Assalamu alaikum wr wb,
Insya Allah nanti malam, saya akan melanjutkan pembahasan sihir dengan judul :
SIHIR : SEBUAH MANUPULASI FAKTA INDRAWI
Saya mohon bantuan retweet untuk sebarkan ilmu.
Terima kasih
1. Sekarang, saya akan melanjutkan pembahasan tentang sihir. Selain itu, saya meminta pembaca untuk membaca pembahasan sebelumnya agar tidak mengalami kesulitan dalam memahami sihir sebagai manupulasi fakta indrawi.
2. Secara rasional, para penyihir Fir'aun tidak mungkin (mustahil) mengubah tongkat dan tali mereka menjadi ular-ular dengan kemampuan mereka. Bahkan Nabi Musa tidak sanggup dengan kemampuan dirinya mengubah tongkatnya jadi ular kecuali dengan peran Allah dalam peristiwa itu.
3. Barangkali kita pernah melihat seutas tali berwarna hitam di pojok ruangan agak gelap. Pada saat itu, seutas tali itu terbayang seekor ular berbisa dalam kesadaran kita. Hal itu terjadi karena imajinasi (الخيال) dalam kesadaran kita. Kemudian kita melompat karena ketakutan.
4. Berkata Musa, "Silahkan kamu sekalian melemparkan!" Maka tiba-tiba tali-tali dan tongkat-tongkat mereka, terbayang kepada Musa seakan-akan ia merayap cepat, lantaran sihir mereka. (Thaha : 56).
5. Sebenarnya apa yg dialami oleh Nabi Musa tdk berbeda dgn pengalaman kita selama ini. Hanya saja, seutas tali terbayang seekor ular dlm kesadaran kita terjadi secara alamiah. Sedangkan seutas tali terbayang seekor ular dlm kesadaran Nabi Musa krn tipu muslihat para penyihir.
6. Pada batas tertentu, apa yang dilakukan oleh penyihir Fir'aun tidak berbeda dengan apa yang dilakukan oleh perias profesional pada saat ia merias pengantin sehingga terbayang cantik dalam pandangan para tamu undangan.
7. Sebenarnya apa yang dilakukan oleh perias profesional adalah sihir, artinya mengeluarkan kebatilan (tidak cantik) dalam bentuk kebenaran (terbayang cantik). Imajinasi sosok pengantin perempuan cantik itu bisa terjadi karena jarak tertentu dan pencahayaan tertentu.
8. Dalam kasus Nabi Musa, pertemuannya dengan para penyihir Fir'aun dilaksanakan pada waktu hari raya saat matahari senggalan naik. Sepertinya para penyihir Fir'aun memanfaatkan cahaya matahari untuk memanipulasi fakta tongkat dan tali mereka agar terbayang ular-ular
9. Perias profesional menyihir perempuan biasa dalam pelaminan bukanlah persoalan. Namun apa yang dilakukan oleh para penyihir Fir'aun tidak sama dengan tujuan perias profesional. Tujuan para penyihir itu adalah mengungkap jati diri Nabi Musa sebagai manusia.
10. Para penyihir Fir'aun ingin mengungkap jati diri Nabi Musa sebagai manusia biasa karena keberhasilannya mengungkap jati diri Fir'aun sebagai manusia biasa dan bukan sebagai Tuhan karena ia tidak bisa membuat bumi sendiri.
11. Sesungguhnya para penyihir Fir'aun menggunakan sihir untuk mencipta rasa takut dalam hati Nabi Musa. Ketika mereka benar-benar melihat dan mengetahui rasa takut itu maka mereka akan mengatakan bahwa dirinya adalah manusia biasa karena memiliki ketakutan.
12. Ternyata logika di balik sihir para penyihir Fir'aun masih berlangsung hingga saat ini. Fakta indrawi (tali dan tongkat) dimanipulasi dengan teknik tertentu agar terbayang kebenaran (ular-ular bergerak) dlm kesadaran orang yang melihatnya tanpa hrs membuktikan kebenarannya.
13. Dalam batas tertentu, para penyihir Fir'aun bisa dipahami sebagai "orang-orang beragama" karena mereka menyembah Fir'aun sebagai Tuhan. Bahkan mereka digunakan oleh Fir'aun untuk mempetahankan kedudukannya sebagai Tuhan.
14. Sebab itu, tidak menutup kemungkinan bahwa sejak zaman dulu hingga zaman ini orang ahli agama (para teolog) menggunakan fakta-fakta indrawi dengan teknik tertentu untuk membangun imajinasi tentang kebenaran dalam kesadaran para pengikutnya.
15. Sebagai contoh, ahli agama (para teolog) memperlihatkan video tertentu tentang perilaku buruk agama lain untuk menumbuhkan kebenaran imajinatif tentang agama dan menanamkan permusuhan dalam hati para pengikut mereka.
16. Bahkan fakta-fakta indrawi diolah oleh para ahli agama (para teolog) dengan bahasa teologis tertentu bisa digunakan untuk membentuk "kepribadian" tertentu dengan "sikap perilaku tertentu."
17. Secara pribadi, saya melihat bahwa fakta-fakta yang digunakan oleh ahli agama (para teolog) hanyalah sebagian dari totalitas fakta-fakta yang sesungguhnya. Sebab kepandaian bahasa teologis, sebagian fakta-fakta terbayang dalam kesadaran umat sebagai totalitas fakta-fakta.
18. Saya cukupkan sekian pembahasan tentang sihir. Semoga pembahasan ini mencerahkan para followe @KitabHikam. Saya ucapkan terima kasih kepada para pembaca.
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Assalamu alaikum wr wb,
Seperti permintaan @rihan_azzahra, insya Allah besok, saya akan membahas tentang sihir.
Saya mohon bantuan retweet untuk sebarkan ilmi.
Terima kasih.
1. Kata sihir dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Arab السحر. Persoalan sihir dapat ditemukan dalam Al-Qur'an seperti dalam kisah Nabi Musa dan Fir'aun. Pembahasan sihir kali ini bersumber pada kisah itu. Semoga pembahasan ini memberikan wawasan bagi para pembaca.
2. Dalam pembahasan ini, saya mengacu pada definisi sihir yang dikemukakan oleh Ibn Faris dalam al-Mu'jam al-Maqayis fi al-Lughat. Ia menjelaskan bahwa sihir adalah mengeluarkan kebatilan dalam bentuk kebenaran.
فالسحر قال قوم هو إخراج الباطل في صورة الحق (إبن فارس)
Sepertinya menarik jika saya membahas konsep tawakkal Ibn Faris malam ini.
التوكل أظهار العجز في الأمر واعتماد على غيرك
Tawakkal adalah memperlihatkan kelemahan dalam sebuah perkara dan bersandar kepada selainmu.
Yuk bantu retweet untuk sebarkan ilmu.
Terima kasih
1. Pengertian tawakkal, sbgmn dijelaskan oleh Ibn Faris, terdiri dari dua tahap. Pertama adalah memperlihatkan kelemahan dalam sebuah perkara (إظهار العجز في الأمر). Sedangkan kedua adalah bersandar (الإعتماد). Saya akan membuat analogi untuk menjelaskan dua tahap tawakkal.
2. Fulan sedang sakit. Ia datang kepada seorang dokter. Lalu ia menyampaikan keluhannya kepada dokter itu. Dalam hal ini, menyampaikan keluhan adalah menunjukkan kelemahan dalam perkara medis dan kesehatan.
1. Saya ingin menjelaskan dua macam ucapan. Pertama adalah ucapan konstatatif (constatative utterence). Kedua adalah ucapan performatif (performatif). Ucapan konstatatif adalah ujaran yang digunakan untuk menggambarkan atau memerikan peristiwa, proses, keadaan dan sebagainya.
2. Ucapan konstatatif bersifat betul atau salah. Sebaliknya, ucapan performatif adalah ujaran yang memperlihatkan bahwa suatu perbuatan telah diselesaikan dan mengungkapkannya berarti perbuatan itu diselesaikan juga.
Karena banyak sahabatku yang menanyakan jembatan antara ilmu dan amal, maka saya akan melanjutkan pembahasan sebelumnya dengan judul :
MENGATASI KEMALASAN
Saya mohon bantuan retweet dari pembaca untuk menyebarkan ilmu.
1. Saya ingin memulai pembahasan ini dgn sebuah kisah imajinatif. Fulan ditanya oleh temannya : Mengapa kamu tidak kuliah hari ini? Fulan menjawab : Hari ini, hatiku malas sekali untuk berangkat ke kampus. Dalam hal ini, malas merupakan salah satu bentuk dari suasana hati.
2. Sekarang kita tahu dengan jelas bahwa malas (suasana hati) bukannya mendekatkan ilmu kepada amal malah menjauhkan ilmu dari amal. Sebagai buktinya bahwa Fulan tidak berangkat ke kampus untuk mengikuti kuliah karena ia merasa malas dalam hatinya.
Malam ini, saya akan mulai membahas fenomena orang berilmu namun tdk beramal. Sebab itu, saya ingin mengangkat topik hubungan ilmu dan amal dlm pandangan Imam Al-Ghazali.
Saya mohon bantuan retweet dari pembaca untuk menyebarkan ilmu.
Terima kasih.
1. Pertama-tama, saya ingin mengajak para pembaca untuk merenungkan perkataan Iman Al-Ghazali dalam kitab Ihya. Ia mengatakan bahwa amal itu mengikuti suasana hati; suasana hati mengikuti ilmu dan ilmu mengikuti pikiran.
2. Berdasarkan perkataan Imam Al-Ghazali, kita menumukan tiga perkara. Pertama adalah ilmu (العلم). Kedua adalah suasana hati (الحال). Sedangkan ketiga adalah tindakan (العمل). Sekarang kita pahami seperti apa hubungan ketiga perkara itu sesuai dengan pandangan Imam Al-Ghazali.
Dikisahkan, seorang sufi bertemu dengan seorang teolog di sebuah majelis. Mereka terlibat diskusi mengenai cara membuktikan keberadaan Allah. Tampak sufi mengajukan pertanyaan terlebih dahulu kepada teolog.
Sufi : Apakah Allah itu ada?
Teolog : Tentu saja Allah itu ada.
Sufi : Apakah bukti jika Allah itu ada?
Teolog : Alam semesta ini adalah bukti adanya Allah.
Selanjutnya, teolog bertanya kepada sufi.
Teolog : Apakah Allah itu ada?
Sufi : Tentu saja Allah itu ada.