Assalamu alaikum wr wb,
Seperti permintaan @rihan_azzahra, insya Allah besok, saya akan membahas tentang sihir.
Saya mohon bantuan retweet untuk sebarkan ilmi.
Terima kasih.
1. Kata sihir dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Arab السحر. Persoalan sihir dapat ditemukan dalam Al-Qur'an seperti dalam kisah Nabi Musa dan Fir'aun. Pembahasan sihir kali ini bersumber pada kisah itu. Semoga pembahasan ini memberikan wawasan bagi para pembaca.
2. Dalam pembahasan ini, saya mengacu pada definisi sihir yang dikemukakan oleh Ibn Faris dalam al-Mu'jam al-Maqayis fi al-Lughat. Ia menjelaskan bahwa sihir adalah mengeluarkan kebatilan dalam bentuk kebenaran.
فالسحر قال قوم هو إخراج الباطل في صورة الحق (إبن فارس)
3. Saya tertarik untuk membahas mengenai sihir karena persoalan tersebut memiliki relevansi dengan kondisi saat ini, yaitu kebatilan (الباطل) disampaikan dalam bentuk kebenaran (صورة الخق) sehingga kebenaran sebenarnya (الحق الحقيقي) tidak lagi tampak dalam kenyataan.
4. Berkata Fir’aun: “Adakah kamu datang kepada kami untuk mengusir kami dari negeri kami (ini) dengan sihirmu, hai Musa?" (Thaha : 57). Dalam hal ini, Fir'aun menuduh Nabi Musa memiliki sihir.
5. Sebenarnya ada persoalan menarik untuk direnungkan oleh kita. Mengapa Fir'aun berkesimpulan bahwa Nabi Musa hendak mengeluarkan dirinya dari negeri Mesir? Padahal kedatangan Nabi Musa sama sekali bukan untuk mengusir Fir'aun dari negerinya sendiri.
6. Sebab itu, Fir'aun berkata : Dan kami pasti akan mendatangkan (pula) kepadamu sihir semacam itu, maka buatlah suatu waktu untuk pertemuan antara kami dan kamu, yang kami tidak akan menyalahinya dan tidak (pula) kamu di suatu tempat yang pertengahan (letaknya). (Thaha : 58)
7. Saya akan menjelaskan terlebih dahulu bagaimana Fir'aun bisa berkesimpulan bahwa kedatangan Nabi Musa hendak mengeluarkan dirinya dari negerinya sendiri. Sebab itu, saya akan mengutip beberapa ayat sebelumnya.
8. Maka pergilah kamu berdua kepadanya (Fir‘aun) dan katakanlah, “Sungguh, kami berdua adalah utusan Tuhanmu, maka lepaskanlah Bani Israil bersama kami dan janganlah engkau menyiksa mereka. Sungguh, kami datang kepadamu dengan membawa bukti (atas kerasulan kami) dari Tuhanmu.
9. Dan keselamatan itu dilimpahkan kepada orang yang mengikuti petunjuk. Sungguh, telah diwahyukan kepada kami bahwa siksa itu (ditimpakan) pada siapa pun yang mendustakan (ajaran agama yang kami bawa) dan berpaling (tidak mempedulikannya)." (Thaha : 46-47)
10. tersebut. Dia berkata, “Siapakah Tuhanmu berdua yang mengutusmu untuk menyampaikan dakwah itu, wahai Musa?” Dia (Musa) menjawab, “Tuhan kami ialah (Tuhan) yang telah memberikan bentuk kejadian kepada segala sesuatu, kemudian memberinya petunjuk.” (Thaha : 49-50)
11. Dia (Fir‘aun) berkata, “Jadi bagaimana keadaan umat-umat yang dahulu?” Dia (Musa) menjawab, “Pengetahuan tentang itu ada pada Tuhanku, di dalam sebuah Kitab (Lauh Mahfuzh), Tuhanku tidak akan salah ataupun lupa." (Thaha : 51-52).
12. (Tuhan) yang telah menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu, dan menjadikan jalan-jalan di atasnya bagimu, dan yang menurunkan air (hujan) dari langit.” Kemudian Kami tumbuhkan dengannya (air hujan itu) berjenis-jenis aneka macam tumbuh-tumbuhan. (Thaha : 53-54)
13. Makanlah dan gembalakanlah hewan-hewanmu. Sungguh, pada yang demikian itu, terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal. (Thaha : 54)
14. Darinya (tanah) itulah Kami menciptakan kamu dan kepadanyalah Kami akan mengembalikan kamu dan dari sanalah Kami akan mengeluarkan kamu pada waktu yang lain. (Thaha : 55)
15. Dan sungguh, Kami telah memperlihatkan kepadanya (Fir‘aun) tanda-tanda (kebesaran) Kami semuanya, ternyata dia mendustakan dan enggan (menerima kebenaran). (Thaha : 56).
16. Dia (Fir‘aun) berkata, “Apakah engkau datang kepada kami untuk mengusir kami dari negeri kami dengan sihirmu, wahai Musa?" (Thaha : 57)
17. Sekarang, kita fokus pada dialog Nabi Musa dan Fir'aun tentang Tuhan. Fir'aun bertanya kepada Nabi Musa mengenai Tuhan : "Siapakah Tuhanmu berdua yang mengutusmu untuk menyampaikan dakwah itu, wahai Musa?” (Thaha : 49).
18. Pertama, Nabi Musa menjawab : "Tuhan kami ialah (Tuhan) yang telah memberikan bentuk kejadian kepada segala sesuatu, kemudian memberinya petunjuk.” (Thaha : 50)
19. Kedua, Nabi Musa menjawab : (Tuhan) yang telah menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu, dan menjadikan jalan-jalan di atasnya bagimu, dan yang menurunkan air (hujan) dari langit.” (Thaha : 53)
20. Sekarang, saya akan menjelaskan teori tindak tindak tutur ilokusi. Tindak tutur ilokusi ialah sebuah tindakan melakukan sesuatu dengan maksud dan fungsi tertentu di dalam kegiatan bertutur sesungguhnya.
21. Fulan datang ke rumah temannya di siang hari. Ia berkata kepada temannya : Siang ini panas sekali! Dalam hal ini, Fulan tidak hanya memberikan informasi bahwa siang itu panas. Namun ia juga meminta kepada temannya agar dibuatkan minuman dingin.
22. Ketika Nabi Musa mengatakan "(Tuhan) yang telah menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu, dan menjadikan jalan-jalan di atasnya bagimu, dan yang menurunkan air (hujan) dari langit" maka ia melakukan tindak tutur ilokusi kepada Fir'aun.
23. Nabi Musa tidak hanya menjelaskan mengenai Tuhan dengan jelas tapi ia juga meminta Fir'aun untuk membuktikan dirinya sebagai tuhan dengan mencipta bumi dan lainnya. Dalam hal ini, Fir'aun merasa kalau dirinya diusir oleh Nabi Musa dari negerinya (Mesir).
24. Biar lebih jelas lagi, saya akan membuat contoh tindak tutur ilokusi lain. Pedagang mengatakan kepada pembeli : Barang ini bagus dan murah. Sesungguhnya sang pedagang tidak hanya menjelaskan kalau barang itu bagus dan murah tapi meminta pembeli untuk segera membelinya.
25. Saya hampir lupa menjelaskan kalau
Fir'aun mengklaim dirinya sebagai Tuhan. Ia berkata, "Akulah Tuhanmu yang tertinggi.” (an Nazi'at : 24).
26. Penjelasan Nabi Musa tentang Tuhan menuntut Fir'aun untuk membuktikan dirinya sebagai Tuhan dengan memcipta bumi sendiri sebagai tempat tinggal. Sebab itu, Fir'aun memahami kedatangan Nabi Musa untuk mengusir dirinya dari negeri Mesir.
27. Karena Fir'aun menyatakan diri sebagai Tuhan, maka dengan perkataan seperti dalam ayat 53 surat Thaha Nabi Musa tidak hanya menjelaskan Tuhan tapi ia juga menuntut Fir'aun atas pengakuannya sebagai Tuhan dengan mencipta bumi sendiri.
28. Dalam kesadaran Nabi Musa, Fir'aun adalah seseorang yang menyatakan dirinya ssbagai Tuhan. Sementara itu, Nabi Musa dalam kesadaran Fir'aun adalah seseorang yang menyatakan diri sebagai utusan Tuhan (rasul).
29. Nabi Musa telah berhasil membongkar kebohongan pengakuan Fir'aun sebagai Tuhan dgn bahasa. Dlm hal ini, Fir'aun juga ingin membongkar pengakuan Nabi Musa sebagai utusan Tuhan (rasul). Apakah usaha Fir'aun berhasil membongkar pengakuan Nabi Musa sebagai utusan Tuhan (rasul)?
30. Sewaktu kecil, saya mendengar cerita bahwa tukah sihir Fir'aun mengubah tongkat dan tali menjadi ular dengan sihir. Benarkah hal itu benar-benar terjadi? Jawabannya bisa ditemukan dalam Al-Quran bahwa hal itu tidak benar-benar terjadi dalam kenyataan.
31. Dalam Alquran dijelaskan bahwa terbayang oleh Musa seakan-akan ia merayap cepat, lantaran sihir mereka. (QS Thaha: 66). Ayat tersebut menegaskan bahwa tidak benar kalau tongkat dan tali mereka menjadi ular. Yang terjadi adalah terbayang atau dalam bahasa Arab يخيل إليه.
32. Sekarang kita simak dengan teliti apa yang dilakukan oleh Fir'aun seperti dijelaskan dalam Al-Qur'an. Maka Fir'aun meninggalkan (tempat itu), lalu mengatur tipu dayanya, kemudian dia datang. (Thaha : 60).
33. Maka mrk berbantah-bantahan tentang urusan mrk di antara mrk dan mrk merahasiakan percakapan (mereka). (Thaha : 62). Maka himpunkanlah segala daya (sihir) kamu sekalian, kemudian datanglah dgn berbaris. dan sesungguhnya beruntunglah orang yg menang pada hari ini. (Thaha : 64)
34. Sekarang, saya ingin menegaskan bahwa para penyihir Fir'aun takkan mampu mengubah tongkat dan tali mereka menjadi ular-ular. Jadi, tongkat dan tali mereka jadi ular-ular adalah perkata batil (الباطل).
35. Sementara itu, tongkat dan tali para penyihir terbayang oleh Nabi Musa jadi ular-ular adalah bentuk kebenaran (صورة الحق).
36. Dalam hal ini, seperti dijelaskan oleh Ibn Faris di atas, sihir adalah mengeluarkan kebatilan (tongkat dan tali jadi ular) dalam bentuk kebenaran ( terbayang benar-benar ular-ular).
37. Bagaimana dampak sihir para penyihir Fir'aun terhadap Nabi Musa? Ternyata sihir mereka membuat ketakutan dalam hati Nabi Musa. Hal itu dijelaskan dalam Al-Qur'an : Maka Musa merasa takut dalam hatinya. (Thaha : 67).
38. Sebab itu, Allah mengingatkan Nabi Musa agar tidak takut seperti dijelaskan dalam Al-Quran : Janganlah kamu takut, sesungguhnya kamulah yang paling unggul (menang). (Thaha : 68).
39. Sekarang kita mengandaikan kalau Fir'aun benar-benar mengetahui ketakutan Nabi Musa setelah melihat sihir mereka maka ia (Fir'aun) akan menolak kebenaran Nabi Musa sebagai utusan Allah (rasul) karena ia ketakutan dalam hatinya.
40. Sebab itu, Allah mengatakan terlebih dahulu kepada Nabi Musa agar ia tidak perlu takut terhadap sihir mereka sehingga rencana Fir'aun akhirnya gagal total.
41. Sementara itu, tongkat Nabi Musa bisa jadi seekor ular adalah benar dalam kenyataan karena hal itu bagian dari mukjizatnya.
42. Sekian dulu pembahasan sihir. Saya akan melanjutkan pembahasan ini dalam judul lain. Semoga pembahasan ini bisa mencerahakan para pembaca @KitabHikam. Terima kasih buat responnya berupa retweet.
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Assalamu alaikum wr wb,
Insya Allah nanti malam, saya akan melanjutkan pembahasan sihir dengan judul :
SIHIR : SEBUAH MANUPULASI FAKTA INDRAWI
Saya mohon bantuan retweet untuk sebarkan ilmu.
Terima kasih
1. Sekarang, saya akan melanjutkan pembahasan tentang sihir. Selain itu, saya meminta pembaca untuk membaca pembahasan sebelumnya agar tidak mengalami kesulitan dalam memahami sihir sebagai manupulasi fakta indrawi.
2. Secara rasional, para penyihir Fir'aun tidak mungkin (mustahil) mengubah tongkat dan tali mereka menjadi ular-ular dengan kemampuan mereka. Bahkan Nabi Musa tidak sanggup dengan kemampuan dirinya mengubah tongkatnya jadi ular kecuali dengan peran Allah dalam peristiwa itu.
Sepertinya menarik jika saya membahas konsep tawakkal Ibn Faris malam ini.
التوكل أظهار العجز في الأمر واعتماد على غيرك
Tawakkal adalah memperlihatkan kelemahan dalam sebuah perkara dan bersandar kepada selainmu.
Yuk bantu retweet untuk sebarkan ilmu.
Terima kasih
1. Pengertian tawakkal, sbgmn dijelaskan oleh Ibn Faris, terdiri dari dua tahap. Pertama adalah memperlihatkan kelemahan dalam sebuah perkara (إظهار العجز في الأمر). Sedangkan kedua adalah bersandar (الإعتماد). Saya akan membuat analogi untuk menjelaskan dua tahap tawakkal.
2. Fulan sedang sakit. Ia datang kepada seorang dokter. Lalu ia menyampaikan keluhannya kepada dokter itu. Dalam hal ini, menyampaikan keluhan adalah menunjukkan kelemahan dalam perkara medis dan kesehatan.
1. Saya ingin menjelaskan dua macam ucapan. Pertama adalah ucapan konstatatif (constatative utterence). Kedua adalah ucapan performatif (performatif). Ucapan konstatatif adalah ujaran yang digunakan untuk menggambarkan atau memerikan peristiwa, proses, keadaan dan sebagainya.
2. Ucapan konstatatif bersifat betul atau salah. Sebaliknya, ucapan performatif adalah ujaran yang memperlihatkan bahwa suatu perbuatan telah diselesaikan dan mengungkapkannya berarti perbuatan itu diselesaikan juga.
Karena banyak sahabatku yang menanyakan jembatan antara ilmu dan amal, maka saya akan melanjutkan pembahasan sebelumnya dengan judul :
MENGATASI KEMALASAN
Saya mohon bantuan retweet dari pembaca untuk menyebarkan ilmu.
1. Saya ingin memulai pembahasan ini dgn sebuah kisah imajinatif. Fulan ditanya oleh temannya : Mengapa kamu tidak kuliah hari ini? Fulan menjawab : Hari ini, hatiku malas sekali untuk berangkat ke kampus. Dalam hal ini, malas merupakan salah satu bentuk dari suasana hati.
2. Sekarang kita tahu dengan jelas bahwa malas (suasana hati) bukannya mendekatkan ilmu kepada amal malah menjauhkan ilmu dari amal. Sebagai buktinya bahwa Fulan tidak berangkat ke kampus untuk mengikuti kuliah karena ia merasa malas dalam hatinya.
Malam ini, saya akan mulai membahas fenomena orang berilmu namun tdk beramal. Sebab itu, saya ingin mengangkat topik hubungan ilmu dan amal dlm pandangan Imam Al-Ghazali.
Saya mohon bantuan retweet dari pembaca untuk menyebarkan ilmu.
Terima kasih.
1. Pertama-tama, saya ingin mengajak para pembaca untuk merenungkan perkataan Iman Al-Ghazali dalam kitab Ihya. Ia mengatakan bahwa amal itu mengikuti suasana hati; suasana hati mengikuti ilmu dan ilmu mengikuti pikiran.
2. Berdasarkan perkataan Imam Al-Ghazali, kita menumukan tiga perkara. Pertama adalah ilmu (العلم). Kedua adalah suasana hati (الحال). Sedangkan ketiga adalah tindakan (العمل). Sekarang kita pahami seperti apa hubungan ketiga perkara itu sesuai dengan pandangan Imam Al-Ghazali.
Dikisahkan, seorang sufi bertemu dengan seorang teolog di sebuah majelis. Mereka terlibat diskusi mengenai cara membuktikan keberadaan Allah. Tampak sufi mengajukan pertanyaan terlebih dahulu kepada teolog.
Sufi : Apakah Allah itu ada?
Teolog : Tentu saja Allah itu ada.
Sufi : Apakah bukti jika Allah itu ada?
Teolog : Alam semesta ini adalah bukti adanya Allah.
Selanjutnya, teolog bertanya kepada sufi.
Teolog : Apakah Allah itu ada?
Sufi : Tentu saja Allah itu ada.