dalam diri manusia adalah senang bila dipuji dan marah bila dicaci.
2. Ketika manusia mendapat pujian maka nafsu akan senang karena pujian itu merupakan bentuk dari pengakuan dirinya. Sebaliknya ketika ia mendapatkan cacian maka nafsu akan marah karena cacian itu merupakan bentuk dari ketiadaan pengakuan.