K O R S A
.
.
.

Sepertinya bangsa ini butuh musuh bersama ketika bersatu sebagai sesama anak bangsa adalah kerinduan kita bersama.
BWF sudah merasakannya. Curang caranya pada Indonesia dalam cara tak fair menendang para pemain bulu tangkis kita pada All England berakibat fatal.
Akun mereka tumbang dalam sekejap dan mata dunia serta merta menengok event tersebut dengan cibir sinis banyak bangsa di dunia langsung dirasakannya.

Itu terjadi karena kita bersatu. Sebagai satu Indonesia, rasa itu tiba-tiba terbentuk dalam khawatir bersama.
Kita merasa harus bergerak karena hadirnya musuh yang mengancam eksistensi kita.

Terlalu lama bangsa ini tak memiliki satu kekhawatiran bersama. Tak merasakan adanya ancaman yang berarti dari luar.
Terakhir, tahun 1962 ketika Belanda tak kunjung menyerahkan Papua Barat seperti perjanjian pernah mengaturnya.

Peristiwa integrasi Timor Timur 1975 tak layak kita sebut sebagai kekhawatiran kita bersama.
Ada peran asing ingin negara kecil yang sedang bergejolak itu tak menjadi ancaman kawasan dan maka setuju ketika Indonesia masuk.

Sebelumnya, perang kita dengan bangsa asing terjadi selama periode 1945-1949.
Belanda yang ingin kembali berkuasa melakukan intervensi namun mereka memakai istilah polisioning.

Baik peristiwa perebutan Papua Barat maupun perang kemerdekaan, keduanya adalah perang bangsa Indonesia melawan bangsa asing.
Perang besar antara kita dengan tetangga sebelah, juga hampir saja terjadi. Tahun 1963, peristiwa yang kita kenal dengan ganyang Malaysia hampir menjadi perang antar negara serumpun.
Sisanya, kita hanya saling cakar dan tikam sesama anak bangsa. Peristiwa PKI Madiun, Kartosuwiryo, DI/TII, Kahar Muzakar, Permesta hingga peristiwa 65 adalah baku hantam kita pada sesama anak negeri. Bukan pada musuh dari luar.
Malari, Priok, Kudatuli tahun 1996 dan Juli ‘98 sebagai susulan ribut kecil kita terjadi pada masa Orde Baru. Negara masih juga senang melawan rakyatnya sendiri.

"Kenapa bisa begitu?"
Sangat mungkin karena kita memang tak punya musuh. Tak ada satu negara pun patut kita jadikan pihak mengancam. Tak ada negara kuat dekat dengan posisi kita dan maka kita tak pernah merasa terancam.
Sebagai bagian dari kelompok negara-negara yang tinggal di wilayah Asia Tenggara, hampir 40% wilayah itu adalah wilayah kita. Jumlah penduduk kita , mewakili juga setara dengan 40% total jumlah penduduk di kawasan yg terdiri dari 11 negara ini. Kita sangat besar, sangat superior.
Sebaran wilayahnya, hampir semua negara berada di utara kita. Malaysia, Brunei, Singapore dan Filipina adalah 4 negara tetangga terdekat sesama Asia Tenggara.
Di sebelah timur meski tak lagi masuk kawasan, ada Papua Nugini. Di Tenggara ada negara besar Australia dan di sebelah selatan hanya ada terhampar Samudra tak bertepi hingga kutub selatan.
Tak ada lagi daratan menjadi tempat tinggal sebuah bangsa bila itu dijadikan ukuran sebagai ancaman. Kita masih merasa aman bila toh dilihat dari sisi geopolitik dan geostrategis wilayah.
Kita terlalu besar untuk merasa terancam oleh Malaysia, Singapore, Brunei atau Filipina sebagai tetangga terdekat.Kita terlalu superior dalam besar wilayah & jumlah penduduk dibanding mereka semua. Tak ada alasan apa pun mereka berani nekad akan mengancam kedaulatan negara kita.
Kita menjadi terlalu nyaman. Tak ada musuh bersama kita jadikan alasan merasa bagi rasa khawatir. Berbeda dengan tetangga kita itu, sangat mungkin kitalah yang justru menjadi ancaman bagi rasa mereka. Mereka merasa inferior & maka persatuan sesama anak bangsanya mutlak harus ada.
Maka bukan hal aneh bila Singapore merasa harus lebih maju dalam segala bidang. Demikian pula Malaysia. Lihat saja alutsista mereka, semua terarah demi selalu lebih unggul dari kita bukan?
Sementara mereka ada alasan untuk selalu tetap bersatu demi hal yang lebih besar yakni khawatir terhadap superior negara kita, kita tidak. Mereka bekerja keras, kita cenderung santai. Mereka maju, kita tak tak merasa iri.
Sama seperti anak laki-laki kita ketika tak ada tempat main di luar maka yang jadi sasaran iseng adalah adiknya, demikian pula kita sebagai rakyat.
Kita sibuk mencari masalah dengan saudara kita sendiri karena merasa tak pernah punya masalah sebagai milik bersama terhadap ancaman pihak luar.
Dan sejarah membuktikannya. Benar adanya bahwa selama 75 tahun merdeka, kita benar telah membunuh lebih banyak saudara kita sendiri dibandingkan dengan musuh kita membunuh saudara kita.
Perang dengan Belanda tahun ‘45-49 mengakibatkan 97.421 orang meninggal dunia. Jumlah itu sudah termasuk korban kegilaan kapten Westerling di Sulawesi Selatan dimana lebih dari 40.000 jiwa dibantai di sana.
Sementara Belanda kehilangan 4.751 tentara dari tentara kolonial setempat dan tentara negeri induk jajahan.

Pada perang perebutan Irian Barat, tercatat 94 orang militer kita gugur Belanda kehilangan hanya kehilangan 9 tentaranya.
Kita memang juga telah perang dengan pihak Malaysia, tapi itu tak resmi. Itu terjadi hanya dalam skala amat kecil dan lokasinya di pedalaman hutan. Tak ada catatan berapa korban kita, berapa Malaysia.

"Berapa kita membunuh saudara sendiri?"
Dari satu peristiwa saja yakni pemberontakan PKI tahun 65 kita telah membunuh saudara kita sendiri dengan jumlah fantastis.
Menurut kesaksian Jendral Sarwo Edi dan itu dipercaya oleh Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan 1965/1966, total korban pasca-peristiwa Gerakan 30 September 1965 mencapai angka jutaan.
Kita ambil data resmi saja. Komnas ham menyebut angka 500.000 jiwa meninggal akibat peristiwa singkat itu.

Melihat angkanya, bukankah jumlah meninggal cukup pada satu peristiwa itu saja sudah jauh lebih banyak dibanding Belanda telah membunuh kita?
Apalagi ketika peristiwa DI/TII, Kartosuwiryo, Kahar Muzakkar, Permesta dan banyak catatan pemberontakan yang lain dihitung dan dimasukkan.

Ini jumlah korban sangat banyak dan mengerikan dapat dilakukan oleh sebuah bangsa. Ini hanya terjadi pada skala Hitler membantai Yahudi.
"Bagaimana dengan Jepang?"

Ketika kita menyatakan kemerdekaan, Jepang sudah kalah dan menyerah pada sekutu. Tapi satu kekejaman yang selalu kita ingat adalah romusha, kerja paksa ala Jepang.
Siapa pun ingat dalam memori gelap bagaimana kejam bangsa itu meski hanya menjajah selama 3.5 tahun.

Tiap hari, pada peristiwa itu dikabarkan selalu ada saja rakyat kita meninggal dalam lapar dan kelelahan karena kerja tak wajar tersebut.
Ada tercatat jumlah meninggal adalah antara 10 – 15 orang setiap hari.
.
.

Ketika itu berlangsung selama 3.5 tahun, hitungan jumlah korban meninggal mencapai 10.000 orang.
Belum termasuk korban perkosaan yang terkenal dengan sebutan Jugun Ianfu. Diperkirakan ada sekitar 1000 perempuan Indonesia diperkosa dan dijadikan budak sex oleh tentara Jepang.
Bila dalam 3.5 tahun Jepang yang kita kenal dengan kebrutalannya telah membunuh 10.000 rakyat kita dan memperkosa 1000 perempuan Indonesia, ternyata kita lebih sadis.
Pada saudara kita sendiri, kita telah membunuh 1190 orang dan melakukan pemerkosaan pada lebih dari 150 perempuan hanya dalam waktu 2 hari saja. Bandingkan dengan Jepang yang butuh waktu 3.5 tahun.
Peristiwa Itu terjadi pada kerusuhan 13-15 mei 1998. Hasil tersebut diungkap dan diumumkan secara resmi oleh ketua TGPF Komnas Ham Marzuki Darusman.

"Sesadis itukah kita?"

Kawasan Laut China Selatan telah dan akan terus menjadi ancaman regional. Seharusnya kita khawatir.
Seharusnya itu sudah cukup membuat kita rapatkan barisan.
.
.

Di sisi lain, atas kebijakan AS bahwa Asia Pasifik adalah kawasan yang menjadi prioritas pada 2020, kita adalah bagian dari kawasan tersebut. Kita harus semakin membuat rapat cara kita berdiri.
Ketika tiba-tiba ada lebih dari 13 pangkalan militer asing telah mengepung kita dan kita masih sibuk saling bantai pada sesama saudara seharusnya membuat kita bertanya ada apa?

Tidakkah ada sesuatu hal janggal patut kita bercuriga kenapa itu harus terjadi dalam kebersamaan kita?
Bila contoh kasus yakni sejak Arab Spring ada sebuah gerakan dengan warna sangat nyata di kawasan itu juga kita rasakan terjadi pada kita saat ini, sepertinya tak harus kita menjadi pintar lebih dahulu bila hanya untuk menghubungkannya. Artinya, kita benar sedang diaduk.
Bukankah si pengaduk juga sedang ingin pindah kawasan di Asia Pasifik? Bukankah dia yang mengepung kita dengan banyak pangkalan asingnya adalah dia yang mendapat untung di kawasan teluk pada Arab Spring?
Besar wilayah kita, besar jumlah penduduk kita dan kaya kita sebagai pemilik SDA hingga laut luas membentang milik kita adalah ancaman sekaligus kesempatan bagi asing. Robohkan, hancurkan besar negara kita adalah cara asing membuat kita kerdil.
Rusuh kita pada ‘98 benar belum memberi mereka kesempatan campur tangan. Rusuh kita dengan skala lebih besar di masa depan bukan tak mungkin adalah maksud lebih dari 13 pangkalan militer asing itu dibuat bukan?
Campur tangan mereka dengan dalih HAM atas saling hancurkan sesama anak bangsa karena satu dan lain sebab yang sengaja juga diciptakan, adalah cara termudah. Itu sudah terjadi di Libya, Mesir, Yaman, hingga Suriah dan Irak. Kenapa mustahil terjadi pada kita?
Membuat satu sikap bahwa kita memiliki musuh bersama sebagai ancaman atas kedaulatan kita adalah cara terbaik. Panas kawasan LCS dan pengepungan pangkalan militer asing pada negeri kita adalah cara kita memiliki visi yang sama.
Ingat Malaysia, Brunei, Singapore, Papua Nugini & Australia adalah negara-negara yg tergabung dalam persemakmuran. Mereka mengepung kita 360 derajat dimana pulau Cocos, pulau Natal milik Australia ada di selatan kita sebagai pangkalan militer & mereka tak suka kita menjadi besar.
Bukan konfrontasi pada mereka kita buat, warning dan sikap hati-hati kita harus menjadi cara kita memiliki satu sikap yang sama.

Rasa satu nasib satu perjuangan layak kembali kita gaungkan sama seperti kita di tahun 1908 dan Sumpah Pemuda 1928.
Rasa satu nasib satu perjuangan 1908 dan 1928 menghasilkan Proklamasi 17 Agustus 1945 & berhasil mengusir satu musuh yg sama yakni Belanda, rasa satu nasib satu bangsa kita hari ini adalah tentang tujuan besar dan jaya kita sebagai negara maju, kaya dan rakyatnya yang sejahtera.
Tanpa sikap waspada dan satu rasa takut yang sama sebagai sesama anak negeri, kita hanya akan sibuk saling melukai saudara kita seperti sering kita sudah lakukan.
Radikal kita sebagai satu Indonesia sangat kita butuhkan hari ini, bukan radikalisme agama yang telah terlalu lama kita pelihara dan kita terjebak pada rasa saling bermusuhan tanpa jalan keluar seumur hidup.

"Bagaimana cara mulainya?"
Sesuai dengan makna radikal, keras sikap kita pada usaha pecah belah bangsa harus kita lakukan. Tak ada lagi kompromi bila terkait dengan persatuan kita. Libas, hancurkan segala hal tak baik bagi kebersamaan kita.
Ikrar satu nusa, satu bangsa dan satu bahasa seperti para pemuda pernah di tahun 1928 layak kita gaungkan kembali dalam setiap kesempatan. Setiap saat, setiap waktu dalam keseharian kita.
"Kenapa?"

Karena ini darurat. Karenanya kita butuh cara radikal dalam sikap melawan radikalisme agama pemecah persatuan kita.
.
.
.

• • •

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh
 

Keep Current with NitNot ❘

NitNot ❘ Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

PDF

Twitter may remove this content at anytime! Save it as PDF for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video
  1. Follow @ThreadReaderApp to mention us!

  2. From a Twitter thread mention us with a keyword "unroll"
@threadreaderapp unroll

Practice here first or read more on our help page!

More from @__MV_llestari__

1 Apr
L A L A I
.
.
.

Haruskah kita masih denial terhadap pengaruh radikalisme agama yang melahirkan tindak terorisme dan menjadikan sebagian dari saudara kita terjerumus? Image
Masihkah kita ragu bahwa 3 saudara kita yang kemarin melakukan tindakan pengecut itu adalah juga bagian dari kesalahan kolektif kita sebagai bangsa? Image
Lama sudah kita tak lagi terbiasa dengan suka bertanya pada nurani kita. Terlalu lama kita tak lagi senang menengok ke dalam sebelum kita bicara. Entahlah... kita bahkan sudah terperosok sejauh itu dan namun kita pun masih tak juga mengerti. Image
Read 13 tweets
31 Mar
SURAT WASIAT | dari generasi yang "hilang" .
.
.
.
@jokowi @YaqutCQoumas @BNPTRI
@DivHumas_Polri @Puspen_TNI @mohmahfudmd
@Kemdikbud_RI @budimandjatmiko @eLFathir_ @P3nj3l4j4h_id @NinjaCir3ng @LOVE_AG4EVER
.
.

Bacalah surat wasiat Zakiah perempuan yg tewas di Mabes Polri. ImageImage
Tak mungkin proses cuci otaknya hanya berjalan seminggu dua minggu tapi tahunan. Dan bibit radikal itu diajarkan dalam benderang dan kita membisu.

Mudah kita mempersalahkannya karena tak berhati-hati memilih guru.
Tapi, adakah diantara kita mempersalahkan lingkungan karena membiarkan guru seperti itu ada dan hadir di tengah-tengah kita?

Adakah negara memiliki keberanian mengusir atau bahkan memidanakan penyebar ajaran seperti itu? Image
Read 6 tweets
31 Mar
GENERASI YANG HILANG
.
.
.

Ketegasan mutlak harus datang dari negara dan pemerintah. Tak boleh lagi ada tawar menawar apalagi sekedar retorika. Image
Sudah 3 orang tewas dengan usia yang relatif masih sangat muda karena teracuni paham radikal dan itu hanya dalam rentang waktu 2 hari saja. Image
Jangan melihat hanya dari sisi mereka adalah ter*ris. Mereka sekaligus adalah korban atas lalai negara terlalu lama membiarkan paham gila itu beredar di negeri ini. Tak bijak kita berdebat hanya karena mereka salah guru,ada peran negara membiarkan guru semacam itu bebas mengajar. Image
Read 6 tweets
31 Mar
Melihat videonya, perempuan itu memang tampak sekali ingin mati. Tak ada tampak rasa takut dan maka dia tak terlihat sedikit pun berstrategi demi banyak korban ingin diperoleh. Image
Dia berada di tengah para profesional yang biasa menangani tindak kejahatan. Tentu ada banyak jago tembak di tempat itu apalagi si perempuan juga kabarnya hanya menggunakan airsoft gun.
Tembak pada bagian melumpuhkan sehingga tak tewas dan kemudian dapat diminta keterangan, sepertinya lebih pantas. Bukankah mati adalah keinginannya? Image
Read 6 tweets
29 Mar
T S T
.
.
.

Acung jempol pada Polisi atas cepat reaksi mereka pada kejadian atau peristiwa bom gereja Katedral di Makasar. Pelaku sudah teridentifikasi.
Sungguh disayangkan pelaku ini masih sangat muda, masih golongan milenial. Dia lahir tahun 1995 dan baru menikah 7 bulan.

Istrinya pun dikabarkan terlibat atau ikut pada pengeboman ini. Keduanya meninggal saat itu juga.
Informasi dari mana bom itu berasal, kabarnya dirakit sendiri. Dibuat secara online dengan instruktur yang mendampinginya. Bagaimana bahan-bahan didapatkan, tidak secara rinci kepolisian menyebut.
Read 14 tweets
29 Mar
JEJAK ITU NYATA
.
.
.

Siapa tak malu ketika tubuhnya panuan? Itu tentang eksistensi kita. Itu tentang bagaimana orang lain juga akan menilai jorok dan bersih keseharian kita.
Atau, kita justru takut pada perasaan akan dijauhi teman kalau itu terlihat? Takut akan dianggap sebagai si penular?

Pertama-tama, jamur dalam panggilan panu memang hanya akan tampak seperti bercak-bercak putih dan tipis, membulat dan tersamar.
Tumbuh dan kemudian berkembang pada tempat tersembunyi dan lembab pada lipatan-lipatan kulit tubuh kita, dan maka sulit terlihat. Dan maka kita tak sadar itu ada.

Dia hidup dalam senyap pada tempat tersembunyi. Dia tumbuh karena ada dan tersedianya media yang cocok baginya.
Read 23 tweets

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3/month or $30/year) and get exclusive features!

Become Premium

Too expensive? Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal Become our Patreon

Thank you for your support!

Follow Us on Twitter!