Sepertinya menarik jika saya membahas konsep tawakkal Ibn Faris malam ini.
التوكل أظهار العجز في الأمر واعتماد على غيرك
Tawakkal adalah memperlihatkan kelemahan dalam sebuah perkara dan bersandar kepada selainmu.
Yuk bantu retweet untuk sebarkan ilmu.
Terima kasih
1. Pengertian tawakkal, sbgmn dijelaskan oleh Ibn Faris, terdiri dari dua tahap. Pertama adalah memperlihatkan kelemahan dalam sebuah perkara (إظهار العجز في الأمر). Sedangkan kedua adalah bersandar (الإعتماد). Saya akan membuat analogi untuk menjelaskan dua tahap tawakkal.
2. Fulan sedang sakit. Ia datang kepada seorang dokter. Lalu ia menyampaikan keluhannya kepada dokter itu. Dalam hal ini, menyampaikan keluhan adalah menunjukkan kelemahan dalam perkara medis dan kesehatan.
3. Setelah mendengar keluhan Fulan, dokter itu memberikan obat dan saran. Sesampainya du rumah, Fulan minum obat dan melakukan saran dokter. Dalam hal ini, minum obat dan melakukan saran dokter adalah bersandar kepada dokter.
4. Seorang anak tidak tahu kondisi masa depannya. Sebab itu, ia bertanya kepada kedua orang tuanya perihal masa depanya. Dalam hal ini, bertanya perihal masa depan kepada kedua orang adalah menunjukkan kelemahan. Kemudian kedua orang tua menyuruhnya untuk rajin dan giat belajar.
5. Setelah mendengar perintah kedua orang tuanya, anak rajin dan giat belajar. Dalam hal ini, rajin dan giat belajar adalah bersandar kepada kedua orang tua.
6. Sekarang, saya akan menjelaskan konsep tawakkal kepada Allah (التوكل على الله). Seperi telah dijelaskan di atas, tawakkal dimulai dengan menunjukkan kelemahan dalam suatu perkara. Sebab itu, tawakkal kepada Allah juga dimulai dengan menjunjukkan kelemahan dalam sebuah perkara.
7. Biasanya ketika seseorang tidak mengetahui apa yang terjadi di masa depan maka ia mengucapkan : Sekarang saya hanya bisa bertawakkal kepada Allah. Jadi, manusia tidak mengetahui kondisinya di masa depan. Ketidaktahuan manusia tentang masa depan adalah sebuah kelemahan.
8. Mengapa Fulan menyampaikan keluhan kepada dokter dan minum obat serta melakukan saran dokter? Hal itu dilakukan oleh Fulan karena ia percaya kepada dokter. Jadi, memperlihatkan kelemahan dlm sebuah perkara dan bersandar terlaksana karena percaya.
9. Begitu juga halnya, kita memperlihatkan kelemahan tetang masa depan di hadapan Allah karena kita percaya (beriman) bahwa Dia akan memberikan solusi yang harus kita laksanakan dengan kesungguhan. Ketika kita melaksanakan solusi adalah bersandar kepada Allah.
10. Jelasnya, beragam perintah Allah dan larangan-Nya merupakan solusi atas ketidaktahuan kita tentang masa depan. Sebab itu, melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya adalah bersandar kepada-Nya.
11. Jadi, tidak orang bertawakkal kepada Allah sementara itu ia meninggalkan perintah-perintah-Nya dan melanggar larangan-larangan-Nya. Sekian pembahasan ini. Terima kasih.
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Assalamu alaikum wr wb,
Insya Allah nanti malam, saya akan melanjutkan pembahasan sihir dengan judul :
SIHIR : SEBUAH MANUPULASI FAKTA INDRAWI
Saya mohon bantuan retweet untuk sebarkan ilmu.
Terima kasih
1. Sekarang, saya akan melanjutkan pembahasan tentang sihir. Selain itu, saya meminta pembaca untuk membaca pembahasan sebelumnya agar tidak mengalami kesulitan dalam memahami sihir sebagai manupulasi fakta indrawi.
2. Secara rasional, para penyihir Fir'aun tidak mungkin (mustahil) mengubah tongkat dan tali mereka menjadi ular-ular dengan kemampuan mereka. Bahkan Nabi Musa tidak sanggup dengan kemampuan dirinya mengubah tongkatnya jadi ular kecuali dengan peran Allah dalam peristiwa itu.
Assalamu alaikum wr wb,
Seperti permintaan @rihan_azzahra, insya Allah besok, saya akan membahas tentang sihir.
Saya mohon bantuan retweet untuk sebarkan ilmi.
Terima kasih.
1. Kata sihir dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Arab السحر. Persoalan sihir dapat ditemukan dalam Al-Qur'an seperti dalam kisah Nabi Musa dan Fir'aun. Pembahasan sihir kali ini bersumber pada kisah itu. Semoga pembahasan ini memberikan wawasan bagi para pembaca.
2. Dalam pembahasan ini, saya mengacu pada definisi sihir yang dikemukakan oleh Ibn Faris dalam al-Mu'jam al-Maqayis fi al-Lughat. Ia menjelaskan bahwa sihir adalah mengeluarkan kebatilan dalam bentuk kebenaran.
فالسحر قال قوم هو إخراج الباطل في صورة الحق (إبن فارس)
1. Saya ingin menjelaskan dua macam ucapan. Pertama adalah ucapan konstatatif (constatative utterence). Kedua adalah ucapan performatif (performatif). Ucapan konstatatif adalah ujaran yang digunakan untuk menggambarkan atau memerikan peristiwa, proses, keadaan dan sebagainya.
2. Ucapan konstatatif bersifat betul atau salah. Sebaliknya, ucapan performatif adalah ujaran yang memperlihatkan bahwa suatu perbuatan telah diselesaikan dan mengungkapkannya berarti perbuatan itu diselesaikan juga.
Karena banyak sahabatku yang menanyakan jembatan antara ilmu dan amal, maka saya akan melanjutkan pembahasan sebelumnya dengan judul :
MENGATASI KEMALASAN
Saya mohon bantuan retweet dari pembaca untuk menyebarkan ilmu.
1. Saya ingin memulai pembahasan ini dgn sebuah kisah imajinatif. Fulan ditanya oleh temannya : Mengapa kamu tidak kuliah hari ini? Fulan menjawab : Hari ini, hatiku malas sekali untuk berangkat ke kampus. Dalam hal ini, malas merupakan salah satu bentuk dari suasana hati.
2. Sekarang kita tahu dengan jelas bahwa malas (suasana hati) bukannya mendekatkan ilmu kepada amal malah menjauhkan ilmu dari amal. Sebagai buktinya bahwa Fulan tidak berangkat ke kampus untuk mengikuti kuliah karena ia merasa malas dalam hatinya.
Malam ini, saya akan mulai membahas fenomena orang berilmu namun tdk beramal. Sebab itu, saya ingin mengangkat topik hubungan ilmu dan amal dlm pandangan Imam Al-Ghazali.
Saya mohon bantuan retweet dari pembaca untuk menyebarkan ilmu.
Terima kasih.
1. Pertama-tama, saya ingin mengajak para pembaca untuk merenungkan perkataan Iman Al-Ghazali dalam kitab Ihya. Ia mengatakan bahwa amal itu mengikuti suasana hati; suasana hati mengikuti ilmu dan ilmu mengikuti pikiran.
2. Berdasarkan perkataan Imam Al-Ghazali, kita menumukan tiga perkara. Pertama adalah ilmu (العلم). Kedua adalah suasana hati (الحال). Sedangkan ketiga adalah tindakan (العمل). Sekarang kita pahami seperti apa hubungan ketiga perkara itu sesuai dengan pandangan Imam Al-Ghazali.
Dikisahkan, seorang sufi bertemu dengan seorang teolog di sebuah majelis. Mereka terlibat diskusi mengenai cara membuktikan keberadaan Allah. Tampak sufi mengajukan pertanyaan terlebih dahulu kepada teolog.
Sufi : Apakah Allah itu ada?
Teolog : Tentu saja Allah itu ada.
Sufi : Apakah bukti jika Allah itu ada?
Teolog : Alam semesta ini adalah bukti adanya Allah.
Selanjutnya, teolog bertanya kepada sufi.
Teolog : Apakah Allah itu ada?
Sufi : Tentu saja Allah itu ada.