Karena banyak sahabatku yang menanyakan jembatan antara ilmu dan amal, maka saya akan melanjutkan pembahasan sebelumnya dengan judul :
MENGATASI KEMALASAN
Saya mohon bantuan retweet dari pembaca untuk menyebarkan ilmu.
1. Saya ingin memulai pembahasan ini dgn sebuah kisah imajinatif. Fulan ditanya oleh temannya : Mengapa kamu tidak kuliah hari ini? Fulan menjawab : Hari ini, hatiku malas sekali untuk berangkat ke kampus. Dalam hal ini, malas merupakan salah satu bentuk dari suasana hati.
2. Sekarang kita tahu dengan jelas bahwa malas (suasana hati) bukannya mendekatkan ilmu kepada amal malah menjauhkan ilmu dari amal. Sebagai buktinya bahwa Fulan tidak berangkat ke kampus untuk mengikuti kuliah karena ia merasa malas dalam hatinya.
3. Fulan tahu bahwa ia akan mendapatkan ilmu dengan kuliah. Bahkan ia tahu kalau kuliah (belajar) hukumnya wajib dalam syariat Islam. Namun semua pengetahuan Fulan tidak membuat semangat dalam hatinya. Dalam hal ini, semangat juga merupakan salah bentuk dari suasana hati.
4. Saya ingin fokus bahwa malas dan semangat merupakan dua suasana yang saling berlawanan. Malas dalam hati membuat jarak antara ilmu dan amal semakin jauh. Sedangkan semangat membuat jarak antara ilmu dan amal semakin dekat.
5. Persoalan malas (الكسلان) dan semangat (النشيط) itu bisa dipahami dari keberadaan syahwat (الشهوة) dan amarah (الغضب) dalam diri manusia.
6. Jika manusia menilai suatu tindakan dari syahwatnya dianggap tidak memberikan suatu kesenangan maka muncul malas dalam hatinya untuk melakukannya. Sebaliknya, jika ia menilai suatu tindakan dianggap memberikan kesenangan maka muncul semangat dalam hatinya untuk melakukannya.
7. Jika manusia menilai suatu tindakan dari amarahnya dianggap merugikan dirinya maka muncul takut dalam hatinya untuk melakukannya. Sebaliknya, jika ia menilai suatu tindakan dianggap memberikan keuntungan maka muncul tekad dalam hatinya untuk melakukannya.
8. Sekarang, saya akan mengemukakan pendapat Kyai Nawawi Baten :
إذا قام ذكر الرجل ذهب ثلثا عقله
Ketika kemaluan laki-laki ereksi maka dua pertiga akalnya hilang.
Maksudnya, ketika manusia mengikuti syahwat atau amarah semata maka ia akan berbuat tidak rasional.
9. Seperti telah dijelaskan bahwa malas (suasana hati) selalu menjauhkan ilmu dari amal. Misal, manusia tidak melakukan sebuah tindakan baik bukan karena ia tidak tahu tapi karena ia malas.
10. Malas (suasana hati) itu terjadi karena manusia mendapati dua macam tindakan. Pertama adalah tindakan rasional (العمل العلقي), seperti belajar. Kedua adalah tindakan syahwati (العمل الشهوتي) seperti bermain.
11. Jika pikiran memilih tindakan syahwati (bermain) maka manusia akan merasa malas melakukan tindakan rasional (belajar).
12. Sampai di sini, saya ingin menegaskan bahwa sesungguhnya berpikir (التفكر) merupakan salah satu jembatan yang menghubungkan antara ilmu dan amal.
13. Seperti dijelaskan oleh Imam Al-Ghazali bahwa pikiran adalah sumber dan kunci semua kebaikan. Penjelasan Imam Al-Ghazali itu bisa diterima secara rasional jika pikiran memiliki kemampuan berupa banyak pengetahuan.
14. Jika pikiran tidak memiliki kemampuan berupa banyak pengetahuan maka pikiran itu hanya akan menjadi sumber keburukan bagi manusia.
15. Sebab banyak pengetahuan, pikiran diharapkan sanggup mengalahkan dorongan syahwat dalam memilih tindakan untuk dilakukan oleh manusia. Sekali lagi, saya tegaskan bahwa berpikir dapat menjadi jembatan antara ilmu dan amal.
16. Sekian. Semoga pembahasan ini bisa mencerahkan. Terima kasih untuk pembaca yang berkenan rewteet untuk menyebarkan ilmu.
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Malam ini, saya akan mulai membahas fenomena orang berilmu namun tdk beramal. Sebab itu, saya ingin mengangkat topik hubungan ilmu dan amal dlm pandangan Imam Al-Ghazali.
Saya mohon bantuan retweet dari pembaca untuk menyebarkan ilmu.
Terima kasih.
1. Pertama-tama, saya ingin mengajak para pembaca untuk merenungkan perkataan Iman Al-Ghazali dalam kitab Ihya. Ia mengatakan bahwa amal itu mengikuti suasana hati; suasana hati mengikuti ilmu dan ilmu mengikuti pikiran.
2. Berdasarkan perkataan Imam Al-Ghazali, kita menumukan tiga perkara. Pertama adalah ilmu (العلم). Kedua adalah suasana hati (الحال). Sedangkan ketiga adalah tindakan (العمل). Sekarang kita pahami seperti apa hubungan ketiga perkara itu sesuai dengan pandangan Imam Al-Ghazali.
Dikisahkan, seorang sufi bertemu dengan seorang teolog di sebuah majelis. Mereka terlibat diskusi mengenai cara membuktikan keberadaan Allah. Tampak sufi mengajukan pertanyaan terlebih dahulu kepada teolog.
Sufi : Apakah Allah itu ada?
Teolog : Tentu saja Allah itu ada.
Sufi : Apakah bukti jika Allah itu ada?
Teolog : Alam semesta ini adalah bukti adanya Allah.
Selanjutnya, teolog bertanya kepada sufi.
Teolog : Apakah Allah itu ada?
Sufi : Tentu saja Allah itu ada.
Dan makna "Asyahadu an la ilaha illa Allah" adalah aku tahu, aku beriktikad dengan hatiku dan menerangkan kepada selainku bahwa tiada sesembahan yang benar dalam wujud kecuali Allah.
Di balik kata kerja (verba) aku bersaksi tersimpan tiga macam kata kerja. Pertama adalah aku tahu. Kedua adalah aku beriktikad. Ketiga adalah aku menerangkan. Ketiga kata kerja (aku tahu, aku beriktikad dan aku menerangkan (membentuk makna aku bersaksi.
Malam ini, saya mau membahas konsep berpikir dalam pandangan Al-Ghazali.
Saya mohon bantun retweet buat sebarkan ilmu.
Terima kasih.
قال الغزالي : وأما ثمرة الفكر فهي العلوم والأحوال والأعمال ولكن ثمرته الخاصة العلم لا غير نعم إذا حصل العلم في القلب تغير حال القلب وأذا تغير حال القلب تغير أعمال الجوارح فالعمل تابع الحال والحال تابع العلم والعلم تابع الفمر فالفكر إذا هو المبدأ والمفتاح للخيرات كلها (أحياء)
وقال أيضا فهاهنا خمس درجات : أولاها التذكر هو إحضار المعرفتين في القلب وثانيتها التفكر وهو طلب المعرفة المقصودة منهما والثالثة حصول المعرفة المطلوبة واستنارة القلب بها والرابعة تغير حال القلب عما كان بسبب حصول نور المعرفة والخامسة خدمة الحوارح للقلب بحسب ما يتجدد له من الحال.
Siang ini, sembari duduk di teras rumah, saya akan mulai membahas perkataan "Aku lebih baik daripada orang itu". Iblis telah melontarkan perkataan semacam itu di hadapan Allah sebagaimana dicatat dalam Al-Qur'an.
Mohon diretweet untuk sebarkan ilmu!
1. Saya mengandaikan X berkata : Aku lebih baik daripada Y. Perkataan itu mengandung dua macam pengetahuan. Pertama adalah pengetahuan X tentang dirinya sendiri. Kedua adalah pengetahuan X tentang diri Y. Jadi, perkataan itu merupakan kesimpulan dari dua macam pengetahuan.
2. Begitu juga perkataan iblis "Aku lebih baik daripada ia, Engkau ciptakan aku dari api dan Engkau ciptakan ia dari tanah" mengandung dua macam pengetahuan. Pertama adalah pengetahuan iblis tentang dirinya. Kedua adalah pengetahuan iblis tentang Adam.
Malam ini, saya akan melanjutkan pembahasan logika setan. Saya mengharapkan bantuan retweet dari sahabat-sahabat untuk menyebarkan ilmu.
Terima kasih.
1. Manusia memiliki dorongan di dalam dirinya untuk mendapatkan pengakuan sebagai makhluk terbaik dari sesamanya dan Tuhannya. Secara teknis, dorongan itu disebut nafsu. Bukti keberadaan nafsu dalam diri manusia adalah senang bila dipuji dan marah bila dicaci.
2. Ketika manusia mendapat pujian maka nafsu akan senang karena pujian itu merupakan bentuk dari pengakuan dirinya. Sebaliknya ketika ia mendapatkan cacian maka nafsu akan marah karena cacian itu merupakan bentuk dari ketiadaan pengakuan.